Dampak-Dampak Penutupan Tambang . TINJAUAN PUSTAKA

27 Health Protection: A Training Manual’ untuk memperkenalkan personel- personel tambang pada keterampilan-keterampilan baru. g Tahun 1999, konferensi kedua tentang “International Round Table Coference on Mining and Environment” diselenggarakan kembali di Berlin dan menghasilkan ‘the Berlin II Guidelines’ yang meliputi seksi utama pada perencanaan penutupan tambang dan rehabilitasi yang mana dibagi menjadi tiga tahap yakni: tahap perencanaan the Planning stage; tahap Penanganan Aktif the Active Care stage; dan tahap pasif the Passive Care stage. h Pada tahun 2002, ICMM the International Council on Mining and Metals menetapkan “Global Mining Initiative” untuk menyediakan sebuah fokus global pada PB dari industri-industri pertambangan dan metal dunia. ICMM ini mengadopsikan PB yang didefinisikan oleh Komisi Brundtland pada sektor pertambangan dan metal. i Pada tahun 2008, ICMM akhirnya mengeluarkan sebuah pedoman untuk penutupan tambang yang berjudul: “Planning for Integrated Mine Closure: Toolkit”.

2.6. Dampak-Dampak Penutupan Tambang

Secara umum kegiatan penambangan dibagi dalam tiga tahapan kegiatan yakni kegiatan sebelum operasi, saat operasi dan penutupan tambang. Ketiga tahapan kegiatan itu mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap aspek ekonomi, sosial dan lingkungan dimana tambang itu dioperasikan. Pengaruh kegiatan penambangan pada tahap sebelum dan saat operasi terhadap ketiga aspek itu sepenuhnya masih bisa dikelola baik oleh perusahaan, sebab perusahaan dan masyarakat sekitarnya masih merasakan manfaat ekonomi dan sosial dari kegiatan penambangan itu. Tidak demikian bila bahan tambang sudah habis dan penambangan itu telah masuk kedalam tahap penutupan tambang, manfaat ekonomi yang biasanya didapatkan tentunya akan berubah dan kemungkinan besar akan terjadi penurunan. Hasil penelitian Laurence 2001, 2006 mengelompokkan resiko penutupan tambang berdasarkan hubungan antara faktor resiko penutupan dengan kerumitan dari penutupan, yakni: resiko lingkungan hidup, resiko keamanan dan kesehatan, resiko bagi masyarakat dan sosial, resiko penggunaan lahan akhir, resiko aspek hukum dan keuangan, dan resiko secara teknik, seperti tertera pada Tabel 2. 28 Tabel 2. Tingkat resiko penutupan tambang pada beberapa tempat penambangan Laurence, 2006 C RF Tingkat Resiko Penutupan Karakteristik Tipe Contoh 2000 Ekstrim Lokasi yang sensitif secara lingkungan dan sosial, penyimpangan lingkungan yang ekstensif, persoalan pada masa lalu OK Tedi Papua Nugini, Grasberg PTFI atau tambang terbuka berskala besar lainnya di Pasifik, Indonesia. Menggunakan tranportasi sungai dan laut dalam untuk pembuangan tailing 1500 - 2000 Sangat Tinggi Dekat dengan daerah yang secara ekstrim sensitif misalnya warisan dunia, kota-kota tambang yang sudah lama mantap, komoditi-komoditi yang peka seperti uranium, asbes Arnhem land uranium mines; Butte: Broken Hill; Witternoon blue asbestos. 1000- 1500 Tinggi Tambang permukaan yang luas yang dekat dengan daerah yang tetap; tambang di negara berkembang; tambang emas atau lain yang berpotensi menghasilkan air asam tambang; tambang dimana saja yang mempekerjakan masyarakat lokal Hunter Valley strip mines; Pine Creek geosynline gold mines; Zambian copperbelt; 500 - 1000 Sedang Tambang batubara bawah tanah dengan pencabutan pilar; tambang batu keras yang menggunakan metode gua; suspect crown pillar; tambang emas di daerah terpencil, daerah daerah setengah tandus Lake Macquarie tambang batu bara bawah tanah; Northparkes tambang blok gua; 500 Rendah Tambang yang membuka alluvial yang menggunakan kimia-bebas dari perlakukan gaya berat; tambang batu bara bawah tanah hanya pada saat pekerjaan pertama kali; tambang tanah liatdekat pusat daerah-digunakan sebagai tempat penimbunan sampah atau kegunaan lain untuk penutupan; operasi ekstratif kecil New England tambang sapphire; ekstrasi pasir pada ibukota negara atau ibukota provinsi Daftar faktor-fakor resiko itulah yang dipakai sebagai dasar untuk mengidentifikasikan faktor-faktor resiko penutupan tambang dari PTFI. Penutupan tambang PTFI dinilai mempunyai tingkat resiko penutupan katagori “ekstrim” dengan nilai C RF 2000, termasuk juga tambang Ok Tedi di Papua Nugini pada katagori ini. Penutupan tambang dalam kategori ini, mempunyai karakteristik: sensitif secara lingkungan hidup dan sosial di lokasi operasi, 29 ekstensif penyimpangan lingkungan hidup, dan tergantung pada waktu yang lalu subjected to past. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2. Sementara itu, ICMM 2008 membagi resiko-resiko penutupan sebagai berikut: resiko kesehatan dan keamanan, lingkungan hidup, sosial, reputasi, hukum, dan resiko keuangan. Juga dikatakan oleh ICMM 2008 bahwa tujuan-tujuan penutupan tambang mensyaratkan adanya kemajuan dalam mereduksi resiko-resiko dan hal-hal yang tidak diketahui sampai setelah pasca penutupan tambang. Oleh karena itu sesuai dengan UU Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang mewajibkan kepada setiap usaha kegiatan untuk melakukan pengelolaan lingkungan hidup untuk menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Sehingga, rencana kegiatan penutupan tambang adalah juga tak kalah pentingnya dibandingkan dengan dua tahap kegiatan lainnya itu. Robertson dan Shaw 1999 mengelompokkan dampak-dampak lingkungan hidup dari sebuah rencana penutupan tambang, yakni: kestabilan secara fisik; kestabilan secara kimia; penggunaan lahan seperti sebelum tambang atau untuk kebutuhan lain; dan mendukung pembangunan berkelanjutan, tetap berkontribusi pada keberlanjutan sosial dan ekonomi setempat. Dampak penutupan tambang pada lingkungan dapat melalui dua cara, yaitu: pertama, bekas daerah tambang yang ditinggalkan begitu saja dan berdampak sangat buruk. Kedua, bekas tambang yang sudah direhabilitasi atau direklamasi namun masih menimbulkan dampak buruk pada lingkungan setelah pasca tambangnya selesai. Di Australia ada 500 bekas tambang , di Kanada ada 10.139 dan di USA sebanyak 557.650 bekas tambang yangg ditinggalkan begitu saja setelah nilai ekonomi bahan tambangnya berakhir atau tidak layak terus ditambang IIED dan WBCSD, 2002. Dampak-dampak terhadap lingkungan dapat meliputi: gangguan pada lansekap alam, bahaya keamanan, kontaminasi air permukaan dan air tanah, dan lainnya. Sebagai contoh: aliran asam dari tambang Wheal Jane dan tambang lainnya yang ditinggalkan di Inggris UK mengakibatkan terkontaminasinya sungai-sungai lokal disana. Di Indonesia, adanya kasus pencemaran Teluk Buyat saat PT Newmont Minahasa Raya PT NMR di Sulawesi Utara akan memasuki tahap penutupan tambangnya. Walau akhirnya disana terbukti tidak ada pencemaran seperti yang dituduhkan itu. Namun dana yang dikeluarkan perusahaan tersebut untuk penanganan kasus ini adalah tidak sedikit. Contoh lain, kerusakan lingkungan yang sangat parah dan tak terkontrol 30 dari daerah-daerah bekas pertambangan liar, baik di Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatra. Pengaruh-pengaruh dari penutupan tambang secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 5, terlihat bahwa penutupan tambang akan berpengaruh pada ekonomi, sosial dan bio-geofisik. Pengaruh ekonomi dan sosial cenderung bersifat menurun sedangkan pengaruh pada lingkungan cenderung bersifat memperbaiki. Lingkungan hidup bisa menjadi membaik karena sumber dampak yang menyebabkan lingkungan rusak sudah tidak ada sehingga lingkungan hidup mempunyai kesempatan untuk memperbaiki dirinya sendiri secara alami. Proses penutupan tambang yang sebagian besar meliputi pemulihan dan rehabilitasi lingkungan hidup adalah mempercepat terjadinya perbaikan alam itu sendiri. •Kehilangan manfaat kesejahte- raan sosial • Kehilangan hak untuk meng- organisasikan • Penguranan manfaat pendidikan • Perasaan tidak mempunyai peker- jaan • Ketergantungan pada alkohol dan obat-obatan • pelanggaran rumah tangga • Kesehatan dan kesejahteraan •Resiko bahaya yang ditimbulkan oleh dam atau fasilitas peralatan yang tidak aman •Kehilangan nilai rumah dan lahan • Pengurangan mobilitas mendapatkan kerja baru • Kehilangan pendapatan • Kehilangan permintaan tenaga kerja trampil • Kehilangan permintaan utk pemasok • Sewa sumberdaya berkurang terbatas untuk inves kembali •Berkurangnya pemeliharaan untuk transportasi dan infrastruktur umum Pengaruh setempat pada bio-giofisik dasar-dasar Penghidupan Penutupan Pelayanan dan Industri pemasok Penutupan Proyek Pertambangan Pengaruh Ekonomi Pengaruh Bio-giofisik Pengaruh Sosial Gambar 5. Pengaruh-pengaruh penutupan tambang pada ekonomi,sosial, dan bio-geofisik diolah dari Warhurst, 2000 Berdasarkan penjelasan sebelumnya, adalah tepat bahwa penelitihan ini dilakukan, yang mana hasilnya diharapkan dapat berkontribusi langsung maupun tidak langsung kepada rancangan kebijakan dan pembangunan pertambangan 31 yang berkelanjutan di Indonesia terutama untuk proses penutupan tambang, khususnya pada fasilitas atau daerah penimbunankolampengendapan tailings yang hasil proses penambangan. Penutupan tambang akan berpengaruh langsung pada penurunan manfaat sosial-ekonomi dan pemulihan kerusakan lingkungan bio-geofisik di daerah tambang itu dioperasikan. Pengaruh pada aspek sosial biasanya kepada masyarakat sekitar lingkungan tambang MSLT yang akan meliputi: kehilangan manfaat kesejahteraan sosial, penurunan manfaat pelayanan pendidikan dan kesehatan, kehilangan hak politik untuk mengorganisasikan, relokasi penduduk, timbulnya pengangguran, munculnya ketergantungan pada minuman keras, keamanan, dan lainnya. Pada aspek ekonomi pengaruhnya adalah: kehilangan pendapatan; kehilangan permintaan pada tenaga kerja yang trampil; kehilangan pasokan barang dan jasa; penurunan untuk mendapatkan lapangan kerja baru; pengurangan pemeliharaan sarana transportasi dan infrastruktur umum; pemerintah kehilangan pendapatan atas pajak, royalti, dan pungutan lainnya, penurunan nilai tempat tinggal dan lahan, dan lainnya diolah dari Warhurst,

2000. Sedangkan pengaruh pada bio-geofisik dari penutupan tambang tidak