Proses Risk Assessment dan Keputusan Pembiayaan

10.2.16. Ghalath atau khilaf tidak mengakibatkan batalnya suatu akad kecuali khilaf itu terjadi mengenai hakikat yang menjadi pokok perjanjian sebagaimana disebutkan dalam Pasal 30 KHES. 10.2.17. Ikrah atau paksaan menyatakan bahwa paksaan mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu bukan berdasar pilihan bebasnya sebagai- mana disebutkan dalam Pasal 31 KHES. 10.2.18. Paksaan ikrah dapat menyebabkan batalnya akad apabila pihak yang dipaksa akan segera melaksanakan apa yang diancamkannya karena kondisi jiwa merasa tertekan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 32 KHES. 10.2.19. Taghrirat atau tipuan adalah pembentukan akad melalui tipu daya dengan dalih untuk kemaslahatan, tetapi pada kenyataannya untuk memenuhi kepentingannya sendiri disebutkan dalam pasal 33 KHES. 10.2.20. Suatu pembentukan perjanjian atau akad melalui taghirat penipuan dapat menjadi alasan pembatalan suatu akad. 10.2.21. Gubhn atau penyamaran sebagai suatu keadaan yang tidak imbang antara prestasi dengan imbalan prestasi dalam suatu akad sebagai- mana disebutkan dalam Pasal 35 KHES. 10.2.22. Perjanjian atau Akad MusyarakahberdasarkanPasal 21 KHES harus memenuhi asas: a. Sukarela atau ikhtiyari setiap akad dilakukan berdasarkan kehendak para pihak dan bukan karena keterpaksan; b. Menepati janji atau amanah setiap akad wajib dilaksanakan oleh para pihak; c. Kehati-hatian atau ikhtiyati setiap akad dilakukan dengan per- timbangan yang matang; d. Tidak berubah setiap akad memiliki tujuan yang jelas dan terhindar dari spekulasi; e. Saling menguntungkan setiap akad dilakukan untuk memenuhi kepentingan para pihak sehingga terhindar dari manipulasi; f. Kesetaraan atau taswiyah para pihak yang melaksanakan akad memiliki kedudukan yang setara, memiliki hak dan kewajiban yang simbang; g. Transparansi akad dilakukan dengan pertanggungjawaban para pihak secara terbuka; h. Kemampuan akad dilakukan sesuai kemampuan para pihak; i. Kemudahan atau taisir akad memberi kemudahan bagi masing- masing pihak untuk melaksanakannya; j. Itikad baik akad dilaksanakan dalam rangka menegakkan ke- maslahatan; k. Sebab yang halal akad tidak bertentangan dengan hukum.

10.3. Klausul Identitas, Jumlah, Tujuan, dan Jangka Waktu Pembiayaan Musyarakah

10.3.1. Identitas para pihak termasuk domisilinya, jumlah pembiayaan, tujuan, objek, jangka waktu dalam suatu perjanjian atau akad Musyarakah harus disebutkan secara rinci dan jelas. 10.3.2. Kejelasan mengenai identitas, jumlah, tujuan, dan jangka waktu pembiayaan Musyarakah merupakan hal penting untuk memberi perlindungan hukum kepada kedua belah selama akad berlangsung.

10.4. Klausul Modal

10.4.1. BUSUUSBPRS boleh mengatur mengenai modal yang diberikan dalam bentuk uang tunai, emas, perak, atau yang nilainya sama. 10.4.2. Ketentuan mengenai modal dapat disepakati dalam bentuk aset non tunai seperti barang-barang persediaan, properti, dan lain sebagainya yang terlebih dahulu dinilai dengan metode valuasi yang disepakati oleh para pihak. 10.4.3. Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan.

10.5. Klausul Nisbah Bagi Hasil

10.5.1. BUSUUSBPRS wajib menetapkan nisbah bagi hasil sejak awal akad. 10.5.2. Ketentuan tentang nisbah bagi hasil kepada Nasabah dinyatakan dalam bentuk prosentasi, tidak diperkenankan dalam bentuk jumlah tetap fixed amount sejak masa awal pengikatan perjanjian. 10.5.3. Pembayaran bagi hasil dihitung berdasarkan Nilai Realisasi Pendapatan bukan Nilai Proyeksi Pendapatan. 10.5.4. Pendapatan bagi hasil bagi BUSUUSBPRS ditentukan berdasarkan realisasi pendapatan Musyarakah, investasi BUSUUSBPRS yang terpakai, dan nisbah bagi hasil. 10.5.5. Salah satu pihak boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau persentase itu diberikan kepadanya. 10.5.6. Pembagian keuntungan dapat dilakukan dengan salah satu dari dua cara yaitu dibagi secara proporsional sesuai dengan proporsi modal atau dibagi sesuai kesepakatan tidak berdasarkan proporsi modal.