= Kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas eksperimen lebih rendah atau sama dengan kemampuan pemahaman konsep
matematika siswa kelas kontrol = Kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas eksperimen
lebih tinggi dari kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas kontrol
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan uji-t diperoleh = 2,50 dan menggunakan tabel distribusi t pada taraf signifikansi 5 dan
derajat kebebasan db =69, diperoleh harga α = 0.05 = 1,99. Untuk lebih
jelasnya hasil perhitungan uji hipotesis disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 4.7 Hasil Pengujian Hipotesis Dengan Uji-t
Kelompok
̅
Varians s²
α = 0,05 Kesimpulan
Eksperimen 74,46
183,43 2,50
1,99 Tolak H
o
Kontrol 66,11
212,3
Dari Tabel 4.7 terlihat bahwa t
hitung
t
tabel
2,50 1,99 maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan H
1
diterima dengan taraf signifikansi 5, artinya rata-rata hasil tes pemahaman konsep matematika yang diajarkan dengan pendekatan
Brain Based Learning lebih tinggi daripada rata-rata hasil tes pemahaman konsep matematika yang diajarkan dengan pendekatan konvensional.
C. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Pembelajaran Dengan Pendekatan Brain Based Learning
Dari uraian sebelumnya diketahui bahwa terdapat perbedaan rata-rata hasil tes pemahaman konsep matematika antara kelas eksperimen dan kelas
kontrol, yang menunjukkan bahwa pemahaman konsep pada kelas yang pembelajarannya menggunakan pendekatan Brain Based Learning lebih tinggi
dari pada yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konvensional. Hal tersebut tidak terjadi secara kebetulan, melainkan karena adanya perbedaan tahap-
tahap pembelajaran antara kedua kelas tersebut. Pendekatan Brain Based Learning merupakan salah satu pendekatan
yang berpusat pada siswa. Melalui pembelajaran yang menyenangkan, siswa berperan aktif untuk membangun pengetahuan dengan pengalamannya sendiri,
sehingga pembelajaran dapat diserap otak secara optimal. Pendekatan brain based learning memuat tujuh tahapan pembelajaran didalam kelas yang juga telah
dilakukan peneliti diantaranya pra-pemaparan, persiapan, inisiasi dan akuisisi, elaborasi, inkubasi dan memasukkan memori, verifikasi dan pengecekan
keyakinan serta perayaan dan integrasi.
Tahapan pertama pendekatan Brain Based Learning yaitu pra- pemaparan
. Tahap ini memberikan ulasan kepada otak tentang pembelajaran baru sebelum benar-benar menggali lebih jauh. Siswa diperlihatkan tentang materi
baru yang akan dipelajari dengan peta konsep. Dari pemajangan peta konsep tersebut banyak siswa yang merespon positif dengan dengan berbagai pertanyaan
sehingga terjadi interaksi antara guru dengan siswa yang membuat siswa nyaman tanpa ketakutan akan sulitnya matematika sejak pembelajaran dimulai.
Gambar 4.3 Salah Satu Peta Konsep Pada Tahap Pra-pemaparan
Selanjutnya guru menyampaikan tujuan pembelajaran kemudian dilanjutkan dengan membimbing siswa untuk melakukan brain gym senam otak. Gerakan
brain gym pada tahap pra-pemaparan berguna untuk membantu siswa menyiapkan diri sebelum memulai kegiatan belajar agar terhindar dari ketegangan. Terbukti
ketika kegiatan ini berlangsung siswa terlihat merasa senang meskipun beberapa siswa masih merasa aneh karena gerakan-gerakan brain gym baru pertama mereka
lakukan dikelas. Pada tahap ini guru juga menyarankan siswa untuk membawa air minum sebagai persediaan energi dalam pembelajaran.
Tahapan kedua yaitu persiapan. Pada tahap ini guru memberi penjelasan
awal mengenai materi yang akan dipelajari. Siswa didorong agar menanggapi dan mengetahui kaitan materi tentang keliling dan luas bangun datar serta menanggapi
relevan atau tidaknya dengan kehidupan sehari-hari. Dari yang terlihat dikelas, rasa ingin tahu siswa bertambah dan terlihat semangat siswa untuk mempelajari
lebih lanjut materi yang akan disampaikan.
Tahapan ketiga yaitu inisiasi dan akuisisi. Pada tahap ini guru meminta
siswa untuk membentuk kelompok yang terdiri dari 4 siswa per kelompok dengan memberikan kebebasan siswa untuk memilih tempat duduk dan kelompoknya
sendiri. Selanjutnya masing-masing kelompok diberikan Lembar Kerja Siswa LKS untuk didiskusikan bersama anggota kelompoknya. Tiap pertemuan
diberikan LKS yang berbeda untuk menemukan kembali rumus keliling dan luas bangun datar segitiga dan segiempat. Berdasarkan hasil pengamatan, pada
pertemuan pertama siswa masih kebingungan mengisi LKS, tiap kelompok sering bertanya pada guru bagaimana maksud dan cara mengisi langkah-langkah dalam
LKS tersebut. Hal tersebut sangat wajar karena mereka baru pertama kali melakukan kegiatan pembelajaran seperti itu. Pada pertemuan berikutnya siswa
terlihat sudah mulai paham dan mengerti apa yang harus dilakukan sehingga kegiatan pembelajaran pada tahap ini berjalan lancar.