Hakikat Campur Kode Campur Kode

commit to user 27 27 Majas pertentangan yang berikutnya, yaitu okupasi dan kontradiskio intermimis. Okupasi adalah majas pertentangan yang melukiskan sesuatu dengan bantahan, tetapi kemudian diberi penjelasan atau diakhiri dengan kesimpulan, sedangkan kontradiskio intermimis adalah majas pertentangan yang memperlihatkan pertentangan dengan penjelasan semua Rustamaji, 2003: 85. Misalnya, Merokok itu merusak kesehatan, akan tetapi si perokok tak dapat menghentikan kebiasaannya. Maka, muncullah pabrik-pabrik rokok karena untungnya banyak okupasi; Semua murid kelas ini hadir, kecuali si Hasan yang sedang ikut jambore kontradiskio intermimis.

4. Campur Kode

a. Hakikat Campur Kode

Nababan mengatakan bahwa 1993: 32 campur kode code-mixing adalah bilamana orang mencampur dua atau lebih bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak bahasa speech act or discourse tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa itu menentukan percampuran bahasa itu. Proses ini terjadi apabila seorang penutur menggunakan suatu bahasa secara dominan yang mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa lainnya. Hal ini biasanya berhubungan dengan karakteristik penutur, seperti latar belakang sosial, tingkat pendidikan, dan rasa keagamaan. Apabila di dalam suatu peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frase-frase yang digunakan terdiri dari klausa dan frase campuran hybrid clauses, hybrid phrases dan masing-masing klausa atau frase itu tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa yang terjadi adalah campur kode. Seorang penutur misalnya, yang dalam berbahasa Indonesia banyak menyelipkan serpihan-serpihan bahasa daerahnya, bisa dikatakan telah melakukan campur kode. Akibatnya, akan muncul satu ragam bahasa Indonesia yang kejawa-jawaan kalau bahasa daerahnya adalah bahasa Jawa. Nababan dalam Purwo, 1989: 94 memberikan batasan, yaitu campur kode sebagai pemilihan atau penggunaan bahasa dan ragam bahasa yang hanya commit to user 28 28 ditentukan oleh kebiasaan atau enaknya perasaan oleh mudahnya pengungkapan seseorang pengguna bahasa. Hampir senada dengan pendapat tersebut, Kachru dalam Suwito, 1997: 76 memberikan batasan mengenai campur kode sebagai pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan unsur-unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain secara konsisten. Kridalaksana dalam Saddhono, 2007: 26 berpendapat bahwa campur kode adalah 1 interferensi dan 2 penggunaan satuan bahasa dari satu bahasa ke bahasa lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa; termasuk di dalamnya pemakaian kata, klausa, idiom, dan sapaan. Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat penulis simpulkan hakikat campur kode pada dasarnya hampir sama, yaitu fenomena pencampuran bahasa kedua ke dalam bahasa pertama, pencampuran bahasa asing atau daerah ke dalam struktur bahasa ibu baik dalam tingkat kata, frase, klausa, idiom, maupun sapaan.

b. Ciri-ciri Campur Kode