pelaku industri perbankan syariah serta narasumber terkait. Pengumpulan data dilakukan melalui sumber primer maupun sekunder. Data yang diperoleh
diolah dan dianalisis dengan menggunakan metode yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif.
Data primer diperoleh melalui pengumpulan data yang diperlukan dari bank-bank syariah, sedangkan data sekunder diperoleh melalui literature
review dari berbagai sumber berupa ketentuan fatwa syariah, standar syariah terkait, peraturan perundangan-undangan yang berlaku, standar operasional
dan praktik produk yang terdapat pada Bank, serta hasil riset danatau publikasi lain terkait review yang melengkapi data sekunder, disamping mendukung
proses analisis.
Penyusunan Standar Produk Musyarakah termasuk Musyarakah Mutanaqishah dilakukan dengan memperhatikan masukan stakeholders utama
yaitu para pelaku industri, asosiasi industri, regulatorotoritas, standard setter dan para ahlipakar dalam forum diskusi berupa focus group discussion FGD.
Pihak-pihak yang dilibatkan dalam FGD tersebut adalah Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia DSN-MUI, Dewan Standar Akuntansi
Syariah Ikatan Akuntan Indonesia DSAS-IAI, Komite Pengembangan Jasa Keuangan Syariah KPJKS, beberapa unit kerja terkait di Departemen
Perbankan Syariah, Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia ASBISINDO, dan perwakilan dari bank syariah.
1.5. Pengertian Umum
Syirkah atau Musyarakah berasal dari akar kata dalam bahasa arab, syirkatan mashdarkata dasar dan syarika fiil madhikata kerja yang
berarti mitrasekutukongsiserikat. Secara bahasa, syirkah berarti al-ikhtilath penggabungan atau pencampuran. Secara umum, syirkah dibedakan menjadi
dua yaitu: 1 syirkah amlak kepemilikan, dan 2 syirkah uqud akad. Syirkah
amlak terdiri dari amlak ikhtiari optional dan amlak ijbari otomatismutlak sementara syirkah uqud terdiri dari syirkah amwal hartaaset, syirkah abdan
keterampilan dan syirkah wujuh reputasigood will. Selain dari jenisnya syirkah juga dibagi berdasarkan porsi penyertaan modal yaitu berupa syirkah
inan jika porsi modal para pihak yang bermitra tidak sama, sementara jika masing-masing pihak yang bermitra menyertakan porsi modal dalam jumlah
yang sama hal itu dinamakan syirkah mufawadhah.
Berikut penjelasan terkait jenis-jenis syirkah sebagaimana diterangkan oleh Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh Al Sunnah tersebut:
a. Syirkah Amlak
Syirkah amlak adalah syirkah yang terjadi bukan karena akad, tetapi terjadi karena usaha tertentu ikhtiari atau terjadi secara alamiotomatis ijbari.
Oleh karena itu, syirkah amlak dibedakan lagi menjadi dua macam yaitu: 1 syirkah amlak ikhtiari contoh hal akad hibah, wasiat, dan pembelian.
Maka, dalam syirkah amlak ikhtiari tidak terkandung akad wakalah dan akad wilayah penguasaan dari salah satu syarik kepada syarik lainnya,
dan 2 syirkah amlak ijbari yaitu syirkah antara dua syarik atau lebih yang terjadi karena peristiwa alami secara otomatis seperti kematian. Syirkah
amlak ini disebut ijbari paksamutlak karena tidak ada upaya dari para syarik untuk mewujudkan peristiwa atau faktor yang menjadi sebab terjadinya
kepemilikan bersama. Misalnya kematian seorang ayah merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya pembagian harta di antara ahli waris.
b. Syirkah Uqud
Syirkah Uqud adalah dua pihak atau lebih yang bersepakat untuk menggabungkan harta guna melakukan kegiatan usahabisnis, dan hasilnya
dibagi antara para pihak baik berupa laba maupun rugi. Dalam kitab Fiqih syirkah uqud diklasifikasikan menjadi empat macam: 1 syirkah amwal
inan, 2 syirkah amwal mufawadhah, 3 syirkah abdan, dan 4 syirkah
wujuh. Bahkan Ulama Hanafiah membagi syirkah uqud menjadi enam macam yaitu: 1 Syirkah amwal mufawadhah yaitu kemitraan modal usaha
dari para syarik dengan jumlah modal yang sama, 2 Syirkah amwal inan yaitu kemitraan modal usaha dari para syarik dengan jumlah modal yang
berbeda, 3 Syirkahabdan mufawadhah yaitu kemitraan keterampilan dari para syarik sebagai modal usaha dengan kualitas keterampilan yang sama,
4 Syirkah abdan inan yaitu kemitraan keterampilan dari para syarik sebagai modal usaha dengan kualitas keterampilan yang berbeda, 5 Syirkah wujuh
mufawadhah kemitraan kredibilitas usaha atau nama baikreputasi good will dari para syarik sebagai modal usaha dengan kualitas kredibilitas
yang sama, dan 6 Syirkah wujuh inan kemitraan yaitu kredibilitas usaha atau nama baikreputasi good will dari para syarik sebagai modal usaha
dengan kualitas kredibilitas yang berbeda.
Syarat-syarat syirkah uqud yaitu pertama, qabiliyat al-wakalah yaitu bahwa dalam syirkah uqud terkandung akad wakalah sebab syirkah uqud bertujuan
untuk melakukan bisnis muawadhat yang tidak mungkin dilakukan kecuali jika terdapat akad kuasa dari masing-masing pihak syarik. Kedua,
keuntungan yang diperoleh dalam syirkah uqud harus ditentukan nisbahnya bagi masing-masing syarik. Ketiga, bagian keuntungan bagi masing-masing
syarik tidak boleh dinyatakan dalam jumlah tertentu yang pasti seperti seratus juta atau satu milyar, tetapi dinyatakan dalam nisbah misalnya
60:40, atau 55:45.
Diantara pengembangan transaksi syariah yang berbasis syirkah adalah musyarakah mutanaqishah. Musyarakah mutanaqishah terjadi karena dua
akad yang dijalankan secara pararel. Pertama, antara nasabah dan bank yang melakukan akad musyarakah melalui penyertaan modal dalam pengelolaan
suatu usaha yang akan mendatangkan keuntungan. Hal ini teridentifikasi jelas sebagai syirkah amwal. Kedua, nasabah melakukan usaha dengan modal
bersama yang hasil usahanya dibagi sesuai kesepakatan antara bank dengan
nasabah.Di samping itu, nasabah membeli barang modal milik bank secara berangsur sehingga modal yang dimiliki bank dalam syirkah tersebut secara
berangsur-angsur berkurang berkurangnya modal bank disebut mutanaqishah.
Musyarakah Mutanaqishah memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dari model pembiayaan lainnya pada perbankan syariah.
Karakter utama produk Musyarakah Mutanaqishah adalah sebagai berikut: 1. Hishshah yaitu modal usaha para pihak harus dinyatakan dalam bentuk
hishshah yang terbagi menjadi sejumlah unit hishshah. 2. Konstan yaitu jumlah total nominal modal usaha yang dinyatakan dalam
hishshah tersebut tidak boleh berkurang selama akad berlaku secara efektif.
3. Wad yaitu bank syariah berjanji untuk mengalihkan secara komersial dan bertahap seluruh hishshahnya kepada nasabah.
4. Intiqal al milkiyyah yaitu setiap penyetoran uang oleh nasabah kepada bank syariah, maka nilai yang jumlahnya sama dengan nilai unit hishshah,
secara syariah dinyatakan sebagai pengalihan unit hishshah bank syariah secara komersial, sedangkan nilai yang jumlahnya lebih dari nilai unit
hishshah tersebut, dinyatakan sebagai bagi hasil yang menjadi hak bank syariah.
Seperti yang telah disebutkan, hishshah merupakan salah satu karakter utama musyarakah mutanaqishah. Modal usaha musyarakah mutanaqishah
harus dinyatakan dalam bentuk hishshah dengan alasan yaitu 1 Modal usaha syirkah dari setiap syarik harus digabungkan sedemikian rupa sehingga terjadi
percampuran yaitu menjadi aset syirkah dan tidak boleh dipilah-pilah. 2 Untuk kepentingan pengalihan, hishshah yang telah menjadi aset syirkah tersebut
kemudian dipecah menjadi unit-unit hishshah sebagai cara untuk mempermudah pengalihan sebagaimana proses yang dilakukan dalam sekuritisasi tashkik,
3 Sebagai ilustrasi implementasi musyarakah mutanaqishah, ketika modal syirkah telah digunakan untuk kegiatan usaha dalam bentuk rumahproperti,
maka atas pembayaran angsuran oleh nasabah maka secara bertahap yang dilakukan nasabah kepada bank kepemilikan nasabah semakin dominan dan
porsi kepemilikan bank syariah berkurang.
Obyek Musyarakah Mutanaqishah harus disepakati dan dituangkan secara jelas, baik kuantitas maupun kualitas maluman mawshufan mundhabithan
munafiyan lil jahalah yang mencakup yaitu: a jangka waktu penyerahan obyek pembiayaan Musyarakah Mutanaqishah harus ditentukan secara jelas,
b kuantitas dan kualitas ditetapkan dan disepakati secara jelas, c ketersediaan obyek diketahui dengan jelas paling tidak yaitu sebagian besar obyek
Musyarakah Mutanaqishah dalam bentuk bangunanfisik sudah ada pada saat akad dilakukan, walaupun penyerahan keseluruhannya dilakukan pada masa
yang akan datang sesuai kesepakatan.
Standar Produk
Buku 1
Standar Produk Musyarakah
Bab 2
Pengantar Standar
2.1. Ruang Lingkup Standar
Musyarakah merupakan salah satu jenis kontrak yang diterapkan oleh perbankan syariah. Musyarakah diterapkan melalui mekanisme pembagian
keuntungan serta kerugian profit loss sharing diantara para pihak mitrasyarik melalui metode profit maupun revenue sharing. Porsi pembiayaan dengan akad
Musyarakah saat ini hanya berkontribusi sebesar 22 dari total pembiayaan Perbankan Syariah Indonesia sementara Murabahah sekitar 60. Konsep
profit loss sharing dalam akad Musyarakah merupakan ciri khusus sebagai pembeda antara aktivitas perbankan syariah dengan perbankan konvensional.
Tanggung renteng atas keuntungan dan kerugian yang dialami antara Bank dan Nasabah menjadi kriteria khusus yang dapat menarik jumlah Nasabah
lebih banyak jika Bank mampu mengelola risiko dengan baik.
Akad Musyarakah dapat diaplikasikan dan dikembangkan dalam berbagai bentuk produk pembiayaan baik yang bersifat produktif maupun konsumtif
untuk tujuan modal kerja usaha, investasi maupun konsumsi.
Dalam rangka mewujudkan pelaksanaan setiap aktivitas perbankan syariah yang sesuai dengan prinsip dan standar syariah serta meminimalisir
risiko atas produk Musyarakah maka diperlukan suatu kerangka standar operasional produk yang komprehensif dan konsisten sejalan dengan prinsip
syariah.