Kondisi Fisik Alam Fisiografi

100

4.2.1. Kondisi Fisik Alam Fisiografi

Dari aspek fisiografi, wilayah Kabupaten Mimika mempunyai daerah mulai dari daerah pantai sampai pegunungan. Sebagian dari pegunungan Jayawijaya dengan puncaknya yang mempunyai salju abadi masuk dalam wilayah Kabupaten Mimika. Berdasarkan topografinya maka wilayahnya dapat dibagi menjadi lima daerah zone, yaitu: daerah dataran rendah atau low land zone 0 – 650 mdpl yang terdiri: pantai, rawa pasang surut, rawa gambut, tanah aluvial, dan dataran yang berteras-teras, daerah pegunungan atau montane zone 650 – 3.200 mdpl, daerah bagian rendah dari pegunungan tinggi atau sub alpine zone 3.200 - 4.170 mdpl, daerah pegunungan tinggi atau alpine zone 4.170 – 4.585 mdpl, dan daerah nival atau nival zone diatas 4.585 mdpl. Berdasarkan luas wilayah setiap distrik, luas wilayah daerah dataran rendah yang meliputi sembilan distrik adalah seluas 78,83 luas total wilayah Kabupaten Mimika. Sedangkan luas wilayah dataran tinggi, yang terdiri dari tiga distrik adalah seluas 21,17 dari luas total Kabupaten Mimika Bappeda dan BPS Kab. Mimika, 2005. Wilayah kerja PTFI juga meliputi daerah-daerah yang mewakili pembagian keempat daerah itu, kecuali daerah nival. Hidrologi Secara hidrologi, Kabupatem Mimika terdiri atas beberapa daerah aliran sungai DAS dan ada empat DAS utama yang sangat dikenal yaitu: DAS Kamora di sebelah Barat, DAS Ajkwa di tengah , dan DAS Minajerwi dan DAS Mawati terletak disebelah Timur, bila Kota Timika dijadikan sebagai titik pusat. DAS tersebut terletak pada bentang alam mulai pegunungan sampai dataran rawa, dataran kipas aluvial dan kipas aluvial. Disamping satuan wilayah sungai SWS atau DAS itu ada beberapa SWS yang berukuran sedang sampai kecil. Sungai-sungai ini bermuara di pantai Laut Arafura. . Kuantitas DAS berdasarkan hasil perhitungan empirik dengan memperhatikan daerah tangkapan, intensitas hujan, evapotranpirasi, tanah penutup, kemiringan lereng, dan koefisien aliran permukaan maka volume air larikan pertahunnya yang masuk ke DAS Kamora adalah sebesar 3.999 milyar m 3 RDTR DAS KAMM, 1996. 101 Karakteristik fisik sungai-sungai pada bagian pegunungan membentuk pola pengaliran yang menganyam dendritik. Di bagian tengah yang menempati bentang alam daratan, umumnya menunjukkan pola pengairan semi menganyam semi-dendritik hingga sejajar dengan di beberapa sungai utama membentuk kelokan. Pada bagian hulu Utara sungai tersebut umumnya kecil dan dalam dengan lembah sungai berbentuk V berarus sedang, di beberapa tempat dijumpai jeram-jeram dan semakin ke hilir Selatan dimensi sungai melebar dan relatif dangkai. Lebar sungai di bagian hilir berkisar dari 100 – 150 m dengan kedalaman pada musim kemarau 3- 6 m, sedangkan pada waktu musim hujan antara 5 – 8 m. Pemerintah Kabupaten Mimika, 2002. Kandungan sedimen yang terdapat pada sungai-sungai utama itu umumnya masih rendah kecuali Sungai Ajkwa sebelum dipisahkan dari sistem sungai yang dipergunakan untuk transportasi tailing. PTFI menggunakan sistem Sungai Aghawagon dan Sungai Otomona untuk mengangkut tailingnya kesebuah daerah pengendapan yang terletak di dataran rendah yang dinamakan ModADA Modified Ajkwa Deposition Area. Sedimen di kedua sungai itu lebih tinggi di bandingkan sungai-sungai lainnya, karena kandungan dari tailing pada alirannya. Luas daerah pengendapan ini adalah sebesar 230 km 2 , yang direncanakan mampu menampung tailing sampai akhir masa penambangan. Geologi Secara geologi, batuan yang umumnya menyusun wilayah Kabupaten Mimika termasuk batuan tua di Indonesia, yaitu batuan sedimen dan batuhan ubahan yang berumur Precambrium kira-kira 667 juta tahun hingga Recen. Bantuan sedimen dan ubahan ini menempati bentang alam pegunungan yang relatif memanjang dari Barat ke Timur, umumnya telah mengalami deformasi melalui pelipatan, pengangkatan dan patahan, terdiri atas: batu gamping, batu pasir, batu pasir kuarsa, batu lumpur, kwarsit, argilit, batu sabak, batu tanduk, dan setempat batuan-batuan ini diterobos oleh batuan diorit. Sifat fisik satuan batuan yang menyusun Wilayah Kabupaten Mimika pada umumnya, adalah sebagai berikut: a satuan batuan sedimen dan batuan ubahan;b satuan batuan terobosan diorit proses mineralisasi batuan ini ditemui di wilayah penambangan PTFI, di Gunung Bijih Ertsberg dan Grasberg; c endapan fankonglomerat; d endapan pasir, e pasir lempungan, dan kerikil- 102 kerakal; f endapan pasir lanuan, lempung pasiran, dan gambut; g endapan lumpur, lanau, dan gambut; endapan pasir dan pasir lempungan; h endapan aluvium sungai; dan i endapan sedimen tailing material sisa penambangan yang terangkut aliran sungai dengan butiran halus hingga kasar bahkan kerikilan. Berdasarkan satuan wilayah geologi lingkungan, wilayah Kabupaten Mimika dapat diuraikan sebagai berikut: a wilayah daratan aluvial sungai, wilayah ini menempati DAS utama dan merupakan daerah limbah banjir yang batuan penyusunnya merupakan endapan hasil deformasi bantuan induk yang terangkut dan diendapkan oleh arus sungai; b wilayah daratan sedimen tailing, wilayah ini merupakan daratan di dataran rendah yang merupakan daerah pengendapan tailing; c wilayah daratan pantai, wilayah ini menempati bentang alam daratan pantai dengan kemiringan lapangan 2 ; d wilayah daratan rawa bakau estuarium, wilayah ini menempati bentang alam rawa bakau estuarium yang mempunyai kemiringan lapangan 2 , dengan elevasi mencapai 3 m di atas muka laut; e wilayah dataran rendah berawa, wilayah ini menempati bentang alam dataran rendah rawa yang mempunyai kemiringan lapangan 2 , dengan elevasi dari 3 hingga 20 m di atas muka laut; f wilayah dataran aluvium, wilayah ini menempati bentang dataran aluvial yang mempunyai kemiringan lapangan berkisar dari 2 hingga 8 , dengan elevasi mencapai hingga 100 m di atas muka laut; g wilayah kipas aluvial, wilayah ini menempati bentang alam kipas aluvial dengan relief permukaan yang bergelombang hingga landai dengan kemiringan lereng bervariasi dari 2 hingga 15 dan elevasi dari 50 m hingga 300 m di atas muka laut; dan h wilayah pegunungan, wilayah ini menempati bentang alam pegunungan yang mempunyai kemiringan lereng umumnya terjal berkisar antara 15 hingga 50 atau lebih sampai hampir tegak dengan elevasi 250 hingga 5.000 m di atas muka laut. Keadaan Tanah Tanah di wilayah Kabupaten Mimika sebagian besar berkembang dari batuan sedimen aluvium undak terumbu koral di bagian Tengah dan Selatan dan sebagian kecil terdiri dari batuan sedimen yura bagian Utara. Jenis tanah di wilayah kabupaten ini, umumnya terdiri dari: Aluvial 45 , Litosol 23 , Mediteran 2 , Organosol 30 , Podsolik 0,14 , dan Regosol 0,78 . Tanah aluvial terdapat pada bagian Tengah wilayah kabupaten ini yang 103 merupakan hutan rawa. Tanah aluvial yang berasosiasi dengan gambut terdapat pada bagian Selatan yang merupakan hutan payau. Tanah litosol terdapat di bagian Utara yang merupakan wilayah pegunungan dengan lereng terjal. Tanah podsolik, mediteran, dan organosol terdapat pada bagian Tengah, sedangkan tanah regosol dijumpai di pesisir pantai selatan dengan luasan yang sempit. Sifat kimia tanah menentukan tingkat kesuburan suatu tanah. Berikut ini adalah uraian singkat sifat-sifat kimia tanah di wilayah Kabupaten Mimika: a reaksi tanah pH dan kejenuhan aluminium. Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa reaksi tanah di wilayah ini umumnya masam sampai agak alkalis, sedangkan kejenuhan Al tergolong sedang sampai sangat rendah; b C-organik dan N-total. Tanah aluvial yang berasosiasi dengan gambut memiliki kandungan C-organisk yang tergolong tinggi, sedangkan tanah regosol, aluvial, dan podsolik tergolong rendah sampai sangat rendah. Kandungan N-total tergolong sedang pada tanah aluvial yang berasosiasi dengan gambut dan tergolong rendah sampai sangat rendah pada jenis tanah lainnya; c fospor P dan kalium K. Kandungan P pada tanah-tanah di wilayah kabupaten ini umumnya tergolong sangat tinggi sampai sangat rendah. Kandungan K hanya mempunyai kisaran nilai sedang sampai rendah; d kapasitas tukar kation KTK dan kejenuhan basa KB. Nilai KTK tanah di wilayah kabupaten ini umumnya tergolong sedang sampai sangat rendah, sedangkan KB tergolong sangat tinggi hingga sangat rendah. Nilai KTK dan KB yang menunjukan banyaknya kation-kation yang diserap dan tersedia bagi tanaman; e basa-basa dapat ditukar Ca, Mg, K, dan Na. Kandungan Ca tanah-tanah di wilayah kabupaten ini umumnya tergolong tinggi, sedang, rendah, sampai sangat rendah. Kadar Mg bervariasi dari sangat tinggi hingga sangat rendah. Kadar K tergolong rendah dan sangat rendah, sedangkan kadar Na juga tergolong rendah dan sangat rendah. Berdasarkan uraian di atas, tingkat kesuburan tanah-tanah di wilayah Kabupaten Mimika tergolong rendah dilihat dari nilai-nilai KTK, KB, P 2 O 5 , K 2 O, dan kandungan bahan organik. Sifat fisik tanah yang antara lain diperlihatkan oleh tekstur tanah menunjukkan bahwa pada umumnya tekstur tanah di wilayah kabupaten ini adalah liat, lempung berliat, lempung berpasir, lempung liat berdebu, pasir berlempung, lempung berdebu, dan pasir berlempung Pemerintah Kabupaten Mimika, 2002. 104 Penggunaan Lahan Penggunaan lahan bersifat dinamis, artinya berubah-ubah dari waktu ke waktu, seiring dengan pemanfaatan oleh manusia. Dua kelompok utama penggunaan lahan dari hasil interpretasi citra landsat Maret 2002 di wilayah Kabupaten Mimika adalah penggunaan lahan budidaya dan non budidaya. Secara rinci penggunaan lahan pada tahun 2002 adalah sebagai berikut: pertambangan, permukiman, pengendapan tailing, hutan, rawa, dan rawa payau Pemerintah Kabupaten Mimika, 2002. Menurut Bappeda dan BPS Kabupaten Mimika 2005 jenis penggunaan lahan bukan sawah di tahun 2005, secara rinci adalah sebagai berikut: perumahan kampung 29.397 ha, jasaperkantoran 517 ha, tegalanladang 14.579 ha, perkebunan 1.475 ha, perternakan 2,25 ha, perikanan 1,15 ha dan penggunaan lahan lain-lain seluas 1.948.843 ha. Iklim Iklim di Kabupaten Mimika termasuk tipe A menurut Schmit dan Ferguson. Rata-rata suhu udara minimum selama tahun 2005 sebesar 21,96 C dan maksimum 33,74 C. Tekanan udara minimum pada tahun yang sama adalah sebesar 1.005,52 Mbs dan maksimum 1.015,42 Mbs. Kelembaban rata- rata di Kabupaten Mimika pada tahun 2005 sebesar 88,67 dengan kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Juli. Curah hujan tertinggi pada tahun 2005 terjadi bulan Juli sebesar 838 mm dan terendah terjadi pada bulan Februari sebesar 192 mm. Secara lengkap data iklim pada tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 12.

4.2. 2. Kependudukan dan Sosial Kependudukan