Membaca Esai tentang Kebudayaan

54 Bahasa Indonesia XI Program Bahasa Bacalah teks esai di bawah ini dengan saksama Heart Line Sejak sakit, selama perawatan sampai meninggal dan pemakamannya serta berbagai masalah sesudahnya, Pak Harto selalu menjadi kepala berita, head line. Semua media, termasuk televisi, melakukan hal yang sama, termasuk dalam siaran tiba-tiba, jeda berita, breaking news. Mantan Presiden Republik Indonesia adalah nama besar dalam perjalanan sejarah dan nama besar merupakan unsur untuk menjadi berita besar. Tak mengeherankan jika masyarakat lebih tahu naik turun tekanan darah atau jumlah HB dalam darah Pak Harto dibandingkan harga kedelai yang tidak naik turun. Peran wartawan politik besar dan desk atau departemn politik memang disiapkan memberikan kepala berita. Mereka ini juga dikenal sebagai “wartawan istana” karena mangkalnya di istana Negara, dengan fasilitas yang lebih. Hal ini saya sampaikan kepada teman-teman wartawan budaya memang disiapkan untuk menuliskan kepala berita, tetapi juga berbeda dengan wartawan ekonomi yang relatif lebih basah atau wartawan departemen, yaitu wartawan yang diberi tugas di suatu departemen atau institusi Negara, yang disediakan ruangan dan atau bahkan bahan-bahan pers release , siaran pers, menteri yang bisa langsung dimuat atau diucapkan dengan mengubah kata”dan lain-lain” manjadi”dan lain sebagainya”. Wartawan budaya tak mempunyai tempat mangkal yang tetap atau lengkap. Ia mendatangi sumber berita, kadang tidak dalam rangka memenuhi undangan. Cakupan wilayah luas dan tersebar. Dari pentas panggung, ruang seminar, berbagai pameran sampai dengan acara televisi, film, dan peragaan busana. Mereka ini tak bisa mengandalkan”God given the news” Tuhan yang memberi berita seperti, pesawat terbang jatuh, gunung meletus dan karenanya mencari dan menciptakan sumber berita sendiri. Mengangkat keberadaan sebuah grup kesenian daerah misalnya, dengan primadona dan primadon sebutan untuk yang lelaki yang mengisi kehidupannya menjadi penarik becak atau kehidupan guru honorer di daerah yang tak jauh dari Jakarta, yang hanya menerima Sosial Budaya Masyarakat Indonesia 55 Rp100.000,00 sebulan dan tertunda-tunda pembayarannya. Atau kehidupan mereka yang terpaksa makan nasi aking, nasi kering, nasi yang tanak dari sisa nasi yang dikeringkan dengan anaknya yang masih balita dan masih bisa bersyukur. Saya menyebutkan wartawan budaya sebagai pewarta hati, heart line untuk membedakan posisinya dengan pembuat head line. Mereka ini mewartawakan suasana, memberitakan hal yang bukan hanya berdasarkan aktualitas masalah. Kerenanya berita tak menjadi basi, selama materinya mengenai kemanusiaan dan kehidupan manusia. Karena posisinya ini, wartawan budaya sebenarnya berada dalam arus yang sama dengan dinamika kebudayaan itu sendiri. Ia menjadi bagian dari proses kreatif itu sendiri. Dan hanya dengan demikian ia mempunyai legitimasi penilaian atau opini dalam tulisannya, selain menyajikan data dan fakta. Ia sadar apakah menuliskan Dhani ketika menciptakan lagu atau menyanyi atau ketika Dhani bertengkar dengan istri atau saat mengomeli ayahnya yang poligami. Kedekatan dengan sumber berita sekaligus memberikan jarak untuk tetap kritis, juga ketika berada dalam suasana industrialisasi sekarang ini. Atau justru dalam suasana semacam itu. Karena tulisannya akan memberi warna, memberi inspirasi, memecahkan persoalan, dan dalam bahasa tinggi, memberi makna akan peristiwa yang diportasekan. Posisinya yang unik ini, untunglah, disadari oleh para pengelola media. Sekadar gambaran di pertengahan tahun 1970-an, ketika media cetak masih sangat terbatas dan juga dibatasi, termasuk iklan hampir semua harian menyediakan halaman budaya, secara tetap seminggu sekali, bersama dengan halaman untuk anak-anak. Kini suasana sudah berubah. Halaman untuk media cetak berlimpah. Dari edisi pagi atau sore, tanpa mengenal hari libur atau juga televisi yang bersiaran 24 sehari. Tapi pendekatan budaya, penyajian hati berita, masih diperlukan di samping kepala berita. Karena kita memang tidak hidup dengan kepala saja, melainkan juga dengan hati. Sumber: Seputar Indonesia, 17 Februari 2008 56 Bahasa Indonesia XI Program Bahasa L atihan 3.5 1. Bacalah sekali lagi teks esai “ Heart Line”lalu temukan pokok pikiran tiap paragraf teks tersebut: Contoh: Pokok pikiran paragraf pertama adalah berita Pak Harto menjadi kepala berita di semua media. 2. Berdasarkan pokok pikiran tiap paragraf yang telah kalian temukan, tentukan pokok pikiran teks secara umum 3. Buatlah rangkuman dengan kalimat efektif teks esai tersebut 4. Berilah tanggapan isi esai tersebut sesuai kreativitasmu menggunakan bahasamu sendiri Tanggapan bisa berupa saran, kritik, sanggahan, penolakan, maupun pendapat 5. Suntinglah penggunaan bahasa dalam teks esai tersebut Gunakan pedoman kaidah bahasa yang baik dan benar Diskusikan dengan kelompokmu

D. Menulis Paragraf Deskriptif

Setelah mengikuti pembelajaran ini, kalian diharapkan dapat: 1. memahami ciri-ciri paragraf deskriptif, 2. menulis paragraf deskriptif berdasarkan penginderaan keadaan alam secara faktual, 3. mendaftar topik-topik yang dapat dikembangkan menjadi karangan deskriptif atau minimal paragraf deskriptif. Jenis paragraf berdasarkan isinya ada lima, yaitu paragraf naratif, deskriptif, argumentatif, persuatif, dan ekspositif. Kali ini kalian akan mempelajari paragraf deskriptif. Secara makna, kata deskriptif disebut juga deskripsi yang berarti menggambarkan atau melukiskan. Jadi, paragraf deskriptif adalah paragraf yang mengambarkan atau melukiskan sesuatu dengan jelas dan terperinci. Tujuan penulisan paragraf ini untuk melukiskan atau memberikan gambaran terhadap sesuatu seolah-olah pembaca melihat, mendengar, atau merasakan sendiri hal yang dideskripsikan tersebut. Sosial Budaya Masyarakat Indonesia 57 Pahamilah

1. Memahami Ciri-ciri Paragraf Deskriptif

Pahamilah ciri-ciri paragraf deskriptif dengan membaca kutipan berikut Nama tempatnya Turen, sebuah kecamatan di kabupaten Malang, Jawa Timur. Letaknya kira-kira 30 kilometer sebelah selatan Kota Malang. Yang ada di Turen antara lain musik rock di banyak tempat, warung yang menjual sayur serba pedas, prasasti peninggalan abad ke-10, pabrik amunisi, gedung ballroom berarsitektur Eropa, dan kompleks pondok pesantren yang menakjubkan. Pusat kota Turen terletak di tengah dataran tinggi Malang yang dikelilingi gunung-gunung raksasa, seperti Semeru, Arjuno, Kawi, dan Kelud. Setelah kalian baca kutipan paragraf di atas, dapat disimpulkan bahwa salah satu ciri paragraf deskriptif adalah melukiskan atau mengambarkan suatu objek. Misalnya, paragraf di atas menggambarkan tentang kota Turen. D Paragraf deskriptif menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan pancaindra penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, pengecap secara terperinci D Kadang, paragraf deskriptif melukiskan suatu objek dengan urutan ruang atau letak tempat D Penggambaran suatu objek dalam paragraf deskriptif berdasarkan warna, bentuk, keadaan, rasa, dan sebagainya. Kepekaan pencaindra penulis sangat diperlukan.

2. Menulis Paragraf Deskriptif