87
b. Penentuan sistem penggunaan lahan kota
Sistem  penggunaan  lahan  kota  yang  diidentifikasi  terlebih  dahulu  adalah penetapan zona perkotaan dan zona perumahan. Penetapan kedua zona ini didasarkan
pada bangkitan  perjalanan  trip  generation  yang  ditandai produksi  perjalanan  trip production
atau asal perjalanan berasal dari perumahan dan tarikan perjalanan trip atraction
atau tujuan dari kegiatan perkantoran, perdagangan, jasa, pendidikan, dan kegiatan  perkotaan  lainnya.  Tingginya  angka  produksi  perjalanan  dibandingkan
tarikan di suatu zona menandakan pemanfaatan lahan lebih dominan untuk kegiatan perumahan,  sebaliknya  angka  tarikan  perjalanan  yang  tinggi  menunjukkan  kegiatan
perkotaan  lebih  dominan  sehingga  menarik  perjalanan  dari  beberapa  zona  lainnya. Analisis  produksi  dan  tarikan  untuk  Kota  Bandung  dan  Kabupaten  Bandung
menggunakan hasil analisis sekunder hasil penelitian LPM-ITB 1998 dan proyeksi dari Bappeda Propinsi Jawa Barat 1998.
Selain  menggunakan  bangkitan  perjalanan  penetapan  zona  perumahan  dan zona  perkotaan  dilakukan  dengan  melihat  kepadatan  lalu  lintas  jaringan  jalan  yang
dihitung dalam VCR Volume – Capacity Ratio.  Data yang digunakan adalah hasil perhitungan estimasi  Bappeda  Propinsi Jawa  Barat 1998 untuk  kurun  waktu 2010
terhadap  kapasitas  jalan  utama  di  KBU,  dengan  asumsi  tidak  ada  penambahan jaringan jalan baru.
c. Metode penentuan diferensiasi penggunaan lahan KBU
Metode  penentuan  diferensiasi  penggunaan  lahan  kota  dari  daerah  kekotaan built-up area sampai ke daerah kedesaan murni rural areal, menggunakan metode
segitiga  penggunaan  lahan  desa  –  kota  yang  dikembangkan  Yunus  2005,  seperti gambar dan kriteria berikut:
88
A :
Persentase jarak lahan kota ke desa B
: Persentase guna lahan kota
C :
Persentas guna lahan desa D
: Batas areal built-up kota
E :
Batas areal desa
Kriteria:
Urban area :
Daerah dimana 100 penggunaan lahannya berorientasi kekotaan; Urban fringe area
: Daerah  yang  sebagian  besar  guna  lahan  didominasi  oleh  bentuk  bentuk  guna  lahan  kekotaan
atau    60  penggunaan  lahannya  urban land  use,  dan  40  penggunaan  lahannya  rural  land use. Terletak dari titik perbatasan “urban built up land” sampai ke jarak 40 dari titik tersebut
jarak  dihitung  dari  urban  real  sampai  rural  real.  Terjadi  perubahan  transformasi  struktural penggunaan lahan sangat cepat walau tidak secepat urban area.
Urral fringe area :
Daerah yang persentase guna lahan kota seimbang dengan guna lahan desa berkisar antara 40 – 60, dan dalam jangka pendek transformasi struktural penggunaan lahan akan terjadi walaupun
tidak secepat pada subzone urban fringe. Rural fringe area
: Daerah  yang  sebagian  besar  guna  lahan  didominasi  oleh  bentuk  bentuk  guna  lahan  kedesaan
atau    60  penggunaan  lahannya  rural  land  use,  dan  40  penggunaan lahannya  urban  land use.  Tereltak  dari  titik  perbatasan  rural  sampai  ke  jarak  40  dari titik  tersebut jarak  dihitung
dari  urban real  sampai rural real. Terjadi perubahan  transformasi struktural  penggunaan  lahan meskipun cukup lambat.
Rural area :
Daerah dimana 100 penggunaan lahannya berorientasi agraris. Sumber: Yunus 2005, hal. 168
Gambar 16.  Metode Segitiga Penentuan Penggunaan lahan Kota – Desa
d. Metode penentuan tingkat transformasi struktural penggunaan lahan KBU