Latarsetting Menganalisis Pementasan Drama

Peristiwa yang Mengesankan 139 Nah, sekarang perhatikan teks drama yang akan dipentaskan berikut Akal Bulus Maka Tjak Broto pun menyusun cerita itu. Dan seperti semua cerita ludruk yang mula-mula tumbuh di Jombang dan berkembang di Surabaya, maka bahasa yang digunakan dalam menjalin percakapan atau dialog, semuanya dengan bahasa khas Surabaya, bercampur antara ngoko dan kromo desa. Berikut ini naskah yang dibuat Tjak Broto, diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Rusmini : Sedang jogetan Jamino : Masuk Apa kamu sudah salat, Rusmini? Rusmini : Belum Paman Jamino. Jamino : Cepat laksanakan. Manusia hidup harus selalu ingat salat supaya diberkahi Gusti Allah. Diberi rezeki berlimpah. Diberi panjang umur. Dan dalam panjang umur, badan sehat wal afiat. Sebab, kalau umur dikasih panjang tapi sakit-sakitan, ya percuma. Yang untung perusahaan rumah sakit dan apotek. Rusmini : Lo? Saya kok baru dengar, bahwa rumah sakit dan apotek itu perusahaan. Bukannya itu pelayanan sosial, Man Jamino? Jamino : Wah, kuno. Cara berpikir begitu tidak modern, Rusmini. Kamu harus tahu, bahwa dambaan semua rumah sakit dan apotek di dunia, termasuk di Surabaya ini juga, adalah semoga saban hari penduduk kota sakit-sakitan, supaya perusahaannya menghasilkan uang sebanyak-banyaknya. Malahan kalau pasien harusnya sudah sembuh, dibikin sakit lagi, supaya pasien itu tergantung pada obat dan dokter. Rusmini : Kalau begitu rumah sakit dan apotek itu jahat, Man Jamino? Jamino : Tidak juga Rusmini. Mereka menjalankan niaga sesuai dengan teori ekonomi. Bahwa berniaga harus berpikir keuntungan. Itu namanya berpikir positif. Rusmini : O begitu ya, Man Jamino? 140 Bahasa Indonesia XI Program Bahasa L atihan 7.1 Jamino : Ya, Rusmini. Kamu pun harus belajar berpikir positif. Rusmini : Terima kasih, Man Jamino. Kalau begitu saya salat dulu. Jamino : Bagus, bagus. Itu juga salah satu cara berpikir positif. Dikutip dari teks drama “Akal Bulus” karya Remy Silado Bacalah kembali penggalan teks drama “Akal Bulus” Jika teks drama itu dipentaskan, menurut pendapatmu jika kamu sutradara pementasan bagaimana penokohan, dialog, dan latar yang kamu gunakan agar ketiganya saling bersinergi membentuk cerita yang baik?

B. Mendiskusikan Isi Novel

Setelah mengikuti pembelajaran ini, kalian diharapkan dapat mengidentifikasi pelaku, peristiwa, alur, tema, amanat, dan latar dalam novel. Seperti diuraikan dalam bab sebelumnya prosa narasi mencakup cerpen, novel, dan hikayat. Pada bagian ini kita akan mendiskusikan novel. Unsur-unsur intrinsik novel antara lain perwatakan, latar, peran narator, alur, tema dan amanat, serta gaya penceritaan. Kamu juga telah mempelajari unsur-unsur intrinsik tersebut pada bab sebelumnya, bukan?

1. Membaca Penggalan Novel

Bacalah penggalan novel berikut ini Untuk Orang-orang yang Tembus Pandang Kesatu Segala yang tembus pandang menurut Rohmat, bukanlah sesuatu yang harus diirikan. Bukanlah yang harus dimiliki. Iri boleh, namun tidak harus. Ingin memiliki juga boleh, tapi tidak Peristiwa yang Mengesankan 141 diwajibkan oleh siapa pun bahkan oleh Tuhan. Ini yang ingin dibuktikan ketika memasuki Ruangan Kades di Kantor Desanya. Hadiyoni sedang melakukan sesuatu dengan Sukaji di pojok ruangan, di sebuah kursi lobi yang empuk serta masih baru. Rohmat tidak mengucapkan kalimat keterkejutan apapun. Walau tadi masih sempat melihat jemari lentik itu, maaf, menyentuh dada Ketua BPDnya. Sehingga bukanlah hal yang mengherankan kalau Rohmat juga tidak terkesima atau heran atau apa pun namanya. Keheranan hanya akan mendorong seseorang untuk penasaran dan selanjutnya iri dan berkembang menjadi dengki yang akhirnya muncul niat jahat. Rohmat tak peduli meski di desa lain. Eksekutor dan Legislator Desa bisa diumpamakan semacam kucing dan anjing. Dan hampir tidak ada yang seperti bunga dan kumbang. Demi melihat kemunculan Rohmat yang tak kula nuwun 1, mereka merah padam menahan keterkejutan. Menahan malu. Dengan ucapan gagap, Sukaji menyapa dan mempersilakan Rohmat. Silakan, Pak Rohmat Namun yang mempersilakan tetap saja berdiri. Rohmat tahu, ruangan ini milik Hadiyoni. Artinya, hanya Hadiyoni yang punya wewenang mempersilakan siapa pun yang masuk ke ruangan itu. Namun, mata indah yang setajam sembilu itu, hanya sekilas saja memandang Rohmat. Tidak ada ucapan silakan. Tidak ada orang lain yang lebih penting. Bagi Hadiyoni, jumlah penduduk sekabupaten Nganjuk itu cuma satu, Sukaji, Ketua BPD. Dan memang menurut tata krama tak ada orang lain, karena Rohmat memasuki ruangan tanpa mengetuk pintu, meskipun biasanya memang demikian dan hampir semua warga desa rata-rata juga seperti itu, dan maklum, mereka lebih suka mengintip saja dari jendela kaca ruangan; Hadiyoni melanjutkan pembicaraan: Bagaimana? Kau belum menjawab pertanyaanku, kan? Apa benar Peraturan Daerah melarang Kades nonton dengan Ketua BPDnya? tanya Hadiyoni dengan melendot. Dalam ruangan yang sama tapi pada sudut yang lain terdapat sepasang meja-kursi. Di sinilah, seharusnya, Rohmat bisa duduk manis menunggu Kepala Desa yang masih asyik dengan Ketua BPD. Karena memang di sini tempat untuk menghadap, atau meminta tanda tangan.