commit to user 63
3. Pemuka Agama Islam
Secara umum tujuan syariat Islam adalah untuk mencegah kerusakan pada manusia dan mendatangkan kemaslahatan bagi mereka, mengarahkan
mereka kepada kebena-ran untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat kelak, dengan jalan mengambil segala manfaat dan mencegah
atau menolak madharat yang tidak berguna bagi hidup dan kehidupan manusia Akhzdu al- mashalih wa Dar-u al-mafasid. Tujuan itu
dirumuskan dalam lima pokok pemberlakuan hukum yang disebut “al- mabaadi-u al-khamsah” yaitu;
a. Hifzdu ad-din yaitu memelihara, mengembangkan dan mengamalkan agama Islam.
b. Hifzdu al-a’qli yaitu memelihara rasio dan mengembangkan cakrawalanya untuk ke-pentingan umat.
c. Hifzdu an-nafsi yaitu memelihara jiwa raga dari bahaya dan memenuhi kebutuhan hi-dupnya baik yang primer, sekunder maupun suplementer.
d. Hifzdu al-maal
yaitu memelihara
harta kekayaan
dengan pengembangan usaha komoditasnya dan menggunakannya tanpa
melampui batas maksimal dan mengurangi ba-tas minimal. e. Hifzdu an-nasl yaitu memelihara keturunan dengan memenuhi
kebutuhan fisik mau-pun ruhani Mahfudz, 1994: 210 Kelima pokok ini menjadi acuan utama dalam menetapkan hukum
agama, termasuk di dalamnya poligami. Syariat Islam membolehkan poligami selama tidak dikhawatirkan terjadinya penganiyaan terhadap para
commit to user 64
isteri. Maka jika terdapat kekhawatiran terhadap kemungkinan terjadinya penganiyaan itu dan untuk melepaskan diri dari kemungkinan dosa yang
dikha watirkan terjadi karena mengabaikan kesejahteraan para isteri dianjurkan agar mencukup-kan beristeri satu orang saja. Di sini diperlukan
komitmen seorang laki-laki yang berpoligami untuk memenuhi perintah Allah dalam ayat tersebut, penekanan stressing keadilan seorang laki-laki
seperti yang dimaksud dalam Al-Qur’an harus menjadi perhatian utama suami. Karena itu perkawinan dalam Islam sebenarnya adalah satu isteri
untuk satu suami. Kalaupun Islam membolehkan poligami tentunya ada hikmah tertentu di dalamnya, karena Allah tidak membuat atau
menentukan sesuatu dengan sia-sia. 1. Ibu Hj. Nur Hidayah
Ibu Hj. Nur Hidayah, Ketua Pimpinan Cabang Muslimat NU Surakarta. Latar belakangnya sebagai tokoh agama dan ketua Muslimat
NU, dan beliau juga sering memberikan ceramah untuk pengajian khususnya wanita, dinilai sebagai sosok yang kompeten dalam
memberikan persepsinya mengenai Sinetron Inayah. 2. Ibu Hj. Rodhiyah Hadirin, Amd, Ketua Aisyiah Surakarta
Jabatannya sebagai ketua Aisyiah wilayah surakarta, juga sebagai pengawas Lembaga Hubungan Organisasi Hukum dan Advokasi
Pimpinan Wilayah Aisyiah LEHHAMAS , selain itu juga sering mengadakan dan menjadi ketua dalam seminar-seminar wanita tentang
kehidupan berumah tangga dalam islam, menjadikan peneliti
commit to user 65
menggunakan persepsi beliau untuk menganalisa Sinetron Inayah di Indosiar.
3. Ibu Hj. Solichan Ibu Hj. Solichan, pengurus MUI surakarta. Keberadaan Ormas
MUI di Indonesia sudah tidak diragukan lagi, maka peneliti meganggap Ormas MUI sebagai salah satu Ormas yang berkompeten
untuk diminta persepsinya tentang Sinetron Inayah. Ibu Hj. Solichan juga dikenal sebagai tokoh agama selain itu juga menjadi narasumber
tetap di Radio MQ fm dalam rubrik wnita. Oleh karena, itu untuk memperkaya data maka perwakilan MUI ini turut menjadi responden
dalam menganalisa Sinetron Inayah dari sudut pandang agama islam Tabel 4
Identitas Narasumber dari Ormas Islam No
Nama Usia
Pekerjaan 1
Hj. Nur Hidayah 55 Tahun
Ketua Pimpinan
Cabang Muslimat NU Surakarta
2 Hj.
Rodhiyah Hadirin, Amd
64 Tahun Ketua
Aisyiah Surakarta
3 Hj. Solichan
57 Tahun Pengurus
MUI Surakarta
commit to user 66
BAB III PENYAJIAN DATA
Dalam bab ini akan dipaparkan deskripsi data sebagai hasil yang telah dilakukan dalam proses pengumpulan data melalui teknik wawancara dan
pengambilan sampel dengan purposif sampel pada wilayah Surakarta. Pengumpulan data dan informasi pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode wawancara secara mendalam. Wawancara yang dimaksud adalah suatu bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang
ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya yang mengajukan pertanyaan- pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu dengan tanpa terstuktur dan terbuka
Deddy Mulyana, 2006:180. Pengambilan sampel responden menggunakan sampel bertujuan purposif
atau yang seringkali disebut purposive sampling. Penelitian dilakukan pada masyarakat Surakarta, dan wawancara akan dihentikan apabila peneliti tidak
menemukan aspek baru dalam fenomrna yang diteliti atau hingga data menjadi jenuh, yang menjadi aturan umum dalam pengambilan sampel purposif Deddy
Mulyana, 2006:182. Dalam temuan hasil penelitian ini akan dipaparkan hasil wawancara
dengan para narasumber. Data yang telah dikumpulkan kemudian diproses oleh peneliti dengan melakukan kategorisasi dan disederhanakan. Cara penyajian
wawancara yaitu dengan menampilkan hasil wawancara yang dianggap dapat menjawab tujuan penelitian ini dan telah dikelompok-kelompokkan sesuai dengan
66