124
disebabkan oleh belum adanya peraturan yang tegas mengenai pengavelingan subdivision yang dilakukan oleh perorangan. Akibatnya, perubahan penggunaan
tanah menjadi tidak terkendali dan cenderung menimbulkan tata lingkungan yang tidak teratur, serta terjadinya fragmentasi lahan pertanian oleh permukiman yang
dibangun oleh masyarakat secara mandiri.
B. Nilai Jasa Lingkungan di Kawasan Bandung Utara
Sebagai acuan kelayakan pemberian insentif baik model PDR dan PES adalah nilai manfaat hidrologis. Dengan proporsi KBU sebesar 72,44 ditetapkan
sebagai kawasan lindung dan sisanya sebesar 17,56 sebagai kawasan budidaya, maka fungsi utama KBU adalah melindungi kelestarian lingkungan hidup yang
mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan. Salah satu fungsinya adalah untuk pengaturan tata air hidrologis bagi kawasan bawahannya yaitu Kota Bandung,
Kota Cimahi, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat, menjaga kesehatan DAS Citarum, penyedia air bagi kebutuhan rumah tangga dan penyedia jasa wisata.
Dengan telah munculnya pusat-pusat pertumbuhan di KBU, maka tekanan terhadap fungsi utama kawasan semakin besar, terutama terjadi perubahan
penggunaan lahan yang didorong oleh perbedaan nilai lahan pertanian dengan nilai harapan tanahnya. Persoalannya adalah bahwa sebagian lahan di KBU adalah lahan
milik. Dipihak lain harga komoditas pertanian yang dihasilkan lahan tidak mencerminkan nilai lingkungan. Oleh karena itu dalam mengatasi persoalan tersebut
diperlukan mekanisme ekonomi untuk mendorong pemilik dan pengguna lahan melakukan upaya sesuai dengan arahan penggunaan lahan di kawasan lindung.
Penilaian jasa lingkungan yang telah disumbangkan pemilik dan pengguna lahan merupakan dasar pemberian besaran dan lokasi pemberian insentif. Jasa lingkungan
yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah manfaat hidrologis. Dari hasil survei di lapangan terhadap 128 responden, cara memperoleh air
hampir seimbang yakni dari mata airsungai langsung 27,34, sumur tanpa pompa 21,88, sumur dengan pompa 25 dan PAMledeng 25,78. Ada
kecenderungan bahwa cara memperoleh air dipengaruhi oleh zona guna lahan,
125
dimana zona lahan rural area memperoleh air dengan cara langsung dari mata air sungai baik dengan cara mendatangi langsung atau disalurkan melalui selang, zona
pertengahan menggunakan sumur tanpa pompa maupun dipompa serta di urban area menggunakan PAMledeng.
Berdasarkan hasil analisis regresi dengan metode stepwise diketahui bahwa variabel yang mempengaruhi besarnya konsumsi air adalah biaya pengadaan air x
1
, jumlah anggota keluarga x
3
dan zona guna lahan x
5
, sedangkan variabel jumlah pendapatan x
2
, cara memperoleh air x
4
dan hirarki kota x
6
tidak berpengaruh secara nyata. Model regresi yang dihasilkan adalah y = 26,590 – 0,018 x
1
+ 52,082x
3
+ 13,476 x
5
dengan r
2
sebesar 75,5 dan p value sebesar 0.000. Hasil analisis regresi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Berdasarkan model regresi ini, biaya
pengadaan air, jumlah anggota keluarga dan zona guna lahan secara siginifikan menentukan besarnya penggunaan air dan kebutuhan air untuk rumah tangga.
Dengan model regresi seperti tersebut, maka dengan rerata jumlah keluarga x
3
sebanyak 4,8 orang dan zona guna lahan x
5
sebesar 3,3, maka model regresi di atas menjadi y = 321,0544 – 0,018 x
1
. Dengan asumsi bahwa air untuk rumah tangga di KBU masih melimpah sehingga sumberdaya air memiliki karakteristik
nonrivalrous yang mana tingkat konsumsi air minum seseorang tidak mempengaruhi
kesempatan orang lain untuk mengkonsumsi air minum, maka dengan jumlah rumah tangga penduduk di KBU sebanyak 412,681 KK memiliki nilai surplus konsumen
manfaat air untuk rumah tangga di KBU sebesar Rp83 575 472 613 per tahun. Dengan dengan luas areal KBU seluas 38 548,35 ha, maka jasa lingkungan yang
diberikan oleh KBU sebagai kawasan lindung adalah sebesar Rp21 680 331 per ha per tahun Tabel 36.
Untuk mengetahui kehilangan manfaat hidrologis ke depan dilakukan discounting
. Tingkat suku bunga yang dipakai adalah suku bunga riil yakni selisih re- rata BI rate dengan re-rata inflasi setiap bulan selama tahun 2009. Adapun re-rata BI
rate dan inflasi mulai dari Januari sampai Desember 2009 yang diumumkan Bank Indonesia masing-masing adalah 7,15 dan 4,90, sehingga bunga riilnya adalah
2,50. Waktu yang ditetapkan adalah selama 20 tahun, yakni analog lamanya masa
126
pakai bangunan. Dengan demikian nilai jasa hidrologi bagi RT saat sekarang NPV Jasa hidrologi maksimal adalah sebesar Rp423 398 459 per ha. Nilai jasa hidrologi
ini dijadikan dasar kelayakan pemberian insentif baik melalui PDR maupun PES. Tabel 36. Nilai Surplus konsumen dan nilai jasa hidrologis KBU
Komponen Nilai sampel
RpKKth Populasi
KK Nilai Total Rpth
Luas KBU ha
Nilai Jasa Hidrologi
per ha Rphath
1 2
3 4
5 6
Kesediaan berkorban
2.790.845,40 412.681 1.151.728.870.026,40 38.548,35 29 877 514 Nilai yang
dikorbankan 765.695,23 412.681
315.987.874.870,79 38.548,35 8 197 183 Surplus
Konsumen 2.025.150,16 412.681
835.740.995.155,61 38.548,35 21 680 331 Keterangan:
4 = 2 x 3
6 = 45
Karena setiap guna lahan memiliki fungsi hidrologi yang berbeda, maka nilai jasa setiap guna lahan akan berbeda tergantung dari masukan air dari air hujan di
guna lahan tersebut. Dengan asumsi besarnya koefisien infiltrasi sama dengan 1 – C
, dimana C adalah re-rata koefisein larian air hujan, maka berdasarkan data dari Asdak 2007 yang mengutip data dari Horn dan Schwab 1965, dan U.S Forest
Service 1980, digunakan besarnya re-rata nilai koefisien larian setiap penutupan lahan guna lahan yakni lahan hutan lebat 0,05, hutan sejenis 0,10, ladang 0,25,
tanaman sayuran 0,38 dan lahan permukiman 0,8. Berdasarkan nilai koefisien larian tersebut dapat ditentukan bobot infiltrasi yang akan digunakan untuk
menghitung jasa masing-masing guna lahan dalam menghasilkan manfaat air bagi RT, dengan hasil seperti terlihat pada Tabel 37 dan Gambar 22.
Berdasarkan data pada tabel tersebut, NPV jasa hidrologi yang disediakan lahan di KBU untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga di dalam dan daerah
bawahannya sebesar Rp1 872 237 894 900
,
untuk waktu yang tidak terhingga. Mengingat besarnya manfaat hidrologi di KBU, maka hilangnya daerah resapan di
KBU, akan menimbulkan kerugian yang cukup besar. Untuk itu, maka perlu dilakukan upaya pencegahan supaya tidak terjadi perubahan guna lahan menjadi
127
lahan permukiman, yang akan mengurangi potensi manfaat hidrologi dari lahan di KBU bagi kebutuhan air rumah tangga.
Tabel 37. NPV jasa hidrologis setiap guna lahan di KBU
Penggunaan Lahan Luas
ha Koef
larian C
Koef masu-
kan 1-C
Bobot NPV Jasa
Hidrologi per ha
Rpha Nilai jasa
hidrologi Tiap Penggunaan Lahan
Rp
Hutan PPA 2561,25
0,05 0,95
15,40 65 191 011 166 970 476 168
Hutan Lindung 7244,32
0,05 0,95
15,40 65 191 011 472 264 542 671
Hutan Produksi Tetap
1814,20 0,10
0,90 14,59 61 759 905
112 044 819 430 Hutan Produksi
Terbatas 3838,90
0,10 0,90
14,59 61 759 905 237 090 098 838
Perkebunan 2164,00
0,10 0,90
14,59 61 759 905 133 648 434 157
Tegalan dan Kebun Campuran
9605,20 0,25
0,75 12,16 51 466 587
494 346 865 282 Pertanian non
tanaman keras sayuran
3487,20 0,38
0,62 10,05 42 545 712
148 365 407 757 Perumahan dan
Daerah Terbangun Lainnya
7833,28 0,80
0,20 3,24 13 724 423
107 507 250 597
Jumlah 38548,3
5 6,17 100,00
1 872 237 894 900
Gambar 22. Proporsi Jasa Hidrologis Dari Setiap Guna Lahan di KBU
Hut an PPA
9 Hut an
Lindung 25
Hut an Produksi
Tet ap 6
Hutan Produksi
Terbat as 13
Perkebunan 7
Tegalan dan Kebun
Cam puran 26
Pert anian non tanam an
keras 8
Perum ahan dan Daerah
Terbangun Lainnya
6
C. Nilai Lahan Milik di KBU