Peristiwa yang Mengesankan
149
C. Menganalisis Nilai-nilai dalam Cerpen
Setelah mengikuti pembelajaran ini, kalian diharapkan dapat menganalisis nilai-nilai yang terdapat dalam cerita pendek.
Suatu karya sastra diciptakan oleh pengarang untuk menyampaikan nilai-nilai, keteladanan, nasehat, kritikan, maupun ungkapan emosional yang
lain. Begitu pula dengan cerpen. Setelah membaca cerpen biasanya pembaca dapat menemukan nilai-nilai yang bisa dijadikan teladan. Nilai-nilai tersebut
meliputi nilai moral, nilai sosial, nilai agamareligi, nilai pendidikan, nilai etika, nilai keindahan estetika, nilai budaya, dan sebagainya
Nilai moral berkaitan dengan baik buruknya perilaku. Nilai sosial berkaitan dengan kegiatan kemanusiaan, sosial dalam suatu masyarakat.
Nilai agamareligi berkaitan dengan aktivitas keagamaan, akhlak, sifat yang terpuji, sikap yang sesuai dengan aturan agama, dan sebagainya.
Nilai pendidikan berkaitan dengan tingkah laku dan sifat manusia yang terbentuk melalui proses. Nilai etika berkaitan dengan sopan santun,
kesusilaan, kesopanan ucapan, tingkah laku, cara berpakaian dan cara berhias. Nilai keindahanestetika berkaitan dengan keindahan perilaku,
penampilan, gaya hidup, dan sebagainya. Nilai budaya berkaitan dengan penerapan budaya atau dapat dalam kehidupan sehari-hari.
Bacalah cerpen di bawah ini, kemudian analisislah nilai apa saja yang terdapat dalam cerpen tersebut Buktikan dengan kutipan yang
mendukung
“ Nyanyian Klaras “
Oleh Yanusa Nugroho Kesulitanmu itu bisa jadi karena apa yang kau saksikan adalah
sesuatu yang baru dan belum pernah melintas dalam mimpimu sekalipun. Atau bisa jadi kau kurang “alat” untuk menentukannya.
Maaf jangan tersinggung. Ini memang sulit. Jangankan kau, aku sendiri yang lahir dan besar di sinipun tak paham benar apa yang
terjadi pada mereka. Aku yang meminum air tanah daerah ini pun masih tak paham mengapa semua ini begitu membingungkanku.
Begini. Kebingunganku berawal ketika aku sudah mengerti apa artinya sekolah. Seingatku, setiap pagi, Ibulah yang memakaikan
150
Bahasa Indonesia XI Program Bahasa
pakaianku yang berwarna merah dan putih itu. Dia pula yang menyisir rambutku, mengenakan topiku yang juga berwarna merah
dan akhirnya memelukku erat sebagai bekal hariku bersekolah. Hari masih terang ketika sepeda Bapak terangguk-angguk menyusuri
jalanan desa dan diriku masih terkantuk-kantuk di boncengan menuju sekolah.
Ketika sudah kudengar kicau burung dan kabut mulai menyibak, kami sampai di mulut desa. Sepeda tua Bapak dengan karat di sana
sininya, masih mengerit-ngerit, menuju ke sekolahku. “Di sana nanti kamu akan tahu mengapa kita seperti ini. Dan kuharap Bapak masih
sempat menyaksikan kamu tidak seperti kami ….” Itu ucapannya yang masih kuingat pada hari pertamaku sekolah.
Yang kuingat juga adalah pada suatu kali, aku disuruh pulang oleh Bu Guru. Katanya, aku dihukum. Sesampai di rumah melolos
ikat pinggangnya dan tanpa kata-kata segera menghajarku. Setelah puas menghantamkan ikat pinggangnya, baru kemudian dia
bertanya mengapa aku pulang lebih awal.
Aku pun menceritakan, tadi aku mengerjakan soal Bahasa Indonesia dan diminta menjawab pertanyaan dengan mengisi titik-
titik kosong. “Apa pertanyaannya?” bentak Ayah geram. Kusaksikan Ibu
terisak dalam diam. Kubaca tulisan di buku tulisku, “Ayah Tono adalah orang baik,
pekerjaannya …titik-titik-titik…” “ Apa jawabmu?”
Setelah ragu, aku menjawab, “Pencuri….” Aku membayangkan ikat pinggang Ayah membelah
punggungku, tetapi tidak. Aku heran menyaksikan Ayah yang pergi dengan langkah gontai. Entah apa yang terjadi.
Malamnya aku bertanya kepada Ibu. Ibu pun diam. Aku bertanya tentang mengapa “mencuri” tidak diperbolehkan di
sekolah. Bahkan ketika aku menuliskan jawaban itu, aku dihukum. Juga ketika kutanyakan mengapa sikap Ayah seperti itu setelah
mendengar jawabanku, Ibu pun hanya diam. Kusaksikan wajahnya tampak kian tua, tatapannya memberat. Sepertinya di atas kepalanya
ada berpuluh-puluh batang kayu gelondongan yang menindihnya.