keterbatasan modal. Bentuk-bentuk kemitraan yang tejadi di Indonesia beberapa
telah dijelaskan pada sub bab subsistem usahatani teh pada bab sebelumnya. 5 Sumberdaya Infrastruktur
Secara umum, kondisi infrastruktur berupa jalan, jembatan, airport, pasar, tanah perkebunan, pabrik-pabrik pengolahan, dan sebagainya berbeda-beda di
setiap lokasi, hal tersebut juga dipengaruhi oleh dukungan dari pemerintah daerah setempat dalam peningkatan infrastruktur wilayahnya. Terkait dengan
pengembangan usaha agribisnis komoditas teh, Santoso dan Suprihatini 2007a menyatakan bahwa untuk mendukung kegiatan agribisnis teh di Indonesia,
pemerintah perlu melakukan beberapa instrumen kebijakan. Salah satunya adalah dengan melakukan peningkatan infrastruktur seperti jalan, jembatan, pelabuhan,
airport, ketersediaan listrik, air, jaringan komunikasi dan jaringan kereta api.
Lebih lanjut Santoso dan Suprhatini 2007b mengatakan bahwa peningkatan infrastruktur yang menunjang kegiatan agribisnis teh ini perlu
didukung dengan upaya penguatan lembaga penelitian teh khususnya pada aspek pendanaan dan fasilitas penelitian. Hal tersebut menjadi penting mengingat
teknologi sangat berperan dalam meningkatkan dayasaing komoditas teh Indonesia. Sementara kondisi perkebunan teh di Indonesia sendiri saat ini terdiri
dari perkebunan tua dengan kadar organik dalam tanah yang rendah, sehingga perlu segera dilakukan peremajaan. Sedangkan di subsistem pengolahan, tidak
sedikit pabrik pengolah yang masih menggunakan mesin-mesin tua yang sudah perlu di upgrade karena penggunaannya sudah tidak efisien lagi
26
.
6.1.2 Kondisi Permintaan Domestik 1 Komposisi Permintaan Domestik
Komoditas teh di Indonesia sebagian besar 70 persen ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasar luar negeri, lalu sisanya ditujukan untuk pasar
domestik. Jenis teh yang di pasarkan di dalam negeri terdiri dari teh hitam curah, teh hijau curah, teh hitam kemasan, teh hijau kemasan, instant tea, tea bag, teh
wangi, dan beberapa jenis produk teh lainnya. Berdasarkan mutunya, teh yang
26
Hasil wawancara dengan Direktur Eksekutif Dewan Teh Indonesia, Bapak Sultoni Arifin [23 Maret 2011]
70
ditujukan untuk pasar domestik umumnya masih merupakan teh dengan mutu yang rendah atau second grade PF II, DUST II, BT II, BP II, DUST III dan
FANN II dan off grade BM dan PLUFF, sedangkan teh dengan mutu terbaik lebih ditujukan bagi pasar ekspor BOP I SP, BOP I, BOP, BOP F, PF, DUST, BT
dan BP. Dalam penelitiannya di Pulau Jawa, Surjadi 2003 mencatat komposisi
teh domestik berdasarkan tingkatan mutunya seperti yang diperlihatkan pada Tabel 16. Tabel 16 memberi gambaran jenis produk teh yang beredar di
Tasikmalaya, Jawa Barat perwakilan pasar di daerah produsen teh dan daerah Surabaya, Jawa Timur perwakilan pasar di daerah produsen. Produk teh yang
beredar di lokasi perwakilan terdiri dari 14 merk, dimana sebelas merk merupakan produk kemasan curah, dan tiga lainnya merupakan produk kemasan teh celup
Surjadi 2003.
Tabel 16. Komposisi Teh yang Beredar Berdasarkan Mutu Teh dan Pangsa
Pasarnya di Jawa Barat dan Jawa Timur.
No Kategori Mutu
Pangsa Pasar Jumlah Merk Buah
1 Sangat Tinggi
2 Tinggi 7
2 3 Sedang
65 7
4 Rendah 18
4 5 Sangat
Rendah 10
1
Sumber : Surjadi 2003
Tabel 16 menunjukkan bahwa sebagian besar konsumen keluarga mengkonsumsi produk-produk teh yang tergolong kategori mutu sedang 65
persen, disusul oleh konsumsi produk teh dengan mutu rendah 18 persen dan produk teh dengan mutu sangat rendah sebesar 10 persen. Tabel 16 juga
menunjukkan bahwa pada konsumen contoh, terdapat kecenderungan peningkatan pangsa pasar dimulai dari teh dengan mutu sangat rendah hingga mutu sedang.
Setelah itu, dari mutu sedang menuju mutu sangat tinggi justru terjadi penurunan pangsa pasar Surjadi 2003.
71
2 Jumlah Permintaan dan Pola Pertumbuhan
Teh telah masuk ke Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda. Meskipun budaya minum teh di Indonesia tidak seperti budaya minum teh di Cina, Jepang
ataupun Inggris, namun teh telah menjadi salah satu minuman pilihan bagi masyarakat Indonesia. Adam 2006 mengungkapkan bahwa kedudukan teh
sebagai bahan minuman telah menjadi salah satu pilihan utama keluarga baik di rumah, di luar rumah, maupun sebagai hidangan bagi tamu yang berkunjung. Di
beberapa provinsi di Indonesia, menyajikan teh untuk tamu maupun sebagai teman hidangan makanan ringan merupakan hal yang biasa. Salah satunya tampak
pada pola masyarakat Jawa Barat yang terbiasa menyajikan teh secara cuma-cuma di rumah makan sunda ataupun warung-warung tenda kaki lima.
Namun, sejarah kedekatan bangsa Indonesia dengan teh selama 325 tahun, ternyata tidak serta-merta menjadikan tingkat konsumsi teh per kapita per tahun
dalam negeri tinggi. Konsumsi teh masyarakat Indonesia tergolong masih rendah apabila dibandingkan dengan konsumsi per kapita negara-negara produsen teh
lainnya. Bahkan sejak tahun 2001 hingga 2008 terjadi kecenderungan penurunan konsumsi teh per kapita di Indonesia seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 17.
Tabel 17. Perkembangan Konsumsi Teh Per Kapita Indonesia dalam Interval
Tiga Tahun
Tahun Konsumsi Teh Total
000 Ton Konsumsi Teh per Kapita
GramKapita3 Tahun
2001-2003 67.000 320
2002-2004 63.670 300
2003-2005 65.650 300
2004-2006 56.980 260
2005-2007 59.650 270
2006-2008 54.330 240
Sumber :ITC 2009
Apabila dibandingkan dengan negara-negara produsen lainnya, konsumsi teh Indonesia sangatlah rendah. Konsumsi teh rata-rata masyarakat Indonesia
selama tiga tahun hanya sekitar 240 gramkapita. Cina, sebagai negara penghasil teh terbesar di dunia pada tahun 2008 total produksi 1.200.000 ton, total share
31,5 persen tingkat konsumsi teh penduduknya mencapai 610 gramkapita. Kemudian India, negara terbesar kedua penghasil teh di dunia total produksi
72
981.000 ton, total share 25,8 persen tingkat konsumsi teh penduduknya mencapai 690 gramkapita. Sedangkan Sri Langka, Kenya dan Vietnam, negara-
negara kompetitor terdekat Indonesia, tingkat konsumsi teh masing-masing negara tersebut adalah 1.390 gramkapita, 460 gramkapita dan 451,5 gramkapita.
Indonesia bahkan sangat jauh berada di bawah tingkat konsumsi rata-rata penduduk Inggris 2.110 gramkapita, Irlandia 2.170 gramkapita dan Kuwait
2.210 gramkapita, negara-negara konsumen teh terbesar dunia.
Tabel 18. Biaya Iklan yang Dikeluarkan oleh Beberapa Produsen Teh Periode
Januari - Oktober 2006 dalam 000 Rp
No Merek
Televisi Koran
Majalah Total Biaya
1 Teh celup Sosro
28.162.550 5.435.465
33.598.015 2
Teh celup Sariwangi 24.122.400
1.639.710 429.340
26.191.450 3
Teh celup Walini 394.320
179.200 573.520
4 Teh celup Sedap Wangi
5 Teh Sisri spesial – Instant tea
4.255.800 4.255.800
6 Teh Sariwangi- instant tea
2.619.000 2.619.000
7 Teh 919 non Theasinensis 0
953.880 953.880
8 Murbei Tea
552.838 9.000 561.838
9 Cap Botol- Teh seduh
329.000 329.000
10 Herbalax – Tea non Thea
sinensis 21.500
244.400 265.900 11
Teh Sariwangi Hijau- Teh celup
208.625 208.625 12 Teh
Aenkabe 149.400
149.400 13 Glucoscare-Tea
77.830 77.830
14 Teh Rosella- Teh celup
600 50.000
50.600 15
2 Tang teh hijau- Teh celup 20.370
20.370 16
Cap Bandulan- Tea 19.440
19.440 17 Teh
Chapo 11.250
11.250 18 Tokin
Tea 10.880
10.880 19 Ou
–Tea 6.550
6.550 20
Kajoe Aro- Tea 5.280
5.280 21
Kalimosodo Jamur Dipo – Tea
4.600 0 4.600
22 Hijau daun –Tea
1900 1.900
23 Sepeda Balap –Tea
1.700 1.700
24 Agaric –Tea
1.250 1.250
25 Teh Yacon
200 200
TOTAL 66.130.470
3.757.568 6.458.080 96.346.118
Sumber : Nielsen Adquest Millenium 2006 dalam Doerjat 2007
Rendahnya tingkat konsumsi teh di Indonesia diduga disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, kurangnya upaya promosi dan penyampaian informasi
73
yang dilakukan oleh pihak produsen teh dan pemerintah kepada masyarakat. Upaya produsen teh dalam melakukan promosi dapat dilihat dari biaya iklan yang
dikeluarkan perusahaan tersebut. Umumnya, produsen teh swasta lebih berani mengeluarkan biaya tinggi dalam mempromosikan produk mereka Tabel 18. Hal
tersebut mengakibatkan pengetahuan konsumen terhadap produk yang mereka tawarkan lebih besar dibandingkan dengan produk-produk yang ditawarkan
perusahaan pengolah teh milik negara PTPN. Padahal, saat ini persepsi konsumen terhadap teh telah meningkat menjadi pemahaman bahwa teh baik bagi
kesehatan dan kecantikan, bukan lagi hanya sekedar pelepas dahaga Adam 2006. Penyebab lain yang mempengaruhi rendahnya konsumsi teh dalam negeri
adalah gencarnya promosi yang dilakukan oleh produsen dari minuman lain yang sejenis kopi, susu, dll
27
. Hal tersebut berimbas pada rendahnya pengeluaran rumah tangga yang dialokasikan untuk teh. Dalam penelitiannya terhadap
konsumen rumah tangga di Jawa Barat, Adam 2006 menjelaskan bahwa jumlah konsumsi teh oleh konsumen rumah tangga sehari rata-rata 3 – 4 kali dan
menghabiskan teh dalam sebulan rata-rata 50-200 gram dengan jumlah anggota keluarga rata-rata lima sampai enam orang, serta rata-rata pengeluaran per bulan
untuk teh sebesar Rp 5.000 – Rp 10.000. Sementara pengeluran rumah tangga untuk minuman non teh besarnya di atas Rp 40.000. Hal tersebut menunjukkan
bahwa konsumen rumah tangga dianggap lebih mengenal dan lebih suka mengalokasikan pengeluarannya untuk mengkonsumsi minuman lain
dibandingkan untuk mengkonsumsi teh. Menghadapi persaingan dalam industri global yang semakin terbuka,
ditambah lagi kondisi pertehan dunia yang saat ini mengalami over supply, pemerintah Indonesia bersama seluruh pengusaha dan stakeholder yang terlibat
perlu mempertimbangkan untuk mulai memperhatikan potensi konsumsi domestik yang belum tergali. Selanjutnya diperlukan upaya-upaya nyata dan tepat sasaran
untuk meningkatkan jumlah konsumsi tersebut. Dukungan dari pemerintah akan mendorong produsen teh dalam negeri untuk semakin berinovasi, sehingga kelak
akan tercipta atmosfer persaingan domestik yang dinamis dan berdayasaing.
27
Hasil wawancara dengan Bapak Boyke S. Soeratin anggota Asosiasi Teh Indonesia, PT Bursa Berjangka Jakarta [8 Maret 2011].
74
3 Internasionalisasi
Seperti yang telah diketahui, sebagian besar teh yang diproduksi Indonesia diekspor untuk memenuhi kebutuhan pasar internasional. Kontribusi Indoensia
sebagai eksportir teh telah dimulai sejak zaman penjajahan Belanda. Pada tahun 1835, Indonesia mengekspor teh untuk pertama kali. Indonesia mengirimkan
sebanyak 200 peti teh untuk diikutsertakan pada pelelangan teh di Amsterdam. Hingga saat ini, Indonesia merupakan salah satu negara yang turut berkontribusi
dalam perdagangan teh internasional. Sejarah Indonesia yang cukup panjang dalam perdagangan teh dunia menunjukkan bahwa bangsa kita memiliki
komitmen yang cukup serius sebagai salah satu produsen yang menjaga kualitas produknya, dalam hal ini adalah teh. Hal tersebut juga menunjukkan adanya
kepercayaan dan apresiasi yang diberikan oleh konsumen teh internasional terhadap produk teh Indonesia hingga saat ini.
Konsumen luar negeri baik secara langsung maupun tidak langsung telah melakukan promosi dan pengenalan produk teh Indonesia kepada masyarakat
internasional. Teh Indonesia umumnya dicari dan digunakan sebagai bahan baku dari teh campuran blending tea yang mereka produksi. Hal tersebut
menunjukkan bahwa ada nilai-nilai khas dan budaya Indonesia yang telah menyatu ke dalam produk mereka dan disukai. Adanya kecocokan nilai dari teh
Indonesia tersebut juga tercermin dalam loyalitas atau disepakatinya kesepakatan dagang yang terus-menerus antara produsen teh di Indonesia dengan konsumen
luar negeri. Cina, sebuah negara besar yang menguasai hampir 80 persen pasar teh
hijau dunia mengembangkan image teh hijaunya sebagai minuman kesehatan dan kecantikan. Rasa khas yang dimunculkan teh hijau adalah rasa yang ringan namun
lebih pahit karena didominasi oleh rasa daun teh segar yang diolah tanpa melalui proses fermentasi. Image ini kemudian ditularkan dan tersebar ke negara-negara
lain yang pada akhirnya memproduksi teh hijau, termasuk Indonesia. Namun, kondisi yang dialami Indonesia berbeda dengan China. Produk teh Indonesia yang
didominasi teh hitam, oleh sebagian negara telah dikenal sebagai teh hitam yang memiliki rasa kuat dengan tingkat kepekatan warna yang tinggi. Teh hitam ini
75
adalah teh hitam leaf dengan grade BOP yang umumnya disukai oleh negara- negara di bagian Timur Tengah.
Gambar 11. Volume Impor Teh Negara Timur Tengah dari Indonesia Tahun
2006-2010
Sumber : BPS 2011
Selain itu, penyampaian nilai-nilai lokal kepada masyarakat internasional juga terjadi melalui pemasangan iklan atau berbagai bentuk informasi yang
disampaikan melalui media internasional. Pesan-pesan yang disampaikan berisi keterangan mengenai produk-produk teh yang dihasilkan baik jenis, kualitas,
pilihan grade, serta image yang ingin diperoleh produsen. Selain itu, partisipasi Indonesia dalam berbagai organisasi teh internasional seperti Ethical Tea
Partnership ETP
28
juga menunjukkan eksistensi negara kita sebagai produsen teh yang peduli terhadap kualitas serta keberlangsungan masyarakat teh dunia.
6.1.3 Industri Terkait dan Pendukung