129
D. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka dapat diketahui bahwa tidak ada 0 siswa SMPN 14 Yogyakarta yang memiliki kesepian pada kategori
tinggi, ada 57 siswa 28,8 pada kategori sedang dan 141 siswa 71,2 yang berada pada kategori rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa siswa
SMPN 14 Yogyakarta memiliki tingkat kesepian yang berbeda-beda. Namun hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar siswa memiliki
tingkat kesepian pada kategori rendah dan tidak ada sama sekali siswa SMPN 14 Yogyakarta yang memiliki kesepian dengan kategori tinggi.
Tidak adanya siswa yang memiliki kesepian yang tinggi menunjukkan bahwa siswa SMPN 14 Yogyakarta mampu memenuhi kebutuhan untuk
merasakan puas dengan hubungan sosialnya. Siswa juga mampu membangun interaksi sosial yang memuaskan. Hal ini sesuai dengan pendapat Peplau dan
Perlman dalam Tiska, 2012: 9 yang menyatakan bahwa individu yang mengalami
kesepian adalah
individu yang
tidak dapat
memenuhi kebutuhannya untuk berhubungan atau berinteraksi dengan orang lain.
Hasil observasi peneliti juga nampak bahwa setiap siswa dapat dengan mudah bergaul satu sama lain. Interaksi sosial antara guru dan siswa juga
terbangun dengan baik. Salah satu tugas perkembangan remaja yang di sampaikan Havighurst dalam Izzaty dkk., 2008: 126 bahwa remaja harus
mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria dan wanita. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak adanya tingkat kesepian
yang tinggi pada siswa menunjukkan bahwa siswa dapat memenuhi salah satu
130
tugas perkembangannya dengan baik untuk membangun hubungan sosial dengan teman sebayanya.
Mengenai kontrol diri siswa SMPN 14 Yogyakarta diketahui bahwa terdapat 90 siswa 45,5 yang memiliki kontrol diri pada kategori tinggi, 108
siswa 54,5 pada kategori sedang dan tidak ada 0 siswa yang berada pada kategori rendah. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar siswa
SMPN 14 Yogyakarta memiliki kontrol diri pada kategori sedang dan tidak ada siswa yang memiliki kontrol diri yang rendah. Kontrol diri siswa dapat
dilihat dari kemampuan mengontrol perilaku, kemampuan mengontrol kognitif dan kemampuan mengontrol keputusan.
Mayoritas kontrol diri siswa yang berada pada kategori sedang sesuai dengan pendapat Khairunnisa 2013: 223 yang mengemukakan bahwa usia
dan kematangan merupakan faktor internal kontrol diri, maka hasil penelitian tersebut sesuai karena siswa-siswi SMPN 14 Yogyakarta masih berada pada
usia remaja dan belum matang sehingga hanya beberapa siswa yang kontrol dirinya mencapai kategori tinggi. Sebagian besar siswa berada pada kategori
kontrol diri yang sedang dan hanya sebagian kecil siswa yang berada pada kategori kontrol diri yang tinggi. Hal ini juga dikarenakan remaja merupakan
individu yang labil dan terus mengalami perubahan, sehingga remaja menjadi cenderung emosional, gampang tersinggung, murung dan kadang menangis
tanpa alasan yang pasti Poerwanti dan Widodo, 2002: 106. Ciri-ciri perkembangan remaja yang telah dikemukakan Hurlock
dalam Izzaty dkk., 2008: 124-126 menjelaskan bahwa masa remaja adalah