3.5.14. Jika salah satu pihak gagal menyediakan sebagian modal yang diperjanjikan berdasarkan waktu yang telah disepakati dalam kontrak,
maka pihak non-default boleh: 3.5.14.1. Merevisi kontrak Musyarakah berdasarkan modal yang secara
nyata telah dibayarkan oleh pihak yang gagal; 3.5.14.2. Mengakhiri kontrak dengan pihak yang gagal; atau
3.5.14.3. Meminta kepada pihak yang gagal untuk membayar ganti rugi atas setiap pengeluaran.
3.5.15. Para pihak bertanggungjawab atas kepemilikan modal bersama serta melaksanakan perannya dengan baik sebagai agen atas pihak lainnya.
3.5.16. Setiap keuntungan atas nilai modal harus dinikmati oleh para pihak berdasarkan proporsi penyertaan modal atau sesuai kesepakatan bersama.
3.5.17. Kerugian modal dibagi secara proporsional berdasarkan proporsi penyertaan modal masing-masing pihak.
3.5.18. Perjanjian Musyarakah boleh meminta suatu syarat agar salah satu pihak menawarkan pembagian modalnya kepada pihak lain berdasarkan
ketentuan yang telah disepakati.
3.5.19. Para pihak boleh menyepakati terjadinya penambahan atau pengurangan modal masing-masing pihak sesuai kesepakatan dalam bentuk
addendum. Konsekuensi atas hal tersebut, para pihak boleh menyepakati untuk mengubah proporsi modal dan rasio pembagian keuntungan.
3.5.20. Modal musyarakah yang digunakan untuk proyek khusus, dimana satu atau lebih dari para pihak juga terlibat dalam beberapa proyek, maka
hanya pengeluaran langsung yang ditujukan untuk proyek khusus tersebut yang diperbolehkan untuk mengurangi modal Musyarakah.
3.6. Standar Plafond Pembiayaan dan FTV
3.6.1. BUSUUSBPRS berhak menentukan batasan plafond pembiayaan yang akan diberikan kepada Nasabah menurut kebijakan BUSUUS
BPRS masing-masing.
3.6.2. Maksimum plafond pembiayaan adalah sesuai kebutuhan namun tidak melebihi collateral coverage jaminan saat pengajuan pembiayaan serta
sesuai standar perhitungan Financing to Value FTV.
3.6.3. Financing to Value FTV adalah perbandingan antara jumlah pembiayaan F dengan harga jual atau hasil penilaian, mana yang lebih rendah V.
3.6.4. Rasio penghitungan Financing To Value FTV dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk memberikan keputusan pembiayaan.
3.6.5. Cara menghitung FTV :
KPR IB FTV =
Mana yang lebih rendah antara harga jual dengan hasil penilaian
3.6.6. Penetapan Financing To Value FTV bertujuan untuk meyakinkan bahwa asetusahaproyek yang dibiayai memiliki nilai agunan yang memadai
yang dapat menutup sisa pembiayaan jika terjadi eksekusi di kemudian hari dan melindungi konsumen atas kewajaran harga jual.
3.6.7. Dalam rangka memenuhi standar FTV, BUSUUSBPRS berhak meminta dokumen-dokumen berikut kepada Nasabah:
3.6.7.1. Surat Pernyataan yang memuat keterangan mengenai fasilitas pembiayaan konsumsi lain yang sudah diterima maupun yang
sedang dalam proses pengajuan permohonan, baik di BUS
UUSBPRS yang sama maupun di BUSUUSBPRS lain. Jika Calon Nasabah tidak bersedia, BUSUUSBPRS berhak
menolak permohonan Nasabah.
3.6.7.2. Surat pernyataan berisi klausula yang berbunyi, Jika Nasabah menyampaikan pernyataan yang tidak benar maka Nasabah
bersedia melaksanakan langkah-langkah yang ditetapkan oleh BUSUUSBPRS dalam rangka pemenuhan standar
Otoritas Jasa Keuangan mengenai FTV
3.7. Standar Manajemen Usaha
3.7.1. Usaha dalam Musyarakah dapat dikelola dengan pilhan sebagai berikut: 3.7.1.1. Manajemen atau pengelolaan oleh semua pihak; atau
3.7.1.2. Manajemen atau pengelolaan oleh salah satu pihak yang berkontrak; atau
3.7.1.3. Manajemen atau pengelolaan oleh pihak ketiga. 3.7.2. Kesepakatan terkait pengelolaan harus dieksekusi berdasarkan akad
wakalah perwakilan, ijarah al ashkhas kontrak kepegawaian atau Musyarakah.
3.7.3. Pengelola oleh salah satu pihak Nasabah boleh diberikan remunerasi danatau setiap insentif atas jasanya sebagai pengelola, selain porsi
bagi hasil yang diterimanya sebagai pihak dalam perjanjian Musyarakah.
3.7.4. Kesepakatan dengan pihak ketiga sebagai pengelola harus dilaksanakan dengan kontrak terpisah.
3.7.5. Pengelola pihak ketiga boleh diberikan perjanjian tersendiri terkait remunerasi danatau setiap insentif atas jasanya yang disepakati oleh
para pihak.
3.7.6. Pihak pengelola bertanggung jawab atas setiap kerusakan yang di- sebabkan oleh kealpaan, kelalaian atau pelanggaran atas kontrak
yang telah disepakati.
3.7.7. Perubahan dan variasi dalam kontrak Musyarakah membawa akibat sepanjang kontrak. Setiap perubahan dan variasinya harus dilakukan
berdasarkan musyawarah mufakat oleh para pihak.
3.7.8. Pengelolaan Usaha dan Keuangan pada kegiatan proyek atau kegiatan usaha yang dibiayai dengan akad Musyarakah, pada prinsipnya harus
mengikuti ketentuan berikut ini: 3.7.8.1. Pihak Pengelola ditunjuk dan disepakati bersama oleh para
Pemilik Modal BUSUUSBPRS dan Nasabah. 3.7.8.2. Rencana anggaran pendapatan dan biaya-biaya jika di-
perlukan serta kelayakan usaha, harus disepakati bersama oleh para Pemilik Modal BUSUUSBPRS dan Nasabah.
3.7.8.3. Kebijakan pembukuan dan perhitungan keuntungan harus disepakati bersama oleh para Pemilik Modal BUSUUSBPRS
dan Nasabah dan BUSUUSBPRS memiliki hak untuk mengadakan pemeriksaan serta pengawasan atas kondisi
keuangan sewaktu-waktu jika diperlukan.
3.7.8.4. Pihak Pengelola wajib memberikan laporan kinerja keuangan sebagai gambaran perbandingan antara realisasi dengan
proyeksi pendapatan.
3.7.9. Kewajiban Nasabah dan BUSUUSBPRS atas pelaporan keuangan dari kegiatan proyek atau usaha yang dibiayai:
3.7.9.1. Nasabah wajib melaporkan Laporan PendapatanPenjualan RevenueSales Report atau Laporan Laba Kotor Gross
Profit Report secara periodik minimal 1 satu bulan sekali sebagai dasar perhitungan bagi hasil. BUSUUSBPRS boleh
meminta Laporan Keuangan jika diperlukan sebagai dual control terhadap Laporan di atas.
3.7.9.2. Laporan PendapatanPenjualan RevenueSales Report diperuntukkan bagi penghitungan bagi hasil dengan metode
Revenue Sharing sementara Laporan Laba Kotor Gross Profit Report diperuntukkan bagi penghitungan bagi hasil dengan
metode Profit Sharing.
3.7.9.3. BUSUUSBPRS akan memeriksa dan menentukan diterima atau tidak diterimanya Laporan PendapatanPenjualan
RevenueSales Report atau Laporan Laba Kotor Gross Profit Report.
3.7.9.4. Jika Laporan dapat diterima BUSUUSBPRS, maka keesokan harinya Rekening Nasabah didebet sesuai dengan Nilai Bagi
Hasil yang menjadi Hak Pendapatan BUSUUSBPRS. 3.7.9.5. Jika Laporan tidak dapat diterima, maka BUSUUSBPRS
harus memberitahukan kesalahannya sehingga Nasabah dapat memperbaiki Laporan PendapatanPenjualan Revenue
Sales Report atau Laporan Laba Kotor Gross Profit Report sesegera mungkin untuk dapat diserahkan kembali pada BUS
UUSBPRS.
3.7.10. Jangka waktu antar proses di atas ditentukan oleh kebijakan masing- masing BUSUUSBPRS.
3.7.11. Dalam hal terjadi keterlambatan penyampaian Laporan Pendapatan Penjualan RevenueSales Report atau Laporan Laba Kotor Gross
Profit Report maka langkah-langkah penanganan yang akan dilakukan mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh masing masing BUSUUS
BPRS.
3.8. Standar Bagi Hasil dan Kerugian
3.8.1. Keuntungan usaha yang diperoleh atas proyekusaha yang dijalankan Nasabah dibagikan kepada BUSUUSBPRS sesuai nisbah bagi hasil
yang disepakati, sementara kerugian ditanggung bersama sesuai proporsi kepemilikan modal masing-masing.
3.8.2. Nisbah bagi hasil harus disetujui para pihak di awal akad, kesepakatan nisbah bagi hasil merupakan rukun yang harus dipenuhi dalam akad.
3.8.3. Nisbah bagi hasil ditentukan berdasarkan Proyeksi Pendapatan yang akan dihasilkan dan tidak harus berdasarkan porsi modal Musyarakah.
3.8.4. Pembayaran bagi hasil ditentukan berdasarkan Nilai Realisasi Pendapatan bukan berdasarkan Nilai Proyeksi Pendapatan.
3.8.5. Pembayaran bagi hasil yang harus dibayarkan Nasabah kepada BUS UUSBPRS tidak boleh ditetapkan dalam jumlah uang yang tetap fixed
amount dan ditetapkan di muka. Penetapan ini akan menyebabkan terjadinya riba.
3.8.6. Bank dapat melakukan revisi Proyeksi Pendapatan paling banyak 1 satu kali untuk Pembiayaan dengan jangka waktu sampai dengan 1
satu tahun, dan boleh 2 dua kali untuk Pembiayaan dengan jangka waktu di atas 1 satu tahun. Standar ini dikecualikan untuk Nasabah
restrukturisasi.
3.8.7. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia DSN-MUI memberikan dua metode yang dapat digunakan sebagai standar dalam
hal penentuan nisbah bagi hasil dalam akad Musyarakah yakni profit sharing dan revenue sharing.