Budidaya Kualitas sumberdaya manusia. Faktor kualitas SDM di Kabupaten Mimika,

118 mini trawl, dan jaring lingkar. Teknologi yang dipakai dalam bidang usaha pengelolaan hasil perikanan adalah penggaraman dan pengasapan. Tabel 24. Potensi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan Kabupaten Mimika pada tahun 2002 – 2006. Uraian Luas Potensi Produksi Tahun ton Tingkat Tingkat perairan Produksi 2002 2003 2004 2005 2006 Peman- Peman- Ha Lestari faatan faatan tonth rata- rata tahun 2006 tahun

1. Budidaya

a. Air tawar 12.250 173,10 66,40 45,00 33,00 34,70 50,00 26.47 28,89 b. Payau - Intensif 8.000 – 11.000 76.725 - - - - - 0,00 - Semi insentif 3.250 10.305 - - - - - 0,00 - Tradisional 3.800 3.990 - - - - - 0,00 c. Laut - - - - - 0,00 Jumlah 1 91.193 66,40 45,00 33,00 34,70 50,00 0,05 0,05

2. Penangkapan

a. Perairan Umum 61,2 97 17 20 21 22 22 20,90 22,52 b. Perairan Laut: 251.600 - udang 18.250 65 85 89 94 98 0,47 0,54 - kepiting 10.950 339 369 485 509 545 4,10 4,98 - kakap putih 25.550 1.238 1.438 1.440 1.512 1.695 5,73 6,63 - sirip hiu 556 12 22 23 24 28 3,92 5,03 - ikan lainnya 127.750 2.951 3.956 4.159 4.367 4.662 3,15 3,65 Jumlah 2 183.153 4.621 5.888 6.216 6.527 7.050 3,31 3,85 Jumlah 1+2 274.346 4.687 5.933 6.249 6.562 7.100 3,36 3,90 Sumber : diolah dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Mimika 2006 Dari Tabel 24, terlihat bahwa rata-rata tingkat pemanfaatan perikanan pada tahun 2002 – 2006 di Kabupaten Mimika masih sangat rendah, yakni hanya 3,36 dari potensi produksi lestari pertahunnya. Misalnya pemanfaatan sumberdaya udang pada tahun 2002 sampai 2006 rata-rata hanya 0,47 dari potensi produksi lestari pertahunnya. Rata-rata pemanfaatan perikanan yang tertinggi terjadi pada ikan kakap, yakni 5,73 dari potensi produksi lestari pertahunnya. Walaupun angka ini tertinggi, namun masih tergolong sangat rendah, di bawah 10 . 119

4.2.4. Sistem Transportasi Jaringan transportasi darat

Sistem transportasi darat meliputi sistem jaringan transportasi jalan dan angkutan sungai. Sistem transportasi jaringan jalan terdiri dari jalan arteri primer, jalan arteri sekunder, jalan kolektor primer, jalan kolektor sekunder, jalan lokal primer, dan jalan lokal sekunder. Sistem jaringan transportasi sungai di wilayah kabupaten ini terdiri dari lintas utama, lintas pengumpul, dan lintas lokal. Perkembangan pembangunan jalan di kabupaten ini sangat lambat. Peningkatan panjang jalan hanya 5,40 atau sepanjang 23,05 km dari tahun 2001 ke tahun 2002, seterusnya sampai tahun 2005 tidak ada peningkatan panjang jalan. Kondisi jalan yang rusak juga lebih panjang dibandingkan dengan kondisi jalan yang baik dan sedang. Begitu pula permukaan jalan dengan aspal lebih pendek dibandingkan dengan permukaan jalan dari tanah dan lainnya. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 25. Kabupaten Mimika memiliki garis pantai yang terletak di dataran rendah dan didominasi oleh rawa-rawa sehingga kontruksi jalan untuk menghubungkan antar distrik dan antar kabupaten tetangga masih sangat terbatas. Hal ini menyebabkan tingginya harga barang di distrik-distrik yang masih belum terhubung, yang disebabkan tingginya biaya transportasi. Untuk mengatasi masalah tingginya biaya transportasi dan juga membuka isolasi antar wilayah serta menghubungkan pusat-pusat sistem produksi dengan ibukota kabupaten sebagai ruas jalan Trans Papua, Pemerintah Kabupaten Mimika antara lain, sedang mengupayakan pembangunan ruas jalan Potowaiburu di Distrik Mimika Barat Jauh sampai di Distrik Agimuga yang terletak di bagian Timur wilayah kabupaten ini. Dalam mengatasi keterisolasian dengan daerah pengunungan tengah, di wilayah dataran tinggi, akan dibangun ruas jalan Timika-Enarotali Kabupaten Paniai, Timika-Ilaga Kabupaten Puncak Jaya dan di wilayah timur akan dibangun ruas jalan Timika-Agimuga-Sawerma Kabupaten Asmat. Selain itu, Pemerintah Kabupaten Mimika dan 12 kabupaten lainnya di Kawasan Pengunungan Tengah dan Selatan Papua telah merencanakan untuk pembangunan jalur kereta api yang mengarah dari daerah timur, yaitu Kabupaten Merauke melintasi Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Asmat, dan Kabupaten Mimika serta berakhir di bagian barat, yaitu Kabupaten Kaimana. 120 Tabel 25. Panjang jalan di Kabupaten Mimika dirinci menurut status jalan, kondisi jalan dan permukaan jalan pada tahun 2000 – 2005. Uraian Panjang Jalan di Kabupaten Mimika km tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 A. Status Jalan - Jalan Negara - - - - - - - Jalan Provinsi 42,50 42,50 42,50 42,50 4,.50 42,50 - Jalan KotaKabupaten 426,85 426,85 449,90 449,90 449,90 449,90 B. Kodisi Jalan - Baik 142,55 79,83 59,33 61,61 73,30 77,92 - Sedang 131,34 96,88 85,97 98,25 87,43 90,83 - Rusak 195,46 292,69 347,09 332,54 331,67 323,65 C. Permukaan Jalan - Aspal 73,39 76,66 79,01 82,37 94,07 98,68 - Kerikil 133,07 145,01 184,86 226,00 216,70 215,49 - Tanah dan lainnya 262,89 247,73 228,53 184,03 181,63 178,23 Sumber: Bappeda dan BPS Kabupaten Mimika 2005 Transportasi sungai di wilayah Kabupaten Mimika digunakan terutama untuk menjangkau daerah-daerah yang tidak dapat dijangkau dengan transportasi jalan. Pada umumnya orientasi dari sungai-sungai yang ada di wilayah ini adalah Utara – Selatan sehingga sedikit sekali melayani transportasi arah Barat – Timur. Transportasi arah Barat-Timur dapat dilayani bila melewati perairan pantai yang membujur dari Barat ke Timur. Sarana transportasi sungai yang saat ini biasa dipergunakan masyarakat adalah perahu motor tempel atau perahu tradisional. Beberapa perahu cepat speed boat juga digunakan, yang biasanya digunakan oleh pegawai pemerintah dan perusahaan. Pemanfaatan sistem transportasi sungai sampai saat ini belum optimal, padahal potensinya sangat besar dilihat dari: jumlah dan besar sungai yang ada di seluruh wilayah Kabupaten Mimika, hampir semua wilayah pelosok kampung khususnya di dataran rendah dapat dijangkau, dan masyarakat telah secara turun temurun memanfaatkannya. Jaringan transportasi laut Sistem transportasi laut di Kabupaten Mimika merupakan sistem transportasi yang sangat penting dan paling banyak digunakan oleh masyarakat dalam memenuhi perjalanan. Sistem transportasi ini mempunyai simpul-simpul yang digambarkan melalui pelabuhan, terdiri dari kelas: pelabuhan utama, pengumpul dan perintis. 121 Pelabuhan utama di Kabupaten Mimika adalah Pelabuhan Poumako. Pelabuhan ini memberikan pelayanan arus barang dan jasa di kabupaten ini dan juga sebagai pelabuhan yang mendukung arus barang dan jasa ke daerah Pengunungan Tengah dan Selatan Papua. Rencananya Pelabuhan Poumako ini kedepan akan dikembangkan hingga menjadi sebuah kawasan pelabuhan seluas 650 ha dan meliputi empat darmaga, yaitu darmaga peti kemas, darmaga penumpang umum, dermaga perintisrakyat, dan dermaga pangkalan angkatan laut. Selain Pelabuhan Poumako itu, Kabupaten Mimika juga mempunyai pelabuhan khusus bongkar muat barang milik PTFI yaitu Pelabuhan Amamapare. Juga ada pelabuhan rakyat yang terletak dibeberapa distrik, seperti di Atuka, Kokonao, Potowaiburu, Kapiraya, dan Jita. Pelabuhan rakyat inilah yang akan dikembangkan dalam mendukung perkembangan Mimika kedepan. Jaringan transportasi udara Transportasi udara di Papua transportasi yang sangat penting di Papua, termasuk juga di Kabupaten Mimika. Transportasi udara eksternal antara wilayah Kabupaten Mimika dan wilayah-wilayah lainnya di Indonesia dilayani oleh Bandara Moses Kilangin yang terletak di Distrik Mimika Baru, di pusat Kota Timika. Bandara ini merupakan pelabuhan udara yang mampu melayani pendaratan jet ukuran menengah, diantaranya pesawat Boeng 737. Bandara ini dibangun oleh PTFI untuk mendukung operasional perusahaan. Awalnya bandara ini dikelola oleh PTFI, saat ini pengelolaannya ditangani oleh AVCO PT Airfast Aviation Facilities company. Penerbangan yang terjadwal di bandara ini adalah Merpati Nusantara Airlines, Garuda, dan beberapa penerbangan umum nasional yang melayani Indonesia bagian Timur. Bandara ini melayani rute-rute penerbangan domestik yang menghubungkan Timika dengan kota-kota seperti: Jayapura, Sorong, Biak, Ambon, Manado, Makasar, Denpasar, Surabaya, dan Jakarta. Juga melayani dua rute penerbangan internasional, yakni rute Timika ke Darwin Australia dan Timika – Guam. Disamping itu, melayani penerbangan perintis yang menghubungkan Timika dengan kota-kota atau kecamatan-kecamatan di pedalaman Papua, seperti rute Timika – Agimuga, Timika-Ilaga, Timika- Nabire dan lainnya. 122

4.2.5. Rencana Tata Ruang Kabupaten Mimika

Pemerintah Kabupaten Mimika pada tahun 2002 berhasil menyusun sebuah laporan tentang Rencana Rinci Tata Ruang RRTR Kabupaten Mimika. Kemudian pada tahun 2005, Pemda Mimika juga berhasil menyusun sebuah buku mengenai Mimika Dalam 3 Dimensi Waktu Dahulu, Kini, dan Masa Datang. Ada 18 sektor prioritas yang akan dikembangkan untuk Mimika dimasa mendatang. Pada sektor tata ruang sektor prioritas ke-13, Tata ruang Kabupaten Mimika akan dibagi Tata Ruang Kota Timika dan Tata Ruang Ibukota Distrik. Dimasa depan, pemerintah Kabupaten Mimika juga merencanakan untuk Pembangunan Kota Baru Pelabuhan Poumako, Pembangunan Tugu Selamat Datang dan Pembangunan Sarana olahraga sampai bertaraf internasional. Dalam RRTR Kabupaten Mimika, wilayah ini dibagi menjadi beberapa kawasan, yaitu: kawasan lindung, kawasan hutan lindung, kawasan taman nasional, kawasan rawa bakau, kawasan sempadan sungai, kawasan sepadan pantai, kawasan penyangga tegangan tinggi, kawasan budidaya, kawasan tanaman pangan lahan kering, kawasan tanaman pangan lahan basah, kawasan pertanian tanaman perkebunan, kawasan pengembangan tanaman sagu, kawasan peternakan, kawasan industri, kawasan perikanan, kawasan parawisata, kawasan pertambangan, kawasan ModADA, kawasan transmigrasi, kawasan perkotaan, kawasan pengembangan perkotaan, kawasan pengembangan budaya Amungme, kawasan campuran, kawasan pemukiman, kawasan perkantoran, kawasan pertahanan dan keamanan, kawasan CBD kegiatan perdagangan dan pertokoan, kawasan pedesaan, kawasan bandara, kawasan pengembangan pelabuhan nusantara, kawasan pengembangan pangkalan pendaratan ikan, dan kawasan riset dan hutan cadangan pangan.

4.2.6. Potensi Wilayah dan Komoditas Unggulan

Berdasarkan data dan informasi dari berbagai sumber, utamanya dari Pemerintah Kabupaten Mimika 2005, analisis situasional dan kondisi di wilayah Kabupaten Mimika, berikut ini diuraikan beberapa potensi Kabupaten Mimika untuk mendukung pengembangan pada masa yang akan datang. Letak strategis Letak geografis Kabupaten Mimika adalah sangat strategis ditinjau dari peranannya sebagai titik sentral dan sebagai penyangga bagi kabupaten- kabupaten yang berada di Kawasan Pengunungan Tengah dan Pesisir Selatan 123 Papua. Bahkan kabupaten ini juga dapat berperan sebagai titik pengembangan pelayanan industri dan jasa di Kawasan Timur Indonesia dan di Kawasan Rim Pasifik Selatan. Letak strategis inilah yang diharapkan akan mengakibatkan lonjakan besar dalam mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Potensi lainnya adalah luas wilayah kabupaten ini sebesar 21.522 km 2 dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Selain itu, adanya daerah dataran tinggi dan dataran rendah yang mempunyai tingkat perbedaan ketinggian yang ekstrem serta banyaknya sungai yang mengalir berpotensi untuk pengembangan listrik tenaga air. Sumber daya alam Potensi SDA Kabupaten Mimika selain tambang tembaga dan emas yang saat ini sedang dikelola PTFI adalah pertambangan galian golongan C yang cukup potensial mendukung pembangunan saat ini dan mendatang. Pada dua tahun terakhir pasir sisa tambang atau tailing dari PTFI telah dijadikan bahan bangunan dan dikirim ke luar Mimika, misalnya ke Kabupaten Merauke. Selain itu, dilaporkan ada sumber tambang emas dan tembaga baru yang saat ini sedang diteliti dan terletak disebelah Timur dari daerah penambangan PTFI. Selain potensi tambang mineral di atas, berikut ini diuraikan beberapa potensi SDA dan komoditas unggulan per sektor untuk mendukung pertumbuhan Mimika saat ini dan kedepan.

a. Sektor pertanian dan perkebunan

Pertanian dan perkebunan merupakan sektor unggulan jangka panjang yang dapat dikembangkan di Kabupaten Mimika karena sebagian besar lahan yang tersebar di beberapa distrik kecamatan. didukung oleh iklim sesuai untuk pengembangan tanaman. Di Distrik Mimika Tengah, Mimika Barat, Mimika Barat Tengah sampai Distrik Mimika Barat Jauh terbentang luas lahan yang sesuai untuk pengembangan tanaman padi sawah, padi gogo, jagung, tanaman palawija, sayur-sayuran, buah-buahan, kelapa, kelapa sawit, kopi, coklat dan karet. Hasil kajian dari Departemen Transmigrasi menunjukkan terdapat areal lahan seluas 90.000 ha di Distrik Mimika Barat yang memiliki tingkat kesesuaian lahan Sangat Sesuai S1 untuk pengembangan tanaman sawit. Selain itu, di Distrik Agimuga, Kuala Kencana, dan Mimika Baru yang semuanya terletak di dataran rendah memiliki lahan yang sesuai untuk pengembangan kopi arabika, jeruk, nenas, avokat, rambutan, durian, dan matoa. Kabupaten Mimika juga memiliki potensi hutan tanaman sagu yang luas sebesar 124 32.231 ha. Hutan sagu alami ini ditemui di sepanjang Pantai Selatan Papua, terbentang dari Distrik Jita, Mimika Baru, Mimika Tengah, Mimika Barat, Mimika Barat Tengah hingga Mimika Barat Jauh. PEMDA telah menetapkan untuk mengupayakan sagu sebagai sumber pangan dengan tetap memperhatikan proses penanaman kembali. Sagu juga sangat potensial diproduksi sebagai tepung sagu yang banyak dibutuhkan di dalam negeri dan luar negeri. Terkait dengan pengembangan sagu, PTFI juga melakukan kajian potensi sagu untuk bio-fuel bekerjasama dengan BPPT Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lampung. Hasil sementara menunjukkan tanaman ini cukup potensial sebagai penghasil etanol. Beberapa Satuan Pemukiman SP dari program transmigrasi antara lain SP I, IV, V, dan SP VI dikembangkan menjadi daerah kawasan tanaman pangan padi serta beberapa distrik, antara lain: Distrik Mimika Timur, Mimika Tengah, Mimika Barat, dan Mimika Barat Tengah. Distrik ini sangat potensial karena memiliki daerah delta yang banyak dilalui sungai-sungai sebagai sumber pengairan.

b. Sektor perikanan dan kelautan

Sektor ini masih belum dikelola secara optimal. Sesuai dengan Tabel 24 pada halaman 118, bahwa rata-rata tingkat pemanfaatan perikanan baik budidaya dan penangkapan pada tahun 2000 - 2006 hanya sebesar 3,36 dari produksi lestari setiap tahunnya. Potensi yang besar ini karena Kabupaten Mimika berbatasan langsung dengan Laut Arafura yang merupakan salah satu wilayah yang berpotensi perikanan laut terbesar di Indonesia. Sampai saat ini kontribusi sektor ini terhadap perekonomian Mimika masih sangat minim. Beberapa komoditas perikanan unggulan memiliki potensi dan nilai jual yang tinggi, antara lain: ikan kakap putibarramundi Giant Perth dengan potensi tangkapan per tahun 25.550 ton; udang Black Tiger Penaeus monodon dengan potensi tangkapan 18.250 tontahun; ikan mulut tikus dengan potensi tangkapan 36.500 tontahun; ikan bubara dengan potensi tangkapan per tahun 18.250 ton; dan kepiting mangrove Scylla serrata dengan potensi tangkapan 10.950 tontahun. Potensi perikanan laut ini juga didukung oleh keadaan umum sepanjang garis pantai Papua Selatan, antara lain: panjang garis pantai di Kabupaten Mimika 340 km dengan lebar laut 7.4 km, jumlah desa di pesisir pantai 41 kampung dengan jumlah penduduk 16.048 jiwa pada tahun 2004. 125 Potensi perikanan darat di Mimika juga sangat besar untuk dikembangkan karena Mimika memiliki kawasan rawa yang luas, sungai yang banyak, dan curah hujan yang tinggi sehingga cocok untuk pengembangan perikanan air tawar. Sesuai dengan data yang ditampilkan pada Tabel 24 di halaman 118, potensi budidaya tambak cukup tinggi, yaitu: tambak kategori intensif seluas 8.000 – 11.000 ha, semi intensif seluas 3.250 ha dan tambak tradisional seluas 3.800 ha Puslit SDM dan Lingkungan, 1999.

c. Sektor kehutanan

Luas hutan produksi di Kabupaten Mimika secara detil dapat dilihat pada Tabel 22 pada halaman 116. Jenis kayu yang tumbuh baik di Kabupaten Mimika dan mempunyai nilai tinggi adalah: kayu besi, matoa, gaharu, kayu putih, kayu cina, kayu dragon, dan berbagai jenis rotan. Data menunjukkan bahwa produksi yang cukup tinggi pada jenis kayu besi dan kayu cina banyak terdapat di Kecamatan Jita, Mimika Timur, Mimika Baru, Mimika Tengah, Mimika Barat, Mimika Barat Tengah, dan Mimika Barat Jauh.

d. Sektor peternakan

Pada sektor ini komoditas perternakan yang dapat dikembangkan di Kabupaten Mimika adalah sapi, kambing, babi, ayam buras dan itik. Pengembangan ternak sapi dan kambing cukup sulit karena sulit mendapatkan bibit non-lokal untuk kedua hewan tersebut dan bibit unggul dari luar harganya mahal.

e. Sektor pariwisata

Sektor pariwisata di Kabupaten Mimika potensial untuk dikembangkan. Beberapa daerah dan kegiatan wisata yang telah dikembangkan, antara lain: wisata alam Taman Nasional Laurentz seluas 781.185 ha terletak di Kecamatan Agimuga. Pulau Puriri, Bidadari, dan Kampus Biru sebagai wisata bahari. Daerah Pigapu dan Otakwa dapat dikembangkan sebagai Pusat Wisata Berburu. Daerah Kaugapu dapat dikembangkan menjadi Pusat Budaya. Daerah Timika Pantai sebagai budaya sejarah karena disana ada situs peninggalan Perang Dunia II. Ada kegiatan budaya tahunan atau beberapa tahunan yang dinamakan sebagai Kegiatan Festival Kamoro. Pada festival ini ditampilkan hasil-hasil ukiran, kesenian dan adat-istiadat Suku Kamoro. 126 4.3. Gambaran Umum Kegiatan PT Freeport Indonesia 4.3.1. Kegiatan operasi penambangan PT Freeport Indonesia PTFI adalah perusahaan PMA yang bergerak di bidang pertambangan Tembaga dan Emas dan telah beroperasi sejak tahun 1972 di Kabupaten Mimika, Propinsi Papua. Kegiatan yang berlangsung pada saat ini didasarkan kepada Kontrak Karya Kedua antara Pemerintah Republik Indonesia dengan PTFI yang ditandatangani pada tahun 1991. Batas-batas daerah kerja PTFI adalah: sebelah Utara adalah Pegunungan Jayawijaya, berbatasan dengan Kabupaten Puncak Jaya. Sebelah Timur dengan Taman Nasional Lorentz. Sebelah Selatan dengan Laut Arafura. Sebelah Barat berbatasan dengan Kota Timika, Kabupaten Mimika, berbatasan dengan Kabupaten Kaimana. Sebelah Barat Laut berbatasan dengan Pegunungan Jayawijaya yang berbatasan dengan Kabupaten Paniai. Bijih yang ditambang terletak pada ketinggian lebih dari 4.000 m di atas permukaan laut di daerah Erstberg dan Grasberg dalam wilayah Kontrak Karya seluas 100 km 2 . Pada saat ini PTFI mengoperasikan tambang terbuka Grasberg dan tambang bawah tanah DOZ Deep Ore Zone dengan target produksi harian sekitar 240 ribu ton bijih. Dengan jumlah cadangan sekitar 2,7 milyar ton terdapat cukup bijih untuk ditambang sampai dengan jangka waktu Kontrak Karya dan perpanjangannya berakhir. PTFI berkembang pesat setelah penemuan cebakan Grasberg pada ketinggian 4.000 m di atas permukaan laut di daerah Erstberg dan Grasberg pada tahun 1988. Penemuan ini memungkinkan PTFI melakukan perluasan operasi pertambangan, yaitu dari 125.000 ton bijihhari menjadi 160.000 ton bijihhari 160K. Sejak tahun 1998 PTFI telah mengoperasikan tambang terbuka Grasberg dan tambang bawah tanah dengan target produksi 240 ribu ton bijihhari. Secara garis besar ada empat kegiatan utama dari PTFI, yaitu: pengelolaan batuan penutup dan air asam tambang, pengolahan bijih dan pengeringan konsentrat, pengelolaan tailing, dan kegiatan penunjang Laporan RKLRPL PTFI, 2007. Pengelolaan batuan penutup dan air asam tambang Untuk menambang bijih pada penambangan terbuka perlu disingkirkan terlebih dahulu batuan yang menutupi batuan bijih. Batuan yang menutupi batuan bijih dan tidak mengandung cukup mineral berharga untuk diolah disebut batuan penutup. Perbandingan jumlah batuan penutup yang harus disingkirkan dan bijih 127 yang dihasilkan adalah sekitar 3:1. Batuan penutup diangkut dari dalam tambang terbuka Grasberg dan ditimbun di daerah sekitarnya. Setelah mencapai ketinggian akhir maka timbunan batuan penutup direklamasi dengan penanaman tanaman spesies lokal. Sebelum ditambang, batuan penutup tidak mempunyai kontak dengan oksigen dan air, karena terletak di bawah permukaan tanah sehingga tetap stabil. Setelah diangkat dan ditimbun maka akan mengalami kontak dengan udara dan air. Batuan penutup jenis tertentu, yaitu yang mengandung mineral sulfida belerang, dapat menghasilkan asam karena bereaksi dengan oksigen dan air. Air asam tersebut terbawa oleh air hujan menjadi air asam batuan AAB yang dikelola secara seksama. PTFI memanfaatkan batuan gamping yang cukup melimpah di daerah tambang Grasberg dan bubur kapur yang diproduksi dari batu gamping lokal untuk melakukan pencegahan dan penetralan air asam batuan. PTFI mempunyai sistem pengumpulan AAB berupa jalur pipa dan terowongan bawah tanah yang membawa air asam menuju fasilitas penetralan di kompleks Pabrik Pengolahan Bijih di MP74. Air asam yang telah dinetralkan, didaur ulang untuk keperluan operasional Pabrik Pengolahan Bijih. Pengolahan bijih dan pengeringan konsentrat Bijih yang dihasilkan dari tambang dikirim melalui terowongan vertikal ke bawah dan ban berjalan menuju Pabrik Pengolahan Bijih yang terletak di sebuah lembah sempit pada ketinggian 2.800 m di atas permukaan laut. Di Pabrik Pengolahan Bijih mineral Tembaga, Emas dan Perak diekstrak menggunakan teknik flotasi pengapungan yang umum digunakan oleh pabrik-pabrik pengolahan bijih sejenis di dunia. Mula-mula batuan bijih digiling sampai halus dan dicampur dengan air dalam jumlah yang besar pada mesin penggiling yang kemudian dialirkan ke dalam tangki-tangki flotasi. Pada tangki-tangki flotasi diberikan gelembung-gelembung udara dan reagen yang bergerak dari dasar tangki menuju ke permukaan. Dalam perjalanannya ke permukaan gelembung-gelembung tersebut menangkap dan mengumpulkan mineral berharga dari permukaan butir-butir halus hasil gerusan batuan bijih. Setelah sampai di permukaan, gelembung berubah menjadi buih yang telah kaya dengan mineral berharga. Buih tersebut kemudian dikumpulkan menjadi bubur konsentrat dan dikirim melalui jalur pipa menuju Pabrik 128 Pengeringan Konsentrat di daerah Pelabuhan Amamapare yang terletak sekitar 120 km di sebelah selatan Pabrik Pengolahan Bijih. Pengeringan dilakukan dengan penyaringan bertekanan tinggi filter press dan pemanasan. Konsentrat kering berupa butiran pasir halus berwarna hitam merupakan produk akhir PTFI. Konsentrat dikapalkan menuju pabrik peleburan tembaga di seluruh penjuru dunia termasuk PT Smelting-Pabrik Peleburan dan Pemurnian Gresik, yang berlokasi di Gresik, Jawa Timur Pengelolaan tailing Hanya sekitar 3 dari total bijih yang diolah di pabrik berubah menjadi konsentrat. Pasir yang tersisa dari proses pengolahan bijih dinamakan tailing. Dengan demikian, jumlah tailing yang dihasilkan adalah sekitar 230 ribu tonhari. Diperlukan lahan yang cukup luas untuk menyimpan tailing yang telah dan akan terakumulasi sampai akhir masa tambang. Dalam rangka menyusun AMDAL 300K tahun 1996-1997, PTFI menugaskan konsultan internasional untuk mempelajari berbagai opsi pengelolaan tailing. Dari belasan opsi yang dipelajari akhirnya dipilih dan disetujui satu opsi untuk dilaksanakan, yaitu sebagai berikut: tailing dari Pabrik Pengolahan Bijih di dataran tinggi diangkut melalui sistem sungai Aghawagon – Otomona menuju suatu daerah yang khusus dialokasikan designated untuk menampung tailing. Supaya tidak terjadi perluasan dampak secara lateral, dibangun dua buah tanggul yang membujur pada arah Utara– Selatan yang dikenal sebagai Tanggul Barat ± 50 km dan Tanggul Timur ± 54 km. Jarak kedua tanggul bervariasi antara 4 – 7 km dan luas total lahan di antara kedua tanggul adalah 230 km 2 . Dalam dokumen AMDAL 300K daerah dinamakan Daerah Pengendapan Ajkwa yang Dimodifikasi dan kemudian lebih dikenal dengan nama ModADA. Di dalam ModADA pengendapan tailing terjadi secara merata mengikuti aliran air permukaan yang terus berpindah-pindah dan bercabang-cabang. PTFI terus melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pengendapan tailing dalam ModADA. Tinggi tanggul terus ditambah mengikuti tinggi endapan tailing dan dijaga agar mampu menampung air dari perkiraan kejadian banjir terbesar Maximum Probable Flood. Pengendapan tailing dalam ModADA disebabkan oleh gaya gravitasi sehingga terdistribusi menurut ukuran partikel. Partikel kasar mengendap di bagian utara ModADA kira-kira berjarak lebih kurang 2 km sejajar dengan kota Timika. Partikel berukuran sedang mengendap di sebelah utara 129 ModADA hingga sampai sebelum daerah sagu. Partikel halus mengendap di daerah sagu sampai ujung selatan ModADA di dekat muara Ajkwa. Partikel yang sangat halus mengendap di Estuari Ajkwa dan sisanya terbawa sampai ke Laut Arafura di selatan pantai Mimika. Pola penyebaran tailing di Estuari Ajkwa dan Laut Arafura sampai masa pasca tambang telah diprediksi melalui sebuah model komputer 3-Dimensi yang dikembangkan oleh ahli pemodelan dari ITB. Selain itu, juga telah diidentifikasi dan dikuantifikasi risiko ekologi dan kesehatan manusia dari tailing melalui suatu studi Ecological Risk Assessment yang dilakukan oleh tim peneliti dari dalam dan luar negeri selama 4 tahun 1998 – 2002. PTFI telah melakukan berbagai penelitian dan percobaan penghijauan lahan tailing dan menanam bermacam tanaman budidaya untuk menunjukkan bahwa setelah masa tambang berakhir ModADA dapat diubah menjadi lahan produktif dalam waktu tidak terlalu lama dan dengan biaya tidak terlalu besar. Hasil penelitian Taberima 2009 menunjukkan bahwa tanah yang berkembang dari tailing di ModADA telah menunjukkan adanya perkembangan struktur yang lebih baik pada horison permukaan dibandingkan horison di bawahnya. Kegiatan penunjang Untuk dapat melakukan usahanya, PTFI menyelenggarakan berbagai kegiatan penunjang skala besar seperti pembangkitan tenaga listrik dan jaringan distribusinya, gudang-gudang logistik, penyediaan sarana dan prasarana angkutan darat, laut dan udara, bengkel-bengkel pemeliharaan kendaraan dan peralatan berat. Selain itu untuk sekitar 18.000 karyawan dan keluarganya PTFI juga menyediakan fasilitas perkotaan dan pusat-pusat pemukiman seperti kompleks perkantoran, perumahan, asrama, hotel, kantin umum, rumah sakit, sekolah, pusat perbelanjaan, pusat rekreasi dan berbagai fasilitas lainnya. Setiap hari kegiatan penunjang ini menghasilkan limbah padat dan limbah cair dalam jenis dan jumlah yang tidak sedikit. Untuk menjaga lingkungan, PTFI sejak semula telah menyelenggarakan pengelolaan limbah secara terpadu. Limbah padat atau limbah cair tidak diperbolehkan untuk dibuang secara sembarangan ke lingkungan. Tidak dijumpai sampah yang berserakan di pemukiman, jalan ataupun sungai di seluruh wilayah kerja PTFI. Semua fasilitas tempat tinggal, perkantoran dan sarana umum diperlengkapi dengan tempat sampah dalam ukuran dan jumlah yang cukup. Limbah padat domestik diambil dan diangkut secara berkala oleh armada truk sampah dan dibuang ke tempat- 130 tempat pembuangan akhir TPA yang terletak di daerah tambang, di MP72 dan di MP38. Khusus untuk limbah yang dapat digunakan kembali dilakukan daur ulang. Sebagai contoh, ban bekas di-revulkanisasi atau digunakan untuk penahan erosi. Sampah organik digunakan untuk bahan pembuat kompos. Aki bekas dihibahkan kepada pabrik daur ulang di Jakarta dan Surabaya. Demikian pula besi dan logam bekas lainnya. Oli bekas dijadikan bahan bakar di Pabrik Kapur dan di Pabrik Pengeringan Konsentrat. Semua limbah cair domestik disalurkan melalui jalur pipa menuju instalasi pengolahan air limbah IPAL terdekat. PTFI mengoperasikan 10 IPAL yang tersebar dari daerah tambang sampai ke pelabuhan. Setelah diolah, limbah cair dapat dialirkan kembali ke lingkungan. Limbah B3 seperti limbah hidrokarbon, abu pembakaran limbah medis, dan bahan kimia kadaluwarsa dikirim ke PPLI Prasada Pamunah Limbah Industri di Cibinong, Jawa Barat untuk penanganan dan pembuangan akhir. Gambar 13. Gambar Daerah Operasi PTFI dari Dataran Tinggi sampai Di Dataran Rendah Pengelolaan lingkungan di seluruh wilayah kerja PTFI merupakan tanggung jawab manajer tiap lokasi kerja dan di bawah koordinasi Departemen Lingkungan Hidup. Sistem Manajemen Lingkungan SMLPTFI mengacu kepada standar ISO 14001 dan telah disertifikasi dan diawasi oleh SGS sejak tahun 131 2001. Pekerjaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang bersifat rutin dilakukan berdasarkan prosedur baku operasi SOP yang dievaluasi dari waktu ke waktu sehingga dapat terjadi perbaikan secara terus menerus. Karyawan diberikan pelatihan yang cukup untuk dapat memahami dan melaksanakan SOP ini. Pelaksanaan SML di lapangan diperiksa melalui inspeksi dan audit lingkungan secara berkala. Sekali setahun dilakukan Kaji Ulang Manajemen atas SML PTFI secara keseluruhan. Visi PTFI adalah untuk menjadi perusahaan tambang yang secara aktif bertanggungjawab dalam bidang lingkungan hidup. Secara garis besar kegiatan operasi tambang PTFI mulai dari dataran tinggi hingga dataran rendah seperti pada Gambar 13. Daerah Kontrak Karya blok A dan blok B tertera pada Gambar 14. Seperti kegiatan pertambangan pada umumnya, demikian pula kegiatan penambangan PTFI mempunyai pengaruh yang nyata kepada lingkungan hidup, sosial dan ekonomi. Terkait dengan penutupan tambang berkelanjutan maka pengaruh kerusakan pada lingkungan hidup perlu dipulihkan sesuai dengan rencana peruntukannya sehingga menjamin keamanan bagi hewan, tanaman dan manusia yang akan hidup di dalamnya. Manfaat sosial dan ekonomi dapat bisa terus dirasakan oleh masyarakat sekitarnya walaupun berasal dari kegiatan- kegiatan lain yang dibangun dari hasil manfaat bahan tambang.

4.3.2. Pengaruh lingkungan hidup dan kegiatan pengelolaannya

Ada dua pengaruh utama dari kegiatan PTFI pada lingkungan hidup sekitarnya yaitu air asam batuan AAB dari timbunan batuan penutup dan tailing yang merupakan butiran pasir sisa dari hasil pemrosesan bijih. Selain itu, pengaruh lainnya adalah kestabilan lereng di daerah tambang kemungkinan erosi dan longsor dan perubahan topografi. Sampai saat ini ada dua lubang besar setelah bahan tambangnya dikeluarkan, yakni bekas tambang Ertzberg dan daerah tambang saat ini, Grasberg. Menurunnya keragaman hayati baik hewan dan tanaman di daerah-daerah dimana bentang alamnya dibuka untuk mendukung panambangan baik di dataran tinggi dan di dataran rendah. Menurunnya kualitas udara karena emisi-emisi gas buang baik dari pabrik pengelolahan, pabrik batu gamping dan intalasi PLTU Pembangkit Listrik Tenaga Uap. Menurunnya kualitas air di sepanjang Sungai Aghawagon dan Otomona karena digunakan sebagai sarana transportasi tailing dari pabrik pengolahan di dataran tinggi sampai di ModADA dan juga menurunnya kualitas 132 air muara dan terjadinya pendangkalan di daerah muara. Pengaruh lainnya adalah hancurnya hutan hujan tropis seluas 230 Km 2 akibat digunakan sebagai daerah pengendapan tailing atau disebut sebagai ModADA di dataran rendah. Gambar 14. Daerah Kontrak Karya blok A dan blok B PTFI. 133 Pengaruh-pengaruh lingkungan hidup itu perlu dikelola agar tidak membahayakan selama kegiatan operasi dan sesuai dengan regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah. Pengelolaan dampak lingkungan yang baik saat operasi tambang sedang berjalan akan berpengaruh positif kepada perbaikan lingkungan saat tambang memasuki saat penutupan dan juga akan mengurangi biaya dan resiko-resiko. Oleh karena itu, sesuai dengan dokumen AMDAL 300 K, program-program pengelolaan dan pemantauan lingkungan PTFI, antara lain sebagai berikut: air asam tambang dan timbunan batuan penutup, kestabilan lereng dan perubahan topografi, hidrologi dan geohidrologi, geokimia dari tailing, reklamasi di daerah dataran tinggi dan dataran rendah, kontruksi dan kestabilan tanggul tempat pengendapan tailing, limbah padat, cair dan B3 baik dari industri maupun dari domestik, dan kualitas air dan kualitas udara ambien serta pengelolaan dan pemantauan lainnya sebagaimana yang dilaporkan secara teratur dalam dokumen RKL Rencana Pengelolaan Lingkungan dan RPL Rencana Pemantauan Lingkungan Untuk mendukung upaya-upaya pengelolaan dan pemantauan berjalan baik dan lancar sesuai dengan target dan juga persyaratan dari regulator, PTFI juga menyelenggarakan kegiatan-kegiatan pendukung, adalah sebagai berikut: aplikasi sistem manajemen lingkungan perusahaan dengan persyaratan ISO 14001 atau SNI Standard Nasional Indonesia 19-14001; melakukan audit internal dan eksternal secara teratur; pengelolaan laboratorium lingkungan, membangun satu unit pabrik gamping, membangun IPAL Instalasi Pengelolaan Air Limbah di setiap satu unit kegiatan domestik atau rumah tangga; melakukan kerjasama penelitian dengan lembaga penelitian di perguruan tinggi dan swasta; melakukan perekaman dengan citra satelit untuk melihat dampak tailing terhadap vegetasi, pola aliran air, perkembangan perubahan lahan di daerah sekitar Timika dan proyek PTFI; dan mengadakan pendidikan kepedulian lingkungan baik untuk internal perusahaan maupun eksternal, seperti publik di Mimika. Dalam mendukung kegiatan pengelolaan lingkungan, PTFI setiap tahun mengalokasikan dana yang cukup. Misalnya untuk tahun 2006 jumlah dana yang digunakan adalah sebesar 27,5 juta US Dolar. Pada tahun 2005 biaya lingkungan PTFI sebesar 20 juta US Dolar, sedangkan pada tahun 2007 adalah sebesar 36,2 juta US Dollar. Pada tahun 2008 PTFI menganggarkan dana sebesar 44,15 juta US Dolar untuk biaya pengelolaan lingkungannya. 134 Penghargaan dan pengakuan yang diterima PTFI baik dari pemerintah Indonesia maupun lembaga internasional sebagai hasil dari pencapaian- pencapaian dalam pengelolaan lingkungan hidup, adalah sebagai berikut: a. Mendapatkan nilai BIRU MINUS untuk PROPER Penilian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup untuk tahun 2006 – 2007, berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 483, tertanggal 31 Juli 2008 b. Penghargaan Lingkungan Pertambangan tahun 2007 dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral sebagai pelaksana Reklamasi Kegiatan Pertambangan Mineral untuk periode kegiatan pertambangan 2004-2006. c. Memperoleh akreditasi dari NATA National Association of Testing Authorities, Australia dan sertifikat akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional KAN-BSN untuk Laboratorium Lingkungan PTFI, sebagai pengakuan untuk kemampuan pengujian hampir seluruh aktifitas pengujian yang dapat dilakukan oleh laboratorium ini. d. PTFI menerima sertifikat ISO 14001, standar internasional sistem pengelolaan lingkungan. PTFI telah menerapkan ISO 14001 dalam pelaksanaan pengelolaan program lingkungan hidupnya. e. Menerima penghargaan Pelaporan Pembangunan Berkelanjutan tahun 2007 dari National Center for Sustainability Reporting NCSR. Sustainability Reporting ini merupakan sebuah sistem pelaporan yang menggambarkan keberhasilan kegiatan bisnis dalam mengelola aspek-aspek keberlanjutan lingkungan, sosial dan aspek ekonomi seperti yang diperkenalkan oleh GRI 2006.

4.3.3. Pengaruh sosial dan kegiatan pengelolaannya

Pengaruh sosial dari kegiatan PTFI adalah antara lain: mengurangi akses masyarakat ke tempat dan mendapatkan sumber daya yang biasa mereka peroleh secara tradisional, seperti bahan pangan, kebutuhan papan dan lainnya; menimbulkan urbanisasi atau migrasi dari daerah kabupaten sekitarnya dan di luar Papua bahkan dari luar negeri; tekanan terhadap lahan dan perumahan masyarakat, tekanan terhadap budaya setempat, dan persepsi negatif masyarakat pada kegiatan tambang. Disamping itu manfaat sosial yang dirasakan oleh masyarakat, adalah antara lain: pelayanan dan perbaikan kualitas kesehatan; pengembangan SDM setempat melalui penyediaan 135 pendidikan, beasiswa dan keterampilan; pembinaan pengusaha kecil dan menengah; penguatan kapasitas kelembagaan, memberikan akses bagi pengambilan keputusan oleh masyarakat, khususnya dalam pengolaan pengembangan masyarakat; pengembangan potensi budaya setempat dan lainnya. Untuk mengelola pengaruh sosial yang negatif kepada masyarakat sekitarnya dan juga meningkatkan manfaat sosial dari kegiatan PTFI, maka perusahaan menyelenggarakan program pengembangan masyarakat dan juga beberapa kegiatan yang terkait dengan komitmen sosialnya, yang saat ini dikenal dengan nama Corporate Social Responsibility CSR atau Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Program pengembangan masyarakat yang dijalankan oleh PTFI sangat beragam. Namun berdasarkan sumber pendanaannya dapat dikelompokkan dua kelompok, yaitu: a Program pengembangan masyarakat dari dana operasional PTFI dan b Program pengembangan masyarakat dari Dana Kemitraan PTFI. PTFI juga mengalokasikan Dana Kapital, yaitu sejumlah dana untuk pembangunan sarana dan prasarana dalam mendukung kegiatan program PM. Perusahan juga memberikan donasi-donasi yang terkait dengan PM. Program PM yang bersumber dari dana operasional perusahaan dikelola langsung oleh PTFI dengan melakukan pembinaan dan pengembangan putraputri masyarakat setempat untuk mengelola kegiatan PM. Program- programnya, meliputi: a pengembangan infrastruktur tiga desa Banti, Aroanop, Tsinga di dataran tinggi; b program rekognisi Kamoro; c program pengembangan dan pendampingan masyarakat 5 desa Tipuka, Ayuka, Nawaripi, Koperapoka, dan Nayaro di dataran rendah; d pengembangan usaha kecil dan menengah bagi masyarakat; e percontohan dan alih teknologi pertanian dan peternakan; f penguatan Lembaga Hak Asasi Manusia Anti Kekerasan YAHAMAK; g penyediaan Dana Perwalian bagi masyarakat Amungme dan Kamoro; h pengembangan SDM di Institut Pertambangan Nemangkawi di Kuala Kencana; i peningkatan kesehatan dan pengendalian penyakit malaria; dan j bina hubungan masyarakat. Program pengembangan bersumber dari ”Dana Kemitraan DK PTFI” atau sebelumnya disebut ”Dana 1”, adalah sebesar satu persen dari pendapatan kotor tahunan PTFI. Program ini dibentuk dan dilaksanakan sejak tahun 1996 sampai tahun 2006 dan telah diperpanjang selama lima tahun 136 sampai tahun 2011. Kewenangan pengelolaan DK PTFI adalah LPMAKLembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro, sebuah organisasi lokal di Mimika yang dibentuk bersama oleh pemerintah daerah, PTFI, lembaga adat, dan tokoh masyarakat dan tokoh agama. Program-program yang dikelola difokuskan pada bidang-bidang: pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan, dukungan bagi lembaga adat dan bagi aspek keagamaan, dan memberikan bantuan kemanusiaan. PTFI mengeluarkan dana yang cukup besar untuk membiayai program PM-nya. Bila dibandingkan dengan total kontribusi dari seluruh industri pertambangan di Indonesia, kontribusi dana PM PTFI sejak tahun 2002 sampai 2006 rata-rata mencapai di atas 50 setiap tahunnya. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 26. Pada tahun 2006 kontribusi Comdev PTFI sebesar 63.83 dari total seluruh Comdev industri tambang di Indonesia. Tabel 26. Kontribusi Pendanaan PM PTFI terhadap industri pertambangan dalam US Juta Uraian Kegiatan Jumlah Dana Comdev US Juta 2002 2003 2004 2005 2006 Total Comdev industri tambang 57,44 77,74 62,29 90,52 120,22 Comdev PTFI 39,66 41,12 43,46 63,99 76,74 Comdev PTFI thd. industri tambang 69,05 52,89 69,77 70,69 63,83 Dihitung kembali dari PWC, 2007 dalam LPEM-FEUI, 2008 Tabel 27. Pendanaan Program PM PTFI pada tahun 2008 sampai Bulan Oktober Kegiatan Aktual tahun 2008 sampai Oktober US Dollar Dana Kemitraan LPMAK 37.489.927 Program Pengembangan Masyarakat SLD 13.374.984 Dana-dana Perwalian 1.100.000 Kesehatan Masyarakat Pengendalian Malaria 7.932.407 Institut Pertambangan Nemangkawi 11.765.132 Asrama Tomawin 321.131 Tailing Utilization 810.504 Total Dana Operasional Dana Kemitraan 72.794.085 Dana Kapital 3.429.630 Donasi PTFI berkaitan dengan program PM 1.394.285 Jumlah 77.618.000 Sumber : SLD PTFI 2008 137 Pada tahun 2008 sampai bulan Oktober PTFI telah menyeluarkan dana untuk pengembangan masyarakat sejumlah 77.618.000 US Dollar. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 27. Bila dilihat berdasarkan dana yang dikelola maka program PM yang dikelola oleh LPMAK adalah sebesar 48,3 dari total dana PM yang dialokasikan oleh PTFI. Hal ini menunjukkan bahwa LPMAK sebagai lembaga lokal di Mimika telah mampu mengelola dana dan beragam jenis program PM. Secara rinci besarnya DK PTFI yang dialokasikan sejak tahun 1996 sampai 2007 dapat dilihat pada Tabel 28. Dana tahun 2006 meningkat hampir lima kali lipat dari tahun 1996. Tabel 28. Alokasi Dana Kemitraan PTFI dari tahun 1996 – 2007 Jumlah Dana Kemitraan 1996 1997 1998 1999 2000 2001 Dalam US Dolar 10.810.150 12.742.915 16.625.288 21.117.015 13.504.330 17.317.229 Dalam Juta Rupiah 25.209 38.751 179.705 158.044 117.256 179.636 Jumlah Dana Kemitraan 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Dalam US Dolar 18.313.298 21.841.766 18.041.433 40.534.482 51.828.368 51.368.863 Dalam Juta Rupiah 172.306 189.038 161.838 393.855 472.756 475.498 Sumber : SLD PTFI, 2008 Beberapa penghargaan dan pengakuan dari pemerintah Indonesia dan lembaga internasional terkait dengan hasil pencapaian-pencapaian dari pelaksanaan program sosialnya atau program PM PTFI, adalah sebagai berikut: a. Penghargaan internasional dalam bidang PM atau “Community Development Excellence Award” , dari Asia Mining Congress di Singapura 9 April 2009 untuk pengembangan SDM Papua berkelanjutan di Institut Pertambangan Nemangkawi IPN yang didirikan dan dikelola oleh PTFI. b. Meraih penghargaan Tujuan-tujuan Pembangunan Milenium atau Millennium Development Goals MDGs 2008 untuk kategori Memerangi HIVAIDS, Malaria, Tuberkulosis, dan Penyakit lainnya. MDGs Award merupakan kerjasama antara Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB, Kantor Menteri Negara Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bappenas dan Metro TV dan diberikan kepada institusi pemerintah dan dunia swasta yang menjalankan program-program menuju tujuan-tujuan pembangunan milenium. 138 c. Menerima Piagam Penghargaan Utama Menteri Negara Perumahan Rakyat atas dukungannya terhadap Pembangunan Perumahan sebagai bagian dari CSR. Tujuan dari penghargaan ini adalah mendorong dunia usaha agar lebih peduli dalam mendukung pembangunan perumahan sehingga dapat mempercepat pemenuhan perumahan layak huni bagi karyawan dan masyarakat.

4.3.4. Pengaruh ekonomi dan kegiatan pengelolaannya

Ada dua pengaruh utama dalam aspek ekonomi dari kegiatan PTFI bagi negara dan masyarakat sekitarnya, yakni: Pertama, berupa manfaat secara langsung, seperti: pajak penghasilan badan, royalti, dividen pemerintah dan pajak serta pungutan lain. Kedua, manfaat tidak langsung yang berupa dampak pertumbuhan ekonomi di Papua dan Indonesia LPEM-FEUI, 2008 dan pelaksanaan komitmen sosialnya yang berupa: Dana Kemitraan atau Dana 1 untuk pengembangan masyarakat sekitarnya dan dana perwalian untuk masyarakat Amungme dan Komoro, dua suku sebagai pemilik hak ulayat daerah operasi perusahaan. Berikut ini adalah beberapa kontribusi PTFI kepada pertumbuhan ekonomi baik bagi Mimika, Papua maupun bagi Indonesia pusat yang merupakan hasil analisa LPEM-FEUI 2008, adalah sebagai berikut: a. Kontribusi terhadap pembentukan PBD dan PDRB. Pada tahun 2007 PTFI diperkirakan memberikan kontribusi pada pembentukan Produk Domestik Bruto Nasional PDB adalah sebesar 64,58 trilyun rupiah 2,42 , sedangkan kontribusi pada pembentukan PDRB Papua pada tahun yang sama adalah sebesar 34,34 triyun rupiah 44,87 . Kontribusi pada pembentukan PDRB Mimika adalah sebesar 32,71 trilyun 95,56 . Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 29. b. Kontribusi terhadap penciptaan lapangan kerja. Pada tahun 2005 PTFI diperkirakan memberikan kontribusi terhadap penciptaan kesempatan kerja secara nasional sebesar 277 ribu kesempatan orang kerja. Untuk Papua di tahun yang sama, PTFI memberikan kontribusi terhadap penciptaan kesempatan kerja secara nasional sebesar 229 ribu kesempatan orang kerja LPEM-FEUI, 2006. 139 Tabel 29. Dampak ekonomi dan fiskal PTFI kepada negara, Provinsi Papua, dan Kabupaten Mimika tahun 2001 – 2007 Uraian Dampak Ekonomi dan Fiskal PTFI dalam Milyar Rupiah 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 PDB Nasional 1.646.322 1.821.833 2.013.675 2.295.826 2.784.960 3.339.480 3.957.404 Persentase Kontribusi PTFI 1,75 1,22 1,15 1,08 2,78 2,57 2,42 PDRB Papua 24.556 23.097 28,726 31.846 51.538 64.361 76.544 Persentase Kontribusi PTFI 55,34 40,90 46,63 28,53 62,54 56,71 44,87 PDRB Mimika 15.051 11.822 15.177 14.907 32.196 33.331 34.237 Persentase Kontribusi PTFI 98,64 97,71 98,19 97,58 97.23 76,51 95,56 APBN Negara - 304.895 340.658 400.334 494.150 654.882 706.791 Persentase Kontribusi PTFI - 0,59 0,84 0,57 1.69 2,23 2,34 APBD Provinsi Papua - 2.020 2.276 2.428 2.741 4.895 5.372 Persentase Kontribusi PTFI - 3,70 3,70 4,28 6,66 6,26 6,35 APBD Kab. Mimika - 332 362 392 598 1.024 815 Persentase Kontribusi PTFI - 42,33 42,62 42,83 53,44 52,19 74,32 Sumber: LPEM-FEUI 2008 c. Kontribusi terhadap penerimaan negara. Pada tahun 2007 kontribusi fiskal PTFI terhadap APBN mencapai Rp 16,51 trilyun rupiah atau sekitar 2,34 dari total APBN. Kontribusi pada APBD Provinsi Papua adalah mencapai 341 milyar rupiah 6,35 , sedangkan untuk APBD Mimika adalah sebesar 605 milyar rupiah 74,32 . d. Kontribusi terhadap pengembangan masyarakat pada tahun 2007, PTFI telah memberikan kontribusi dalam menyalurkan dana pengembangan masyarakat sebesar 76,74 juta US Dollar atau sekitar 63,83 dari total dana pengembangan masyarakat yang disediakan oleh perusahaan-perusahaan pertambangan di Indonesia.

4.3.5. Kegiatan PTFI terkait penutupan tambang.

Beberapa kegiatan perusahaan yang dilakukan saat ini terkait dengan Rencana Penutupan Tambang RPT, antara laian: a. PTFI telah membuat suatu rencana konseptual pasca tambang pada tahun 1997 sebagai bagian dari studi penunjang ANDAL 300K. Rencana ini mengidentifikasi fasilitas dan operasi utama yang akan dihentikan dan ditutup, jadwal penutupan, tindakan-tindakan yang akan diambil untuk 140 penutupan, serta estimasi biaya untuk kegiatan penutupan tersebut. Dokumen Rencana Pasca Tambang merupakan dokumen yang ‘hidup’ living document dan akan diperbarui dari waktu ke waktu. Pada bulan Desember 2004, PTFI menyelesaikan rencana pengelolaan penutupan tambang yang telah diperbaharui. b. PTFI telah menyediakan dana untuk pembiayaan kegiatan penutupan tambang dan reklamasi pada akhir masa tambang dalam bentuk accounting reserve. Hingga akhir triwulan kedua pada tahun 2008 jumlah kewajiban yang telah dibukukan dalam bentuk accounting reserve tersebut sebesar US 69.916.301. Disamping itu, sejak tahun 1996 PTFI mulai menyisihkan dana kas secara teratur dalam bentuk deposito yang direncanakan pada akhir masa tambang jumlahnya akan mencapai US100 juta sudah termasuk bunga. Hingga akhir triwulan kedua tahun 2008 jumlah dana deposito pasca tambang yang telah terakumulasi adalah sebesar US 10.664.644 Laporan RKLRPL PTFI, 2007. c. Pada tanggal 17 dan 18 Juni 2008, PTFI bekerjasama dengan UNIPA Universitas Negeri Papua menyelenggarakan sebuah Simposium Pengelolaan AAB PTFI yang dihadiri oleh ahli-ahli dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia dan ahli dari luar negeri. Para ahli yang berpartisipasi itu berasal dari institusi pendidikan antara lain: Universitas Negeri Papua UNIPA; Universitas Negeri Cendrawasih UNCEN; Institut Teknologi Bandung ITB; Universitas Gajah Mada UGM; Universitas Diponogoro UNDIP; Institut Pertanian Bogor IPB; dan EGI Sydney, Australia. Beberapa hasil rumusan simposium itu adalah: 1. PTFI berupaya secara sungguh-sungguh dalam mengelola AAB agar aman bagi lingkungan sekitarnya pada saat ini dan telah mengembangkan praktek-praktek yang baik untuk menyongsong masa penutupan tambang. 2 Hasil-hasil penelitian, praktek-praktek pengelolaan saat ini, dan tahapan pengoperasian tambang terbuka dan tambang bawah serta didukung oleh karakteristik dan potensi alam di sekitar wilayah PTFI yang unik tidak dimiliki industri tambang lain, telah memberikan harapan yang besar dan keyakinan bahwa pengelolaan AAB PTFI saat ini dapat dijadikan dasar pengelolaan selanjutnya. 3. PTFI perlu secara terus menerus melakukan perbaikan- perbaikan penanganan untuk memberikan keyakinan yang lebih besar disertai pengembangan-pengembangan baru baik dalam segi teknologi yang 141 dipakai maupun aspek lain yang terkait. 4. Simposium ini telah menambah wawasan baik bagi PTFI maupun para akademisi yang hadir. Dengan demikian perlu dilakukan secara berkesinambungan dan didokumentasikan dengan baik untuk dijadikan bahan penting dalam membangun industri pertambangan di Papua khususnya dan di Indonesia pada umumnya. d. Strategi pengelolaan program pengembangan masyarakat mulai mempertimbangkan pada persiapan-persiapan pencapaian pekerjaan penutupan dan pasca tambang yang efektif dan efisien serta diarahkan untuk keberlanjutan setelah tambang berakhir. Strategi kemitraan yang setara dan saling menguntungkan dalam menyelenggarakan program pengembangan masyarakat adalah salah satu contoh.

4.3.6. Kegiatan PTFI terkait pembangunan berkelanjutan

Kegiatan-kegiatan pengelolaan perusahaan baik pada bidang operasi tambang maupun pengelolaan lingkungan hidup dan sosial yang menunjukkan bahwa adanya implementasi prinsip-prinsip PB, adalah sebagai berikut: a. Prinsip-prinsip PB telah dimasukkan dalam kebijakan perusahaan dan menjadi praktek-praktek pengelolaan operasional perusahaan. Contoh: kebijakan pengelolaan lingkungan hidup dan kegiatan “Freeport Goes Green”. Juga, mengembangkan Kawasan Pengamatan Suksesi Alami di MP21 untuk mempromosikan keberadaan sumber daya alam di daerah pengendapan pasir sisa tambang SIRSAT atau tailings melalui kegiatan pendidikan dan rekreasi. Proses suksesi alami di area ini terjadi tanpa campur tangan manusia telah menunjukkan keyakinan bahwa bekas lahan tailing dapat dilakukan reklamasi dengan hasil yang baik. b. PTFI terlibat dalam kegiatan-kegiatan internasional untuk mengaplikasikan prinsip-prinsim PB dalam kegiatan industri tambang. Terlibat dalam MMSD dan menjadi anggotan ICMM, bahkan Presiden and CEO Freeport- McMoRan Copper Gold, Richard Adkerson sebagai Ketua ICMM pada tahun 2008. ICMM merupakan organisasi internasional yang mendorong implementasi prinsip-prinsip PB sebagai salah satu dasar solusi di sektor tambang dan metal. c. Membentuk Dewan Penasehat Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Advisory Council SDAC sesuai komitmen perusahaan di dalam AMDAL 300K. Dewan ini berfungsi untuk memberikan 142 saran dan rekomendasi strategis mengenai prakarsa-prakarsa pembangunan berkelanjutan PTFI. SDAC bersidang sekurangnya empat kali setahun untuk menilai dan meninjau hal-hal yang berkaitan dengan program pembangunan berkelanjutan PTFI yang meliputi bidang lingkungan hidup, kesehatan masyarakat, pendidikan, hak-hak azasi manusia, kebudayaan, gender dan pembangunan ekonomi. Bidang keahlian para ahli yang terlibat, antara lain: ahli lingkungan dan pembangunan berkelanjutan, ahli kesehatan, ahli ekonomi pembangunan, ahli pemberdayaan wanita, ahli antropologi, ahli hukum dan HAM, dan ahli ekologi manusia. d. Masyarakat telah mampu mengelola program PM-nya sendiri. Seperti: LPMAK telah berperan sebagai agen PM yang strategis dan penting. Beberapa pengusaha putra dan putri asli daerah hasil pembinaan dalam Usaha Kecil dan Menengah telah mampu mengelola usahanya dan juga dipercaya oleh pemerintah untuk terlibat dalam proyek-proyek pembangunan di Mimika. Beberapa peserta program beasiswa telah bekerja di perusahaan-perusahaan dan pemerintah baik di Papua maupun di luar Papua. Bahkan beberapa diantaranya menjadi pejabat penting di Kabupaten Mimika dan Kabupaten lain di Papua. e. Terjadi kemitraan anatara PTFI dan Pemda Mimika yang saling menguntungkan dalam pelaksanaan program PM, khususnya dibidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi serta pembangunan infrastruktur umum f. Proyek-proyek kesehatan, pendidikan dan ekonomi telah memberikan keyakinan adanya keberlanjutan. LPMAK mempunyai dua rumah sakit, yaitu RS Waa Banti untuk di dataran tinggi dan RSMM Rumah Sakit Mitra Masyarakat di dataran rendah. g. Beberapa proyek pertanian dan perikanan dikelola untuk keberlanjutan. Misalnya. Penanaman sagu unggul di Kampung Nayaro seluas 85 hektar. Proyek ini untuk peningkatan pendapatan keluarga, ketahanan pangan dan juga sebagai sumber bibit sagu unggul di wilayah ini. h. Pembangunan infrastruktur untuk umum, baik yang langsung diserahkan kepada pemerintah maupun yang dikelola oleh pihak ketiga. Contoh, pembangunan dan perluasan bandar udara Moses Kilangin di Timika, dan pembangunan dua lapangan terbang LAPTER di daerah dataran tinggi, yaitu Mulu di desa Tsinga dan Ombani di desa Aroanop.

BAB V. INDIKATOR-INDIKATOR KEBERLANJUTAN BAGI PENUTUPAN TAMBANG PTFI

5.1. Indikator-Indikator Keberlanjutan Berdasarkan Analisis Faktor Resiko

Penutupan dan Prinsip-Prinsip PB. Berdasarkan analisis Faktor Resiko Penutupan The Closure Risk Factor C RF yang dikembangkan oleh Laurence 2001, 2006 dengan mengaplikasikan enam faktor resiko utama pada rencana penutupan tambang RPT PTFI maka pada Tabel 30 disajikan hasil analisis C RF berupa faktor-faktor resiko penutupan yang kemungkinan besar dapat terjadi pada SaPeT PTFI yang dijadwalkan pada tahun 2041. Faktor-faktor resiko ini merupakan hasil identifikasi beberapa literatur yang relevan, laporan-laporan RKL dan RPL dari PTFI, dan pengamatan langsung di lapangan. Peneliti selama 12 tahun bekerja di daerah operasi PTFI di Kabupaten Mimika dan kurang lebih 3 tahun bekerja di Kantor PTFI di Jakarta telah memberikan pengetahuan dan pengalaman mendalam pada proses analisis ini. Literatur yang relevan diantaranya dari Warhurst 2000 yang menjelaskan tentang dampak-dampak penutupan tambang, MMSD 2002 yang mengembangkan nilai-nilai PB pada sektor pertambangan, Azapagic 2004 yang mengembangkan indikator-indikator keberlanjutan di sektor pertambangan, dan GRI 2006 yang mengembangkan bagaimana membuat laporan industri yang menampilkan keberhasilan-keberhasilan menuju PB, khususnya dalam aspek lingkungan hidup, sosial dan ekonomi. Tabel 30. Hasil analisis Faktor Resiko Penutupan C RF pada rencana penutupan tambang PTFI Isu Penutupan Tambang Utama Sub Isu Kejadian Event Probabi- litas Konse- kuensi Resiko Kuanti- tatif P K Lingkungan hidup R E Air Kontaminasi air tanah 6 9 54 Air asam batuan 8 10 80 Salinitas 7 8 56 Aliran ke hilir dapat diminum 5 8 40 Sedimentasi 8 8 64 Udara Debu radioaktif 4 3 12 Gas rumah kaca 7 5 35 Emisi gas lain SO 2 7 5 35 144 Tabel 30 Lanjutan Debu Tailing 8 8 64 Daerah yang telah direhabilitasi 5 5 25 Tempat timbunan 8 8 64 Sistem lahan Keindahahan 6 6 36 Infrastruktur bangunan, camp, dll 7 8 56 Kontaminasi tanah 8 8 64 Potensi erosi 9 9 81 Revegetasi 7 7 49 Pemantapan fauna flora 8 8 64 Limbah-limbah Pembentukan kembali timbunan 7 8 56 Zat-zat berbahaya 8 8 64 Sisa-sisa hasil ikutan tails 8 8 64 Domestik 3 3 9 Sub total resiko lingkungan hidup 1072 Keamanankeseha- tan Ketidakamanan pembukaan Lubang terbuka 9 9 81 Selokan-selokan 8 8 64 Infrastruktur Bangunanperalatan 8 9 72 Keamanan Ancaman sabotasepencurian 9 7 63 Udara gas 6 7 42 Sub total resiko kemanan dan kesehatan 322 Penggunaan lahan Bernilai tinggi Hutan hujan tropis dan daerah alpine dekat Lauren Cagar Alam 10 10 100 Masyarakatsosial Pekerja Pemberian hakkonflik 8 8 64 Relokasidemobilisasi 9 8 72 Serikat pekerja Isu kesehatan 8 8 64 Pemilik tanah Milik masyarakat asli 8 8 64 Dampak pada masyarakat Dana pengembangan masyarakat 10 9 90 Pendapatan Pemda Mimika 10 9 90 Pendapatan Provinsi Papua 10 6 60 Pendapatan Negara 10 2 20 Sub total resiko masyarakat sosial 524 Hukum keuangan Pemerintah Nilai sewa 9 9 81 Ketaatan 5 5 25 Pemanfaat creditors Pekerja 8 8 64 Bisnis-Bisnis 10 8 80 145 Tabel 30 Lanjutan Kontraktor- kontraktorpemasok barang dan jasa 10 8 80 Pemerintah 10 5 50 Biaya untuk rehabilitasi Penyeluaran rehabilitasi 10 6 60 Sikap permusuhan publik Protes, PR perusahaan 8 8 64 Sub total resiko hukumkeuangan 504 Teknik Rencana penutupan Rumit 10 10 100 Kemajuan rehabilitasi Kemajuan yang baik 6 9 54 Tim penutupan Manajemen 5 5 25 Cadangan sumberdaya Kehabisan 8 9 72 Sub total resiko teknik 8 9 251 Nilai total faktor resiko penutupan 2773 Sumber: Hasil Analisis 2009 Tabel 30 menunjukkan bahwa hasil perhitungan total Faktor Resiko Penutupan tambang PTFI untuk enam komponen yang dianalisis adalah 2773. Laurence 2001, 2006 berpendapat bahwa C RF PTFI adalah 2000. Dari faktor- faktor resiko yang mempunyai nilai resiko kuantitatif lebih dari 50 akan digunakan sebagai informasi masukan dalam analisis MPE untuk menentukan indikator- indikator keberlanjutan pada SaPeT PTFI. 5.2. Atribut Keberlanjutan Berdasarkan Pendapat PPK 5.2.1. PPK Penutupan Tambang PTFI Identifikasi dan membangun hubungan baik dengan PPK merupakan hal mendasar menuju kesuksesan proses penutupan tambang ANZMEC, 2000, demikian juga proses konsultasi dengan PPK merupakan persyaratan dari pemerintah Keputusan Menteri ESDM No. 18 Tahun 2008. Terkait dengan penutupan tambang, analisis stakeholder merupakan sebuah proses untuk mengidentifikasi semua anggota masyarakat yang tertarik pada penutupan tambang dan siapa-siapa yang akan terpengaruh oleh proses penutupan tambang. Analisis ini juga dilengkapi dengan pengaruh, kewenangan, dan kekuatan dari masing-masing PPK yang telah teridentifikasi. MMSD 2000 mengemukakan bahwa pengaruh dari stakeholder akan tergantung pada: 146 ketertarikannya pada hasil akhir penutupan tambang, hak dan wewenang hukum yang dimilikinya, akses ke pendukung eksternal yang dimiliki, dan kemampuannya untuk memblok hasil akhir. Bagaimana PPK terkait dengan PB, seperti yang dijelaskan oleh MacNaughton dan Stephens 2004 bahwa, strategi, metodologi dan sistem pengelolaan PPK yang efektif dapat mencapai PB melalui pencapaian tujuan-tujuan pembangunan ekonomi, perlindungan lingkungan hidup, dan kualitas hidup. Berdasarkan penjelasan sebelumnya dan konsep dari World Bank dan IFC 2002 tentang siapa mengerjakan apa ketika penutupan tambang dalam kerangka PB, pada Tabel 31 disajikan hasil analisis berupa identifikasi dan peranan serta kekuatan pengaruh masing-masing PPK terkait dengan saat penutupan tambang SaPeT PTFI yang berkontribusi pada PB, khususnya PB di Kabupaten Mimika. PPK dari unsur pemerintah pusat terdiri dari ESDM, KLH, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional BAPENAS, dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia DPRRI. PPK dari unsur pemerintah daerah adalah PEMPROV Papua dan PEMDA Mimika. PPK dari unsur PTFI terdiri dari manajemen perusahaan dan karyawan perusahaan. PPK dari unsur masyarakat setempat adalah para pemasok setempat pemasok kebutuhan operasional tambang, kebutuhan rumah tangga karyawan, dan lainnya, penyedia layanan layanan perbankan, penyedia tenaga kerja, penyedia transportasi, dan lainnya, para pemilik tanah pemilik tanah ulayat baik di dataran rendah, dataran tinggi dan daerah pesisir. PPK dari LSM setempat seperti: Lemasko, Lemasa, LPMAK, YAHAMAK, LBH Timika, dan lainnya. PPK dari unsur lembaga internasional dan nasional yang mempunyai kekuatan pengaruh pada penutupan tambang PTFI secara berkelanjutan, antara lain: MMSD, ICMM, UNEP, World Bank, WALHI, JATAM, dan lainnya. Tabel 31. Identifikasi PPK, peranan dan kekuatan pengaruh dalam menuju SaPeT PTFI di Kab. Mimika yang mendukung pencapaian PB Aktor-Aktor PPK Peranan Kekuatan Pengaruh Pemerintah Pusat ESDM, KLH, BAPENAS, dan DPRRI - Menyediakan kerangka hukum dan regulasi untuk penutupan tambang - Pemantauan dan pengawasan - Menginvestasikan dan mendistribusikan pendapatan ekonomi dan fiskal dari PTFI - Mendorong adanya perencanaan pembangunan di Kawasan Papua dan di Kabupaten Mimika - Persetujuan dokumen Rencana Reklamasi dan Rencana Penutupan Tambang RR RPT 147 Tabel 31 lanjutan Pemerintah Provisi Papua dan Pemda Mimika - Membangun mitra untuk membuat perencanaan pembangunan regional atau kawasan setempat. - Pemantauan dan pengawasan - Menghindari ketergantungan pada perusahaan - Menggunakan pendapatan dari tambang saat ini untuk persiapan dan membangun masa depan. Seperti: mengembangkan kegiatan- kegiatan ekonomi berkelanjutan - Persetujuan dokumen RR RPT Membentuk dan menyetujui komite penutupan tambang KPT PT Freeport Indonesia Manajemen dan karyawan - Membuat RR RPT - Mendukung RPT yang disetujui dengan penyediaan dana, teknologi, tenaga ahli, dan tenaga kerja - Pemantauan dan pengawasan - Membangun kemitraan dengan Provinsi Papua dan Pemda Mimika dalam rangka membangun kemampuan dan modal sosial setempat - Melaksanakan RR RPT sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku, termasuk kesepakatan- kesepakatan yang dibuat bersama Pemda dan masyarakat Mimika Masyarakat setempat: Pemasok setempat, penyedia layanan- layanan, pemilik tanah, dll - Mendukung pelaksanaan penutupan tambang - Menghindari ketergantungan pada perusahaan - Menggunakan pendapatan dari tambang saat ini untuk persiapan dan membangun masa depan - Berpartisipasi dalam proses konsultasi saat pembuatan dokumen Rencana Penutupan Tambang - Memantau kegiatan tambang dan penutupan LSM setempat: LEMASKO, LEMASA, LPMAK, YAHAMAK, dll - Mendukung pelaksanaan penutupan tambang - Menghindari ketergantungan pada perusahaan - Menggunakan pendapatan dari tambang untuk persiapan dan membangun masa depan - Berpartisipasi dalam proses konsultasi saat pembuatan dokumen Rencana Penutupan Tambang - Memantau kegiatan tambang dan penutupan Lembaga Nasional Internasional World Bank, UNEP, ICMM, MMSD. WALHI, JATAM, dll. - Membangun dan mengembangkan strandar- strandar dan pedoman-pedoman terbaik penutupan tambang bekerjasama dengan pemerintah, PTFI, dan masyarakat - Penyebaran praktek-praktek terbaik penutupan tambang - Mendukung Pemda Papua dan Mimika dalam: perencanaan pembangunan, mengembangkan sektor ekonomi sebagai pengganti sumber ekonomi dari PTFI Sumber: Hasil Analisis 2009

5.2.2. Faktor-Faktor Penting dan Strategis Penutupan Tambang Menurut PPK

Berdasarkan form kuesioner yang telah diisi oleh para responden yang mewakili PPK, faktor-faktor penting dan strategis yang dibutuhkan pada SaPeT PTFI dapat dilihat pada Tabel 32. Faktor-faktor tersebut kemudian dikelompokkan kembali ke dalam indikator ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup atau ekologi. 148 Tabel 32. Faktor-faktor strategis penutupan tambang PTFI menurut PPK No Faktor strategis penutupan tambang Kelompok Indikator 1 Penanganan tailing Lingkungan 2 Penanganan pencemaran dan kasus-kasus lingkungan Lingkungan 3 Upaya-upaya pemantapan kembali flora Lingkungan 4 Upaya-upaya Pemantapan kembali fauna Lingkungan 5 Penanganan munculnya bencana banjir, tanah longsor, dan lainnya Lingkungan 6 Pengunaan lahan akhir untuk perternakan, perikanan, kehutanan Lingkungan 7 Penggunaan lahan akhir untuk daerah industri, komersial, perumahan Lingkungan 8 Penggunaan lahan akhir untuk taman nasional atau daerah budaya Lingkungan 9 Pemulihan akses masyarakat kepada sumber daya hutan, laut dan gunung Sosial 10 Perlindungan bagi keselamanatan ekologis dan manusia Lingkungan 11 Fungsi pelayanan kesehatan Sosial 12 Peningkatan tingkat pendidikan masyarakat Sosial 13 Peningkatan kualitas SDM Sosial 14 Pembangunan sektor pengganti pertambangan ekonomi 15 Peran masyarakat adat dalam pengambilan keputusan dan berkomunikasi dengan perusahaan Sosial 16 Jumlah keberhasilan program sosial yang dilaksanakan oleh PTFI dan Pemda Mimika Sosial 17 Peranan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan Lingkungan 18 Penyerahan fasilitas-fasilitas perusahaan untuk mendukung pembangunan selanjutnya Sosial 19 Ketersediaan hukum dan regulasi yang mengatur penutupan tambang dari pusat, propinsi dan daerah Sosial 20 Pembentukan lembaga atau forum untuk mempersiapkan penutupan tambang Sosial 21 Tingkat ketersediaan teknologi penutupan tambang Lingkungan 22 Ketersediaan dana untuk biaya penutupan tambang ekonomi 23 Tersedia rencana penutupan tambang Sosial 24 Ketersediaan tim penutupan tambang di perusahaan yang lengkap keahliannya Sosial 25 Pembukaan jalur-jalur transportasi yang mudah ke Pasifik dan Australia Ekonomi 26 Perencanaan pembuatan pariwisata di daerah bekas tambang Ekonomi 27 Pembukaan pasar ke Pasifik dan Ke Australia ekonomi 28 Perlu adanya koleksi plasma nuffah untuk flora dan fauna Lingkungan 29 Dibuka lembaga pendidikan Perguruan Tinggi khusus pertambangan Sosial 30 Penyamaan persepsi Pemda Mimika dan PTFI untuk persiapan penutupan tambang Sosial 31 Peranan pemerintah dalam bidang sosial, ekonomi dan lingkungan - 32 Kebudayaan asli masyarakat diperkenalkan ke nasional dan internasional Sosial 33 Masyarakat dilatih untuk menghasilkan pendapatan yang tidak tergantung pada tambang Sosial 34 Penyediaan sarana transportasi antara dataran tinggi dan dataran rendah ekonomi 35 Peranan pemerintah Mimika, povinsi dan pusat dalam proses penutupan tambang Sosial 36 Perlu penyusunan PERDA untuk persiapan penutupan tambang-SK Bupati dulu Sosial 37 Perlu badan pengelola tutup tambang dan atau pasca tambang Sosial 38 Tersedia pusat energi alami untuk kegiatan pembangunan ekonomi berkelanjutan Lingkungan 39 Penyerahan fasilitas di Tembagapura sebagai ibu kota distrik Tembagapura Sosial 40 Dana abadi untuk pengembangan masyarakat masa pasca tambang Sosial 149 Sumber: Hasil analisis kebutuhan PPK 2009

5.3. Penentuan Indikator-Indikator Keberlanjutan Penutupan Tambang PTFI

Hasil analisis Faktor Resiko Penutupan Tambang pada PTFI digabungkan dengan hasil analisis kebutuhan PPK dikaji dalam menentukan indikator-indikator keberlanjutan. Teknik analisis yang digunakan adalah Metode Pembandingan Eksponensial MPE. Kriteria pemilihan didasarkan pada: 1 tingkat efektifitas mempunyai nilai bobot kriteria tiga 3, 2 tingkat keseriusan pengaruh bernilai bobot kriteria 3, 3 tingkat pengaruh pada keberlanjutan mempunyai nilai bobot kriteria 4. Untuk menentukan pengaruh masing-masing atribut atau indikator berdasarkan kriteria yang ada maka digunakan nilai satu 1 yang menunjukkan pengaruh rendah pada kriteria yang ada. Nilai dua 3 menunjukkan pengaruh sedang dan nilai 5 lima menunjukkan pengaruh tinggi dari atribut tersebut pada kriteria. Nilai angka dua 2 dan empat 4 dapat digunakan bila nilai dari atribut itu pengaruhnya pada kriteria terletak masing-masing diantara nilai satu 1 ke tiga 3 dan nilai tiga 3 ke lima 5. Hasil analisis untuk menentukan indikator- indikator keberlanjutan penutupan tambang PTFI dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33. Hasil perhitungan MPE untuk atribut-atribut yang menentukan indikator-indikator keberlanjutan pada penutupan tambang PTFI No Aspek dan Atribut Kreteria Penentuan Penentuan Atribut Penutupan Tambang Skor MPE Rangking Efek tifi- tas Kese- riusan Penga- ruh Penga- ruh pada Keber- lan -jutan A Lingkungan 1 Penanganan tailing 4 4 5 3445 5 2 Pemantapan kembali flora 4 3 3 388 17 3 Pemantapan kembali fauna 4 3 3 388 17 4 Penanganan pencemaran air permukaan dan air tanah AAB serta emisi-emisi lainnya 3 3 3 351 18 5 Reklamasi daerah yang terganggu 5 3 3 449 16 6 Restorasi habitat yang terganggu 3 3 3 351 18 7 Minimisasi beban abadi pada lingkungan 5 3 5 3331 6 8 Pembentukan lahan akhir 3 5 5 3777 3 9 Perlindungan pada ekosistem dan manusia 3 3 5 3233 8 150 10 Kontribusi pada pelestarian lingkungan global 3 2 4 1067 14 Tabel 33 Lanjutan 11 Penanganan munculnya bencana banjir, longsor dan bencana alam lain karena aktifitas pertambangan 1 3 1 83 21 12 Penanganan lingkungan hidup secara keseluruhan di wilayah Mimika penggunaan produksi bersih, penggunaan SDA secara berkelanjutan, dll 3 3 5 3233 8 13 Konservasi dan peningkatan sumberdaya alam 3 3 5 3233 8 14 Ketersediaan teknologi penutupan 3 3 5 3233 8 15 Kemajuan-kemajuan dari kegiatan rehabilitasi reklamasi dan lainya dibandingkan rencana 3 1 3 271 19 B Sosial 16 Pelayanan kesehatan dan pendidikan 4 5 5 3814 2 17 Peranan masyarakat adat dalam pengambilan keputusan dan komunikasi dengan perusahaan 5 3 4 1230 12 18 Peranan masyarakat dalam pengambilan keputusan pembangunan di Mimika 4 3 4 1169 13 19 Peningkatan kualitas SDM 5 5 5 3875 1 20 Tingkat stabilitas sosial 3 5 3 895 15 21 Pemulihan hak masyarakat dalam mengorganisasikan 4 3 5 3270 7 22 Pengembangan budaya setempat 4 4 5 3445 5 23 Peningkatan keterampilan kerja 5 4 5 3506 4 24 Penciptaan lapangan kerja baru 4 4 4 1344 11 25 Ketaatan terhadap regulasi terkait 4 4 5 3445 5 26 Pembentukan lembaga atau forum penutupan tambang 5 5 5 3875 1 27 Ketersediaan hukum dan regulasi penutupan tambang 4 5 5 3814 2 28 Penanganan konflik 3 3 3 351 18 29 Peranan lembaga lokal dalam penanganan pelanggaran hukum terkait dengan aspek lingkungan , ekonomi, dan sosial 5 3 3 449 16 30 Penyerahan fasilitas-fasilitas perusahaan 4 4 5 3445 5 31 Pembentukan tim penutupan 5 5 4 1774 9 32 Adanya rencana penutupan tambang yang memenuhi syarat. 5 5 4 1774 9 33 Tersedianya dana abadi 4 4 5 3445 5 C Ekonomi 34 Keberadaan pasar untuk produk- produk lokal 5 5 5 3875 1 35 Jumlah kegiatan ekonomi di Mimika yang tujuan pasarnya selain ke PTFI 5 5 5 3875 1 36 Jumlah pendapatan penduduk Mimika yang dibelanjakan ke luar Mimika 1 3 1 83 21 37 Pembangunan sumber ekonomi lain selain pertambangan PTFI 5 5 5 3875 1 38 Jumlah tujuan pasar produk sektor selain tambang ke luar Mimika nasional atau internasional 5 5 5 3875 1 39 Pengembangan lembaga keuangan 3 3 5 3233 8 151 di masyarakat 40 Distribusi pendapatan masyarakat 3 3 5 3233 8 Tabel 33 Lanjutan 41 Kontribusi sumber ekonomi selain tambang kepada PDRB 5 5 5 3875 1 42 Kontribusi sumber ekonomi tambang kepada PDRB 3 3 1 109 20 43 Perkembangan pemasok lokal 4 4 5 3445 5 44 Peningkatan iklim investasi 3 3 5 3233 8 45 Ketersediaan biaya penutupan 5 5 4 1774 9 Bobot 3 4 5 Sumber : Hasil Analisis 2009 Tabel 34 menunjukkan indikator-indikator keberlanjutan yang dipilih dari atribut-atribut atau indikator yang mempunyai nilai rangking 10 besar. Indikator ini digunakan untuk menentukan faktor penggerak kunci dalam sistem penutupan tambang berkelanjutan dengan menggunakan teknik ISM. Tabel 34. Indikator-indikator keberlanjutan lingkungan, sosial, dan ekonomi dengan nilai MPE tertinggi pada penutupan tambang PTFI No Indikator Lingkungan Indikator Sosial Indikator Ekonomi 1 Minimisasi beban abadi pada lingkungan Pelayanan kesehatan dan pendidikan Keberadaan pasar untuk produk- produk lokal 2 Pembentukan lahan akhir Peningkatan kualitas SDM Jumlah kegiatan ekonomi di Mimika yang tujuan pasarnya selain ke PTFI 3 Perlindungan pada ekosistem dan manusia Pemulihan hak masyarakat dalam mengorganisasikan Pembangunan sumber ekonomi lain selain pertambangan PTFI 4 Penanganan lingkungan hidup secara keseluruhan di wilayah Mimika Pengembangan budaya setempat Jumlah tujuan pasar produk sektor selain tambang ke luar Mimika nasional atau internasional 5 Konservasi dan peningkatan sumberdaya alam Peningkatan keterampilan kerja Pengembangan lembaga keuangan di masyarakat 6 Ketersediaan teknologi penutupan Pembentukan lembaga atau forum penutupan tambang Distribusi pendapatan masyarakat 7 Penanganan tailing Ketersediaan hukum dan regulasi penutupan tambang Kontribusi sumber ekonomi selain tambang kepada PDRB 8 Tersedianya dana abadi Peningkatan iklim investasi 9 Kesehatan dan keamanan sosial Ketersediaan biaya penutupan 10 Perkembangan pemasok barang dan jasa Sumber : Hasil Analisis 2009

BAB VI. FAKTOR-FAKTOR PENGGERAK KUNCI PENUTUPAN TAMBANG PTFI BERKELANJUTAN

6.1. Struktur Faktor Penggerak Kunci Penutupan Tambang Berkelanjutan

Menurut rujukan Saxena 1994 dalam Marimin 2005, ANZMEC dan MCA 2000, MCA 2005, AGDITR 2006, World Bank dan IFC 2002, Laurence 2001, 2006, Kempton 2003, Azapagic 2004, Roseland 2005, dan ICMM 2008 serta berdasarkan hasil kajian pendapat pakar maka disusunlah program untuk menuju penutupan tambang mineral berkelanjutan yang terbagi atas lima elemen, yaitu: 1 Sektor masyarakat yang terpengaruh 2 Kebutuhan dari program 3 Kendala utama 4 Tujuan dari program 5 Tolok ukur untuk menilai setiap tujuan Lima elemen hasil kajian ini, kemudian pada setiap elemennya dijabarkan menjadi rincian sejumlah sub elemen. Sub elemen ini berupa indikator-indikator keberlanjutan yang merupakan hasil dari analisis MPE sebelumnya yang mempunyai nilai tinggi, yang telah dipilah-pilah sesuai dengan konteks kelima elemen program tersebut. Berikut ini adalah hasil hubungan kontekstual antar sub elemen pada setiap elemen yang digambarkan dalam bentuk terminologi sub-ordinat yang mengacu pada perbandingan berpasangan antar sub elemen, dimana terkandung suatu arahan pada hubungan tersebut Eriyanto, 1998 Hasil yang digunakan dalam model ISM adalah kajian dari pendapat pakar melalui wawancara mendalam seperti yang tertuang pada Matriks Interaksi Tunggal Terstruktur Structural self Interaction MatrixSSIM. Pakar yang terlibat dalam proses ini adalah pakar dari kalangan perguruan tinggi, industri tambang, dan pemerintah serta LSM yang terpilih berdasarkan pengetahuan, pengalaman di bidang pertambangan, dan juga mereka mengenal operasi PTFI dari dekat.

6.1.1. Elemen Sektor Masyarakat yang Terpengaruh

Tabel 35 menunjukan 14 sub elemen hasil kajian elemen sektor masyarakat yang terpengaruh pada program membangun sistem penutupan 153 tambang mineral berkelanjutan. Hasil kajian sub elemen pada analisis ISM berupa: a Matriks Reachability dan interpretasi dari elemen sektor masyarakat yang terpengaruh program, yang disajikan pada Tabel 36. b Matriks Driver Power-Dependence untuk elemen sektor masyarakat yang terpengaruh program, disajikan pada Gambar 15. c Diagram model struktural ISM dari elemen sektor masyarakat yang terpengaruh program seperti disajikan pada Gambar 16. Tabel 35. Sub elemen pada elemen sektor masyarakat yang terpengaruh No Sub Elemen Atribut 1 Penutupan pemasok barang dan jasa Pemasok barang dan jasa setempat kehilangan tujuan pasarnya ke PTFI 2 Pelayanan pendidikan dan kesehatan dari PTFI Pelayanan untuk kegiatan pendidikan dan kesehatan yang biasa diberikan PTFI dapat terhenti, seperti RSMM, RS Waa Banti, Asrama-asrama pelajar, dll 3 Kegiatan perlindungan dan pelestarian lingkungan di daerah operasi PTFI Perlindungan dan pelestarian lingkungan di dalam dan yang mungkin berpengaruh ke luar dari daerah operasi PTFI dapat terhenti 4 Kehilangan pendapatan masyarakat Pendapatan masyarakat akan berkurang, karena para karyawan dan keluarganya meninggalkan Mimika 5 Dana pengembangan masyarakat terhenti Dana pengembangan masyarakat akan terhenti, termasuk dukungan dana dan bantuan teknis kepada LSM-LSM lokal 6 Permintaan tenaga kerja setempat menurun Permintaan tenaga kerja setempat akan terhenti 7 Kehilangan nilai rumah dan lahan Nilai rumah dan lahan akan menurun pada SaPeT 8 Keadaan lingkungan meningkat membaik pada daerah yang terganggu Keadaan daerah yang terganggu membaik sebab terhentinya sumber pencemaran lingkungan dari limbah dari operasi PTFI. 9 Berkurangnya untuk pemeliharaan transportasi dan infrastuktur umum Transportasi dan infrastruktur umum yang saat ini dibantu PTFI akan terpengaruh 10 Hilangnya sumber pendapatan daerah PDRB terganggu Kontribusi PTFI pada PDRB Mimika akan terhenti 11 Kehilangan hak untuk mengorganisasikan Lembaga-lembaga yang didirikan bersama antara pemerintah, PTFI dan masyarakat atau lembaga milik masyarakat dapat menurun kegiatannya bahkan kemungkinan bisa terhenti 12 Kesehatan dan keamanan masyarakat Kemungkinan timbulnya sisa-sisa pencemaran karena tidak ditangani dengan tepat yang berpengaruh pada kesehatan dan keamanan masyarakat 13 Akses masyarakat kepada SDA pulih Membaiknya daerah yang terganggu, masyarakat dapat kembali mempunyai akses ke SDA semula 14 Kemungkinan terjadinya konflik Konflik bisa terjadi karena masyarakat kehilangan pekerjaan, rasa pengangguran, perebutan hak, dan lainnya. Sumber: Hasil Analisis 2009 Tabel 36 menunjukkan bahwa elemen sektor masyarakat yang terpengaruh program mempunyai tingkatan elemen kunci rangking satu sampai empat dengan nilai Driver Power tertinggi bernilai 10 dan terendah bernilai 1. Sub elemen peringkat satu adalah sub elemen kunci yaitu: 1 penutupan pemasok 154 barang dan jasa dan 3 kegiatan perlindungan dan pelestarian lingkungan di daerah operasi PTFI. Tabel 36. Hasil matriks reachability dan interpretasi dari elemen sektor masyarakat yang terpengaruh program Sub elemen E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7 E8 E9 E10 E11 E12 E13 E14 DP EK E1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 1 E2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 2 E3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 1 E4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 2 E5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 2 E6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 2 E7 1 1 4 E8 1 1 2 3 E9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 2 E10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 2 E11 1 1 2 3 E12 1 1 4 E13 1 1 4 E14 1 1 4 Dep 1 8 1 8 8 8 1 1 8 8 9 9 2 10 Level 5 3 5 3 3 3 5 5 3 3 2 2 4 1 Sumber : Hasil Analisis 2009 Keterangan: Dep = Dependence DP = Driver Power EK = Elemen Kunci atau rangking Angka 1 = Terdapat hubungan kontektual Angka 0 = Tidak terdapat hubungan kontektual E1, E3 E2, E4, E5, E6, E9, E10 E7 E8 E11 E12 E13 E14 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Gambar 15. Matriks Driver Power-Dependence untuk elemen sektor masyarakat yang terpengaruh program Sektor II Dependent Sektor III Linkage Sektor I Autonomus Ketergantungan Dependence D a y a D o r o n g Sektor IV Independence 155 Gambar 15 dan Gambar 16 menunjukkan faktor-faktor kunci penggerak elemen sektor masyarakat yang terpengaruh program menuju sistem penutupan tambang berkelanjutan dengan studi kasus RPT PTFI yaitu sub elemen-sub elemen yang terletak pada sektor IV independent: 1 penutupan pemasok barang dan jasa dan 3 kegiatan perlindungan dan pelestarian lingkungan di daerah operasi PTFI. Dua sektor masyarakat tersebut adalah termasuk peubah bebas, berarti mempunyai kekuatan pengerak driver power yang besar terhadap keberhasilan program, namun mempunyai sedikit ketergantungan terhadap program strong driver weak dependent variable E1. Penutupan pemasok barang dan jasa E3. Perlindungan dan Pelestarian lingkungan Di daerah operasi PTFI E2. Pelayanan pendidikan kesehatan dari PTFI E10. Sumber pendapatan daerah E9. Pemelihataan transportasi dan infrastruktur umum E6. Permintaan tenaga kerja setempat E5. Dana pengembangan masyarakat E4. Kehilangan pendapatan masyarakat E8. Keadaan Lingkungan membaik pada daerah yang terganggu E11. Kehilangan hak mengorganisasikan E14. Kemungkinan Terjadinya konflik E13. Akses masyarakat pada SDA E12. Kesehatan dan keamanan masyarakatt E7. Nilai rumah dan lahan Level-1: Level-2: Level-3: Level-4: Gambar 16. Diagram model ISM dari elemen sektor masyarakat yang terpengaruh program Sektor masyarakat yang terpengaruh program penutupan tambang berkelanjutan seperti: pelayanan kesehatan dan pendidikan dari PTFI 2, kehilangan pendapatan masyarakat 4, dana pengembangan masyarakat terhenti 5, permintaan tenaga kerja setempat menurun 6, berkurangnya untuk pemeliharaan transportasi dan infrastuktur umum 9, dan hilangnya sumber pendapatan daerah 10 merupakan peubah linkages dari sistem. Setiap tindakan untuk meningkatkan peranan dari sektor-sektor tersebut akan menghasilkan sukses program menuju sistem penutupan tambang mineral 156 berkelanjutan, sedangkan lemahnya perhatian terhadap sektor-sektor tersebut akan menyebabkan kegagalan program. Analisis lebih lanjut pada sektor II dependent, menunjukkan bahwa sektor-sektor masyarakat yang terpengaruh seperti: kehilangan hak untuk mengorganisasikan 11, kesehatan dan keamanan masyarakat 12, dan kemungkinan terjadinya konflik 14 adalah termasuk peubah tidak bebas terhadap peubah lainnya dalam sistem penutupan tambang berkelanjutan.

6.1.2. Elemen Kebutuhan dari Program

Tabel 37 menunjukkan 13 sub elemen hasil kajian elemen sektor masyarakat yang terpengaruh pada program membangun sistem penutupan tambang mineral berkelanjutan. Hasil kajian sub elemen pada analisis ISM berupa: a Matriks Reachability dan interpretasi dari elemen sektor masyarakat yang terpengaruh program, yang disajikan pada Tabel 38. b Matriks Driver Power-Dependence untuk elemen sektor masyarakat yang terpengaruh program, disajikan pada Gambar 17. c Diagram model struktural ISM dari elemen sektor masyarakat yang terpengaruh program disajikan pada Gambar 18. Tabel 37. Sub elemen kebutuhan dari program No Sub Elemen Atribut 1 Kualitas SDM Kualitas SDM yang terampil bagi penutupan dan pembangunan kedepan 2 Kebijakan pemerintah Kebijakan pemerintah terkait pengelolaan SDA berkelanjutan 3 Badan pengelola penutupan tambang berkelanjutan Sebuah badan dibentuk dan terdiri dari PPK 4 Teknologi penutupan tambang Teknologi penutupan tambang yang tepat salah kunci sukses penutupan 5 Pemasaran dan aksesibilitas pasar lokal dan luar Pemasaran dan aksesibilitas pasar lokal dan luar bagi produk-produk baru setempat 6 Infrastruktur yang memadai Infrastruktur 7 Investasi membangun sumber ekonomi baru Investasi untuk meningkatkan kegiatan ekonomi baru dan persiapan pemulihan ekonomi nanti SaPeT 8 Teknologi pengembangan produk baru Teknologi untuk mengembangkan produk unggulan baru, misalnya: produk dari sagu 9 Biaya penutupan tambang Biaya penutupan tambang tersedia sejak tambang masih dioperasikan 10 Dana abadi Dana abadi untuk melanjutkan program pengembangan masyarakat saat ini 11 Keterlibatan PPK dalam penyusunan RPT rencana penutupan tambang Keterlibatan peran para pemangku kepentingan PPK dalam penutupan tambang 12 Mengembangkan usaha mikro, kecil dan menengah Pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah serta koperasi sebagai tulang punggung ekonomi kerakyatan 13 Pelayanan pendidikan dan kesehatan Keberlanjutan pelayanan pendidikan dan kesehatan terus berlanjut Sumber: Hasil Analisis 2009 157 Tabel 38 menunjukkan bahwa elemen kebutuhan dari program mempunyai tingkatan elemen kunci rangking satu sampai empat dengan nilai Driver Power tertinggi bernilai 13 dan terendah bernilai 8. Sub elemen peringkat satu adalah sub elemen kunci yaitui: 1 kualitas SDM Tabel 38. Hasil matriks reachability dan interpretasi dari elemen kebutuhan dari program Sub Elemen E 1 E2 E3 E4 E5 E6 E7 E8 E9 E10 E11 E12 E13 Driver Power Elemen Kunci E1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 1 E2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 2 E3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 3 E4 1 1 1 1 1 1 1 1 8 4 E5 1 1 1 1 1 1 1 1 8 4 E6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 3 E7 1 1 1 1 1 1 1 1 8 4 E8 1 1 1 1 1 1 1 1 8 4 E9 1 1 1 1 1 1 1 1 8 4 E10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 3 E11 1 1 1 1 1 1 1 1 8 4 E12 1 1 1 1 1 1 1 1 8 4 E13 1 1 5 Dep 1 2 3 12 12 3 12 12 12 3 12 12 13 Level 5 4 3 2 2 3 2 2 2 3 2 2 1 Sumber : Hasil Analisis 2009 Keterangan: Dep = Dependence DP = Driver Power EK = Elemen Kunci atau rangking Angka 1 = Terdapat hubungan kontektual Angka 0 = Tidak terdapat hubungan kontektual E1, E3 E2, E4, E5, E6, E9, E10 E7 E8 E11 E12 E13 E14 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Sektor II Dependent Sektor III Linkage Sektor IV Independent Sektor I Autonomus Ketergantungan Dependence D ay a do ro ng D ri ve r po w er Gambar 17. Matriks Driver Power-Dependence untuk elemen kebutuhan dari program 158 Gambar 17 dan Gambar 18 menunjukkan faktor-faktor kunci penggerak elemen kebutuhan program menuju sistem penutupan tambang berkelanjutan dengan studi kasus RPT PTFI. Faktor kunci tersebut adalah sub elemen-sub elemen yang terletak pada sektor IV independent, yaitu: 1 kualitas SDM 3 Badan Pengelola Penutupan Tambang Berkelanjutan BPPTB, 6 infrastruktur yang memadai, dan 10 pelayanan pendidikan dan kesehatan. Keempat sub elemen tersebut adalah termasuk peubah bebas, berarti mempunyai kekuatan pengerak driver power yang besar terhadap keberhasilan program, namun mempunyai sedikit ketergantungan terhadap program strong driver weak dependent variable. E1. Kualitas SDM E2. Kebijakan pemerintah E4. Teknologi penutupan tambang E11. Keterlibatan PPK dalam RPT E9. Biaya penutupan tambang E8. Teknologi pengem- bangan produk baru E7. Investasi membangun sumber ekonomi baru E5. Pemasaran akssesibilitas pasar lokal luar E13. Pelayanan pendidikan kesehatan E10. Dana abadi E6. Infrastruktur yang memadai E3. Badan Pengelola Penutupan Tambang Berkelanjutan E12. Mengembang. usaha mikro. Kecil menengah Level-1: Level-2: Level-3: Level-4: Level-5: Gambar 18. Diagram model ISM dari elemen kebutuhan dari program Kebutuhan-kebutuhan program penutupan tambang berkelanjutan seperti: teknologi penutupan tambang 4, pemasaran dan aksesibilitas pasar lokal dan luar 5, investasi membangun sumber ekonomi baru 7, teknologi pengembangan produk baru 8, biaya penutupan tambang 9, keterlibatan PPK dalam penyusunan RPT 11 dan mengembangkan usaha mikro, kecil, dan menengah 12 merupakan peubah linkages dari sistem atau terletak di sektor III pada Gambar 17. Setiap tindakan untuk meningkatkan peranan dari kebutuhan- kebutuhan program atau peubah-peubah tersebut akan menghasilkan sukses 159 program menuju sistem penutupan tambang mineral berkelanjutan, sedangkan lemahnya perhatian terhadap peubah-peubah tersebut akan menyebabkan kegagalan program. Analisis lebih lanjut pada sektor II dependent, menyatakan bahwa kebutuhan program seperti pendidikan dan pelayanan kesehatan 13 adalah termasuk peubah tidak bebas terhadap peubah lainnya dalam sistem penutupan tambang berkelanjutan. 6.1.3. Elemen Kendala Utama Tabel 39 menunjukkan 13 sub elemen hasil kajian elemen kendala utama program membangun sistem penutupan tambang mineral berkelanjutan. Hasil kajian sub elemen pada analisis ISM berupa: a Matriks Reachability dan interpretasi dari elemen sektor masyarakat yang terpengaruh program, disajikan pada Tabel 40. b Matriks Driver Power-Dependence untuk elemen sektor masyarakat yang terpengaruh program, disajikan pada Gambar 19. c Diagram model struktural ISM dari elemen sektor masyarakat yang terpengaruh program disajikan pada Gambar 20. Tabel 39. Sub elemen kendala utama program No Sub Elemen Atribut 1 Keterbatasan keterampilan SDM Keterampilan SDM yang belum mencukupi dalam menyusun kegiatan keberlanjutan manfaat tambang 2 Kemampuan PEMDA untuk memimpin Kemampuan PEMDA dalam memimpin untuk menuju penutupan tambang berkelanjutan masih perlu dibangun 3 Keterlibatan PPK dalam penyusunan RPT Keterlibatan PPK, khususnya masyarakat dalam penyusunan RPT belum terakomodasi baik 4 Terbatasnya infrastruktur yang memadai Infrastruktur saat ini belum menunjukkan atau memadai dalam pembangunan kedepan 5 Timbulnya konflik Konflik dalam memperebutkan fasilitas perusahaan, hilangnya pekerjaan dan hak mengorganisasikan 6 Perkembangan sektor pengganti ekonomi non tambang yang lambat Sektor pengganti belum dikembangkan dengan perencanaan yang tepat dan jangka panjang 7 Keterbatasan biaya penutupan Biaya penutupan yang dipersiapkan belum tentu dapat menyelesaikan pembiayaan kegiatan penutupan 8 Belum adanya dana abadi Dana abadi belum dibentuk dalam melanjutkan kegiatan pengembangan masyarakat 9 Kebijakan penutupan belum berorientasi pada PB Kebijakan yang ada belum ditujukan untuk tercapainya tujuan-tujuan PB 10 Rendahnya akses pasar Pemasaran keluar dan kedalam Kabupaten Mimika terbatas karena sarana dan prasarana yang tidak memadai 11 Kurang sosialisasi RPT perusahaan pada masyarakat PTFI belum mensosialisasikan RPTnya 12 Keterbatasan kemampuan teknologi penutupan Teknologi yang masih terbatas dalam menangani pencemaran lingkungan. Misalnya: AAB, penanganan Limbah dan lainnya 13 Kontribusi yang sangat nyata PTFI pada PDRB Mimika dan PDB Kontribusi yang tinggi belum dikelola baik dalam menciptakan sumber ekonomi pengganti tambang 160 Propinsi Papua dan peningkatan infrastruktur Sumber: Hasil Analisis 2009 Tabel 40 menunjukkan bahwa elemen kendala utama program mempunyai tingkatan elemen kunci rangking satu sampai lima dengan nilai Driver Power tertinggi bernilai 12 dan terendah bernilai 1. Sub elemen peringkat satu, yaitu: 1 keterbatasan keterampilan SDM dan 2 kemampuan PEMDA untuk memimpin. Tabel 40. Hasil matriks reachability dan interpretasi dari elemen kendala utama program. Sub Elemen E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7 E8 E9 E10 E11 E12 E13 Driver Power Elemen Kunci E1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 1 E2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 1 E3 1 1 1 1 1 1 6 3 E4 1 1 1 1 1 1 6 3 E5 1 1 5 E6 1 1 1 1 1 5 4 E7 1 1 1 1 1 5 4 E8 1 1 5 E9 1 1 1 1 1 1 6 3 E10 1 1 5 E11 1 1 1 1 1 1 1 7 2 E12 1 1 5 E13 1 1 1 1 1 1 1 7 2 Dep 2 2 4 3 10 9 9 4 3 10 1 10 3 Level 5 5 3 4 1 2 2 3 4 1 6 1 4 Sumber : Hasil Analisis 2009 Keterangan: Dep = Dependence DP = Driver Power EK = Elemen Kunci atau rangking Angka 1 = Terdapat hubungan kontektual Angka 0 = Tidak terdapat hubungan kontektual E1, E2 E3 E4, E9 E5, E10, E12 E6, E7 E8 E11 E13 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Sektor II Dependent Sektor III Linkage Sektor IV Independent Sektor I Autonomus Ketergantungan Dependence D a y a D o r o n g 161 Gambar 19. Matriks Driver Power-Dependence untuk elemen kendala utama program Gambar 19 dan Gambar 20 menunjukkan faktor-faktor kunci penggerak elemen kendala utama program menuju sistem penutupan tambang berkelanjutan dengan studi kasus RPT PTFI. Faktor tersebut adalah sub elemen-sub elemen yang terletak pada sektor IV independent, yaitu: keterbatasan keterampilan SDM1, kemampuan PEMDA Mimika untuk memimpin 2, kurang sosialisasi RPT perusahaan pada masyarakat 11, kontribusi yang sangat nyata PTFI pada PDRB Mimika dan PDB Provinsi Papua 13. Keempat elemen kendala utama tersebut adalah termasuk peubah bebas, berarti mempunyai kekuatan pengerak driver power yang besar terhadap keberhasilan program, namun mempunyai sedikit ketergantungan terhadap program strong driver weak dependent variable E1. Keterbatasan Keterampilan SDM E2. Kemampuan Pemda untuk memimpin E4. Terbatasnya infrastruktur yang memadai E11. Kurang sosialisasi RPT perusahaan pada masyarakat E9. Kebijakan penutupan tambang yang belum berorientasi PB E8. Belum adanya dana abadi E7. Keterbatasan biaya penutupan E5. Timbulnya konflik E13. Kontribusi sangat nyata PTFI pada PDRB Mimika PDB Provinsi E10. Rendahnya akses ke pasar E6. Perkembangan sektor pengganti ekonomi non tambang yang lambat E3. Keterlibatan PPK dlm menyusun RPT E12. Keterbatasan kemanpuan Teknologi penutupan Level-1: Level-2: Level-3: Level-4: Gambar 20. Diagram model ISM dari elemen kendala utama program Analisis lebih lanjut pada sektor II dependent, menunjukkan bahwa kendala-kendala utama program seperti: timbulnya konflik 5, perkembangan sektor pengganti ekonomi non tambang yang lambat 6, keterbatasan biaya penutupan 7, rendahnya akses pasar 10, dan keterbatasan teknologi penutupan 12 adalah termasuk peubah tidak bebas terhadap peubah lainnya dalam sistem penutupan tambang berkelanjutan. Sub elemen belum adanya dana abadi berada di sektor I atau bersifat autonomus. Peubah ini berdiri sendiri 162 tidak mempengaruhi atau tidak dipengaruhi sistem sistem. Namun bila melihat hasil analisis elemen tolok ukur untuk menilai setiap tujuan, sub elemen dana abadi masuk pada sektor IV independent, sehingga sub elemen ini memerlukan pembahasan lebih lanjut. Dana abadi sangat berpengaruh pada keberhasilan penutupan tambang berkelanjutan. Kendala-kendala utama program seperti keterlibatan PPK dalam penyusunan RPT 3 dan terbatasnya infrastruktur yang memadai 4, dan kebijakan penutupan yang belum berorientasi pada PB 9 merupakan peubah yang terletak pada garis di antara sektor IV dan sektor I serta mempunyai nilai rangking yang sama yaitu 3, namun mempunyai level-3 seperti sub elemen 13 kontribusi yang sangat nyata PTFI pada PDRB Mimika dan PDB Provinsi Papua. Dengan demikian sub elemen 3,4, dan 9 cenderung bersifat independent. 6.1.4. Elemen Tujuan dari Program Tabel 41 merupakan 12 sub elemen hasil kajian elemen sektor masyarakat yang terpengaruh pada program membangun sistem penutupan tambang mineral berkelanjutan. Hasil kajian sub elemen pada analisis ISM berupa: a Matriks Reachability dan interpretasi dari elemen sektor masyarakat yang terpengaruh program, disajikan pada Tabel 42. b Matriks Driver Power- Dependence untuk elemen sektor masyarakat yang terpengaruh program, disajikan pada Gambar 21. c Diagram model struktural ISM dari elemen sektor masyarakat yang terpengaruh program disajikan pada Gambar 22. Tabel 41. Sub elemen tujuan program No Sub Elemen Atribut 1 Meningkatkan kualitas SDM Meningkatkan kualitas SDM dalamkegiatan PB 2 Meningkatkan ketersediaan infrastruktur Infrastruktur tersedia untuk mendukung kebutuhan pembangunan kedepan 3 Keberlanjutan manfaat sosial dan ekonomi Manfaat sosial dan ekonomi yang saat ini dirasakan masyarakat terus berlanjut dan meningkat walaupun PTFI selesai beroperasi 4 Konservasi dan pelestarian fungsi lingkungan Konservasi dan pelestarian fungsi lingkungan tetap terjaga walaupun PTFI selesai beroperasi 5 Membentuk sektor ekonomi baru Ada sektor ekonomi baru yang menggantikan sumber ekonomi tambang 6 Membentuk badan pengelola penutupan tambang berkelanjutan BPPTB BPPTB bertanggung jawab agar kegiatan penutupan tambang berjalan lancar dan keberlanjutan perlindungan lingkungan dan 163 manfaat sosial serta ekonomi terus meningkat 7 Menciptakan lapangan kerja baru Lapangan kerja baru tercipta Tabel 41 Lanjutan No Sub Elemen Atribut 8 Adanya investor baru Investor baru melakukan kegiatan ekonomi baru dengan tetap ramah lingkungan 9 Minimisasi beban abadi pada lingkungan Beban abadi pada lingkungan akibat limbah tambang ditangani baik sehingga tidak mengganggu kesehatan dan keamanan masyarakat selamanya 10 Tidak adanya konflik Penutupan tambang tidak menimbulkan konflik yang tidak bisa terkelola baik 11 Mengembangkan ekonomi kerakyatan Usaha mikro, kecil dan menengah serta koperasi dikembangkan sebagai basis ekonomi kerakyatan 12 Memberikan pelatihan keterampilan kepada karyawan Pelatihan bagi karyawan untuk bidang tambang atau non tambang sebagai persiapan SaPeT nanti Sumber: Hasil Analisis 2009 Tabel 42 menunjukkan bahwa elemen tujuan program mempunyai tingkatan elemen kunci rangking satu sampai delapan dengan nilai Driver Power tertinggi bernilai 10 dan terendah bernilai 1. Sub elemen peringkat satu adalah sub elemen kunci yaitu: 1 membentuk Badan Pengelola Penutupan Tambang Berkelanjutan BPPTB. Tabel 42. Hasil matriks reachability dan interpretasi dari elemen tujuan program Sub Elemen E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7 E8 E9 E10 E11 E12 Driver Power Elemen Kunci E1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 2 E2 1 1 1 1 1 1 1 7 3 E3 1 1 1 3 6 E4 1 1 2 7 E5 1 1 1 1 1 1 6 4 E6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 1 E7 1 1 8 E8 1 1 1 1 1 1 1 7 3 E9 1 1 8 E10 1 1 8 E11 1 1 1 3 6 E12 1 1 1 1 4 5 Dep 1 2 6 3 5 1 9 1 9 8 6 2 Level 7 6 3 5 4 7 1 7 1 2 3 6 Sumber : Hasil Analisis 2009 Keterangan: Dep = Dependence DP = Driver Power EK = Elemen Kunci atau rangking Angka 1 = Terdapat hubungan kontektual Angka 0 = Tidak terdapat hubungan kontektual 164 Pada Gambar 21 dan Gambar 22 menunjukkan bahwa faktor-faktor kunci penggerak elemen tujuan program menuju sistem penutupan tambang berkelanjutan dengan studi kasus RPT PTFI adalah sub elemen-sub elemen yang terletak pada sektor IV independent, yaitu: 1 meningkatkan kualitas SDM, 2meningkatkan ketersediaan infrastruktur, 6 membentuk BPPTB, dan 8 adanya investor baru. Empat tujuan program tersebut adalah termasuk peubah bebas, berarti mempunyai kekuatan pengerak driver power yang besar terhadap keberhasilan program, namun mempunyai sedikit ketergantungan terhadap program strong driver weak dependent variable E1 E2 E3, E11 E4 E5 E6 E7, E9 E8 E10 E12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Gambar 21. Matriks Driver Power-Dependence untuk elemen tujuan program Tujuan-tujuan program penutupan tambang berkelanjutan membentuk sektor ekonomi baru 5 merupakan peubah linkages dari sistem. Setiap tindakan untuk meningkatkan peranan dari sektor-sektor tersebut akan menghasilkan sukses program menuju sistem penutupan tambang mineral berkelanjutan, sedangkan lemahnya perhatian terhadap sektor-sektor tersebut akan menyebabkan kegagalan program. Analisis lebih lanjut pada sektor II dependent, menunjukan bahwa tujuan-tujuan program seperti: keberlanjutan manfaat sosial dan ekonomi3, menciptakan lapangan kerja baru 7, minimalisasi beban abadi pada lingkungan 10, dan mengembangkan ekonomi kerakyatan 11 adalah termasuk peubah Sektor II Dependent Sektor III Linkage Sektor IV Independent Sektor I Autonomus Ketergantungan Dependence D a y a D o r o n g 165 tidak bebas terhadap peubah lainnya dalam sistem penutupan tambang berkelanjutan. Tujuan-tujuan program atau sub elemen konservasi dan pelestarian fungsi 4 dan memberikan pelatian pada karyawan di sektor I atau bersifat autonomus. Walaupun peubah berada di sektor I, namun terletak di Level-2 selevel dengan sub elemen 3 dan 11 akan dikaji lebih lanjut untuk dimasukkan sebagai elemen yang mempengaruhi sistem yang sedang dianalisis ini. E1. Meningkankan kualitas SDM E3. Keberlanjutan manfaat sosial dan ekonomi E2. Meningkatkan Ketersediaan infrastruktur E10. Tidak adanya Konflik E9. Minimalisasi beban abadi pada lingkungan E6. Membentuk Badan Pengelola Penutupan Tambang Berkelanjutan E5. Membentuk sektor ekonomi baru E4. Konservasi dan pelestarian fungsi lingkungan E8. Adanya investor baru E11. Mengembangkan. ekonomi kerakyatan E12. Memberikan pelatihan keterampilan pd karyawan E7. Menciptakan lapangan kerja baru Level-1: Level-2: Level-3: Level-4: Level-5: Gambar 22. Diagram model ISM dari elemen tujuan program

6.1.5. Elemen Tolok Ukur untuk Menilai Setiap Tujuan Program

Tabel 43 menunjukkan 9 sub elemen hasil kajian elemen sektor masyarakat yang terpengaruh pada program membangun sistem penutupan tambang mineral berkelanjutan. Hasil kajian sub elemen pada analisis ISM berupa: a Matriks Reachability dan interpretasi dari elemen sektor masyarakat yang terpengaruh program, disajikan pada Tabel 44. b Matriks Driver Power- Dependence untuk elemen sektor masyarakat yang terpengaruh program, 166 disajikan pada Gambar 23. c Diagram model struktural ISM dari elemen sektor masyarakat yang terpengaruh program disajikan pada Gambar 24. Tabel 43. Sub elemen tolok ukur untuk menilai setiap tujuan program No Sub Elemen Atribut 1 IPM indeks pembangunan manusia atau HDI meningkat HDI Mimika terus tumbuh dan meningkat dibandingkan saat ini 2 Lapangan kerja baru tersedia dan meningkat Jumlah tenaga kerja yang tumbuh telah mempunyai pekerjaan 3 Kontribusi ekonomi baru pada PDRB Mimika dan Provinsi Papua meningkat Sektor ekonomi baru yang dibangun telah memberikan kontribusi berarti pada PDRB Mimika dan Provinsi Papua 4 Pelayanan kebutuhan sosial masyarakat berjalan lancar dan meningkat Pelayanan kebutuhan sosial mengalami peningkatan mutu dan kuantitas fasilitas 5 Tidak ada percemaran lingkungan Tidak terjadi pencemaran lingkungan yang mengganggu kesehatan dan keamanan masyarakat secara jangka panjang 6 Adanya badan pengelola penutupan tambang berkelanjutan BPPTB BPPTB telah bekerja secara efektif dan efisien dalam mengantarkan pada penutupan tambang PTFI yang berkelanjutan 7 Dana abadi terkelola secara tepat Dana abadi termanfaatkan untuk kegiatan pengembangan masyarakat secara berkelanjutan 8 Infrastruktur tersedia dan memadai Infrastruktur yang dibangun dan dikembangkan telah dapat mendukung PB 9 Terjadi peningkatan nilai investasi Nilai investasi baru meningkat untuk sektor non tambang atau tambang baru dan dijalankan sesuai prinsip PB Sumber: Hasil Analisis 2009 Tabel 44 menunjukkan bahwa elemen tolok ukur untuk menilai setiap tujuan program mempunyai tingkatan elemen kunci rangking satu sampai empat dengan nilai Driver Power tertinggi bernilai 6 dan terendah bernilai 1. Sub elemen peringkat satu adalah sub elemen kunci yaitu: 6 adanya BPPTB. Tabel 44. Hasil matriks reachability dan interpretasi dari tolok ukur untuk menilai setiap tujuan program Sub Elemen E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7 E8 E9 Driver Power Elemen Kunci E1 1 1 6 E2 1 1 1 1 1 1 6 3 E3 1 1 1 3 4 E4 1 1 2 5 E5 1 1 1 1 1 1 1 7 2 E6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 1 E7 1 1 1 1 1 1 1 7 2 E8 1 1 1 1 1 1 6 3 E9 1 1 1 1 1 1 6 3 Dep 9 6 7 8 2 1 2 6 6 Level 1 4 3 2 5 6 5 4 4 Sumber : Hasil Analisis 2009 Keterangan: Dep = Dependence DP = Driver Power EK = Elemen Kunci atau rangking Angka 1 = Terdapat hubungan kontektual Angka 0 = Tidak terdapat hubungan kontektual 167 E1 E2, E8, E9 E3 E4 E5, E7 E6 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Gambar 23. Matriks Driver Power-Dependence untuk tolok ukur untuk menilai setiap tujuan program Gambar 23 dan Gambar 24 menunjukkan faktor-faktor kunci penggerak elemen tolok ukur untuk menilai setiap tujuan program menuju sistem penutupan tambang berkelanjutan dengan studi kasus RPT PTFI adalah sub elemen-sub elemen yang terletak pada sektor IV independent, yaitu: 5 tidak adanya pencemaran lingkungan, 6 adanya BPPTB, dan 7 dana abadi yang terkelolah secara tepat. Ketiga tolok ukur tersebut adalah termasuk peubah bebas, berarti mempunyai kekuatan pengerak driver power yang besar terhadap keberhasilan program, namun mempunyai sedikit ketergantungan terhadap program strong driver weak dependent variable Tolok ukur untuk menilai setiap tujuan program penutupan tambang berkelanjutan seperti: lapangan kerja baru tersedia dan meningkat 2, infrastruktur tersedia dan memadai 8, dan terjadi peningkatan nilai investasi 9 merupakan peubah linkages dari sistem. Setiap tindakan untuk meningkatkan peranan dari sektor-sektor tersebut akan menghasilkan sukses program menuju sistem penutupan tambang mineral berkelanjutan, sedangkan lemahnya perhatian terhadap sektor-sektor tersebut akan menyebabkan kegagalan program. Analisis lebih lanjut pada sektor II dependent, menyatakan bahwa tolok ukur untuk menilai setiap tujuan program seperti: kontribusi ekonomi baru pada PDRB Mimika dan Provinsi Papua Meningkat 3, pelayanan kebutuhan sosial masyarakat berjalan lancar dan meningkat 4, dan IPM indeks pembangunan Sektor II Dependent Sektor III Linkage Sektor IV Independent Sektor I Autonomus Ketergantungan Dependence D a y a d o r o n g 168 manusia atau HDI meningkat 1 adalah termasuk peubah tidak bebas terhadap peubah lainnya dalam sistem penutupan tambang berkelanjutan. E1. IPMHDI meningkat E3. Kontribusi ekonomi baru pd PDRB Mimika dan Provinsi Papua Meningkat E2. Lapangan kerja baru tersedia meningkat E9. Terjadi peningkatan nilai investasi E6. Adanya Badan Pengelola Penutupan Tambang Berkelanjutan E5. Tidak ada Pencemaran lingkungan E4. Pelayanan kebutuhan sosial masyarakat berjalan lancar dan meningkat E8. Infrastruktur tersedia memadai E7. Dana abadi terkelola secara tepat Level-1: Level-2: Level-3: Level-4: Level-5: Level-6: Gambar 24. Diagram model ISM dari elemen tolok ukur untuk menilai setiap tujuan program

6.2. Faktor-faktor Penggerak Kunci Sistem Penutupan Tambang PTFI Berkelanjutan.

Berdasarkan hasil analisis ISM atas lima elemen program dalam membangun sistem penutupan tambang berkelanjutan. Berikut ini diuraikan faktor-faktor pengerak kunci dan peubah yang independent untuk masing-masing elemen program, yaitu: 1. Elemen sektor masyarakat yang terpengaruh program, meliputi: faktor-faktor pengerak kunci yang juga faktor independent adalah: penutupan pemasok barang dan jasa, dan kegiatan perlindungan dan pelestarian lingkungan di daerah operasi PTFI. 2. Elemen kebutuhan dari program, meliputi: faktor-faktor pengerak kunci adalah kualitas SDM. Faktor independent adalah: kualitas SDM, Badan 169 Pengelola Penutupan Tambang Berkelanjutan BPPTB, infrastruktur yang memadai, dan pelayanan pendidikan dan kesehatan. 3. Elemen kendala utama program, meliputi: faktor-faktor pengerak kunci adalah: keterbatasan keterampilan SDM , dan kemampuan PEMDA Kabupaten Mimika untuk memimpin. Faktor independent adalah: keterbatasan keterampilan SDM, kemampuan PEMDA Mimika untuk memimpin, kurang sosialisasi RPT perusahaan pada masyarakat, kontribusi yang sangat nyata PTFI pada PDRB Mimika dan PDB Provinsi Papua. 4. Elemen tujuan dari program, meliputi: faktor-faktor pengerak kunci adalah: membentuk Badan Pengelola Penutupan Tambang Berkelanjutan atau disingkat BPPTB. Faktor independent adalah: meningkatkan kualitas SDM, meningkatkan ketersediaan infrastruktur, membentuk BPPTB, dan adanya investor baru. 5. Elemen tolok ukur untuk menilai setiap tujuan program, meliputi: faktor-faktor pengerak kunci adalah adanya BPPTB. Faktor independent adalah: tidak adanya pencemaran lingkungan, adanya BPPTB, dan dana abadi yang terkelola secara tepat. Berdasarkan analisis situasional dan kondisi daerah di Kabupaten Mimika seperti yang dipaparkan pada Bab IV- Keadaan Umum maka dipilih enam faktor pengerak kunci yang dijadikan sebagai input terkontrol bagi analisis sistem dinamik penutupan tambang yang berkelanjutan pada Bab IX. Faktor-faktor ini dikontrol dan dikelola di dalam analisis sistem dinamik untuk mendapatkan skenario-skenario keberlanjutan penutupan tambang PTFI. Faktor-faktor tersebut, yaitu:

1. Kualitas sumberdaya manusia. Faktor kualitas SDM di Kabupaten Mimika,

khususnya masyarakat asli masih lebih rendah dibandingkan dengan kualitas SDM para pendatang. Hal ini dilihat pada angkatan kerja yang bekerja di PTFI dan juga yang bekerja di lembaga swasta lainnya serta yang bekerja di pemerintah. Rendahnya kualitas SDM ini, terlebih khusus masyarakat pemilik hak ulayat dari daerah operasi tambang PTFI, yaitu: suku Kamoro di dataran rendah dan suku Amungme di dataran tinggi sangat dipengaruhi oleh buruknya sarana dan prasarana pendidikan. Di daerah pedalaman kekurangan tenaga guru sudah sangat biasa terjadi. Bahkan ada beberapa sekolah baik SD dan SMP yang hanya mempunyai guru 2 – 3 orang. Belum 170 lagi menyinggung soal mutu guru dan pelajaran. Selain itu, kualitas SDM ini juga dipengaruhi oleh kualitas kesehatan. Pelayanan kesehatan di wilayah ini, khususnya di pedalaman masih sangat rendah. Hal ini disebabkan karena kurang memadai sarana dan prasarana yang dibutuhkan bagi pelayanan kesehatan dengan standar yang wajar. Sementara itu pelayanan kesehatan yang baik diselenggarakan oleh PTFI untuk karyawan dan keluarganya. Pelayanan kesehatan di RSWB dan RSMM yang dimiliki oleh LPMAK dengan dukungan Dana Kemitraan PTFI diberikan secara gratis untuk masyarakat suku Kamoro dan Amungme serta lima kekerabatan suku Moni, Nduga, Dani, Ekari, dan Moni. Hal ini akan bermasalah besar bila SaPeT PTFI tiba, Dana Kemitraan PTFI terhenti, dan akhirnya operasional RSMM, RSWB dan program lainnya juga terhenti. Dengan demikian, disamping karena hasil analisis ISM yang menyatakan bahwa faktor kualitas SDM adalah sebagai faktor penggerak kunci penutupan tambang PTFI berkelanjutan. SDM juga diperlukan untuk mengelola kegiatan penutupan tambang dan kegiatan pembangunan menuju keberlanjutan Mimika namun belum tersedia dan dipersiapkan. Oleh karena itu faktor ini sangat layak sebagai faktor penggerak kunci penutupan tambang PTFI berkelanjutan. 2. Adanya Badan Pengelola Penutupan Tambang Berkelanjutan BPPTB. BPPTB ini merupakan perwujudan dari hasil FGD dengan PPK di Kabupaten Mimika. PPK sangat membutuhkan adanya sebuah forum atau badan yang akan menangani penutupan tambang. Nama BPPTB ini merupakan usulan peneliti. BPPTB ini berfungsi atau berperan untuk mengkoordinasikan perencanaan dan pengelolaan kegiatan-kegiatan pembangunan yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan PB di Kabupaten Mimika. BPPTB ini juga memastikan bahwa kegiatan pembangunan diorientasikan pemenuhan kebutuhan saat ini dan dimasa mendatang. BPPTB ini perlu didukung oleh peraturan daerah dan keanggotaannya merupakan perwakilan dari semua perwakilan PPK, seperti dari: PEMDA Mimika, PTFI, LSM lokal LPMAK, LEMASA, LEMASKO, YAHAMAK, dan lainnya, dan para tokoh agama. Dengan demikian, karena badan ini belum terbentuk, namun sangat dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan dan hasil analisis ISM maka faktor BPPTB ini layak sebagai faktor penggerak kunci penutupan tambang PTFI yang berkelanjutan. 171 3. Infrastruktur. Hasil pengamatan lapangan di kota Timika dan juga di seluruh pelosok pedalaman di Mimika seperti yang telah dipaparkan pada Bab IV Keadaan Umum, infrastruktur publik sangat penting bagi aktifitas dan keberlanjutan pembangunan. Sampai saat ini masih banyak infrastruktur di Mimika yang merupakan hasil kontribusi PTFI kepada pemerintah sebagai pelaksanaan komitmen sosialnya. Misalnya pembangunan beberapa jembatan, jalan, fasilitas lapangan terbang, dan lainnya. Tentunya kontribusi nyata ini akan berakhir dengan berakhirnya operasi penambangan PTFI disana. Oleh karena itu, faktor ini sangat layak sebagai faktor penggerak kunci penutupan tambang PTFI berkelanjutan.

4. Investasi ekonomi baru. Sampai saat ini PTFI merupakan sumber