tetapi meminimalisasi ancaman yang didapat, karena hasil belajar menjadi lebih tinggi ketika seseorang dalam keadaan nyaman tanpa ancaman. Relaksasi
peregangan juga dapat dilakukan agar siswa tidak bosan dan kefokusan tetap terjaga. Fase Activate processing dilakukan dengan memfasilitasi siswa agar siswa
mampu menyerap informasi dengan baik. Misalnya membentuk kelompok diskusi belajar maupun dengan tanya jawab.
Dari uraian diatas dapat kita katakan bahwa untuk dapat membuat kemampuan otak siswa menjadi lebih optimal dalam belajar, seorang guru harus
bisa mengkondisikan kelas agar menjadi lebih menyenangkan, menantang, dan membuat siswa menjadi aktif dalam pembelajaran. Jensen mengemukakan bahwa
“belajar dengan cara yang kaku lock step dan seperti mesin berjalan dipabrik assemble line akan mengganggu sebuah penemuan kritis tentang otak manusia
karena setiap otak itu tidak hanya unik, otak itu berkembang dengan caranya sendiri”.
21
Artinya dalam pembelajaran dikelas, siswa jangan diajarkan dengan cara itu-itu saja. Siswa bukanlah seperti mesin di pabrik yang hanya menerima
saja apa yang tiap harinya diceramahkan guru, tetapi siswa perlu diajarkan dengan strategi lainnya agar mereka dapat mengeluarkan semua potensi otaknya. Selain
itu pembelajaran yang berlangsung terus menerus juga tidak akan efektif, karena siswa lama kelamaan akan merasa jenuh dan kehilangan konsentrasinya.
Pembelajaran mencapai hasil terbaik apabila difokuskan, dipecahkan, kemudian difokuskan kembali. Pembelajaran terfokus secara terus
menerus akan menjadi semakin tidak efisien. Bahkan sebetulnya, mencurahkan pemikiran seluruhnya untuk “waktu tugas” bertentangan
dengan cara otak belajar secara alamiah baik dari segi biologis maupun edukatif.
22
Dapat dikatakan bahwa dalam pembelajaran dikelas harus diselingi dengan hal-hal yang dapat membuat siswa akan kembali fokus dan terjaga konsentrasinya. Jensen
menambahkan, Luangkan waktu untuk memfasilitasi beberapa saat relaksasi bagi para
siswa sebelum memulai setiap sesi. Hal ini merupakan beberapa cara terbaik yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kondisi rileks untuk
pembelajaran yang optimal: peregangan lambat, tawa dan humor, musik,
21
Jensen, op. cit, hal.27
22
Jensen, ibid, hal.77
game dan aktifitas, diskusi dan percakapan tak terstruktur, ritual yang menurunkan stres, dan visualisasi.
Pada pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based learning terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya Atmosphere,
Brain Fitness, Choices, Differences, Emotion, Fun, Goals, High Expectation, Interest, Just Like home, Kinesthetic, Lighting, Music, Nutrition, Online Learning,
Patterns, Questioning, Rewards, Seating, Technology, Use It or Lose It, Video Games, Water, You Can Do It, dan Sleep.
23
a Atmosphere
Lingkungan dan suasana yang kondusif untuk belajar b
Brain Fitness Salah satunya dengan melakukan senam otak. Senam otak atau brain gym
adalah serangkaian latihan berbasis gerakan tubuh sederhana. Gerakan itu dibuat untuk merangsang otak kiri dan kanan dimensi lateralitas; meringankan atau
merelaksasi belakang otak dan bagian depan otak dimensi pemfokusan; merangsang sistem yang terkait dengan perasaanemosional, yakni otak tengah
limbik serta otak besar dimensi pemusatan
24
c Choices
Memberikan pilihan kepada siswa dalam pembelajaran akan memberikan kebebasan, kenyamanan, serta akan dapat meningkatkan pemahaman siswa
terhadap materi yang diberikan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan pilihan kepada siswa dalam memilih sendiri tempat duduk atau kelompok belajar
d Fun
Pembelajaran yang menyenangkan sangat dibutuhkan didalam kelas, sebab potensi siswa hanya mungkin dapat berkembang manakala siswa terbebas
dari rasa takut. Yang bisa dilakukan adalah menghindari situasi pembelajaran yang membuat siswa merasa tidak nyaman dan tidak senang terlibat di dalamnya
seperti menggunakan kata-kata penyemangat dan humor disela-sela pembelajaran
23
Dave Kommer, ABC’s of Brain Based Learning, Inquiry Seminar SP07
http:personal.ashland.edudkommerABCs20of20BBL.pdf
24
Franc. Andri Yanuarita, Memaksimalkan Otak Melalui Senam Otak, Yogyakarta: Teranova Books, 2013, cet. 2, hal. 76
e Goals
Guru bertanggungjawab dalam membimbing siswa untuk menentukan tujuan. Misalnya dengan menentukan tujuan pembelajaran yang berkaitan dengan
kehidupan nyata f
High Expectation Harapan yang tinggi akan memberikan dampak positif bagi siswa,
misalnya tidak menggunakan kata-kata yang membuat siswa merasa terpuruk pada saat melakukan kesalahan
g Music
Sistem syaraf terpengaruh oleh musik. setiap musik yang kita dengarkan, meskipun tidak sengaja mendengarkannya akan berpengaruh pada otak.
25
h Questioning
Sebuah pertanyaan kepada siswa akan membuat siswa menjadi aktif berpikir dan merasa dihargai
i Rewards
Pemberian penghargaan dalam pembelajaran dapat memotivasi siswa dalam belajar. Pemberian pujian merupakan salah satu bentuk reward yang paling
mudah dilakukan oleh guru j
Technology Penggunaan teknologi secara tepat dapat menjadi alat atau media yang
efektif serta menunjang dalam proses pembelajaran k
Water Air merupakan salah satu komponen utama dalam otak. Otak terdiri dari
80 air dan sangat sensitif terhadap perubahan PH. Otak membutuhkan air-air murni setiap hari untuk pembelajaran yang optimal.
26
Ketika air berkurang, hormon stres akan meningkat. Oleh karena itu instruksikan kepada siswa untuk
membawa air minum kedalam kelas dan meminumnya ketika haus
25
Yanuarita, op. cit, hal. 44
26
Jensen, op. cit, hal. 120
c. Tahap-Tahap Pembelajaran Brain Based Learning
Jensen menyatakan bahwa Brain Based Learning memiliki 7 tahap, yaitu: 1.
Pra-Pemaparan, Tahap ini membantu otak membangun peta konseptual yang lebih baik. Hal-hal yang dapat dilakukan diantaranya:
a Guru memperlihatkan peta konsep tentang materi baru yang akan dipelajari
b Guru mengkondisikan lingkungan belajar yang menarik
c Penyampaian tujuan pembelajaran
d Siswa diminta untuk membawa air minumair mineral sebagai nutrisi otak
2. Persiapan, Dalam tahap ini, guru menciptakan keingintahuan dan kesenangan.
Hal-hal yang dapat dilakukan diantaranya: a
Siswa diberi penjelasan awal mengenai materi yang akan dipelajari b
Siswa didorong untuk menanggapi relevan atau tidaknya materi dengan apa yang ada di kehidupan nyata
3. Inisiasi dan akuisisi : Tahap ini merupakan tahap penciptaan pemahaman,
koneksi atau pada saat neuron-n euron itu saling “berkomunikasi” satu sama
lain. Hal-hal yang dapat dilakukan diantaranya: a
Menyajikan materi dengan bantuan media audio visual misalnya menggunakan power point
b Memulai pembelajaran aktif, misal dengan membimbing siswa kedalam
diskusi mengerjakan tugas kelompok, mengisi Lembar Kerja Siswa LKS untuk menemukan kembali konsep
4. Elaborasi : Tahap elaborasi memberikan kesempatan kepada otak untuk
menyortir, menyelidiki,
menganalisis, menguji,
dan memperdalam
pembelajaran. Hal-hal yang dapat dilakukan diantaranya: a
Siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok di dalam kelompok atau di depan kelas
b Melakukan tanya-jawab terbuka mengenai hasil diskusi atau meteri yang
sedang dipelajari c
Siswa diminta untuk membuat peta konsep individu atau kelompok tentang apa yang telah mereka pelajari
5. Inkubasi dan memasukkan memori : Tahap ini menekankan bahwa waktu
istirahat dan waktu untuk mengulang kembali merupakan suatu hal yang penting. Hal-hal yang dapat dilakukan diantaranya:
a Siswa bersama guru melakungan peregangan dan relaksasi misalnya
melakukan gerakan senam otak Brain Gym b
Siswa diberikan tontonan vidio yang dapat melatih konsentrasi dan fokus pada otak
c Guru memberikan latihan soal
6. Verifikasi dan pengecekan keyakinan : Dalam tahap ini, guru mengecek
apakah siswa sudah paham dengan materi yang telah dipelajari atau belum. Siswa juga perlu tahu apakah dirinya sudah memahami materi atau belum. Hal-
hal yang dapat dilakukan diantaranya: a
Guru mengecek apakah siswa sudah paham dengan materi yang telah dipelajari
b Guru mengadakan kuis kepada siswa baik secara verbal maupun tertulis
7. Perayaan dan integrasi : Dalam fase perayaan sangat penting untuk melibatkan
emosi. Hal-hal yang dapat dilakukan diantaranya: a
Memberikan penghargaan kepada siswa b
Waktu saling berbagi atau menceritakan cerita-cerita pengalaman seru c
Sebagai penutup guru bersama dengan siswa melakukan perayaan kecil, seperti bersorak dan bertepuk tangan
27
d. Teori Belajar yang Mendukung Pembelajaran Brain Based Learning
Teori atau landasan filosofis yang mendukung BBL, diantaranya adalah aliran psikologi tingkah laku Behaviorisme dan pendekatan pembelajaran
berdasarkan paham konstruktivisme. a
Aliran Psikologi Tingkah Laku Behaviorisme Menurut aliran behavioristik,
“belajar pada hakukatnya adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap pancaindra dengan
27
Jensen, op. cit, hal. 484-490
kecendrungan untuk bertindak atau hubungan antara stimulus dan respon ”.
28
Artinya seseorang dikatakan telah belajar apabila ia dapat menunjukkan perubahan tingkah laku sebagai hasil dari stimulus atau input yang diberikan.
Thorndike mengemukakan tiga prinsip atau hukum dalam belajar yaitu: 1
law of readlines. Belajar akan berhasil apabila individu memiliki kesiapan untuk melakukan perbuatan tersebut
2 law of exercise. Belajar akan berhasil apabila banyak latihan dan ulangan
3 law of effect. Belajar akan bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan
hasil yang baik.
29
Adapun prinsip-prinsip belajar menurut teori behaviorisme sebagaimana yang diungkapkan Harley dan Davis adalah:
1 Proses belajar dapat terjadi dengan baik apabila siswa ikut terlibat secara aktif
didalamnya 2
Materi pelajaran diberikan dalam bentuk unit-unit kecil dan diatur sedemikian rupa sehingga hanya perlu memberikan suatu respon tertentu saja
3 Tiap-tiap respons perlu diberi umpan balik secara langsung sehingga siswa
dapat segera apakah respons betul atau salah 4
Perlu diberikan penguatan setiap kali siswa memberikan respon apakah bersifat positif atau negatif.
30
b Aliran Konstruktivisme
Teori konstruktivisme dikembangkan oleh Piaget. Dia mengungkapkan bahwa
“pada dasarnya setiap individu sejak kecil sudah memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri
”.
31
Dalam paham konstruktivisme, pemecahan masalah itu lebih mengutamakan kepada proses daripada hasilnya.
Guru bukan hanya sebagai pemberi jawaban akhir atas pertanyaan siswa, melainkan mengarahkan mereka.
Pada perkembangan
berikutnya teori
belajar konstruktivisme
berkembang menjadi dua kelompok besar, yaitu Kognitif Individual yang
28
Sanjaya, Strategi Pembelajaran .., op. cit, hal. 114
29
Sagala, op. cit, hal. 42
30
Sagala, ibid, hal. 43
31
Sanjaya, Strategi Pembelajaran.. , op. cit, hal. 123
mendasar pada Piaget dimana belajar terjadi bila harapan belum terpenuhi dan dia harus memecahkan kesenjangan antara apa yang diinginkan dengan realitas yang
ada. Kemudian Sosiokultural yang dipelopori Vygotsky yang memandang pentingnya konteks sosial dan kultural yang berperan dalam proses belajar
siswa.
32
3. Pendekatan Konvensional
Menurut kamus besar bahasa Indonesia konvensional artinya berdasarkan kesepakatan umum atau kebiasaan, kelaziman dan bisa juga diartikan
tradisional
33
. Dalam kaitannya dengan pembelajaran, dapat dikatakan bahwa pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa dilakukan dan sudah
terjadiberlaku di sekolah selama ini. Pada umumnya pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang lebih terpusat pada guru. Basuki Widodo menegaskan
bahwa dalam prakteknya pembelajaran konvensional berpusat pada guru teacher centered atau guru lebih banyak mendominasi kegiatan pembelajaran.
Pembelajaran yang dilakukan berupa metode ceramah, pemberian tugas dan tanya jawab
34
. Pembelajaran berpusat pada guru atau dengan kata lain guru menyampaikan materi sedangkan siswa hanya sebagai penerima materi pelajaran
dan tidak mengkonstruksi pemahaman dan pengalaman yang dimilikinya. Guru memainkan peran penting karena dalam pembelajaran konvensional mengajar
dianggap memindahkan pengetahuan kepada siswa. Pembelajaran tersebut biasa disebut pembelajaran ekspositori.
“Strategi pembelajaran ekspositori menekankan kepada proses penyampaian materi secara
verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal
”.
35
Namun pada kenyataannya, dalam ekspositori komunikasi guru dengan siswa cenderung menggunakan
komunikasi satu arah. Siswa tidak dituntut untuk menemukan materi pelajaran,
32
Adi Bandono, Perdebatan Sekitar Teori Belajar Dalam Praktek Pembelajaran, http:journal.umsida.ac.idfilesadi20bandono.PDF
33
Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia Online. 2008 http:badanbahasa.kemendikbud.go.idkbbiindex.php
34
Budi Wahyono, Pendekatan Konvensional Dalam Pembelajaran, 2013 http:pendidikanekonomi.com201306pendekatan-konvensional-dalam.html?m=1
35
Sanjaya, Strategi Pembelajaran.., op. cit, hal. 179