34 3.  Pemeriksaan penunjang
Berbagai  macam  pemeriksaan  penunjang  diagnosis  diperlukan  sesuai  dengan jenis  penyakit  kulit  yang  diderita.  Misalnya  uji  tempel  patch  test  untuk  dermatitis
kontak  di  tangan  sebagai  akibat  reaksi  tipe  cepat,  pemeriksaan  kerokan  kulit  tangan dengan KOH 20 dan kultur pada agar Sabouraud untuk jamur kulit, dan biopsi yang
digunakan terutama untuk menyingkirkan diagnosis lain, misalnya psoriasis. 4.  Kunjungan tempat kerja plant visit
Diperlukan untuk menunjang diagnosis.
2.6 Pencegahan dan Pengobatan
Pencegahan  terhadap  kejadian  dermatitis  merupakan  upaya  yang  paling  penting dan  jauh  lebih  berarti  dari  pada  pengobatan.  Satu-satunya  upaya  yang  akan  berhasil
adalah meniadakan faktor penyebab dermatitis dari pekerjaan dan lingkungan kerja dan menghilangkan  seluruh  resiko  tenaga  kerja  kontak  kulit  dengan  faktor  penyebab  yang
bersangkutan. Penggunaan pakaian kerja dan alat pelindung diri adalah salah satu bentuk upaya  preventif.  Memindahkan  penderita  dari  pekerjaan  dan  lingkungan  yang
mengandung  faktor  penyebab  penyakit  ke  pekerjaan  dan  lingkungan  kerja  lain  yang tidak  berbahaya  bagi  kulit  yang  bersangkutan  merupakan  upaya  terakhir  dan  hal  itu
biasanya tidak mudah dilaksanakan Suma’mur, 2009.
Yang  perlu  diperhatikan  untuk  pencegahan  dermatitis  yaitu  masalah  kebersihan perseorangan  higiene  pribadi  dan  sanitasi  lingkungan  kerja  serta  pemeliharaan
ketatarumahtanggan  perusahaan  yang  baik.  Kebersihan  perseorangan  misalnya  cuci tangan, mandi sebelum pulang kerja, pakaian bersih dan berganti pakaian tiap hari, alat
35 pelindung  diri  yang  bersih  dan  lain-lain.  Kebersihan  lingkungan  dan  pemeliharaan
ketatarumahtanggaan meliputi pembuangan air bekas dan sampah industri, pembersihan debu,  penerapan  proses  produksi  yang  tidak  menimbulkan  pencemaran  udara  dan  juga
permukaan,  cara  sehat  dan  selamat  penimbunan  dan  penyimpanan  barang  dan  lainnya Suma’mur, 2009.
2.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak
2.7.1 Lama Kontak
Lama  kontak  mempengaruhi  kejadian  dermatitis  kontak  akibat  kerja Djuanda, 2007. Lama kontak dengan bahan kimia yang terjadi akan meningkatkan
terjadinya dermatitis kontak akibat kerja. Semakin lama kulit kontak dengan bahan kimia  maka  dapat  menyebabkan  rusaknya  sel  kulit  lapisan  luar,  semakin  sering
berkontak  maka  semakin  rusaknya  sel  kulit  lapisan  yang  lebih  dalam  sehingga kejadian  dermatitis  kontak  semakin  berisiko  tinggi  Cohen,  1999.  Semakin  lama
kontak  dengan  bahan  kimia,  maka  peradangan  atau  iritasi  kulit  dapat  terjadi sehingga  menimbulkan  kelainan  kulit.  Pengendalian  risiko,  yaitu  dengan  cara
membatasi  jumlah  dan  lama  kontak  yang  terjadi  perlu  dilakukan  Nuraga,  dkk, 2008.
Hasil penelitian Nuraga, dkk 2008 menunjukkan bahwa lama kontak dengan bahan  kimia  mempunyai  hubungan  dengan  terjadinya  dermatitis  kontak  p=0,003
dan  r=0,296.  Kejadian  dermatitis  kontak  akut,  subakut,  maupun  kronis  paling sering terjadi pada responden dengan lama kontak 8 jamhari dengan 13 responden
36 92,8  untuk  dermatitis  kontak  akut,  20  responden  95,2  sub  akut,  dan  5
responden 100 kronis.
2.7.2 Frekuensi Kontak
Frekuensi  kontak  merupakan  salah  satu  faktor  yang  mempengaruhi  kejadian dermatitis  kontak  Djuanda,  2007.  Frekuensi  kontak  yang  berulang  untuk  bahan
yang  mempunyai  sifat  sensitisasi  akan  menyebabkan  terjadinya  dermatitis  kontak jenis  alergi,  yang  mana  bahan  kimia  dengan  jumlah  sedikit  akan  menyebabkan
dermatitis  yang  berlebih  baik  luasnya  maupun  beratnya  tidak  proporsional.  Oleh karena  itu  upaya  menurunkan  terjadinya  dermatitis  kontak  akibat  kerja  adalah
dengan menurunkan frekuensi kontak dengan bahan kimia Cohen, 1999. Menurut  hasil  penelitian  Nuraga,  dkk  2008  menunjukkan  bahwa  ada
hubungan  antara  frekuensi  kontak  bahan  kimia  dengan  kejadian  dermatitis  kontak p=0,000, r=0,606. Kejadian dermatitis kontak dengan frekuensi kontak 15 kali per
hari terjadi pada dermatitis kontak akut sebanyak 14 responden 100, sub akut 17 responden 81 dan kronis 4 responden 80.
2.7.3 Bahan Kimia
Paparan  bahan  kimia  ditentukan  oleh  banyak  faktor  termasuk  lama  kontak durasi,  frekuensi  kontak,  konsentrasi  bahan  dan  lain-lain  Agius  R,  2006.
Sehingga  terjadinya  resiko  kontak  bahan  kimia  perlu  dikendalikan  dan  dikontrol seperti  membatasi  jumlah  kontak  yang  terjadi.  Oleh  karena  itu  bahan  kimia
merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis kontak Djuanda, 2007.
37 Bahan  kimia  cair  asam  berbeda  cara  kerjanya  dengan  basa.  Asam
menimbulkan luka bakar luas dengan efek panas dengan proses perusakan jaringan lunak.  Cairan  korosif  memerlukan  pH  yang  rendah  atau  sangat  tinggi  untuk
menyebabkan  korosi,  namun  pada  paparan  awal  tidak  timbul  rasa  sakit  Linins  I, 2006.
Beberapa bahan kimia yang memiliki potensi iritasi dan sensitisasi pada kulit menurut  National  Safety  Council  Itasca,  Illnois  dalam  buletin  SHARP  tahun  2001
dalam Nuraga 2006 sebagai berikut :
No. Bahan Kimia
Iritan Primer Sensitizers
Bentuk Kelainan Kulit 1.
Asam :
Asetat x
Dermatitis, ulserasi Karbolat
x Korosif, rasa kebal
Kromat x
Ulkus Format
x Iritasi berat
Hidrokolat x
Iritasi dan ulserasi Hidro-lourat
x Luka bakar
Laktat x
Ulserasi Nitrat
x Luka bakar, ulkus
Oksalat x
Korosif berat Pikrat
x Kemerahan, dermatitis
Sulfurat x
Korosif 2.
Basa :
Amonia x
Iritasi Kalsium sianida
x Iritasi
Kalsium oksida x
Dermatitis Natrium hidrolida
x Korosif berat
Natrium hidroksida x
Korosif berat Trisadium fosfat
x Ulserasi
3.
Pelarut :
Aseton x
Iritasi Benzen
x Iritasi
Karbon disulfida x
Iritasi Terpentin
x Dermatitis
Alkohol x
Dermatitis Tabel 2.4 Bahan Kimia yang Menimbulkan Kelainan Kulit
38
2.7.4 Usia
Menurut  Cohen  1999  kulit  manusia  mengalami  degenerasi  seiring bertambahnya usia. Sehingga kulit kehilangan lapisan lemak diatasnya dan menjadi
lebih  kering.  Kekeringan  pada  kulit  ini  memudahkan  bahan  kimia  untuk menginfeksi  kulit,  sehingga  kulit  menjadi  lebih  mudah  terkena  dermatitis.  Pada
anak  usia  dibawah  8  tahun  dan  usia  lanjut  lebih  mudah  teriritasi  bahan  iritan Djuanda, 2007.
Usia  merupakan  salah  satu  faktor  yang  mempengaruhi  kejadian  dermatitis kontak  akibat  kerja.  Sasseville  2006  menyatakan  bahwa  pekerja  muda  lebih
mungkin  terkena  dermatitis  akibat  kerja.  Hal  tersebut  dikarenakan  mereka  kurang berpengalaman  dibandingkan  rekan  mereka  yang  lebih  tua,  atau  mungkin  pekerja
muda  memiliki  sikap  yang  lebih  ceroboh  mengenai  langkah-langkah  keselamatan dan kemungkinan pekerja usia tua telah belajar bagaimana cara menghindari kontak
dengan bahan berbahaya. Menurut hasil penelitian Nuraga, 2006 menunjukkan bahwa responden yang
berusia  diatas  30  tahun  ada  kecenderungan  negatif  mengalami  kasus  dermatitis kontak  p=0,01,  artinya  semakin  muda  umur  seseorang  semakin  menurun
persentase  terjadinya  dermatitis  kontak.  Sedangkan  berdasarkan  hasil  penelitian Diepgen,  et  al  2003  dalam  Erliana  2008  menunjukkan  bahwa  pada  pekerja
konstruksi, penyakit dermatitis kontak 47 terjadi pada usia muda 18-39 tahun. Selanjutnya  berdasarkan  hasil  penelitian  Lestari  2007  menunjukkan  bahwa
hubungan  antara  usia  pekerja  dengan  kejadian  dermatitis  kontak  diperoleh  bahwa sebanyak  26  60,5  dari  43  pekerja  yang  berusia  ≤30  tahun  terkena  dermatitis
39 kontak, sedangkan diantara pekerja yang berusia 30 tahun hanya sekitar 13 orang
35,1 yang terkena dermatitis kontak. Hal ini dapat menyimpulkan bahwa pekerja muda lebih mudah terkena dermatitis kontak. Hasil uji statistik menunjukan nilai p
value  sebesar  0,042  hal  ini  berarti  bahwa  terdapat  perbedaan  proporsi  penyakit dermatitis yang bermakna antara pekerja muda ≤30 tahun dengan pekerja tua 30
tahun. Berbeda  dengan  hasil  penelitian  yang  dilakukan  oleh  Nuraga,  dkk  2008,
variabel umur pekerja pada penelitian ini mempunyai distribusi paling banyak  30 tahun sebanyak 49 orang responden
91 dibanding usia ≥ 30 tahun hanya 5 orang responden  9.  Berdasarkan  hasil  analisis  ternyata  faktor  umur  tidak  mempunyai
pengaruh yang bermakna terhadap terjadinya dermatitis kontak akibat kerja. Selain  itu  menurut  hasil  penelitian  Erliana  2008  menunjukkan  bahwa
proporsi  pekerja  yang  mengalami  dermatitis  kontak  50  terjadi  pada  kelompok umur 30-35 tahun dibandingkan dengan umur 36-40 tahun 33,3, dan umur 24-29
tahun  16,7.  Hasil  uji  statistik  menunjukkan  bahwa  variabel  umur  tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian dermatitis kontak p=0,350.
Dalam  konteks  determinan  kejadian  dermatitis  kontak  berdasarkan  usia,  dermatitis dapat menyerang semua kelompok usia, artinya usia bukan merupakan faktor risiko
utama  terhadap  paparan  bahan-bahan  penyebab  dermatitis  kontak,  sedangkan  dari perbandingan  penelitian  cenderung  didominasi  oleh  usia  pekerja  dalam  suatu
perusahaan  bukan  dari  aspek  makin  lama  usia  hidupnya  menyebabkan  risiko terhadap terjadinya dermatitis kontak.
40
2.7.5 Jenis Kelamin
Jenis  kelamin  merupakan  salah  satu  faktor  yang  mempengaruhi  terjadinya dermatitis  akibat  kerja  dan  perempuan  lebih  sering  menderita  dermatitis  daripada
laki-laki Hutomo, 1999. Jenis  kelamin  perempuan lebih rentan terhadap penyakit kulit daripada laki-laki, selain itu permukaan kulit perempuan lebih sensitif terhadap
bahan-bahan  iritan.  Terdapat  perbedaan  antara  kulit  wanita  dan  laki-laki  misalnya, folikel  rambut  pada  laki-laki  lebih  kasar,  rambut  yang  tumbuh  lebih  panjang  dan
laki-laki  lebih  cepat  berkeringat  sedangkan  untuk  wanita  folikel  rambut  lebih lembut,  rambut  yang  tumbuh  lebih  pendek  dan  wanita  agak  sukar  berkeringat
Sulaksmono, 1994. Perempuan  ternyata  lebih  berisiko  mendapat  penyakit  kulit  akibat  kerja
dibandingkan  dengan  laki-laki.  Insiden  pada  perempuan  lebih  tinggi  pada  usia muda. Sedangkan pada laki-laki kejadian meningkat sesuai usia Nuraga, 2006.
Berdasarkan hasil penelitan yang dilakukan oleh Trihapsoro 2003 mengenai dermatitis  kontak  pada  pasien  rawat  jalan  di  RSUP  Medan  menunjukkan  dari  40
pasien  yang  diuji  tempel  ternyata  bahwa  jenis  kelamin  yang  terbanyak  mengalami dermatitis kontak adalah perempuan  yaitu 29 pasien 72,5 dibandingkan dengan
laki-laki yaitu hanya 11 pasien 27,5.
2.7.6 Masa Kerja
Masa kerja penting diketahui untuk melihat lamanya seseorang telah terpajan dengan  bahan  kimia  Erliana,  2008.  Dengan  perbedaan  masa  kerja  akan
41 berhubungan dengan pajanan terhadap pencemar atau bahan yang berisiko terhadap
gangguan kesehatan kulit Notoatmodjo, 1997. Hasil penelitian Erliana 2008 menunjukkan bahwa proporsi pekerja dengan
masa  kerja  6-9  tahun  61,5  menderita  dermatitis  kontak  dibandingkan  dengan pekerja  yang  masa  kerjanya  1-5  tahun  yaitu  hanya  18,8.  Hasil  uji  statistik
menunjukkan  bahwa  ada  hubungan  antara  masa  kerja  dengan  kejadian  dermatitis kontak pada pekerja p=0,018.
Namun  berbanding  terbalik  dengan  penelitian  yang  dilakukan  oleh  Lestari 2007  menunjukkan  bahwa
pekerja  yang  memiliki  masa  bekerja  ≤2  tahun  lebih banyak  yang  terkena  dermatitis  yaitu  sebanyak  22  orang  66,7,  dibandingkan
dengan  17  orang  36,2  dari  47  pekerja  yang  telah  bekerja  selama  2  tahun. Berdasarkan  hasil  uji  statistik  terlihat  bahwa  terdapat  perbedaan  proporsi  terkena
dermatitis kontak yang bermakna antara pekerja yang memiliki masa kerja ≤2 tahun dibandingkan dengan pekerja yang telah bekerja 2 tahun terlihat dari nilai p value
sebesar 0,014. Sejalan  menurut  teori  Cohen  1999  yaitu  pekerja  yang  berpengalaman  akan
lebih berhati-hati sehingga kemungkinan terpajan bahan kimia lebih sedikit. Selain itu  adanya  masalah  kepekaan  atau  kerentanan  kulit  terhadap  bahan  kimia  pada
pekerja dengan masa kerja pendek. Pada pekerja  dengan masa kerja panjang dapat dimungkinkan  telah  mengalami  resistensi  terhadap  bahan  kimia  yang  digunakan.
Resistensi  ini  dikenal  sebagai  proses  hardening  yaitu  kemampuan  kulit  yang menjadi  lebih tahan terhadap bahan kimia karena pajanan bahan kimia  yang terus-
menerus.
42
2.7.7 Jenis Pekerjaan
Dermatitis kontak akan  muncul pada permukaan kulit  jika zat  kimia tersebut memiliki  jumlah,  konsentrasi  dan  durasi  lama  pajanan  yang  cukup.  Dengan  kata
lain semakin lama besar jumlah, konsentrasi dan lama pajanan, maka semakin besar kemungkinan pekerja tersebut terkena dermatitis kontak Cohen, 1999.
Berdasarkan  penelitian  Lestari  2007  menunjukkan  bahwa  pada  dua  jenis proses  kerja  yaitu  proses  realisasi  dan  proses  pendukung  memiliki  hubungan  yang
signifikan  dengan  kejadian  dermatitis  kontak.  Pada  proses  realisasi  terlihat  bahwa pekerja yang terkena dermatitis kontak 60,4 lebih banyak dibandingkan dengan
pekerja  yang  tidak  terkena  dermatitis  kontak  39,6.  Hal  ini  berbanding  terbalik dengan  proses  pendukung  yang  pekerjanya  lebih  banyak  tidak  terkena  dermatitis
yaitu sebanyak 22 orang 68,8 dari total pekerja 32 orang. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p value = 0,02 maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan proporsi
penyakit  dermatitis  kontak  yang  bermakna  antara  pekerja  proses  realisasi  dengan pekerja  proses  pendukung.  Hasil  analisis  menunjukkan  nilai  odds  ratio  sebesar
3,358. Hal ini berarti pekerja pada proses realisasi memiliki peluang 3,358 3,4 kali terkena dermatitis kontak dibandingkan dengan pekerja di proses pendukung.
2.7.8 Riwayat Alergi
Dermatitis  kontak  terutama  dermatitis  kontak  alergi  akan  lebih  mudah timbul  jika  terdapat  riwayat  alergi  sebelumnya.  Dalam  melakukan  diagnosis
dermatitis  kontak  dapat  dilakukan  dengan  melihat  sejarah  dermatologi  termasuk riwayat  penyakit  pada  keluarga,  aspek  pekerjaan  atau  tempat  kerja,  sejarah  alergi
43 misalnya alergi terhadap obat-obatan tertentu, dan riwayat lain yang berhubungan
dengan dermatitis Putro 1985 dalam Lestari 2007.
Riwayat alergi merupakan salah satu faktor yang dapat menjadikan kulit lebih
rentan terhadap penyakit dermatitis kontak. Analisis hubungan antara riwayat alergi dengan  dermatitis  kontak  menunjukkan  bahwa  pekerja  dengan  riwayat  alergi  yang
terkena dermatitis sebanyak 15 orang 57,7 dari 26 orang yang memiliki riwayat alergi.  Sedangkan  pekerja  yang  tidak  memiliki  riwayat  alergi  terkena  dermatitis
sebanyak 24 orang dengan persentase sebesar 44,4 dari 54 orang pekerja. Hasil uji statistik  menunjukkan  menunjukan  bahwa  tidak  terdapat  perbedaan  proporsi
kejadian  dermatitis  kontak  yang  bermakna  antara  pekerja  dengan  riwayat  alergi dibandingkan  dengan  pekerja  yang  tidak  memiliki  riwayat  alergi.  Hal  ini  terlihat
dari nilai p value 0,383  0,05 pada CI 95 Lestari, 2007. Menurut  penelitian  Cahyawati  2011  menunjukkan  bahwa  ada  hubungan
antara  faktor  riwayat  alergi  dengan  kejadian  penyakit  dermatitis  pada  nelayan  p value=0,018 dengan proporsi nelayan yang memiliki riwayat alergi dan mengalami
dermatitis sebanyak 10 orang 50 dan nelayan yang tidak memiliki riwayat alergi dan mengalami dermatitis sebanyak 10 orang 50.
2.7.9 Riwayat Atopi
Reaksi seseorang terhadap alergen sangat bervariasi tergantung faktor genetik, demikian  pula  sensitivitasnya  terhadap  bahan  kimia  pada  diri  seseorang  berbeda
Cohen,  1999.  Pekerja  dengan  riwayat  atopi  dermatitis  bila  bekerja  di  lingkungan
44 panas  atau  terpapar  debu  kimia  dan  pengaruh  faktor  psikis,  akan  kambuh  dalam
stadium yang lebih berat Ganong 2006 dalam Ernasari 2012. Atopi  ialah  orang  atau  keluarga  yang  cenderung  biasanya  anak  atau  dewasa
yang  menjadi  peradangan  dan  menghasilkan  antibodi  Imunoglobulin  E  untuk merespon  paparan  alergen  seperti  protein  dengan  konsekuensi  orang  dapat
berkembang menderita gejala asma, rhinoconjungtivitis atau eksim. Sehingga orang dengan atopi bila kontak dengan bahan kimia akan cenderung lebih parah menderita
dermatitis  kontak  Akib  A  2004  dalam  Ruhdiat  2006.  Seseorang  yang  memiliki riwayat atopi lebih rentan terhadap efek iritasi zat iritan Partogi, 2008.
Riwayat atopi merupakan salah satu faktor predisposisi dari dermatitis kontak. Atopi  merupakan  suatu  reaksi  yang  tidak  biasanya,  berlebihan  hipersensitivitas
dan  disebabkan  oleh  paparan  benda  asing  yang  terdapat  di  dalam  lingkungan kehidupan  manusia  Harijono  2006  dalam  Sulistyani  2010.  Sedangkan  menurut
Djuanda  2007  atopi  merupakan  istilah  yang  dipakai  untuk  sekelompok  penyakit pada  individu  yang  mempunyai  riwayat  kepekaan  dalam  keluarganya  misalnya,
dermatitis atopi, rhinitis alergi, asma bronkiale dan konjungtivitis alergi. Menurut penelitian Ruhdiat 2006 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
yang  bermakna  antara  riwayat  atopi  responden  dengan  kejadian  dermatitis  kontak p=0,241  karena  distribusi  responden  yang  mengalami  dermatitis  kontak  pada
kedua  kategori  baik  yang  atopi  maupun  tidak  atopi  hampir  seimbang,  yaitu responden  yang  mempunyai  riwayat  atopi  sebanyak  32  orang  52,46  dan
responden yang tanpa ada riwayat atopi sebanyak 29 orang 47,54.
45 Menurut  hasil  penelitian  Nuraga,dkk  2008  menunjukkan  bahwa  tidak
terbukti  adanya  perbedaan  antara  kejadian  dermatitis  kontak  dengan  riwayat  atopi. Distribusi  responden  yang  mengalami  dermatitis  kontak  pada  kedua  kategori  baik
terdapat riwayat atopi maupun tidak terdapat riwayat atopi hampir seimbang,  yaitu 19  responden  35  dengan  riwayat  atopi  dan  tanpa  riwayat  atopi  sebanyak  35
responden  65.  Hasil  uji  statistik  menggunakan  Chi-Square  diperoleh  nilai  p value  =  0,199.  Hal  ini  menunjukkan  bahwa  tidak  ada  perbedaan  yang  signifikan
antara adanya  riwayat atopi  dengan tidak adanya riwayat atopi terhadap terjadinya dermatitis kontak.
2.7.10 Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya
Menurut  Djuanda  2007  adanya  penyakit  kulit  yang  pernah  atau  sedang dialami  akan  mempengaruhi  ambang  rangsang  terhadap  bahan  iritan  menjadi
menurun. Pekerja yang sebelumnya atau yang sedang sakit kulit bukan akibat kerja cenderung  lebih  mudah  mendapat  dermatosis  akibat  kerja,  seperti  pekerja-pekerja
dengan  acne  yang  bekerja  terpapar  dengan  cutting  oil  dan  ter,  sering  menderita dermatitis Ganong 2006 dalam Ernasari 2012.
Penyakit  dermatitis  kontak  yang  memungkinkan  untuk  kambuh  muncul kembali  apabila  kulit  kontak  dengan  zat  tertentu  yang  terdapat  di  tempat  kerja.
Pada  pekerja  yang  sebelumnya  memiliki  riwayat  penyakit  dermatitis,  merupakan kandidat  utama  untuk  terkena  penyakit  dermatitis.  Hal  ini  karena  kulit  pekerja
tersebut sensitif terhadap berbagai macam zat kimia. Jika terjadi inflamasi maka zat
46 kimia akan lebih mudah dalam mengiritasi kulit, sehingga kulit lebih mudah terkena
dermatitis Cohen, 1999. Berdasarkan  penelitian  Nur  Cahyawati  2011  faktor  riwayat  penyakit  kulit
ternyata menjadi faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis, terbukti dari hasil uji chi square dengan nilai p = 0,006  0,05. Sebagian besar responden yang
memiliki  riwayat  penyakit  kulit  sebelumnya  cenderung  menderita  dermatitis. Proporsi  pekerja  yang  mengalami  dermatitis  kontak  dengan  riwayat  penyakit  kulit
sebesar 90 dan pekerja yang mengalami dermatitis kontak tanpa memiliki riwayat penyakit  kulit  sebesar  10.  Selain  itu,  menurut  hasil  penelitian  Lestari  2007
menunjukkan  bahwa  ada  perbedaan  antara  kejadian  dermatitis  kontak  dengan riwayat penyakit kulit sebelumnya p = 0,042.
2.7.11 Tipe Kulit
Kulit  yang berminyak lebih  tahan terhadap sabun, bahan pelarut  dan   zat-zat yang  larut  dalam  air,  sedangkan  kulit  kering  kurang  tahan  terhadap  chemical
dehydration  seperti  asam,  basa,  detergen  dan  bahan  pelarut  lemak,  misalnya terpentine,  benzol  dan  sabun.  Kulit  yang  banyak  rambutnya  mudah  terkena
folliculitis  bila kontak dengan minyak,  gemuk, coklat ataupun debu Ganong 2006 dalam  Ernasari  2012.  Selain  itu  menurut  Djuanda  2007  adanya  perbedaan
ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas.
47
2.7.12 Musim
Occupational  dermatoses  dermatosis  akibat  kerja  banyak  dijumpai  pada musim  panas  karena  pengeluaran  keringat  meningkat  dan  pekerja  kurang  senang
memakai  alat  pelindung  diri  bahkan  lebih  suka  pakai  celana  pendek,  kaus  singlet atau  tanpa  baju  sehingga  lebih  mudah  kontak  dengan  bahan  kimia.  Cuaca  dingin
menyebabkan  pekerja  malas  mandi  atau  mencuci  tangan  Ganong  2006  dalam Ernasari 2012.
2.7.13 Pengeluaran Keringat
Keringat  melindungi  kulit  dengan  cara  mengencerkan  dan  menghanyutkan bahan-bahan  iritan.  Hyperhidrosis  menyebabkan  miliaria  dan  macerasi  kulit  di
lipatan  ketiak,  pangkal  paha  dan  mudah  terjadi  infeksi  sekunder.  Keringat  dapat juga  merubah  bahan-bahan  yang  larut  dalam  air  menjadi  bentuk  lain  dan
mempermudah absorbsi melalui pori-pori kulit Ganong 2006 dalam Ernasari 2012.
2.7.14 Ras
Orang berkulit hitam lebih tahan terhadap lingkungan industri karena kulitnya kaya  akan  melanin.  Mereka  jarang  menderita  tumor  kulit  oleh  radiasi  ultraviolet,
kurang  peka  terhadap  debu  kimia,  bahan  pelarut  dan  alkali  Ganong  2006  dalam Ernasari 2012.  Kebanyakan orang berkulit hitam lebih tahan terhadap efek kontak
dari zat iritan dibandingkan orang berkulit putih Sasseville, 2006. Adanya  perbedaan  struktural  dalam  stratum  korneum  pada  ras  kulit  hitam
dibandingkan  kulit  putih  yang  memberikan  perlindungan  lebih  terhadap  iritasi
48 bahan  kimia.  Walaupun  ketebalan  stratum  korneum  pada  kedua  ras  sama  tetapi
stratum korneum kulit hitam memiliki lapisan sel yang lebih kuat dan lapisan lemak sederhana
Maibach , 2006.
2.7.15 Suhu dan Kelembaban
Faktor  fisik  udara  di  lingkungan  kerja  merupakan  kombinasi  dari  komponen suhu udara, kecepatan gerakan udara dan kelembaban udara. Komponen-komponen
tersebut dapat mempengaruhi persepsi kualitas udara dalam ruangan kerja sehingga harus selalu dijaga agar berada pada kisaran yang dapat diterima untuk kenyamanan
pekerja Faulkner D, 2004 dalam Ruhdiat 2006. Menurut  Keputusan  Menteri  Kesehatan  No.1405MenKesSKIX2002
mengenai  nilai  ambang  batas  kesehatan  lingkungan  kerja,  suhu  udara  yang dianjurkan  adalah  18
o
C-28
o
C  dan  kelembaban  udara  yang  dianjurkan  adalah  40-
60.
Pengaruh lingkungan, seperti  kelembaban  yang rendah dan suhu  yang dingin merupakan faktor penting dalam menurunkan kadar air stratum korneum. Suhu yang
dingin  dapat  menurunkan  kelenturan  lapisan  tanduk  sehingga  menyebabkan retaknya  stratum  korneum  Partogi,  2008.  Sedangkan  menurut  Sassevile  2006
kelembaban yang tinggi dapat mengurangi efektivitas barrier epidermis, sedangkan kondisi  kering  dan  dingin  mendorong  timbulnya  kulit  pecah-pecah  dan  menjadi
kasar.  Menurut  American  Academy  of  Dermatology  2010  menyatakan  bahwa dermatitis  disebabkan  oleh  lingkungan  yang  ekstrim,  yaitu  suhu  dan  kelembaban
49 yang ekstrim. Oleh karena itu, suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan
sebagai faktor yang mempengaruhi kejadian dermatitis Djuanda, 2007. Berdasarkan  penelitian  yang  dilakukan  oleh  Ruhdiat  2006  menunjukkan
bahwa  tidak  ada  hubungan  antara  suhu  udara  lingkungan  kerja  dengan  terjadinya dermatitis kontak p value = 0,337.
2.7.16 Personal Hygiene
Kebiasaan  pekerja  yang  kurang  baik  untuk  tidak  segera  mencuci  setelah terkena  kontak  dengan  agen  bahan  kimia  merupakan  penyebab  dermatitis  kontak.
Kebersihan  pribadi  seperti  mencuci  tangan  setelah  menyelesaikan  setiap  pekerjaan merupakan  preventif  yang  baik,  namun  tergantung  fasilitas  mencuci  tangan,  yaitu
dengan  air kran  yang mengalir, kualitas saat mencuci  tangan, pengetahuan tentang pentingnya kebiasaan mencuci tangan OSHA 1998 dalam Ruhdiat 2006.
Pekerja  yang  kurang  bersih,  misalnya  tidak  membersihkan  badan  sehabis bekerja,  tidak  memakai  alat  pelindung  diri  atau  memakai  pakaian  yang  telah
terkontaminasi  akan  lebih  mudah  terkena  dermatosis  akibat  kerja  Ganong  2006 dalam Ernasari 2012.
Higiene  perseorangan  merupakan  salah  satu  faktor  yang  dapat  mencegah
terjadinya  dermatitis  kontak.  Analisis  hubungan  antara  personal  hygiene  dengan dermatitis  kontak  memperlihatkan  hasil  bahwa  pekerja  dengan  personal  hygiene
yang  baik  sebanyak  10  orang  41,7  dari  24  orang  pekerja  terkena  dermatitis kontak.  Sedangkan  dengan  personal  hygiene  yang  kurang  baik,  pekerja  yang
terkena dermatitis sebanyak 29 orang 51,8 dari 56 orang pekerja.
50 Salah  satu  hal  yang  menjadi  penilaian  adalah  masalah  mencuci  tangan.
Kebiasaan  mencuci  tangan  ini  seharusnya  dapat  mengurangi  potensi  penyebab dermatitis  akibat  bahan  kimia  yang  menempel  setelah  bekerja,  namun  pada
kenyataannya  potensi  untuk  terkena  dermatitis  itu  tetap  ada.  Kesalahan  dalam melakukan cuci tangan dapat menjadi salah satu penyebabnya.
Pemilihan  jenis  sabun  cuci  tangan  juga  dapat  berpengaruh  terhadap kebersihan sekaligus kesehatan kulit pekerja. Sebaiknya memilih sabun cuci tangan
yang  dapat  menghilangkan  bahan  kimia  tangan  namun  tidak  merusak  lapisan pelindung  tangan.  Jika  jenis  sabun  ini  sulit  ditemukan  dapat  menggunakan
pelembab  tangan  setelah  mencuci  tangan.  Usaha  mengeringkan  tangan  setelah dicuci juga dapat berperan dalam mencegah semakin parahnya kondisi kulit karena
tangan yang lembab. Mencuci pakaian juga merupakan salah satu usaha untuk mencegah terjadinya
dermatitis  kontak.  Sebaiknya  pakaian  kerja  yang  telah  terkontaminasi  bahan  kimia tidak  digunakan  kembali  sebelum  dicuci.  Akan  lebih  baik  lagi  jika  pencucian  baju
kerja  dilakukan  setiap  hari  setelah  digunakan.  Selain  itu  cara  pencucian  perlu diperhatikan.  Jangan  mencampurmerendam  baju  kerja  dengan  pakaian  yang
dikenakan  sehari-hari.  Usahakan  mencuci  pakaian  kerja  dengan  menggunakan mesin  cuci,  namun  cara  manual  tidak  menjadi  masalah  asalkan  setelah  mencuci,
tangan dibersihkan kembali dengan baik WHO, 2005. Menurut  penelitian  Ruhdiat  2006  menunjukkan  bahwa  sebanyak  15
responden  yang  selalu  menjaga  kebersihan  diri  dengan  selalu  mencuci  tangan 24,46  dan  sebanyak  46  responden  75,41  yang  kadang-kadang  mencuci
51 tangan.  Apabila  ditinjau  dari  frekuensinya  terlihat  bahwa  responden  yang  selalu
mencuci tangan mempunyai perjalanan dermatitis kontak yang lebih sedikit. Namun persentase  yang  tidak  pernah  mengalami  terjadinya  dermatitis  kontak  pada
kelompok  responden  yang  kadang-kadang  mencuci  tangan  ternyata  lebih  besar, yaitu  7  orang  87,5  dibandingkan  kelompok  responden  yang  selalu  mencuci
tangan  hanya  1  orang  12,5.  Hasil  uji  statistik  menunjukkan  bahwa  kebiasaan mencuci  tangan  setelah  selesai  melakukan  pekerjaan  tidak  berpengaruh  pada
terjadinya dermatitis kontak p value=0,407.
2.7.17 Alat Pelindung Diri
Untuk  mencegah  terjangkitnya  penyakit  kulit  akibat  kerja  maka  pemakaian alat  pelindung  diri  APD  untuk  perlindungan  kulit  sangat  penting  karena  dengan
pemakaian  APD  yang  tidak  sesuai  atau  tidak  tepat  dapat  menyebabkan  suatu gangguan  dari  aktivitas  pekerja  yaitu  bila  pekerja  tersebut  kontak  dengan  bahan
berbahaya  maka  penyakit  kulit  seperti  dermatitis  dapat  terjadi.  Perlindungan  kulit ini tidak hanya melibatkan pekerja tapi juga pemberi kerja. Yang juga penting ialah
keterlibatan peraturan atau perundang-undangan Nuraga, 2006. Peraturan  Menteri  Tenaga  Kerja  dan  Transmigrasi  No.  Per.01MEN1981
pasal  4  ayat  3  tentang  kewajiban  melapor  PAK  menyebutkan  kewajiban  pengurus menyediakan  alat  pelindung  diri  dan  wajib  bagi  tenaga  kerja  untuk
menggunakannya untuk  pencegahan penyakit dermatitis.  Sebaiknya para  karyawan dilengkapi dengan alat pelindung yang bertujuan menghindari kontak dengan bahan
yang sifatnya merangsang atau karsinogen, alat pelindung yang dapat dipergunakan
52 misalnya  baju  pelindung,  sarung  tangan,  topi,  sepatu,  krim  pelindung,  dan  lainnya
Siregar, 1996. Hasil  penelitian  Cahyawati  2011  menunjukkan  bahwa  pemakaian  alat
pelindung  diri  ternyata  menjadi  faktor  yang  berhubungan  dengan  kejadian dermatitis  pada  nelayan.  Responden  yang  cenderung  memakai  APD  secara  baik
lebih  rendah  berisiko  terkena  dermatitis  p  =  0,001  yang  berarti  bahwa  pemakaian APD berhubungan secara signifikan dengan kejadian dermatitis.
Selain  itu  hubungan  antara  kebiasaan  menggunakan  APD  dengan  dermatitis kontak  juga  diperoleh  dari  penelitian  Erliana  2008  bahwa  proporsi  pekerja  yang
tidak  menggunakan  APD  diketahui  87,5  menderita  dermatitis  kontak dibandingkan  dengan  pekerja  yang  menggunakan  APD  hanya  19.  Hasil  uji  chi
square menunjukkan bahwa variabel penggunaan APD mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian dermatitis kontak p=0,001.
2.8 Kerangka Teori
Berdasarkan  teori-teori  dari  para  ahli  mengenai  faktor-faktor  yang  berhubungan dengan  kejadian  dermatitis  kontak  adalah  Djuanda  2007  lama  kontak,  frekuensi
kontak, bahan kimia, usia, riwayat atopi, riwayat kulit sebelumnya, tipe kulit, suhu dan kelembaban. Sedangkan Cohen 1999 frekuensi kontak, usia, masa kerja, riwayat atopi,
riwayat penyakit kulit sebelumnya dan jenis pekerjaan. Sassevile 2006 usia, suhu dan kelembaban serta ras. Sulaksmono 1994 jenis kelamin, Hutomo 1999 jenis kelamin,
Siregar 1996 APD, Maibach 2006 ras, Ganong 2006 dalam Ernasari 2012 riwayat
53 atopi,  riwayat  penyakit  kulit  sebelumnya,  tipe  kulit,  musim,  pengeluaran  keringat,
personal hygiene dan ras,  maka dapat diperoleh kerangka teori sebagai berikut :
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Modifikasi dari Cohen 1999, Djuanda 2007, Ganong 2006 dalam Ernasari 2012, Hutomo 1999,
Maibach 2006, Sassevile 2006, Siregar 1996 dan Sulaksmono
1994 1.  Lama Kontak
2.  Frekuensi Kontak 3.  Bahan Kimia
4.  Usia 5.  Jenis Kelamin
6.  Masa Kerja 7.  Riwayat Alergi
8.  Riwayat Atopi 9.  Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya
10.  Tipe Kulit 11.  Musim
12.  Pengeluaran Keringat 13.  Jenis Pekerjaan
14.  Ras 15.  Suhu
16.  Kelembaban 17.  Higiene Perseorangan
18.  Alat Pelindung Diri
Dermatitis Kontak
54
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Penelitian  ini  bertujuan  untuk  mengetahui  faktor-faktor  yang  berhubungan dengan  kejadian  dermatitis  kontak  pada  pekerja  cleaning  service  di  kampus  UIN
Syarif  Hidayatullah  Jakarta  tahun  2012.  Kerangka  konsep  dalam  penelitian  ini berdasarkan  teori  dari  para  ahli  yaitu  dari  Cohen  1999,  Sassevile  2006,
Sulaksmono 1994, Hutomo 1999, Ganong 2006 dalam Ernasari 2012, Maibach
2006,  Siregar  1996  dan  Djuanda  2007.  Berdasarkan  teori  dari  beberapa  ahli tersebut  faktor-faktor  yang  berhubungan  dengan  kejadian  dermatitis  kontak  ialah
lama kontak, frekuensi kontak, bahan kimia, usia, jenis kelamin, masa kerja, riwayat alergi, riwayat atopi, riwayat penyakit kulit sebelumnya, tipe kulit, musim, keringat,
jenis  pekerjaan,  suhu,  kelembaban,  personal  hygiene,  alat  pelindung  diri  dan  ras. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini yaitu :
1.  Lama Kontak Paparan  bahan  kimia  terhadap  kulit  ditentukan  oleh  banyak  faktor  salah
satunya  ialah  faktor  lama  kontak.  Lama  kontak  juga  merupakan  salah  satu  faktor yang  dapat  mempengaruhi  kejadian  dermatitis  akibat  kerja.  Lama  kontak  dengan
bahan  kimia  yang  bersifat  iritan  akan  meningkatkan  terjadinya  dermatitis  kontak, pekerja  dengan  lama  kontak  yang  lebih  lama  akan  menyebabkan  rusaknya  lapisan
kulit bagian luar, sehingga semakin lama kontak semakin bertambah pula kerusakan lapisan  kulit  bagian  luar  yang  kemudian  akan  merusak  lapisan  kulit  yang  lebih
dalam.