BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data primer hasil pemeriksaan fisik oleh dokter dan menggunakan kuesioner. Terdapat beberapa
keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain cross sectional
sehingga sulit untuk menjelaskan hubungan sebab akibat karena pengambilan data dilakukan pada saat yang bersamaan. Meskipun demikian, desain ini
dipilih karena paling sesuai dengan tujuan penelitian dan efektif. 2. Pemeriksaan kejadian dermatitis kontak hanya dilihat secara umum dari gejala-
gejala dan pemeriksaan fisik dengan bantuan dokter, tanpa adanya pemeriksaan penunjang, yaitu uji tempel untuk memperkuat hasil.
3. Hasil penelitian sangat dipengaruhi oleh kejujuran dan ingatan serta motivasi responden dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan setiap variabel seperti pada
variabel lama kontak, frekuensi kontak, masa kerja, riwayat alergi, riwayat atopi, dan riwayat penyakit kulit sebelumnya sehingga dimungkinkan adanya
bias informasi. 4. Instrumen penelitian berupa lembar recall activities yang digunakan untuk
menentukan lama kontak dan frekuensi kontak pekerja dengan bahan kimia memiliki potensi adanya bias recall.
6.2 Kejadian Dermatitis Kontak
Dermatosis akibat kerja adalah kelainan kulit yang disebabkan oleh pekerjaan dan atau lingkungan kerja. Penyakit tersebut timbul pada waktu tenaga
kerja bekerja melakukan pekerjaan atau disebabkan oleh faktor-faktor yang berada pada lingkungan kerja Suma’mur, 2009.
Dermatitis kontak merupakan inflamasi yang diakibatkan oleh kontak kulit dengan bahan eksternal baik alergen kimiawi
atau iritan mekanis Harnowo, 2001. Penyebab dermatosis akibat kerja dapat dikarenakan oleh adanya faktor
fisik, biologi, maupun kimiawi. Ada dua mekanisme zat atau bahan kimia sehingga dapat menimbulkan dermatosis, yaitu, pertama, dengan jalan
perangsangan primer dan penyebabnya disebut iritan primer dan kedua, melalui sensitisasi dan penyebabnya disebut pemeka sensitizer
Suma’mur, 2009. Penyakit kulit, seperti dermatitis kontak merupakan salah satu penyakit terkait
pekerjaan yang sering muncul pada petugas kebersihan karena paparan terhadap kulit yang disebabkan oleh bahan kimiawi dan sering bekerja di tempat basah EU-
OSHA, 2009. Dari hasil penelitian mengenai kejadian dermatitis kontak pada pekerja
cleaning service di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012 menggambarkan bahwa dari 99 pekerja cleaning service, 32 pekerja 32,3
mengalami dermatitis kontak, sedangkan 67 pekerja 67,7 tidak mengalami dermatitis kontak.
Pada 32,3 pekerja yang menderita dermatitis kontak timbul kelainan kulit setelah berkontak dengan zat kimia. Kelainan kulit pada pekerja yang menderita
dermatitis kontak
berupa lichenifikasi
kulit mengkilap,
kemerahan, hiperkeratosis kapalen, fissura kulit pecah-pecah, kerusakan kuku jari serta
timbul gejala seperti gatal, nyeri, panas dan kulit kering. Umumnya pekerja yang mengalami dermatitis tidak menyadari bahwa gangguan kulit tersebut merupakan
gejala dermatitis kontak.
Gambar 6.1 Dermatitis Kontak Pada Cleaning Service
Lokasi terjadinya dermatitis kontak pada pekerja cleaning service di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012 di bagian tangan meliputi telapak
tangan, punggung tangan, lengan tangan, dan sela jari-jari tangan. Djuanda 2007 juga menyatakan bahwa dermatitis kontak akibat kerja lebih banyak ditemukan di
tangan dibandingkan dengan di bagian lain tubuh. Selain itu menurut EU-OSHA 2009 tangan adalah bagian tubuh yang utama di mana dapat terjadi kontak kulit
dengan bahan pembersih. Hal tersebut terjadi karena dalam melakukan proses pekerjaan yang berkontak secara langsung dengan bahan kimia adalah tangan
pekerja, sehingga memungkinkan untuk terkena percikan atau tumpahan bahan kimia saat melakukan pekerjaan apabila tidak menggunakan APD yang sesuai.
Berdasarkan pengamatan peneliti diketahui bahwa seluruh pekerja cleaning service tidak menggunakan alat pelindung diri pada saat bekerja dan personal
hygiene para pekerja juga tidak baik. Dermatitis kontak yang terjadi pada pekerja cleaning service dapat timbul akibat kebiasaan kerja yang kurang baik, seperti
tidak menggunakan sarung tangan dan baju kerja yang menutupi seluruh bagian tubuh saat melakukan proses pekerjaan serta kurang berhati-hati dalam melakukan
proses pekerjaan. Selain itu, personal hygiene yang kurang baik juga dapat meningkatkan terjadinya dermatitis kontak, seperti kesalahan dalam langkah
mencuci tangan, mengeringkan tangan tidak menggunakan pengeringlap khusus tangan dan pakaian pekerja tidak selalu diganti setiap hari.
Berdasarkan hasil penelitian ini, ada tiga faktor yang memiliki hubungan dengan dermatitis kontak pada pekerja cleaning service di kampus UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2012 yaitu lama kontak dengan bahan kimia rata-rata 3,24 jamhari, frekuensi kontak dengan bahan kimia rata-rata 4 kalihari dan
riwayat penyakit kulit sebelumnya. Dari penjelasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa kejadian dermatitis kontak pada pekerja cleaning service di kampus UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012 terjadi akibat proses kerja yang mengharuskan para pekerja berkontak dengan bahan kimia pembersih lantaitoilet,
kelalaian pekerja dan faktor-faktor lain yang mendukung untuk terjadinya dermatitis kontak pada pekerja.
Oleh karena itu untuk mengurangi risiko terkena dermatitis kontak, sebaiknya pekerja memperhatikan personal hygiene dan menggunakan APD pada
saat bekerja. Dengan adanya keterbatasan penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, diharapkan pada peneliti selanjutnya dalam hal menentukan kejadian
dermatitis kontak sebaiknya didukung dengan adanya pemeriksaan penunjang, seperti uji tempel dan pemeriksaan fisik dilakukan oleh dokter spesialis kulit.
6.3 Gambaran Personal Hygiene Pada Pekerja Cleaning Service di UIN Jakarta