Ciri-ciri Alih Kode Latar Belakang Alih Kode

commit to user 31 31 mengatakan bahwa apabila satu klausa jelas-jelas memiliki struktur gramatika bahasa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode. Alih kode terjadi dengan masing-masing bahasa yang digunakan masih memiliki otonomi masing-masing, dilakukan dengan sadar, dan disengaja karena sebab-sebab tertentu. Appel dalam Chaer dan Agustina, 2004: 107 memberikan batasan alih kode sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa karena perubahan situasi. Berbeda dengan Appel yang mengatakan alih kode itu terjadi antarbahasa, maka Hymes dalam Chaer dan Agustina, 2004: 107 menyatakan alih kode bukan hanya terjadi antarbahasa, tetapi dapat juga terjadi antara ragam-ragam atau gaya- gaya yang terdapat dalam suatu bahasa. Alih kode merupakan salah satu aspek ketergantungan bahasa language dependency dalam masyarakat multilingual. Dalam masyarakat multilingual sangat sulit seorang penutur mutlak hanya menggunakan satu bahasa. Dalam alih kode masing-masing bahasa masih cenderung mendukung fungsi masing-masing dan masing-masing fungsi sesuai dengan konteksnya.

b. Ciri-ciri Alih Kode

Alih kode mempunyai sejumlah ciri-ciri sebagaimana yang diungkapkan oleh Suwito 1997: 69, antara lain: 1 alih kode merupakan salah satu aspek tentang saling ketergantungn masyarakat multilingual; 2 masing-masing bahasa masih mendukung fungsi-fungsi tersendiri sesuai dengan konteksnya; 3 fungsi masing-masing bahasa disesuaikan dengan situasi yang relevan dengan perubahan konteks; dan 4 dalam peristiwa alih kode mungkin terjadi kontinum yaitu peralihan antara kode satu ke kode yang lain. Dengan demikian, alih kode menunjukkan suatu gejala adanya saling ketergantungan antara fungsi kontekstual dan situasi relevansi di dalam pemakaian dua bahasa atau lebih. Gejala tersebut dalam praktiknya, sering ditemukan peristiwa tutur tertentu terjadi alih kode intern dan alih kode ekstern secara beruntun. Hal tersebut terjadi apabila fungsi kontekstual dan situasi relevansialnya dinilai oleh penutur cocok untuk dilakukan. commit to user 32 32

c. Latar Belakang Alih Kode

Peristiwa alih kode tidak terjadi begitu saja. Banyak faktor yang melatarbelakanginya. Suwito 1997: 85-87 menyatakan beberapa faktor yang menyebabkan alih kode, antara lain: 1 penutur; 2 lawan tutur; 3 hadirnya penutur ketiga; 4 pokok pembicaraan; 5 membangkitkan rasa humor; dan 6 untuk sekedar bergengsi. Seorang penutur kadang dengan sengaja beralih kode terhadap mitra tutur karena suatu tujuan atau maksud. Misalnya, mengubah situasi dari resmi menjadi tidak resmi atau sebaliknya. Dengan kata lain, seorang pembicara atau penutur seringkali melakukan alih kode untuk mendapatkan keuntungan atau manfaat dari tindakannya tersebut. Alih kode yang dilakukan seorang penutur untuk memperoleh keuntungan biasanya terjadi dalam peristiwa tutur yang mengharapkan bantuan lawan tuturnya. Faktor kedua penyebab alih kode adalah mitra tutur. Lawan bicara atau mitra tutur dapat menyebabkan terjadinya alih kode, misalnya karena si penutur ingin mengimbangi kemampuan berbahasa si mitra tutur. Mitra tutur yang latar belakang kebahasaannya sama dengan penutur biasanya beralih kode dalam wujud alih varian dan bila mitra tutur berlatar belakang kebahasaan berbeda cenderung alih kode berupa alih bahasa. Perbedaan latar belakang bahasa juga berkitan erat dengan hadirnya penutur ketiga dalam pembicaraan. Kehadiran orang ketiga atau pihak lain yang tidak memiliki latar belakang bahasa yang sama dengan latar belakang bahasa yang digunakan oleh penutur dan mitra tutur dapat menyebabkan terjadinya alih kode. Untuk menetralisasi situasi dan menghormati kehadiran mitra tutur ketiga, biasanya penutur dan mitra tutur beralih kode, apalagi bila latar belakang kebahasaan mereka berbeda. Chaer dan Agustina 2004: 110 menambahkan bahwa status penutur ketiga dalam alih kode juga menentukan bahasa atau varian yang digunakan. Pokok pembicaraan atau topik merupakan faktor yang dominan dalam menentukan terjadinya alih kode. Pokok pembicaraan yang bersifat formal biasanya diungkapkan dengan ragam baku dengan gaya netral dan serius, sedangkan pokok pembicaraan yang bersifat informal disampaikan dengan bahasa commit to user 33 33 tak baku, gaya sedikit emosional, dan serba seenaknya. Meskipun demikian, alih kode tidak akan terjadi jika pergantian topik pembicaraan masih dalam situasi formal Chaer dan Agustina, 2004: 112, misalnya topik tentang kesejahteraan masyarakat tuna susila berubah menjadi topik tentang pengurangan hak seorang napi, yang dalam masyarakat tutur Indonesia harus menggunakan ragam resmi. Perubahan yang terjadi hanya mungkin pada registernya. Faktor berikutnya, yang melatar belakangi terjadinya alih kode, adalah faktor humor dan gengsi. Alih kode juga sering dimanfaatkan oleh guru, pemimpin rapat, atau pun pelawak untuk membenagkitkan rasa humor. Biasanya dilakukan dengan alih varian, alih ragam, atau alih gaya bicara. Untuk sekedar bergengsi oleh penutur walaupun faktor situasi, lawan bicara, topik, dan faktor sosio-situasional tidak mengharapkan adanya alih kode. Hal ini terjadi apabila si penutur mempunyai penilaian bahasa yang satu dianggap lebih tinggi dan bahasa lainnya dianggap lebih rendah. Faktor-faktor penyebab alih kode tersebut sangat berkaitan dengan verbal repertoire yang terdapat dalam masyarakat tutur.

6. Iklan