Pengaruh Teknik Cross-line terhadap Pemahaman Konsep Matematika pada Materi Perkalian Kelas III SDN Cempaka Putih 01

(1)

(Kuasi Eksperimen di SDN Cempaka Putih 01 Ciputat Tangerang Selatan)

SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd.)

Oleh : Nur Hidayah NIM. 1112018300060

PROGRAM STUDI

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016 M/ 1438 H


(2)

(3)

(4)

Nama : Nur Hidayah

NIM : 1112018300060

Jurusan : PGMI (Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah) Angkatan tahun : 2012

Alamat : Perum. Graha Indah Pamulang B3/14 Bambu Apus Pamulang Tangerang Selatan 15415

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Teknik Cross-Line Terhadap Pemahamn Konsep Matematika pada Materi Perkalian Kelas III SDN Cempaka

Putih 01 Ciputat”. Adalah benar karya sendiri dibawah bimbingan dosen : 1. Dosen Pembimbing I

Nama : Dr. Tita Khalis Maryati, S.Si, M.Kom

NIP : 09690924 199903 2 003

2. Dosen Pembimbing II

Nama : Feri Muhamad Firdaus,M.Pd

NIP :

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila ternyata skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Ciputat, ……….. 2016

Yang menyatakan

Nur Hidayah NIM. 1112018300060


(5)

i

Siswa Kelas III SDN Cempaka Putih 01 Ciputat, Skripsi, Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan teknik

cross-line terhadap pemahaman konsep matematika pada materi perkalian. Penelitian ini dilakukan di SDN Cempaka Putih 01 Ciputat Tangerang Selatan pada kelas III-B sebagai kelas eksperimen dan kelas III-A sebagai kelas kontrol. Penelitian ini dilakukan selama tujuh kali pertemuan ditambah pretest dan

posttest, dimulai tanggal 07 Agustus sampai 28 Agustus 2016. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen dengan desain Pretest-Posttest Control Group. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes pemahaman konsep matematika berbentuk uraian. Data hasil tes dianalisis dengan uji analisis statistik berupa uji pada hasil akhir (pottest).

Berdasarkan analisis data hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa terdapat perbedaan kemampuan pemahaman konsep yang signifikan antara kedua kelas tersebut yang didasarkan pada hasil pengujian hipotesis uji Independent Sample T-Test data posttest. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh penggunaan teknik cross-line terhadap pemahaman konsep matematika pada materi perkalian dengan besar pengaruh 97,1% (tinggi).


(6)

ii

student of SDN Cempaka Putih 01 Ciputat. Thesis, Departement of PGMI (Madrasah Ibtidaiyah Teacher Education) Faculty of Tarbiyah and Teaching Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2016.

The purpose of the research was to deterrmine influence of using cross-line technique to the math multiplication conseptual understanding. The reseach was done in SDN Cempaka Putih 01 Ciputat South Tangerang in class III B as an experimental class and class III A as an control class. The reseach was for seven session plus a pretest and posttest, sratring on 07th to 28th August 2016. The methode of reseach used quasi experimental design with pretest-posttest control group. Instrumen is used in this reseach such us mathematical conceptual ability written essay test. Data were analyzied with the test result in form of statistical analysis of the result of the learn physics student (posttest).

Based on the analysis of the reseach data it is concluded that there are significant differences in learning outcomes between the two classes. The conclusion is based on the result of testing hypotesis test Independent Sample Test Data. Therefore it can be concluded that there are significant using cross-line technique to the math multiplication conceptual understanding with effect size 97% (large).


(7)

iii

semesta yang telah mengajarkan manusia segala sesuatu yang belum diketahuinya. Shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya dan para umatnya yang selalu setia mengikuti petunjuknya sampai akhir zaman.

Alhamdulillah skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik, bukan semata-mata atas kemampuan penleliti saja. Atas ridha Allah SWT serta ilham dari-Nya yang membuat penulis mendapatksn ide untuk menulis skripsi yang berjudul

“Pengaruh Penggunaan Teknik Cross-Line terhadap Pemahaman Konsep Matematika pada Materi Perkalian Kelas III SDN Cempaka Putih 01 Ciputat

Tangerang Selatan”.

Apresiasi dan ucapan terimakasih disampaikan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini. Semoga menjadi amal baik dan dibalas oleh Allah SWT denganbalasan yang lebih baik. Secara khusus apresiasi dan terimakasih tersebut disampaikan kepada :

1. Prof. Dr Ahmad Thib Raya, M.A selaku dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Khalimi, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah

3. Dr. Fauzan M.A selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menjadi mahasiswa pendidikan guru madrasah ibtidaiyah

4. Dr. Tita Khalis Maryati, S,Si, M.Kom selaku dosen pembimbing satu yang telah meluangkan banyak waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Fery Muhamad Firdaus, M.Pd selaku dosen pembimbing dua yang telah memberikan ilmu, dorongan semangat dan waktu luang untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.


(8)

iv

Sanuri, S.Pd, yang telah mengizinkan dan memberikan masukan selama proses penelitian di sekolah tersebut.

8. Teruntuk kedua orang tercinta Ayahanda Zarqoni dan Ibunda Sutiyem serta

keluarga yang selalu mendo’akan, memberikan kasih sayang, semangat dan

dukungan, baik moral maupun material yang tiada henti-hentinya kepada penulis.

9. Para sahabat N2R2 (Nur Atikah, Rohayatun, Rosi Lestari), Yuhana, Nurhas, Iik, Lina, Meka, Fitri, Fenita, dan lilik, dengan adanya kalian penulis termotivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.

10. Sahabat seperjuangan jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah 2012 khususnya kelas B, yang selalu memberikan semangat, bantuan dan motivasi yang luar biasa. Teman-teman seperjuangan yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu namun tidak mengurangi rasa persaudaraan kita. Semoga kita semua dapat menggapai kesuksesan bersama.

11. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini semoga Allah SWT memberikan balasan kepada semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini. Semoga semua kebaikannya dijadikan amal shaleh dan senantiasa diberikan kemuliaan, Aamiin.

Akhir kata peneliti mohon maaf atas segala kekurangan dan ketidaksempurnaan tulisan ini. Semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca umumnya.

Alhamdulillahirabbil ‘Alamiin

Jakarta, 01 November 2016 Peneliti


(9)

v DAFTAR ISI

ABRTAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C.Pembatasan Masalah ... 6

D.Rumusan Masalah ... 6

E.Tujuan Penelitian... 6

F. Manfaat Penelitian... 6

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoretik ... 8

1. Konsep Belajar dan Pembelajaran ... 8

a. Belajar dan Pembelajaran ... 8

b. Pembelajaran Matematika SD/ MI ... 9

c. Pemahaman Konsep Matematika ... 12

d. Konsep Perkalian pada Matematika ... 18

2. Teknik Cross-Line pada Perkalian ... 19

a. Pengertian Teknik Cross-Line... 19

b. Langkah-langkah Teknik Cross-Line ... 20

c. Syarat dalam Penggunaan Teknik Cross-Line ... 25

3. Teknik Perkalian Bersusun ... 26

a. Pengertian dan Langkah-langkah Teknik bersusun ... 28

b. Syarat dalam Penggunaan Teknik Bersusun ... 28


(10)

vi

C. Kerangka Berpikir ... 30

D. Hipotesis Penelitian ... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

B. Metode penelitian ... 32

C. Populasi dan Sampel ... 33

D.Instrumen Penelitan ... 34

E.Anlisis Instrumen ... 35

F.Teknik Analisis Data ... 40

1. Uji Prasayarat ... 40

a. Uji Normalitas Data ... 40

b. Uji Homogenitas Data ... 42

G.Hipotesis Statistik ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 47

A. Deskripsi Data ... 47

1. Hasil Pretest ... 47

2. Hasil Posttest ... 52

B. Pengujian Prasyaratan Analisis dan Pengujian Hipotesis ... 56

1. Pengujian Prasyaratan Analisis ... 56

a. Uji Normalitas Data ... 57

b. Uji Homogenitas Data ... 57

2. Hasil Pengujian Hipotesis ... 58

C.Hasil dan Pembahasan Temuan Penelitian... 60

D.Keterbatasan Masalah ... 71

BAB V PENUTUP ... 72

A. Kesimpulan ... 72

B.Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 74


(11)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian ... 32

Tabel 3.2 Kisi-kisi InstrumenTes Pemahaman Konsep Perkalian... 34

Tabel 3.2 Klasifikasi Tingkat Kesukaran ... 38

Tabel 3.3 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 38

Tabel 3.5 Indeks Daya Pembeda ... 39

Tabel 3.6 Hasil Analisis Daya Pembeda ... 40

Tabel 3.7 Interpretasi Nilai Cohen’s ... 46

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Hasil Pretest Pemahaman Konsep Perkaian Kelas Eksperimen ... 48

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Hasil Pretest Pemahaman Konsep Perkaian Kelas Kontrol ... 50

Tabel 4.3 Ukuran Pemusatan Penyebaran Data Hasil Pretest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 51

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Hasil Posttest Pemahaman Konsep Perkalian Kelas Eksperimen ... 52

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Hasil Posttest Pemahaman Konsep Perkalian Kelas Kontrol ... 54

Tabel 4.6 Statistik Hasil Data Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 56

Tabel 4.7 Rekapitulasi Hasil Uji Normalitas Data Pretest dan Posttest pada Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 57

Tabel 4.8 Rekapitulasi Hasil Uji Homogenitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 58

Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Uji Hipotesis ... 59

Tabel 4.10 Rekapitulasi Nilai Rata-rata Indikator Pemahaman Konsep Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 68


(12)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Perkalian Cross-line Stuan dengan Satuan... 21

Gambar 2.2 Perkalian Cross-line Satuan dengan Puluhan... 22

Gambar 2.3 Perkalian Cross-line Puluhan denganPuluhan ... 24

Gambar 2.4 Perkalian Cross-line Ratusan dengan Satuan ... 26

Gambar 4.1 Grafik Frekuensi Hasil Pretest Pemahaman Konsep Perkalian Kelas Eksperimen ... 49

Gambar 4.2 Grafik Frekuensi Hasil Pretest Pemahaman Konsep Perkalian Kelas Kontrol ... 51

Gambar 4.3 Grafik Frekuensi Hasil Posttest Pemahaman Konsep Perkalian Kelas Eksperimen ... 53

Gambar 4.4 Grafik Frekuensi Hasil Posttest Pemahaman Konsep Perkalian Kelas Kontrol ... 55

Gambar 4.5 Perbandingan Jawaban Siswa Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen pada Indikator Translation ... 64

Gambar 4.6 Perbandingan Jawaban Siswa Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen pada Indikator Interpretation ... 65

Gambar 4.7 Perbandingan Jawaban Siswa Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen pada Indikator Ekstrapolation ... 67

Gambar 4.8 Kegiatan Pembelajaran Siswa pada Kelas Kontrol ... 69


(13)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 RPP Kelas Eksperimen ... 76

Lampiran 2 RPP Kelas Kontrol... 111

Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa (LKS) Kelas Eksperimen ... 146

Lampiran 4 Lembar Kerja Siswa (LKS) Kelas Kontrol ... 172

Lampiran 5 Kisi-kisi Tes Pemahaman Konsep Matematika pada Materi Perkalian ... 191

Lampiran 6 Uji Coba Instrumen Tes Pemahaman Konsep Matematika pada Materi Perkalian ... 193

Lampiran 7 Instrumen Pretest Pemahaman Konsep Kelas Kontrol ... 201

Lampiran 8 Instrumen Pretest Pemahaman Konsep Kelas Eksperimen ... 203

Lampiran 9 Instrumen Posttest Pemahaman Konsep Kelas Kontrol ... 205

Lampiran 10 Instrumen Posttest Pemahaman Konsep Kelas Eksperimen ... 211

Lampiran 11 Perhitungan Uji Validitas, Realibilitas, Daya Pembeda dan Taraf Kesukaran Instrumen Tes ... 217

Lampiran 12 Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Instrumen ... 222

Lampiran 13 Perhitungan Distribusi Frekuensi Pretest Kelas Eksperimen ... 223

Lampiran 14 Perhitungan Distribusi Frekuensi Pretest Kelas Kontrol ... 226

Lampiran 15 Perhitungan Distribusi Frekuensi Posttest Kelas Eksperimen ... 219

Lampiran 16 Perhitungan Distribusi Frekuensi Posttest Kelas Kontrol ... 232

Lampiran 17 Perhitungan Uji Normalitas Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 235

Lampiran 18 Perhitungan Uji Normalitas Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 237

Lampiran 19 Perhitungan Uji Homogenitas Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 239

Lampiran 20 Perhitungan Homogenitas Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 240


(14)

x

Lampiran 22 Nilai Posttest Kelas Eksperimen Berdasarkan Indikator

Pemahaman Konsep Perkalian ... 244

Lampiran 20 Nilai Posttest Kelas Kontrol Berdasarkan Indikator Pemahaman Konsep Perkalian ... 246

Lampiran 21 Lembar Uji Referensi ... 248

Lampiran 22 Surat Permohonan Izin Penelitian ... 254


(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dengan adanya pendidikan seseorang akan mendapatkan ilmu pengetahuan, dan menjadikan manusia lebih bermartabat dari makhluk lain. Mengenai pentingnya pendidikan, berbagai upaya dilakukan seseorang untuk mencapai pendidikan.

Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiriitual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.1

Berdasarkan tujuan pendidikan tersebut, maka pendidikan yang berkualitas sangat menentukan kualitas sumber daya manusia dan kemajuan suatu negara. Pendidikan yang berkualitas salah satunya dapat dilihat kualitas pembelajarannya yang dapat dilihat dari segi proses dan hasil.

Pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila dalam proses pembelajarannya seluruh atau sebagian besar siswa terlibat secara aktif, baik fisik, mental ataupun sosial, dan terjadi perubahan tingkah laku ke arah positif dan tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.2

Proses pembelajaran pada hakikatnya adalah proses komunikasi, dimana guru berperan sebagai pengantar pesan dan siswa sebagai penerima pesan. Pesan yang dikirimkan oleh guru berupa isi/materi pelajaran yang dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi baik verbal maupun nonverbal.3 Dalam proses pembelajaran, kompetensi sebagai tujuan

1

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2013), cet.10, h.2

2

Ahmad Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, (Jakarta:Prenada Group, 2015), cet 3, h. 188

3

Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2010), h.205


(16)

pembelajaran diharapkan dapat tercapai dengan baik. Kompetensi tersebut meliputi beberapa aspek yaitu pengetahuan (knowladge), pemahaman (understanding), kemahiran (skill), nilai (value), sikap (atitude), dan minat (interest).4

Permasalahan yang sering terjadi dalam proses pembelajaran dalam kelas, siswa lebih diarahkan kepada penghafalan informasi. Otak siswa dipaksa untuk memahami informasi yang diingatnya tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya tersebut untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari.5

Matematika merupakan salah satu bidang ilmu yang diajarkan dari jenjang pendidikaan dasar sampai pendidikan tinggi. Akan tetapi dalam pemberian konsep-konsep matematika harus disesuaian dengan jenjang pendidikan tersebut. Hal tersebut dikarenakan jalan pikiran siswa pada jenjang pendidikan dasar berbeda dengan siswa pada jenjang pendidikan tinggi dalam hal manemahami konsep-konsep matematika. Sesuatu yang dianggap mudah menurut logika orang dewasa dapat dianggap sulit dimengerti oleh seorang anak. Sehingga pembelajaran matematika di SD/MI, konsep matematika yang abstrak yang dianggap mudah dan sederhana menurut orang dewasa dapat menjadi hal yang sulit dimengerti oleh anak.6

Berdasarkan hal tersebut Russeffendi mengemukakan bahwa “terdapat banyak anak-anak yang setelah belajar matematika bagian yang sederhana pun banyak yang tidak dipahaminya, banyak konsep yang yang dipahami secara keliru”.7 Salah satu penyebab dari hal tersebut ialah pemberian konsep-konsep terhadap siswa SD/MI menurut jalan pikiran guru itu sendiri tanpa memperhatikan tahap berpikir siswa SD/MI, kurangnya kreativitas dan keaktifan seorang guru dalam membelajarkan matematika yang lebih menarik

4

Wina Sanjaya, op. cit., h.70

5

Ibid, h.1

6

Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI Press, 2006), h. 15

7

Gelar Dwi Rahayu dan Munasprianto Ramli (eds.), PendekatanBaru dalam Pembelajaran Sains dam Matematika Dasar: Sebuah Antologi, (Jakarta : PIC UIN, 2007), Cet. 1, h. 45.


(17)

dan menyenangkan, sehingga peserta didik memiliki ketertarikan dan merasa senang untuk mempelajari matematika.

Di sisi lain matematika merupakan pelajaran yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memahami ilmu matematika manusia dapat berpikir logis, melatih ketelitian dan kecermatan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Hudojo bahwa matematika merupakan suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir.8 Dengan berpikir manusia dapat menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju saat ini, sehingga manusia dapat memahami ayat-ayat kauniyah Allah SWT.

Sebagaimana dalam fiirmanNya dalam quran surat Shaad ayat 29 :

  

“ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan

berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran”

Pada hakikatnya, matematika tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari. Sehingga dapat dikatakan bahwa seseorang dikatakan belajar matematika apabila pada diri orang tersebut terjadi perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan matematika.9

Dengan proses pembelajaran yang kurang menarik dan siswa sudah menganggap terlebih dahulu bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit tetapi belum mencoba. Sehingga siswa mengalami kesulitan dan konsep yang dipelajari tidak dapat dipahami peserta didik.

Pentingnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru dalam proses pembelajaran, menjadikan pembelajaran tersebut akan lebih bermakna. Apabila proses pembelajaran lebih bermakna maka tujuan dari keberhasilan pendidikan dapat tercapai dengan baik yaitu menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas.

8

Esti Yuli Widayati, Pembelajaran Matematika MI, (Surabaya: Aprinta, 2009), h. 1.8

9

Ahmad Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, (Jakarta: Prenada Media Group, 2015), h. 189


(18)

Proses pembelajaran yang bermakna ialah proses pembelajaran dimana siswa dapat memahami konsep yang disampaikan guru. Dalam meningkatkan pemahaman peserta didik, maka peningkatan komunikasi sangat penting. Sehingga guru tidak terpacu pada pengajaran model konvensional yang sering diterapkan guru dalam mengajar. Salah satu peningkatan komunikasi dalam proses pembelajaran ialah dengan menggunakan teknik pembelajaran yang menarik dalam proses pembelajaran. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan di SDN Cempaka Putih 01 Ciputat Tangerang Selatan pada tanggal 08 Oktober 2015, pemahaman siswa terhadap pelajaran matematika masih kurang terutama dalam materi perkalian. Hal ini terlihat dari hasil wawancara dari beberapa guru yang mengatakan dalam pembelajaran matematika siswa masih perlu penjelasan atau pemberian materi secara berulang terutama dalam materi perkalian. siswa masih mengalami kesulitan dalam hal menghitung perkalian. Selain wawancara, dari hasil observasi yang dilakukan menyatakan hasil belajar matematika kelas III masih rendah. Hal ini dilihat dari pengamatan yang dilakukan saat pembelajaran berlangsung dan hasil nilai ulangan harian yang masih banyak di bawah KKM. Dari 40 siswa yang mengerjakan soal hanya 36% yang nilainya di atas KKM sedangkan 64% lainnya masih berada di bawah KKM.

Jika dilihat dari proses pembelajarannya, siswa yang lebih asyik bermain dan bercanda dengan teman yang berada di sampingnya ketika guru menyampaikan materi dan rendahnya kemampuan dalam menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan pemahaman konsep. Pemahaman konsep peserta didik terhadap matematika dapat dilihat dari bagaimana guru dalam menyampaikan sebuah informasi atau materi.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka cara yang ditempuh untuk mengatasinya yaitu adanya kreativitas dan inovasi seorang guru dalam pembelajaran. Dalam hal ini, penggunaan metode pembelajaran dapat dijadikan sebagai alternatif dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematika pada siswa. Dengan penggunaan


(19)

metode pembelajaran yang menarik, siswa lebih mudah dalam menerima materi yang diajarkan oleh guru.

Selama ini metode pembelajaran tentang perkalian dengan metode hafalan untuk perkalian rendah dan teknik perkalian bersusun untuk perkalian lebih dari 10. Metode tersebut merupakan metode yang mudah, akan tetapi masih banyak peserta didik pada jenjang Sekolah SD/MI yang mengalami kesulitan dalam melakukan perhitungan dengan teknik terebut. Karena dengan teknik bersusun siswa juga dituntut untuk menghafal perkalian.

Teknik cross-line merupakan salah satu teknik alternatif dalam pembelajaran konsep perkalian. Melalui teknik cross-line siswa dapat memahami konsep dari perkalian serta dapat menghitung operasi perkalian tanpa menggunakan memori ingatan dari hafalan bentuk perkalian. Menurut Auliya teknik cross-line yaitu teknik dengan menghitung titik persilangan pada garis, seperti menggambar garis mendatar dan garis tegak yang nantinya disilangkan, lalu berikan tanda titik pada persilangan garis tersebut lalu hitung banyak titik sebagai hasil perkaliannya.10

Berdasarkan uraian tersebut, telah diketahui bahwa teknik cross-line

memiliki daya tarik tersendiri dalam proses pembelajaran yang digunakan sebagai teknik pembelajaran dalam meningkatkan pemahaman konsep peserta didik terhadap matematika, maka penulis melakukan penelitian

tentang “PENGARUH PENGGUNAAN TEKNIK CROSS-LINE

TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA PADA MATERI

PERKALIAN”

B. Identifikasi Masalah

10


(20)

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, beberapa masalah dapat diidentifikasikan sebagai berikut :

1. Siswa memerlukan hafalan perkalian dalam menyelesaiakn perhitungan perkalian

2. Siswa sulit memahami dalam pengerjaan perhitungan perkalian

C. Pembatasan Masalah

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas, maka penulis membatasi masalah-masalah yang diteliti yaitu:

1. Melakukan penelitian dengan mengukur pemahaman konsep matematika pada materi perkalian dengan pemahaman konsep menurut Bloom 2. Teknik pembelajaran yang digunakan dalam penelitian adalah teknik

cross-line pada materi perkalian

D. Rumusan Masalah

Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dalam penggunaan teknik cross-line terhadap pemahaman konsep matematika pada materi perkalian di kelas III SDN Cempaka Putih 01 Ciputat?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh penggunaan teknik cross-line terhadap pemahaman konsep matematika pada materi perkalian di kelas III SDN Cempaka Putih 01 Ciputat.

F. Manfaat Penelitian

1. Peneliti

Peneliti dapat mengatahui pengaruh Penggunakan teknik cross-line

terhadap pemahaman konsep matematika pada materi perkalian. 2. Guru

Dengan adanya penelitian ini, teknik cross-line dapat dijadikan sebagai salah satu metode alternatif yang digunakan oleh guru dalam


(21)

melaksanakan pembelajaran yang berkaitan dengan peningkatan pemahaman konsep matematika materi perkalian.

3. Peserta didik

Siswa dapat merasakan perbedaan suasana pembelajaran dengan menggunakan teknik cross-line pada meteri perkalian. Selain itu dapat menumbuhkan motivasi dan kreativitasnya dalam belajar.

4. Sekolah

Dengan adanya penelitian ini, sekolah dapat meningkatkan mutu pembelajarannya, terutama pada pembelajaran matematika.


(22)

8

1. Konsep Belajar dan Pembelajaran a. Belajar dan Pembelajaran

Belajar adalah suatu perubahan pada diri manuasia akibat dari suatu proses yang dialaminya. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Fontana bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan yang relatif tetap dari perilaku individu sebagai hasil dari pengalaman.1

Menurut Mouly belajar pada dasarnya adalah proses perubahan tingkah laku seseorang berkat adanya pengalaman. Begitu juga dengan Kimble & Germezi menyatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif permanen, terjadi sebagai hasil dari pengalaman.2

Dalam pendidikan, belajar merupakan suatu proses perubahan dari dari aspek kogniitif, afektif maupun psikomotorik. Menurut Bell Getler belajar adalah proses yang dilakaukan manusia dalam upaya mendapatkan aneka ragam kompetensi, skill, dan sikap.3 Sedangkan Whiterington berpendapat bahwa belajar adalah perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respon baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan. 4

Dari beberapa pendapat para ahli mengenai belajar, maka dapat dipahami bahwa belajar merupakan perubahan yang diperoleh dari proses interaksi aktif antara individu dengan lingkunganya, yaitu perubahan dalam aspek kognitif, psikomotorik maupun dalam aspek afektif.

1

Ali Hamzah dan Muhlisrarini, Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), cet 1, h. 18

2

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), h.9

3

Hamzah , op. cit., h. 11 4

Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), cet. 5, h. 155


(23)

Sedangkan pembelajaran merupakan seperangkat interaksi antara peserta didik dan pendidik untuk melakukan belajar melalui rancangan yang telah dibuat dalam mendukung tercapainya hasil belajar yang baik.

b. Pembelajaran Matematika SD/ MI

Dalam Depdiknas, matematika berasal dari bahasa latin “manthanein” atau “mathema” yang berati belajar atau hal yang dipelajari. Sedangkan

dalam bahasa belanda matematika disebut “wiskunde”atau ilmu pasti,yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran.5

Dalam kamus Bahasa Indonesia matematika diartikan sebagai ilmu tentang bilangan hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan.6 James dan James mendefinisikan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika, mengenai bentuk, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya.7 Sedangkan menurut Ismail dkk dalam Ali Hamzah dan Muhlisrarini dikatakan bahwa matematika adalah ilmu yang membahas angka-angka dan perhitungannya, membahas masalah-masalah numerik, mengenai kuantitas dan besaran, mempelajari hubungan pola, bentuk dan struktur, sarana berpikir, kumpulan sistem, struktur dan alat.8

Selain pengertian tersebut, Soedjadi memberikan enam definisi atau pengertian tentang matematika, yaitu: (1) matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir dengan baik, (2) matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi, (3) matematika adalah pengatahuan tentang penalaran logik dan berhubungan erat dengan bilangan, (4) matematika adalah pengetahuan fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk, (5) matematika adalah pengetahuan tentang

5

Susanto, op. cit., h.184 6

Suharso, op.cit., h. 313 7

Erna Suwangsih,dkk, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung:UPI Press, 2006), h. 4 8

Ali Hamzah dan Muhlisrarini, Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), h. 48


(24)

struktur–struktur yang logik dan (6) matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.9

Dari penjelasan mengenai pengertian matematika menurut para ahli tersebut, maka matematika dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari hubungan pola melalui simbol-simbol dan bahasa numerik serta konsep-konsep yang dipelajari dengan menyertakan berpikir logis dalam penyelesaian masalah dalam matematika.

Adapun karakertistik matematika menurut Sumardyono dalam bukunya yang berjudul “Karakterisitik Matematika dan Implikasinya terhadap Pembelajaran” antara lain:10

1) Memiliki objek kajian yang abstrak 2) Bertumpu pada kesepakatan

3) Memiliki simbol yang kosong dari arti

4) Memperlihatkan semesta pembicaraan (universal) 5) Konsisten dalam sistemnya

Pembelajaran matematika merupakan sebuah proses yang sengaja dirancang oleh guru dengan tujuan menciptakan suasana kelas yang dapat memunginkan siswa dapat belajar matematika.

Dari pengertian pembelajaran dan matematika tersebut, maka pembelajaran matematika adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan seseorang lekasanakan kegiatan belajar matematika.11 Pembelajaran matematika berorientasi pada matematika formal dengan beberapa pengertian seperti hubungan, fungsi, kelompok, vektor, diperkenalkan dan dimasukan dengan definisi dan dihubungkan satu dengan yang lain dalam satu sistem yang disusun secara deduktif.

9

Nahrowi Adji dan Maulana, Pemecahan Masalah Matematik, (Bandung:UPI PRESS. 2006) , h.34

10

Ali Hamzah dan Muhlisrarini, Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), h. 92

11


(25)

Pada jenjang persekolahan pembelajaran matematika mempunyai tujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Maka sebagai perancang proses pembelajaran, guru harus dapat mengorganisir semua komponen dengan sedemikian rupa sehingga antara komponen yang satu dengan yang lainnya dapat berinteraksi secara harmonis.

Seperti yang telah jelaskan pada latar belakang, pembelajaran matematika untuk tingkat SD/MI berbeda dengan pembelajaran tingkat SMP, SMA, atau perguruan tinggi yaitu dalam hal penyajian, pola pikir, keterbatasan semestanya dan tingkat keabstrakannya disesuaikan dengan perkembangan kognitif dan emosional siswa tingkat dasar. Berdasarkan perkembangan kognitif Piaget, perkembangan anak tingkat SD/MI yang berada pada tahap usia 7 sampai 12 tahun berbasis pada tahap operasi konkrit. Pada umumnya pada tahap ini siswa telah memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda konkrit. Karena pembelajar pada jenjang SD/MI merupakan anak-anak yang pada umumnya masih dalam tahap berpikir operasional konkrit, artinya bahwa siswa SD/MI belum bisa berpikir formal dan abstrak, maka pembelajaran matematika SD/MI dapat dikatakan sebagai usaha yang dilakukan oleh guru kepada siswa-siswi SD/MI untuk membangun pemahaman terhadap matematika.12

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam membelajarkan atau memberikan konsep-konsep matematika pada siswa SD/MI harus disesuaikan dengan hakikat siswa SD/MI. Adapun ciri-ciri pembelajaran matematika SD/MI, yaitu:

1) Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral 2) Pembelajaran matematika bertahap

3) Pembelajaran matematika menggunakan metode induktif 4) Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi 5) Pembelajaran matematika hendaknya bermakna13

12

Esti Yuli Widayati,dkk, Pembelajaran Matematika MI LAPIS PGMI ,(Surabaya: Aprinta, 2009), h. 1.9

13

Erna Suwangsi dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI Press, 2006), h. 25-26


(26)

Materi matematika tingkat dasar meliputi pengenalan tentang bilangan, operasi hitung, pengenalan tentang titik garis dan bidang, pengenalan tentang bangun ruang dan bagaimana cara pengukuran, menimbang, menghitung, mencatat data dan sebagainya. Karakteristik mata pelajaran matematika yang khas, menuntut adanya metodologi pembelajaran khusus yang memberikan peluang lebih besar untuk efektivitas pembelajaran matematika MI/SD.

c. Pemahaman Konsep Matematika

Pemahaman adalah proses, cara, perbuatan memahami atau memahamkan. Menurut Bloom pemahaman (comprehension) merupakan kemampuan untuk memahami apa yang sedang dikomunikasikan dan mampu mengimplementasikan ide tanpa harus mengaitkan dengan ide lain, dan juga tanpa harus melihat ide itu secara mendalam.14 Selain itu Bloom juga mengatakan bahwa pemahaman dirumuskan sebagai abitet untuk menguasai pengertian atau makna bahan.15

Menurut Yulaelawaty pemahaman merupakan perangkat standar program pendidikan yang merefleksikan kompetensi sehingga dapat mengantarkan siswa untuk menjadi kompeten dalam berbagai bidang kehidupan.16

Berdasarkan hal tersebut, maka dalam memahami suatu konsep tidak hanya menghafal konsep-konsep, tetapi memahami dalam artian mengingat, menerapkan, menganalisis, memadukan serta menilai dari konsep-konsep yang dipelajari sehingga konsep tersebut mudah untuk dipahami dan mudah diingat. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran, kreatifitas seorang guru dalam mengajar sangat penting dalam menentukan pemahaman konsep peserta didik terhadap materi yang disampaikannya.

14

Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), cet 4, h. 67

15

Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: Bumi Akasara, 2011), cet 11, h. 121

16

Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h.67


(27)

Pemahaman merupakan bagian yang sangat penting, siswa dikatakan dapat memahami suatu konsep apabila ia dapat menunjukan unjuk kerja pemahaman tersebut pada tingkat kemampuan yang lebih tinggi. Dengan begitu, pemahaman konsep matematika merupakan bagian dari hasil belajar. Pemahaman konsep matematik merupakan landasan penting untuk berpikir dalam menyelesaikan permasalahan matematika maupun permasalahan sehari-hari.

Schoenfeld mengemukakan berpikir secara secara matematik berarti 1) mengembangkan suatu pandangan matematik, nilai proses dari matematisasi dan abstraksi, dan memiliki kesenangan untuk menerapkannya, 2) mengembangkan kompetensi, dan menggunakannya dalam pemahaman matematik.17

Sedangkan pengertian konsep merupakan merupakan ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan objek-objek atau peristiwa-peristiwa.18 Konsep merupakan gambaran mental dari gejala alam yang mempunyai lingkup yang luas mengenai keteraturan kejadian atau objek yang dinyatakan dalam suatu label. Hal tersebut sesuai dengan pengertian konsep yang dikemukakan Rosser bahwa konsep merupakan suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek, kejadian, kegiatan, atau hubungan yang mempunyai atribut yang sama.19 Sedangkan menurut Hamalik, konsep pada dasarnya adalah suatu kelas stimuli yang memiliki sifat-sifat (atribut-atribut) umum.20

Dari pengertian tersebut, maka mempelajari suatu konsep berarti kemampuan dalam mengklasifikasikan sekumpulan objek atau peristiwa yang yang memiliki keterkaitan. Dalam penyajiannya, konsep yang lebih

17

Nila Kusumawati, pemahaman Konsep Matematik dalam Pembelajaran Matematika, Semnas Matematika dan Pendidikan Matematika, h. 2 233. 2016. http//journal.unp.semnasmatematikadanpendidikanmtk.pdf

18

Ali Hamzah dan Muhlisrarini, Perencanaan dam Strategi Pembelajaran Matematika, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), h. 92

19

Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Erlangga, 2011), h. 63

20

Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), cet 11, h. 161


(28)

umum disajikan terlebih dahulu sebelum penjelasan yang lebih rumit mengenai konsep yang baru yang memiliki keterkaitan.

Belajar konsep sebagai hasil belajar mempunyai ciri khas yaitu adanya skema konseptual. Skema konseptual merupakan suatu keseluruhan kognitif yang mencakup semua ciri khas yang terkandung dalam suatu pengertian.21

Dalam pendidikan siswa, belajar mengenai suatu konsep sangat diperlukan paling tidak mempunyai pengaruh tertentu yang berkembang melalui satu seri tingkatan yang berawal hanya mampu menyebutkan contoh suatu konsep sampai dapat menjelaskan atribut-atribut konsep. Klausmeier mengemukakan empat tingkatan dalam pencapaian konsep yaitu:

1) Tingkat konkret, seseorang dapat mencapai konsep pada tingkat konkret apabila orang itu dapat mengenal benda yang telah dihadapinya.

2) Tingkat identitas, pada tingkat ini seseorang akan mengenal suatu objek sesudah selang suatu waktu, mempunyai orientasi ruang yang berbeda terhadap objek tersebut, bilaobjek tersebut ditemukan melalui indera yang berbeda.

3) Tingkat klasifikasi, pada tingkat ini siswa mengenal persamaan dari dua contoh yang berbeda dari kelas yang sama.

4) Tingkat formal, pada tingkat ini siswa harus dapat menentukan atribut-atribut yang membatasi konsep.22

Menurut Hamalik konsep dalam pengaruhya terhadap pendidikan siswa memiliki kegunaan, antara lain sebagai berikut:

1) Konsep-konsep mengurangi kerumitan lingkungan. Lingkungan adalah sangat kompleks. Untuk mempelajarinya tentu saja sulit jika tidak dirinci menjadi unsur-unsur yang lebih sederhana. Dengan menjabarkan dalam sejumlah konsep, maka lingungan yang luas dam rumit dapat dikurangi kerumitannya.

2) Konsep-konsep dapat membantu mengidentifikasi objek-objek yang ada di sekitar kita. Konsep berguna untuk mengidentifikasi oobjek-objek

21

Syaiful Bahri Jamharah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), h. 31 22


(29)

yang ada di dunia sekitar kita dengan cara mengenali ciri-ciri masing objek.

3) Konsep membantu mmpelajari sesuatu yang baru, lebih luas, dan lebih maju. Dengan menggunakan konsep-konsep yang dimilikinya, siswa tidak harus belajar secara konstan dalam mempelajari sesuatu yang baru. 4) Konsep mengarahkan kepada kegiatan innstrumental. Berdasarkan

konsep yang telah diketahui, seseorang dapat menentukan tindakan-tindakan apa yang selanjutnya perlu dikerjakan/ dilakukan.

5) Konsep memungkinkan pelaksanaan pengajaran. Dengan memiliki konsep-konsep mata pelajaran yang telah diberikan pada jenjang dasar, siswa dapat meningkatkan pembelajaran pada jenjang berikutnya.23

Matematika merupakan pelajaran yang dianggap sulit oleh sebagian peserta didik. Dalam hal ini karena peserta didik kurang memahami konsep-konsep dalam matematika secara mendalam. Definisi pemahaman tidak hanya sekedar hafal terhadap materi-materi yang diajarkan melainkan peserta didik mampu menangkap makna konsep dari materi tersebut. Pemahaman konsep merupakan kompetensi yang ditujukan siswa dalam memahami konsep dalam prosedur secara luwes, akurat, efisien, dan tepat.

Menurut Killpatrick et al, pemahaman konseptual merupakan pemahaman konsep-konsep matematika, operasi dan relasi dalam matematika.24 Dari pengertian pemahaman konseptual yang dijelaskan oleh Kilpatrick maka terdapat beberapa indikator dari kompetensi tersebut antara lain: 1) dapat mengidentifikasi dan menerapkan konsep secara algoritma, 2) dapat membandingkan, membedakan, dan memberikan contoh dan contoh kontra dari suatu konsep, 3) dapat mengintegrasikan konsep dan prinsip yang saling berhubungan.25

Pemahaman konsep dalam pembelajaran matematika mempunyai beberapa tingkat kedalaman atau indikator yang berbeda-beda. Menurut

23

Hamalik,op. cit., h. 164-165 24

Jeremy Killpatrick, et al, Add It Up: Helping Childern Learn Mathematics, (Washington DC: National Academy Press, 2001), h. 116

25


(30)

Skemp dan Pollatsek yang dikutip dalam Sumarmo, pemahaman terbagi menjadi dua jenis yaitu pemahaman instrumental dan pemahaman rasional. Pemahaman instrumental dapat diartikan sebagai pemahaman atas konsep yang saling terpisah dan hanya rumus yang dihafal dalam melakukan perhitungan sederhana, sedangkan pemahaman rasional termuat dalam satu skema atau struktur yang dapat digunakan pada penyelesaian masalah yang lebih luas. Suatu ide, fakta, atau prosedur matematika dapat dipahami sepenuhnya jika dikaitkan dengan jaringan dari sejumlah kekuatan koneksi.26 Sedangkan Bloom dalam Russefendi mengemukakan bahwa pemahaman terdiri dari tiga macam, yaitu “translation, interpretation, dan

extrapolation”27

Untuk lebih jelasnya, akan diuraian sebagai berikut : 1) Translation (terjemahan) digunakan untuk meyampaikan informasi

dengan bahasa dan bentuk yang lain dan menyangkut pemberian makna dari suatu informasi yang bervariasi.

2) Interpretation (Penjelasan), digunakan untuk menafsirkan maksud dari bacaan, tidak hanya dengan kata-kata dan frase, tetapi juga mencakup pemahaman suatu informasi dari sebuah ide.

3) Extrapolation (perluasan), mencakup etimasi dan prediksi yang didasarkan pada sebuah pemikiran, gambaran dari suatu informasi, juga mencakup pembuatan kesimpulan dengan konsekuensi yang sesuai dengan informasi jenjang kognitif serta penerapan yang menggunakan atau menerapkan suatu bahan yang sudah dipelajari ke dalam situasi baru, yaitu berupa ide, teori atau petunjuk teknis.

Poyla mengemukakan empat tingkat pemahaman matematik yaitu pemahaman mekanikal, pemahaman induktif, pemahaman rasional, dan pemahaman intuitif. Pemahaman mekanikal, apabila peserta didik dapat mengingat, menerapkan rumus secara rutin dan menghitung secara

26

Nila Kusumawati, Pemahaman Konsep Matematik dalam Pembelajaran Matematika,Semnas Matematika Dan Pendidikan Matematika,, h.2-231, 2016, (http//journal.unp.semnasmatematikadanpendidikanmtk.pdf)

27

Ahmad Susanto, Teori Belajar dan Pmbelajaran di Sekolah Dasar, (Jakrta: PrenadaMedia Group, 2015), cet 3, h. 210


(31)

sederhana. Pemahaman induktif, apabila peserta didik dapat menerapkan rumus atau konsep dalam kasus sederhana atau dalam kasus serupa. Pemahaman rasional, apabila peserta didik dapat membuktikan kebenaran sutau rumus dan teorama. Pemahaman intuitif, apabila peserta didik dapat memperkirakan kebenaran dengan pasti sebelum mmenganalisis lebih lanjut.28

Pada kurikulu KTSP 2006, pemahaman terhadap suatu konsep dapat dikatakan sebagai berikut :

1) Menyatakan ulang sebuah konsep

2) Mengklarifikasi objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya)

3) Memberikan contoh dan non-contoh dari konsep

4) Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis 5) Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep

6) Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu

7) Mengaplikasikan konsep atau alogaritma pemecahan masalah29

Berdasarkan indikator pemahaman matematika yang telah dipaparkan di atas, pemahaman matematika yang dimaksudkan oleh peneliti adalah pemahaman yang dipaparkan oleh Bloom, yaitu penerjemahan (translation), penjelasan (interpretasion), dan ekstrapolasi (extrapolation). Dengan translasi, siswa dapat menerjemahkan masalah yang masih abstrak yang diberikan guru menjadi lebih konkret. Dalam interpretasi, siswa dapat menafsirkan atau menjelaskan suatu konsep secara rinci, sehingga dapat membandingkan atau membedakan dengan konsep lain. Sedangkan dalam ekstrapolasi, siswa dapat menarik kesimpualan suatu konsep, sehingga

28

Ety Mukhlesi Yeni, Pemanfaatan Benda-Benda Manipulatif untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Geometri dan Kemampuan Tilikan Ruang Kelas V Sekolah Dasar, Jurnal Pendidikan, Edisi Khusus No. 1, 2016, (http://jurnal.upi.edu/file/7-Ety_Mukhlesi_Yeni.pdf.).

29

Nila Kusumawati, Pemahaman Konsep Matematik dalam Pembelajaran Matematika,Semnas Matematika Dan Pendidikan Matematika, h. 2-234, 2016, (http//journal.unp.semnasmatematikadanpendidikanmtk.pdf).


(32)

siswa mampu menerapkan konsep yang telah dipelajari ke dalam situasi yang baru atau berbeda.

d. Konsep perkalian pada Matematika

Perkalian merupakan salah satu pembelajaran operasi hitung bilangan cacah yang mulai diajarkan pada jenjang SD/MI. Di mana dalam pembelajarannya, konsep perkalian diajarkan setelah siswa mempelajari operasi tambahan dan pengurangan. Perkalian adalah operasi matematika dengan penskalaan satu bilangan dengan bilangan lainnya. Operasi perkalian dapat didefinisikan sebagai hasil penjumlahan secara berulang. Sebagai contoh, jika , maka dapat didefinisikan sebagai sebanyak .

Contoh:

5 4 = 20, hal ini berarti 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 20

Sifat-sifat perkalian dalam bilangan bulat, asli maupun dalam pecahan yaitu: 1) Sifat identitas

Sifat identitas dari suatu perkalian ialah apabila terdapat perkalian 1 (satu), maka hasilnya bilangan itu sendiri. Sifat identitas pada perkalian diberlakukan . Sebagai contoh yaitu perkalian 2) Sifat Pertukaran (komutatif)

Sifat pertukaran terjadi apabila terdapat dua bilangan cacah yang dikalikan hasilnya tidak akan berubah jika letak kedua bilangan perkalian tersebut dipertukarkan. Sifat komunikatif pada perkalian diberlakukan . Sebagai contoh yaitu , maka hasilnya sama-sama 8.

3) Sifat Pengelompokan (Asosiatif )

Sifat pengelompokan terjadi apabila hasil dari perkalian sama meskipun dikerjakan dari mana saja. Dalam sifat pengelompokan perkalian dan berlaku Misalkan nilai dan berturut turut adalah 1, 2 dan 3, yaitu :


(33)

(1 2) 3 = 1 (2 3) 2 3 = 1 6 6 = 6

4) Sifat Penyebaran (Distributif)

Sifat penyebaran dalam perkalian dapat dinyatakan atau Sebagai contoh nilai beturut-turut adalah 4, 3 dan 2, maka dapat dirumuskan sebagai berikut:

= = =

=

2. Teknik Cross-line pada Perkalian a. Pengertian Teknik Cross-line

Sebagai seorang guru dalam menjalankan aktivitas sehari-hari dengan melaksanakan pembelajaran harus menentukan metode yang akan digunakan. Agar dalam proses pembelajaran, siswa dapat belajar dengan efektif, efisien dan tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik, maka seorang guru harus mempunyai strategi dalam memilih model, metode, dan teknik yang tepat.

Teknik merupakan penjabaran dari sebuah metode pembelajaran. Teknik adalah cara yang dilakukan seseorang dalam rangka mengimplementasikan suatu metode.30

Menurut tim KBBI, teknik adalah metode atau sistem mengerjakan sesuatu, cara membuat atau seni melakukan sesuatu.31 Sedangkan menurut Iwan, teknik pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang

30

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2013), cet 10, h. 127

31


(34)

ditempuh/dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode dengan spesifik.32

Penggunaan teknik dalam kegiatan pembelajaran memiliki fungsi untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan bagi siswa memperoleh kemudahan dalam mempelajari materi atau konsep yang disampaikan oleh guru. Mengajar pelajaran matematika pada anak sekolah dasar ini perlu dibutuhkan kesabaran, penggunaan metode dan seni tersendiri dalam menarik minat siswa dalam belajar.

Salah satu teknik pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru dalam pembelajaran matematika yaitu pada materi perkalian adalah teknik cross-line. Dalam pembelajaran konsep perkalian dengan menggunakan teknik

cross-line merupakan salah satu cara yang efektif dalam menghitung perkalian dengan jumlah bilangan yang lebih dari dua. Teknik cross-line

mampu mengembangkan otak secara seimbang. Dengan penggunaan garis-garis yang disilangkan memudahkan siswa dalam menghitung perkalian daripada dengan metode menghafal.

Teknik cross-line adalah suatu teknik dengan menghitung titik persilangan pada garis, seperti menggambar garism mendatar dan garis tegak yang nantinya disilangkan, lalu diberikan tanda titik pada persilangan garis tersebut dan dihitung banyak titik sebagai hasil perkaliannya.33 Metode perkalian cross-line pada dasarnya adalah “mewakilkan” angka yang akan

dikalikan dengan garis.

b. Langkah-langkah Teknik Cross-line

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa teknik cross-line pada dasarnya

adalah “mewakilkan”. Yaitu mewakilkan angka yang akan dikalikan melalui garis. Satu satuan angka akan diwakilkan dengan satu garis.

32

Iwan Purwanto, Modul Pembelajaran Ilmu Sosial, (Jakarta:FITK UIN Syarif Hidayatullah,2014), h.97.

33


(35)

Adapun langkah-langkah dalam penggunaan teknik cross-line yaitu: 1) Perkalian satuan dengan satuan

Perkalian satuan dengan satuan dalam penggunaan teknik cross-line, hasil perkalian dapat diketahui dari jumlah persilangan garis horizontal (mendatar) dan vertikal (tegak). Garis horizontal mewakilkan perkalian pertama dan garis vertikal mewakilkan perkalian kedua. Sebagai contoh perkalian 5 4. Angka 5 diwakilkan dengan garis horizontal dan angka 4 diwakilkan dengan garis vetikal, dari persilangan garis horizontal dan vertikal tersebut dapat diketahui hasil perkalian dari 4 5 = 20.

Gambar 2.1.

Perkalian Satuan dengan Satuan

keterangan :

= mewakilkan angka 5 = mewakilkan angka 4 = hasil persilangan garis 2) Perkalian satuan dengan puluhan

Untuk menentukan nilai tempat pada persilangan pertama dapat diketahui bahwa hasil pertama berupa puluhan. Sebagai contoh yaitu perkalian 63 8 = …

langkah :


(36)

b) 3 garis horizontaal dibagian bawah dengan sedikit terpisah pada garis sebelumnya

c) Buat 8 garis vertikal dengan menyilang garis horizontal yang telah dibuat.

d) Setelah dibuat garis horizontal dan vertikal dapat diketahui bahwa hasil perkalian dari 93 8 yaitu sebagai berikut :

 60 (puluhan) 8 (satuan), hasil persilangan berjumlah 48, karena perkalian tersebut perkalian puluhan dengan satuan maka hasil yang didapat berupa puluhan, dari hasil tersebut dapat dikali dengan 10 (mendapat imbuhan angka 0)

 3 (satuan) 8 (satuan), hasil persilangan dari 3 dan 8 berjumlah 24. Hal ini berarti 20 (puluhan) + 4 satuan

 Maka hasil dari persilangan tersebut adalah :

Gambar 2.2

Perkalian Satuan dengan Puluhan

3) Perkalian puluhan dengan puluhan

Dalam menentukan hasil perkalian puluhan dengan puluhan, sebagai contoh yaitu perkalian 26 32. Langkah dalam membuat garis persilangan yaitu:


(37)

a) Untuk angka 26 dibuat 2 garis horizontal dibagian atas dan 6 garis horizontal dibagian bawah dengan sedikit terpisah.

b) Untuk angka 32 dibuat 3 garis vertikal dengan menyilang garis horizontal 2 dan 6 di bagian kiri dan 2 garis vertikal di sebelah kanan dengan sedikit terpisah.

c) Untuk menentukan nilai tempat dalam hasil perkalian 26 32 yaitu sebagai berikut :

 Perkalian 20 (puluhan) 30 (puluhan) = ratusan.

Nilai ratusan diwakili dengan kumpulan persilangan dibagian kiri atas yaitu berjumlah 6, maka 6 dalam nilai ratusan 6 100 = 600. Karena nilai tempat pertama ratusan maka nilai tempat selanjutnya puluhan dan satuan.

 Perkalian 20 (puluhan) 2 (satuan) = puluhan

Nilai puluhan 20 2 diwakili dengan kumpulan persilangan

bagian kanan atas yaitu berjumlah 4, dalam nilai puluhan berarti 4 10 = 40

 Perkalian 6 (satuan) 30 (puluhan) = puluhan

Nilai puluhan 6 30 diwakili dengan kumpulan persilangan bagian kiri bawah yaitu berjumlah 18, dalam nilai puluhan, berarti 18 10 = 180

 Perkalian 6 (satuan) 2 (satuan) = satuan

Nilai satuan 6 2 dapat dilihat dari kumpulan persilangan bagian kanan bawah yaitu berjumlah 12. Angka 12 berarti 10 (puluhan) + 2 (satuan)

d) Maka hasil perkalian 26 32 dengan metode cross-line garis yaitu:


(38)

Gambar 2.3

Perkalian Puluhan dengan Puluhan

4) Perkalian ratusan dengan satuan

Pada perkalian ratusan dengan satuan, sebagai contoh adalah perkalian 132 6. Sama seperti perkalian sebelumnya, langkah-langkahnya yaitu:

a) Untuk mewakili angka 132, dibuat 1 garis horizontal dibagian atas, 3 garis horizontal di bagian bawah garis 1dengan sedikit terpisah, dan 2 garis horizontal dibawah garis 3 dengan sedikit terpisah.

b) Untuk mewakili angka 6, dibuat 6 garis vertikal dengan menyilang garis horizontal.

c) Untuk menentukan nilai tempat pada perkalian 132 6 = (100 + 30 + 2) (6) yaitu sebagai berikut :

 100 (ratusan) 6 (satuan) = ratusan

Nilai ratusan diwakili dengan kumpulan persilangan pada garis horizontal dan vertikal paling atas, yaitu berjumlah 6. Nilai ratusan 6 berarti 6 100 = 600

 30 (puluhan) 6 (satuan) = puluhan

Nilai puluhan diwakili dengan kumpulan persilangan garis horizontal dan vertikal pada bagian dalam (tengan), yaitu berjumlah 18. Nilai puluhan 18 berarti 18 10 = 180


(39)

Nilai satuan diwakili dengan kumpulan persilangan garis horizontal dan vertikal terakhir (bagian bawah) yang berjumlah 12. Nilai satuan dari 12 berarti 10 + 2

d) Maka hasil perkalian dari 132 6 dengan metode cross-line yaitu:

Gambar 2.4

Perkalian Ratusan dengan Satuan

c. Syarat dalam Penggunaan Teknik Cross-line

Suatu model, metode, ataupun teknik dalam suatu pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekurangan, begitu pula dengan teknik cross-line. Menurut Auliya, teknik cross-line dapat digunakan kapan saja, dimana saja, dan untuk siapa saja, teknik ini menarik karena ada unsur menggambar garis dan titik, sederhana dan mudah (tidak rumit), dan teknik ini dapat menarik minat anak dalam belajar matematika karena penggunaannya sambil bermain, serta mengembirakan anak saat digunakan.34 Dalam penggunaan teknik cross-line ini tidak bisa atau sulit digunakan bagi anak yang belum bisa berhitung dengan baik.

Untuk lebih terperinci, maka kelebihan dari penggunaan teknik cross-line antara lain:

34


(40)

1) Siswa tidak perlu menghafal dalam menyelesaikan perhitungan perkalian, meskipun dalam perkalian dasar sekalipun

2) Metode cross-line mengunakan cara visual dalam pengerjaannya, sehingga dapat mudah dilihat dan difahami oleh siswa

3) Metode cross-line hanya mengharuskan siswa untuk menghitung saja. Dalam menghitung dengan teknik cross-line ketika dalam menghitung bilangan yang lebih besar penyusunan garis akan semakin banyak, sehingga mengakibatkan proses perhitungannya juga menjadi lebih lama dan sedikit membingungkan

3. Teknik Bersusun pada Perkalian

a. Pengertian dan Langkah-langkah Teknik Bersusun

Selama ini pembelajaran matematika menggunakan metode konvensional dalam memahami dan menguasai matematika konsep perkalian pada khususnya, terutama perkalian pada bilangan dasar antara 1 sampai 10 dilakukan dengan metode menghafal/hafalan. Sedangkan teknik yang digunakan pada angka yang lebih tinggi menggunakan teknik perkalian bersusun. Adapun perkalian dengan teknik perkalian bersusun yaitu :

1) Perkalian dengan satu bilangan

Langkah pertama perkalian dengan satu bilangan pada teknik bersusun yaitu mengalikan bilangan pengali yang nilai tempat bilangannya paling kecil terlebih dahulu dengan angka yang dikalikan. Selanjutnya mengalikan angka yang dikali dengan angka pengali yang nilai bilangannya lebih besar.

Contoh perkalian dengan satu bilangan pada teknik bersusun yaitu:

Dari contoh tersebut, dalam pengerjaannya terlebih dahulu mengalikan , hasinya ditulis dibawah garis kali yaitu angka 3, sedangkan angka 6 disimpan dahulu. Selanjutnya mengerjakan perkalian


(41)

. Hasil perkalian dari yaitu 45 ditambahkan dengan angka 6 yang disimpan sebelumnya, hasilnya menjadi 51 dan ditulis di depan angka 3 hasil perkalian 7 , sehingga menjadi 513. Jadi hasil dari perkalian 57 adalah 513.

2) Perkalian puluhan dengan puluhan

Contoh perkalian dengan dua bilangan yaitu:

Dari contoh tersebut, langakah pengerjaanya yaitu: Perkalian angka 5

Perkalian dengan angka 5, pertama perkalian , dari hasil yang diperoleh ditulis nilai bilangan satuannya yaitu 0, ditulis di bawah garis kali, lurus dengan angka 5. Untuk hasil yang bernilai puluhan disimpan.

Selanjutnya perkalian , hasil dari , yaitu 10 ditambahkan dengan hasil yang benilai puluhan dari perklalian , yaitu 4, jadi hasilnya 14. Tulis angka 14 di depan angka 0, sehingga menjadi 140.

Perkalian angka 3

Hasil pada perkalian angka 3 Pertama, perkalian , dari hasil yang diperoleh ditulis bilangan satuannya dahulu yaitu 4 ditempatkan pada baris kedua lurus dengan angka 3. Sedangkan hasil dengan nilai puluhan yaitu angka 2 disimpan.

Selanjutnya perkalian , hasil dari perkalian tersebut karena berupa nilai satuan maka ditambahkan dengan hasil dari perkalian perkalian yang disimpan yaitu angka 2, maka hasilnya menjadi 8 ditulis didepan angka 4, sehingga angkanya menjadi 84. Setelah selesai perkalian buat garis penjumahan dibawahnya yaitu:


(42)

Dari contoh di atas, maka dapat diketahui hasil perkalian dari adalah 980.

b. Syarat dalam Penggunaan Teknik Bersusun

Jika dilihat dari langkah-langkah perkalian bersusun di atas, meskipun metode konvensional dengan teknik perkalian bersusun cukup sederhana dan mudah, akan tetapi pada kenyataannya masih banyak siswa sekolah dasar yang masih mengalami kesulitan dalam melakukannya. Dengan penggunaan teknik bersusun berarti siswa harus hafal perkalian 1 sampai 10 atau menguasai daftar perkalian. Sehingga dengan penggunaan teknik bersusun ini dapat dikatakan hanya menekankan tuntutan kurikulum dengan tidak menumbuhkembangkan aspek kemampuan peserta didik.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Ada beberapa penelitian yang relevan yang telah dilakukan oleh para peneliti tentang penggunaan metode pembelajaran terhadap pemahaman konsep matematika diantaranya :

1. Elisa Arisandi dengan penelitiannya yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan Operasi Perkalian untuk Anak Diskalkulia Melalui Metode Garismatika pada Kelas IV SD Negeri 09 Kota Luar Kecamatan Pauh

Padang”. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa kemampuan operasi perkalian yang hasil bilangannya dua angka untuk anak diskalukia setelah anak diberikan perkalukan dengan menggunkan metode garismatika dengan presentase 100% dimana sebelumnya hanya mencapai 40%. Maka


(43)

dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan operasi perkalian untuk dislakulia dengan menggunakan garismatika.35

2. Wahyu Amrullah dengan penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Metode Tipot (Titik Potong) dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa Kelas IV SDN 2 Paniis dan SDN 1 Paniis Kecamatan Pasawahan Kabupaten

Kuningan”. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa terdapat perbedaan

rata-rata pretes dan postes pada kelas eksperimen dengan hasil dimana dan . Sehingga H0 ditolak atau H1 diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa metode Tipot dapat meningkatkan pemahaman siswa kelas IV pada materi perkalian secara signifikan.36

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti tersebut, dapat diketahui bahwa teknik cross-line memiliki definisi yang sama dengan garismatika dan tipot (titik potong) dengan istilah yang berbeda. Pada penelitian ini, teknik cross-line tidak hanya digunakan untuk mengetahui peningkatkan operasi perhitungan pada perkalian saja akan tetapi untuk meneliti terhadap pemahaman matematika pada materi perkalian dengan pembelajaran yang lebih variasi sehingga menarik minat belajar siswa.

C. Kerangka Berpikir

Secara grafis pemikiran yang dilakukan oleh peneliti dapat digambarkan dengan bentuk diagram sebagai berikut:

35

Elisa Arisandi, Meningkatkan Kemampuan Operasi Perkalian untuk Anak Diskalkulia Melalui Metode Garismatika, 2016, (ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu/articl.3106

36

Wahyu Amrullah, Pengaruh Metode Tipot (Titik Potong) dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa Kelas IV SDN 2 Paniis dan SDN 1 Paniis Kecamatan Pasawahan Kabupaten Kuningan, 2016 (online), ejournal.respository.upi.edu53723s_pgsd.


(44)

D. E.

Bagan 2.1

Kerangka Berpikir Pemahaman Konsep Pada Pembelajaran Perkalian

Pemahaman konsep merupakan kemampuan mengklasifikasikan konsep dan mengimplementasikan konsep tersebut dalam contoh lain dengan ide atau pikiran sendiri disertai dengan alasannya. Dalam pembelajaran matematika, pembelajaran yang lebih ditekankan adalah pemahaman konsep. Agar konsep matematika yang disampaikan dapat dipahami dengan baik oleh siswa, maka guru matematika harus memiliki metode yang tepat dalam menyampaikan konsep matematika.

Permasalahan yang terjadi selama proses pembelajaran yaitu siswa hafal dengan suatu konsep akan tetapi siswa tidak dapat menerapkan suatu konsep dalam contoh lain terutama dalam hal perkalian. Begitu pula kebiasaan guru yang memberikan pembelajaran sacara baku tanpa menjelaskan pembentukan konsep tersebut.

Salah satu metode yang mempermudah dalam meyampaikan konsep matematika ialah dengan menggunakan teknik cross-line (garis silang). Dengan menggunakan teknik cross-line, siswa lebih mudah dalam memahami materi atau konsep yang diberikan. Selain itu mempermudah dalam penyeleseaian soal perkalian.

Pembelajaran perkalian

Menggunakan teknik

cross-line

Menggunakan perkalian bersusun

Pengaruh terhadap pemahaman konsep


(45)

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, kajian teori dan kerangka pikir yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan hipotesis terhadap masalah yang dikaji yaitu terdapat pengaruh penggunaan teknik

cross-line terhadap pemahaman konsep matematika siswa pada materi perkalian.


(46)

32

BAB III

METODOLOGI PENENLITIAN

A.Tempat dan Waktu Penelitan

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian ini dilaksanakan di SDN Cempaka Putih 01 Kecamatan Ciputat Tangerang Selatan.

2. Waktu Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada semester ganjil, bulan Agustus tahun ajaran 2016-2017

B.Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah metode kuasi eksperimen dan rancangan yang digunakan adalah The Pretest-Posttest Control Group Design. Kelas yang diteliti dibagi menjadi menjadi dua kelompok. kelas eksperimen yang diberi perlakuan dengan teknik cross-line dan kelas kontrol dengan metode konvensional yaitu dengan teknik perkalian bersusun. Sebelum diberikan perlakuan, kedua kelas dilakukan pretest untuk mengetahui sejauh mana kemampuan pemahaman dasar siswa pada konsep yang bersangkutan yaitu konsep perkalian. Kemudian masing-masing kelas diberikan perlakuan. Setelah itu dilakukan kembali posttest untuk mengetahui kemampuan pemahaman siswa terhadap konsep perkalian. Adapun rancangan penelitian tersebut dinyatakan dalam tabel 3.1 berikut :

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian

The Pretest-Posttest Control Group Design

Kelompok Pretest Perlakuan Posttest

E Y1 XE Y2


(47)

Keterangan :

E : Kelas eksperimen K : Kelas kontrol

Y1 : Tes awal (pre test) untuk kelas eksperimen dan kontrol Y2 : Tes akhir (post test) untuk kelas eksperimen dan kontrol XE : Perlakuan teknik cross-line pada kelas eksperimen XK : Perlakuan teknik besusun pada kelas kontrol

C.Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/ subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulan.1 Jadi populasi merupakan keseluruhan objek yang menjadi sumber data dalam pelaksanaan penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas III SDN yang terdapat di kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur Tangerang Selatan pada semester ganjil tahun ajaran 2016 - 2017

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari suatu populasi, yaitu sebagai contoh yang diambil dengan menggunakan cara-cara tertentu.2 Sampel penelitian ini ditentukan dengan teknik Purposive Sample. Teknik ini digunakan untuk menentukan sampel berdasarkan tujuan tertentu.3 berdasarkan teknik sampling tersebut maka sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas III SDN Cempaka Putih 01 Kecamatan Ciputat Timur Tangerang Selatan, yaitu kelas eksperimen yang diterapkan teknik cross-line dalam pembelajarannya yaitu kelas III A dan kelas kontrol yang diterapkan teknik bersusun yaitu kelas III B.

1

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung :Alfabet, 2009), h.80

2

S. Margono, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), h. 121 3


(48)

D.Instrumen Penelitian

Instrumen tes yang digunakan dalam mengukur kemampuan pemahaman konsep matematika materi perkalian adalah tes subjektif dalam bentuk uraian. Pemilihan bentuk soal uraian didasarkan pada pertimbangan bahwa tipe soal uraian dapat mengetahui siswa yang benar-benar dapat memberikan jawaban yang baik dan benar dan mengetahui sejauh mana siswa mendalami suatu masalah yang diteskan tanpa memberi kesempatan untuk berspekulasi atau untung-untungan. Dengan demikian diharapkan hasil evaluasi tidak biasa sehingga dapat menggambarkan kemampuan siswa yang sebenarnya.

Instrumen tersebut diujicobakan terlebih dahulu sebelum instrumen digunakan. Soal tersebut dapat dikatakan memenuhi syarat soal yang baik dapat diketahui dengan melakukan pengujian validitas, daya pembeda soal, taraf kesukaran dan realibilitas.

Tes pemahaman konsep matematika pada materi perkalian berupa tes uraian yang terdiri dari 20 butir soal dengan kompetensi dasar melakukan perkalian yang hasilnya bilangan tiga angka dan pembagian tiga angka. Adapun kisi-kisi instrumen instrumen pemahaman konsep perkalian yaitu:

Tabel 3.2

Kisi-Kisi Instrumen Tes Pemahaman Konsep Perkalian

No Indikator Soal

Indikator Pemahaman Jml Soal Translation (menerjemahkan) Interpretasion (menjelaskan) Ekstrapolation (perluasan) 1. Megubah

gambar ke dalam bentuk perkalian 1* 2 3 3

2. Mengubah perkalian dengan penjumlahan berulang

4a*

4b* 2

3. Menghitung perkalian satuan dengan satuan

7a*

8a* 2

4. Menghitung


(49)

puluhan dengan satuan

8b* 5. Menghitung

perkalian

puluhan dengan puluhan

7c*

8c 2

6. Menghitung perkalian secara komutatif

5a*

5b* 2

7. Menghitung perkalian secara asosiatif

6a

6b* 2

8 Menghitung perkalian secara distributif

6c 1

Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan perkalian 9* 10* 11* 12* 4

Jumlah 5 11 4 20

Ket * = instrumen yang valid

E.Analisis Instrumen

Sebelum instrumen digunakan dalam penelitian, instrumen tersebut diujicobakan terlebih dahulu. Soal tersebut dapat dikatakan memenuhi syarat soal yang baik dapat diketahui dengan melakukan pengujian validitas, daya pembeda soal, taraf kesukaran dan realibilitas.

1. Pengujian Validitas

Validitas merupakan keadaan yang menggambarkan tingkat instrumen yang bersangkutan mampu mengukur apa yang hendak diukur. Suatu tes dikatakan mempunyai validitas yang tinggi (valid) apabila tes tersebut dapat mengukur apa yang sebenarnya akan dikukur. Hal tersebut


(50)

sebagaimana yang diungkapkan oleh Cronbach yaitu “how well a test or

evaluative technique does the job that it is employed to do”4

Adapun rumus yang digunakan untuk mengukur validitas instrumen

adalah denga rumus korelasi “product moment” dengan angka kasar yaitu:

∑ ∑ ∑

√ ∑ (∑ } ∑ ∑

Keterangan:

Rxy : Korelasi antara variabel X dan variabel Y

n : Banyak siswa X : Skor butir soal Y : Skor total

Untuk mengetahui valid atau tidaknya suatu butir soal (item), maka

dibandingkan dengan product moment dengan

Jika maka soal tersebut dinyatakan tidak valid dan jika

maka soal tersebut dinyatakan valid.

Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan, diketahui bahwa 15 butir soal dinyatakan valid dari 20 butir soal yang diujicobakan. Untuk perhitungan validitas secara lengkap dapat dilihat pada lampiran.

2. Realibilitas

Realibilitas berasal dari kata realibility yang berarti sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya.5 Dalam kata lain, realibilitas instrumen memberikan hasil yang tetap atau ajeg dalam perubahannya. Tingginya realibilitas dapat dilihat dari besarnya ketetapan atau keajegan instrumen.

4

Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evalusasi Pembelajaran, (Bandung: Rosda Karya, 2010), h. 138

5

Sudaryono, Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h.155


(51)

Uji realibilitas dilakukan dengan cara menghitung koefisien realibilitas, rumus yang digunakan untuk mencari koefisien relibilitas tes uraian menggunakan rumus Alpha, yaitu:

dengan

∑ (∑ )

Keterangan:

r

11 : Reabilitas yang dicari

n : Banyaknya butir pertanyaan atau soal yang valid

∑ : Jumlah Varians skor tiap-tiap item : Varians total

N : Banyaknya siswa6

Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan pada 15 butir soal yang valid diperoleh nilai realibilitas sebesar 0,90. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.

3. Tingkat Kesukaran

Uji tingkat kesukaran butir soal bertujuan untuk mengetahui bobot soal yang sesuai dengan kriteria perangkat soal yang diharuskan untuk mengukur tingkat kesukaran. Semakin besar indeks tingkat kesukaran yang diperoleh dari hasil hitungan, berarti semakin mudah soal itu. Untuk mengetahuinya digunakan rumus sebagai berikut:

P

Keterangan:

P : Indeks kesukaran

B : Jumlah siswa yang menjawab soal dengan benar JS : Jumlah seluruh siswa peserta tes7

6

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2015), h.122.

7


(52)

Tolak ukur untuk menginterpretasikan taraf kesukaran tiap butir soal digunakan klasifikasi indeks kesukaran sebagai beikut:8

Tabel 3.3

Klasifikasi Indeks Kesukaran

Klasifikasi Indeks Kesukaran keterangan

0,71 – 1,00 mudah

0,31 – 0,71 sedang

0,00 – 0,30 sukar

Berikut kriteria tingkat kesukaran butir soal berdasarkan hasil analisis pada soal yang diujicobakan :

Tabel 3.4

Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal

Kriteria No Soal jumlah

Mudah 1, 7, 8,11, 4

Sedang 3, 4, 5, 6, 9, 10, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18,19, 20 15

Sukar 2 1

Jumlah 20

Berdasarkan Tabel 3.5, hasil perhitungan indeks kesukaran butir soal diperoleh 4 soal dengan kriteria mudah,15 dengan kriteria sedang dan 1 butir soal dengan kriteria sukar. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.

4. Daya Pembeda

Daya pembeda merupakan kemampuan suatu butir soal dapat membedakan antara peserta didik yang telah menguasai materi yang ditanyakan dan peserta didik yang belum menguasai materi yang ditanyakan.9

8

Ibid., h. 225. 9

Sudaryono, Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h. 178.


(53)

Uji daya pembeda soal bertujuan untuk mengetahui kemampuan soal dalam membedakan kemampuan siswa. Angka menentukan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi yang berkisar 0,00 – 1,00. Untuk mengetahuinya digunakan rumus berikut:

Keterangan:

DP : Daya pembeda

: Jumlah skor kelompok atas yang menjawab benar : Jumlah skor kelompok bawah yang menjawab benar : Jumlah skor maksimum kelompok atas yang seharusnya : Jumlah skor maksimum kelompok

:

Indeks kesukaran

:

Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

:

Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar10

Butir-butir soal yang baik adalah butir-butir soal yang mempunyai indeks diskriminasi 0,4 – 0,7. Adapun indeks daya pembeda yaitu sebagai berikut :

Tabel 3.5 Indeks Daya Pembeda Daya Beda Soal Keterangan

0,00 – 0,20 Jelek

0,21 – 0,40 Cukup

0,41 – 0,70 Baik

0,71 – 1,00 Baik Sekali

Berikut kritesia daya pembeda berdasarkan hasil analisis pada butir soal yang diujicobakan:

10

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2015), h.228-229.


(54)

Tabel 3.6

Hasil Analisis Daya Pembeda

Kriteria Nomor Soal Jumlah

Baik sekali 14, 17 2

Baik 1, 5, 9, 10, 12, 13, 15, 18, 19, 20 10

Cukup 4, 6,7, 8, 11, 16 6

Jelek 2, 3 2

Jumlah 20

Berdasarkan Tabel 3.6, perhitungan uji daya pembeda diperoleh 2 butir soal dengan kriteria baik sekali, 10 butir soal dengan kriteria baik, 6 butir soal dengan kriteria cukup dan 2 butir soal dengan kriteria jelek. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji-t, yaitu tes statistik yang digunakan untuk menguji perbedaan atau kesamaan dua kondisi/perlaukan atau dua kelompok yang berbeda dengan membandingkan rata-rata (mean) kedua kelompok atau perlakuan tersebut.11 Sebelum menghitung Uji-t, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis data yaitu uji normalitas dan uji homogenitas.

1. Uji Prasyarat a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dapat dihitung menggunakan Chi-Kuadrat.

Adapun langkah-langkah dalam menguji normalitas data adalah sebagai berikut :

11

Anas Sujono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), cet 23, h. 278


(55)

1) Perumusan hipotesis

H0 : sampel berasal dari populasi distribusi normal

H1 : sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal 2) Data dikelompokan ke dalam distribusi frekuensi

3) Menentukan populasi ke-j (Pj)

4) Menentukan 100Pj yaitu presentase luas interval ke-j dari suatu distribusi normal melalui transformmasi ke skor baku ̅

5) Menghitung nilai hitung melaluirumus sebagai berikut:

6) Menentukan tabel pada derajat bebas (db) = k-3,dimana k banyaknya kelompok

7) Kriteria pengujian

Jika tabel maka Ho diterima Jiak tabel maka Ho ditolak

8) Kesimpulan

tabel : Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal tabel : Sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak

normal.12

Uji normalitas data pretest maupun posttest yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Shapiro Wilk pada program SPSS statistic22 dengan taraf signifiaknsi 5% ( ). Cara mengetahui signifikansi atau tidaknya adalah dengan memperhatikan bilangan pada kolom signifikansi (Sig.). Jika signifikansi yang diperoleh , maka sampel tersebut berdistribusi normal dan jika signifikansi yang diperoleh , maka sampel tidak berdistribusi normal.13

12

Kadir, Statistika Terapan Konsep, Contoh, dan Analisis Data dengan Program SPSS/Lisarel dalam Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), h. 149.

13


(56)

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data sampel berasal dari populasi yang variannya sama. Adapun rumus yang digunakan dalam uji homogenitas yaitu :14

dengan

∑ ∑

Keterangan :

F = homogenitas

=

deviasi standar data varians terbesar

=

deviasi standar data varians terkecil

=

varians besar

=

varians kecil

Adapun kriteria pengujian uji F adalah sebagai berikut :

1) Jika Fhitung < Ftabel, maka H1 diterima dan H0 ditolak (data memiliki varians homogen)

2) Jika Fhitung > Ftabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak (data tidak memilki varians homogen)

Dalam penelitian ini, uji homogenitas didapat melalui program

SPSS Statistic 22. Uji homogenitas data menggunakan test of homogeneity of variance. Untuk mengetahui signifikansi atau tidak, dapat dilihat pada kolom signifikansi (Sig.) yang terdapat bilangan yang menunjukan signifikansi yang diperoleh. Jika signifikansi yang diperoleh > , maka varians sampel homogen. Sedangkan jika signifikansi yang diperoleh < , maka varians tidak homogen. Untuk menguji hipotesis, jika pada Uji Normalitas diperoleh bahwa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berasal dari populasi yang

14

Sudaryono, Aplikasi Statistika untuk Penelitian, (Jakarta: Lentera Ilmu Cendekia,2014), h. 251


(57)

berdistribusi normal, maka digunakan Uji -t dengan taraf sisignifikan α = 0.05. rumus Uji -t yang digunakan yaitu:

1. Jika varian populasi heterogen

̅ ̅

2. Jika varian populasi homogen

̅ ̅

dengan ( )

Keterangan:

̅ = Nilai rata-rata hasil belajar kelompok eksperimen ̅ = Nilai rata-rata hasil belajar kelompok kontrol

nE = Jumlah sampel kelompok eksperimen

nk = Jumlah sampel kelompok kontrol = Varians kelompok eksperimen = Varians kelompok kontrol

Kriteria penerimaan pada uji t dengan derajat keyakinan 95%, dan dk = (n1 + n2 - 2) adalah sebagai berikut:

a) Jika thitung< ttabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak. b) Jika thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima.

Sedangkan jika pada uji normalitas diperoleh bahwa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka untuk menguji hipotesis digunakan uji statistik non-parametrik. Adapun jenis uji statistik non-parametrik yang digunakan pada penelitian ini adalah uji Mann-Whitney (uji -U) untuk sampel besar dengan

taraf signifikan α = 0,005. Rumus uji Mann-Whitney (uji U) yang digunakan yaitu:


(58)

dengan

dan

keterangan:

:

Nilai rata-rata

: Nilai simpangan baku

: Banyak anggota kelompok 1 n2 :Banyak anggota kelompok 2

Pada penelitian ini, uji hipotesis mengunakan uji Independent Sampel T- Test pada program SPSS Statistic 22. Sebelum menggunakan uji Independent Sampel T- Test terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas pada nilai pretest dan posttest pada kelas eksperimen dan kontrol. Jika data berdistribusi normal, maka untuk mengetahui diterima atau ditolaknya H0 adalah dengan melihat bilangan pada kolom Sig. (2-tailed). Jika nilai pada Sig. (2-tailed) > , maka H0 diterima, sedangkan apabila nilai pada Sig. (2-tailed) < , maka H0 ditolak.15 Apabila salah satu atau kedua kelas tidak normal maka menggunakan perhitungan uji statistik non-parametrik dengan uji-U (Mann-Whitney U) pada SPSS Statistic 22.

G.Hipotesis Statistik

Secara statistik hipotesis dinyatakan sebagai berikut: H0 : µA = µB

H1 : µA > µB Keterangan :

H0 = Hipotesis nol, tidak terdapat pengaruh penggunaan teknik cross-line terhadap pemahaman konsep matematika materi perkalian

H1 = Hipotesis alternatif, terdapat pengaruh penggunaan teknik cross-line

terhadap pemahaman konsep matematika materi perkalian

15

Kadir, Statistika Terapan Konsep, Contoh, dan Analisis Data dengan Program SPSS/Lisarel dalam Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), h. 302.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

BIODATA PENULIS

Nur Hidayah (NIM 1112018300060) adalah mahasiswi Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara yang lahir di Cilacap, 04 Oktober 1992. Beralamat di Graha Indah Pamulang Blok B3/14 Jl. Mujair Raya Bambu Apus Pamulang Tangerang Selatan.

Penulis memulai pendidikan di Taman Kanak-kanak PP El- Bayan pada tahun ajaran 1998/1999. Menyelesaiakn Madrasah Ibtidaiyah El- Bayan pada tahun 2004/2005. Madrasah Tsanawiyah El-Bayan pada tahun 2007/2008. Madrasah Aliyah El-Bayan pada tahun 2010/2011. Perguruan Tinggi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) 2016.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Strategi Pembelajaran Aktif dengan Teknik Information Search Terhadap Pemahaman Konsep IPS Peserta Didik Kelas III SDN Karang Tengah 3 Tangerang

0 48 193

Pengaruh pendekatan pemecahan masalah teknik analogi terhadap pemahaman konsep matematika: studi eksperimen pada kelas VIII MTs YASDA

1 16 205

Pengaruh penggunaan alat peraga batang napier terhadap pemahaman konsep perkalian siswa kelas III SD Muhammadiyah 12 Pamulang

11 82 255

Pengaruh Penerapan Teknik Membaca Cepat Terhadap Penemuan Kalimat Utama Pada Siswa Kelas IV SDN Cempaka Putih 1 Kota Tangerang Selatan

0 12 139

PENGGUNAAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP PERKALIAN PADA SISWA KELAS II SDN III POKOH KIDUL WONOGIRI TAHUN 2011

1 8 110

Artikel Publikasi: PENINGKATAN MINAT BELAJAR MATEMATIKA MATERI Peningkatan Minat Belajar Matematika Materi Perkalian Dan Pembagian Metode Dictate (Dmp) Siswa Kelas III Sdn.Banjarsari 01 Tahun 2014/2015.

0 2 12

PENINGKATAN MINAT BELAJAR MATEMATIKA MATERI PERKALIAN DAN PEMBAGIAN METODE DICTATE Peningkatan Minat Belajar Matematika Materi Perkalian Dan Pembagian Metode Dictate (Dmp) Siswa Kelas III Sdn.Banjarsari 01 Tahun 2014/2015.

0 5 17

PENDAHULUAN Peningkatan Minat Belajar Matematika Materi Perkalian Dan Pembagian Metode Dictate (Dmp) Siswa Kelas III Sdn.Banjarsari 01 Tahun 2014/2015.

0 2 5

PENGARUH PERMAINAN SUMO MATEMATIKA TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIKA SISWA PADA KONSEP PERKALIAN BILANGAN ASLI:Studi Eksperimen di Kelas II SDN Kedaleman I Kecamatan Cibeber Kota Cilegon.

0 0 42

PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA KELAS V SD NEGERI RAU KEDUNG JEPARA PADA MATERI PERKALIAN PECAHAN

0 0 5