72
D. Kondisi Penggunaan Lahan
Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur No. 181.1SK.1624-Bapp1982 tertanggal 3 Nopember 1982 tentang “Peruntukan Lahan di Wilayah Inti Bandung
Raya bagian Utara”, nampak bahwa KBU diarahkan pada pengembangan pertanian tanaman keras kina, karet, kebun buah-buahan dengan mempertahankan fungsi
hutan yang ada. Secara rinci arahan penggunaan lahan di KBU dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21
. Distribusi Penggunaan Lahan di Kawasan Bandung Utara
Penggunaan Lahan Luas ha
Persen Hutan PPA
Hutan Lindung Hutan Produksi
Hutan ProduksiPerkebunan PerkebunanKebun Campuran
Kebun Campuran Kebun CampuranHortikultura
Hortikultura Aneka Pertanian dan Non Pertanian
55,62 14.725,44
6.384,69 5.314,49
6.266,10 615,82
17,2 1.090,40
4.078,59 0,14
38,2 16,56
13,79 16,26
1,6 0,04
2,83 10,58
Jumlah 38.548,35
100 Sumber: Dinas Tarukim Provinsi Jawa Barat, 2004
Dari data pada Tabel 21 tersebut, arahan penggunaan lahan di KBU diperuntukan bagi hutan baik itu PPA, hutan lindung maupun hutan produksi seluas
25.480,24 ha 68,69 , dan peruntukan lahan untuk pertanian tanaman keras dan hortikultura seluas 7.989,52 ha 20,73 , dan peruntukan aneka pertanian non
tanaman keras dan non pertanian, baik permukiman perkotaan maupun perdesaan serta peruntukan lainnya seluas 4.078,59 ha 10,58 .
Berdasarkan arahan penggunaan lahan berdasarkan SK Gubernur tersebut di atas, maka pengembangan di KBU juga tidak menutup kemungkinan untuk
pengembangan non hutan dan non pertanian tanaman keras yakni untuk permukiman dan lingkungan khusus, seperti untuk kegiatan pariwisata, rekreasi dan ilmiah.
Penggunaan lahan untuk permukiman dilakukan dengan mekanisme perijinan yang lebih ketat.
73
1 Hutan Hutan yang ada di KBU mencakup areal seluas 15.710,32 ha, terdiri dari hutan
produksi tetap dan hutan terbatas seluas 12.897,1142 ha yang dikelola oleh Perhutani dan hutan Cagar Alam seluas 2.812,90 ha yang dikelola oleh PHPA.
Sebagian besar hutan yang ada di KBU berada sebelah Utara dengan ketinggian lebih dari 2000 m dpl dan atau yang mempunyai kelerengan 40 .
Selain hutan produksi dan Cagar Alam, di KBU terdapat hutan lindung seluas 7.244,32 ha. Hutan seluas ini mengalami pengurangan dari SK Gubernur di atas
seluas 7.481,12 ha. Pengurangan ini karena sebagian dikonversi menjadi Cagar Alam dan sebagian lagi dikarenakan adanya perambahan hutan oleh penduduk
untuk kegiatan pertanian dan permukiman. Kegiatan perambahan hutan yang dilakukan oleh penduduk dan mengubah peruntukannya menjadi ladang dan
perkampungan banyak terjadi di daerah Maribaya, Cimenyan dan Cilengkrang. Perubahan fungsi lahan oleh pengembang dilakukan dengan membebaskan
lahan-lahan pertanian dan perkampungan pada kawasan bawahnya. Pembebasan ini menyebabkan terjadinya pergeseran penduduk ke kawasan atasnya dengan
pertimbangan harga lahan yang lebih murah. Pergeseran ini pun juga menyebabkan petani yang tergeser mendekati kawasan hutan dan mulai
memanfaatkan lahan hutan untuk berbagai kegiatan perladangan, sehingga menimbulkan kerusakan hutan.
2 Perkebunan Kegiatan perkebunan yang ada di KBU menempati seluas 2.164 ha, tersebar di
tiga mintakat zona, yaitu: Mintakat Burangrang yaitu berada di Kecamatan Cikalong Wetan seluas 9 55
ha dengan jenis tanaman teh dan segaian kecil kina. Mintakat Tangkuban Perahu yaitu berada di Kecamatan Parongpong dan
Kecamatan Cisarua yang menempati areal seluas seluas 236 ha dengan tanaman teh.
Mintakat Cekungan Lembang yang berada di Kecamatan Ujung Berung seluas 973 ha dengan jenis tanamn teh dan kina.
74
Keberadaab perkebunan teh dan kina yang dikelola PTP ini diperkirakan masih akan bertahan cukup lama, mengingat HGU kegiatan perkebunan
mempunyai jangka waktu yang cukup lama yaitu 30 tahun serta merupakan pemasok hasil holtikultura dan agrowisata.
3 Tegalan dan Kebun Campuran Penggunaan lahan pada peruntukan tanaman keras. Ladang dan kebun campuran
mengalami peningkatan dibanding dengan ketentuan SK Gubernur dari seluas 7.989,52 ha menjadi seluas 9.605,20 ha pada tahun 1997 dengan ciri sebagai
lahan kering yang didominasi oleh oleh tanaman keras, terutama buah-buahan. Perubahan pola tanaman ini, disebabkan penanaman tanaman semusim pada
lahan kering ini kesulitan mengalami supllai air, terutama pada saat musim kemarau.
4 Pertanian Non Tanaman Keras Lahan pertanian non tanaman keras di KBU menempati areal seluas 3.487,2 ha,
yang terdiri dari lahan basah dan lahan kering. Kegiatan pertanian lahan basah sudah dilengkapi dengan irigasi baik irigasi teknis maupun semi teknis dengan
jenis tanaman padi, sayuran dan palawija dengan sistembergilir. Sedangkan pertanian lahan kering umumnya ditanami tanaman sayuran, dan palawija dengan
sistem bergilir, yang umumnya mengandalkan air hujan. Luas lahan pertanian ini umumnya mengalami kecenderungan untuk alih fungsi
menjadi daerah terbangun, baik berupa permukiman perdesaan, permukiman terorganisir perumahan, villa, resort dan hotel. Kecenderungan ini dikarenakan
lahan-lahan pertanian yang ada di KBU tidak semua dimiliki oleh penduduk setempat, tetapi juga oleh penduduk kota atau investor. Karena penduduk kota
umumnya berfikir lebih rasional, maka apabila lahan pertaniannya dianggap kurang menguntungkan maka ada kecenderungan untuk diubah menjadi daerah
terbangun yang lebih menguntungkan, seperti hotel, resort atau kawasan permukiman, baik dilakukan sendiri maupun dijual kepada pihak lain.
Perubahan lahan pertanian di daerah perkotaan dan pinggiran kota menjadi perumahan atau daerah terbangun lainnya merupakan sesuatu yang umum terjadi
75
di berbagai wilayah. Keberadaan lahan pertanian di daerah perkotaan, menempatkan posisi lahan pertanian perkotaan menjadi hal yang aneh dalam
terminology pejabat, program dan pelaksanaan, sehingga penegakan hukum terhadap keamanan keberadaan lahan pertanian perkotaan menjadi tidak
konsisten dengan keberadaan kebijakan dan regulasi yang tidak jelas, sikap pejabat yang kurang tegas, kontradiksi kebijakan antar instansi, sehingga dalam
proses untuk mendapatkan lahan formal menjadi susah dan kekurangan koherensi atau kebijakan dan legislasi lintas sektoral Flynn-Dapaah, 2002. Oleh karena
itu, keberadaan lahan pertanian di KBU, lebih rentan terhadap pengalihan fungsi pemanfaatan lahan daripada lahan lainnya, selain karena umumnya merupakan
lahan milik, juga umumnya memiliki aksesibilitas yang lebih baik, dan secara ekonomi menunjukkan produktivitas yang semakin menurun.
5 Perumahan Perubahan pemanfaatan lahan yang sangat mencolok selama kurun waktu mulai
diberlakukannya SK Gubernur No. 181 tahun 1982 hingga tahun 1997 terjadi pada pemanfaatan untuk daerah terbangun. Perkembangannya lebih mengarah
KBU menjadi daerah perkotaan yang ditandai dengan banyaknya terbangun berbagai Villa, perumahan, resor dan hotel. Kondisi ini lebih disebabkan karena
sudah dikuasainya lahan-lahan pertanian oleh penduduk kota baik perorangan maupun oleh para pengembang.
Selain itu, kebutuhan pembangunan rumah tinggal yang dilakukan oleh penduduk setempat hingga tahun 1997 telah mencapai 4.222 ha yang
berkembang seiring dengan perkembangan jumlah penduduknya. Pembangunan perumahan ini dikembangkan secara individu dan tumbuh secara alami
membentuk perkampungan atau perdesaan. Pertumbuhan pembangunan perumahan oleh penduduk ini sulit dikendalikan oleh instansi terkait karena
tanpa disertai proses perijinan yang seharusnya, dan dilakukan berdasarkan lahan yang dimilikinya.
Daerah permukiman yang tumbuh secara alami ini sebagian besar berada di wilayah mintakat Burangrang Cikalong Wetan dan Padalarang, Mintakat
76
Cekungan Lembang, Mintakat Tangkuban Perahu Cimahi, Cisarua dan Parongpong, serta Wilayah Mintakat Kota Bandung Mintakat Ciwangi,
Ciburial dan Manglayang yang bekembang akibat desakan kebutuhan perumahan.
Perubahan penggunaan lahan terbesar terjadi akibat pesatnya pertumbuhan perumahan terorganisir yang dikembangkan oleh developer selama kurun waktu
tahun 1986 hingga tahun 1997. Ijin lokasi yang telah dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan dan Bappeda Kabupaten Bandung sebanyak 105 ijin lokasi yang telah
menempati areal seluas 3.611 ha. Dari 105 ijin lokasi tersebut 56 ijin yang meliputi 460 ha sudah selesai dibangun, 26 ijin mencakup seluas 460 ha dalam
proses konstruksi dan pemasaran, sedang 23 ijin mencakup luas 2.265 ha belum dibangun. Sebagian besar lahan yang dibangun ini berada di aral pertanian
tanaman keras dan non tanaman keras.
E. Kondisi Sosial Ekonomi