kemasan, tarif impor mesin dan bahan baku kemasan merupakan salah satu komponen biaya yang cukup tinggi dalam mempengaruhi biaya produksi.
5.2.2 Subsistem Usahatani Teh
Indonesia merupakan negara dengan wilayah perkebunan teh terluas kelima di dunia setelah Cina, India, Sri Langka dan Kenya ITC 2009. Namun,
selama satu dekade terakhir, luas area perkebunan ini justru terus mengalami penurunan. Sejak tahun 2000 hingga 2009, telah terjadi pengurangan luas area
perkebunan teh sebesar 2,18 persen setiap tahunnya. Hal ini mempengaruhi volume produksi teh nasional. Pada tahun 2009, volume produksi teh nasional
sebesar 156.901 ton, atau lebih rendah 1,86 persen dari tahun sebelumnya. Penurunan luas area perkebunan teh dipicu oleh rendahnya pendapatan yang
diterima produsen akibat dari rendahnya harga teh yang diterima. Hal tersebut menyebabkan gairah produsen untuk membudidayakan teh menurun, sehingga
konversi lahan merupakan salah satu alternatif untuk memperoleh keuntungan.
Tabel 9. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Teh Nasional Tahun 1999-2010 Tahun
Luas Areal Ha Jumlah
Produksi Ton
Produktivitas kgHa
TBM TM TTMTR
2000 23.898 114.491
15.285 153.675
162.587 1.420
2001 29.550 109.497
11.825 150.872
166.868 1.524
2002 25.839 112.415
12.453 150.707
165.194 1.470
2003 13.439 121.339
8.826 143.604
169.821 1.400
2004 12.291 115.156
16.518 143.965
167.136 1.451
2005 9.105 114.404
17.029 140.538
167.276 1.462
2006 8.730 111.055
15.806 135.591
146.847 1.322
2007 7.422 110.524
15.787 133.733
150.223 1.360
2008 5.425 106.393
15.894 127.712
153.971 1.447
2009 4.941 105.600
16.870 127.411
151.250 1.432
2010 5.517 105.168
16.699 127.384
149.764 1.434
sementara estimasi
Sumber : Dirjenbun 2010
Tabel 9 menunjukkan luas area perkebunan teh Indonesia berdasarkan kondisi tanaman. Luas area tanaman belum menghasilkan TBM merupakan luas
area perkebunan yang belum diambil produksinya dikarenakan tanaman teh masih muda atau baru saja dilakukan peremajaan. Areal tanaman menghasilkan TM
menunjukan luas area perkebunan teh yang berproduksi secara aktif dalam
43
setahun. Sedangkan areal tanaman tidak menghasilkantanaman rusak TTMTR menggambarkan area perkebunan yang rusak ataupun tidak berproduksi karena
sudah sangat tua atau terserang hama penyakit yang sangat parah. Tabel 9 menjelaskan bahwa luas area TM teh di Indonesia sejak tahun
2003 terus mengalami penurunan. Namun demikian, luas area TM cenderung terus menurun, persantase terhadap areal perkebunan total tidak selalu menurun.
Pada tahun 2007-2008, luas area perkebunan total mengalami penurunan sebesar 4,5 persen, namun persentase luas area TM periode tersebut meningkat sebesar
0,7 persen. Peningkatan luas area TM saat itu diikuti pula oleh peningkatan volume produksi nasional dan produktivitas teh nasional.
Berdasarkan tipe kepemilikannya, perkebunan teh di Indonesia terbagi menjadi tiga tipe, yaitu perkebunan rakyat PR, perkebunan besar negara PBN
dan perkebunan besar swasta PBS. Ketiga tipe perkebunan tersebut memiliki ciri dan karakternya masing-masing. Namun, hingga saat ini belum ada integrasi yang
baik diantara ketiganya. Hingga tahun 2009, perkebunan rakyat merupakan perkebunan teh dengan luas area terbesar dibandingkan dengan tipe kepemilikan
kebun lainnya. Luas areal perkebunan rakyat pada tahun 2009 mencapai 57.126 hektar atau sebesar 46,25 persen dari total luas perkebunan teh di Indonesia.
Sementara PBN dan PBS hanya memiliki luas perkebunan seluas 38.564 hektar dan 27.816 hektar atau sekitar 31,2 persen dan 22,55 persen.
Tabel 10. Luas Areal dan Produksi Teh Berdasarkan Tipe Pengusahaan Tahun
2000-2010
Tahun Luas Areal Ha
Produksi Ton PR PBN PBS PR PBN PBS
2000 67.100 44.263 42.313 39.466 84.132 38.989
2001 67.580 44.554 38.738 40.160 86.207 40.500
2002 66.289 44.608 39.810 44.773 80.426 39.995
2003 64.742 41.988 36.874 47.079 82.082 40.660
2004 61.902 44.768 35.878 40.200 89.303 36.448
2005 60.771 44.066 34.284 37.746 89.959 38.386
2006 60.990 46.661 27.939 37.355 81.847 27.657
2007 60.948 42.579 30.207 38.937 80.274 31.012
2008 60.539 38.946 28.227 38.593 78.354 37.024
2009 57.126 38.564 27.816 45.239 75.451 36.211
2010 56.264 40.158 28.151 34.788 79.040 36.514
Angka sementara Sumber : BPS 2010
44
Meskipun PR memiliki persantase luas area terbesar dibandingkan dengan perkebunan teh lainnya, namun PR belum mampu memberikan hasil produksi
yang memuaskan baik dari sisi volume maupun kualitasnya. Pada tahun 2009, perkebunan teh rakyat hanya mampu memproduksi teh sebesar 45.239 ton, sangat
jauh dibawah hasil produksi dari perkebunan teh negara yang mencapai 75.451 ton Tabel 10. Produktivitas PR hanya 791,9 kgha jauh dibawah produktivitas
perkebunan negara dan perkebunan swasta yaitu sebesar 1.956,5 kgha dan 1.301,8 kgha.
Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, meskipun memiliki luas area terbesar diantara dua tipe perkebunan lainnya, produktivitas PR justru merupakan
yang terendah. Dalam penelitiannya Rosyadi 1987 dalam Rosyadi et al 2003 menyatakan bahwa petani teh Indonesia pada umumnya memiliki ciri-ciri yang
berdampak pada bargaining position yang rendah. Beberapa ciri petani teh rakyat Indonesia antara lain :
a. Luas kepemilikan lahan sempit antara 0,1-3 hektar, tersebar saprodis pada
wilayah-wilayah yang umumnya terpencil. b.
Pengelolaan kebun umumnya polikultur. c.
Pucuk teh yang dihasilkan umumnya perishable mudah rusak. d.
Umumnya petani tidak memiliki unit pengolahan pucuk, sehingga harga pucuk ditentukan oleh pihak pembeli pemilik pabrik pengolah, atau pedagang
pengumpul. e.
Modal yang dimiliki relatif kecil, dan hasil usahatani umumnya bukan satu- satunya sumber pendapatan.
Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi petani teh, dibutuhkan kerjasama dari banyak pihak. Pola seperti program Unit Desa, Perkebunan Inti
Rakyat PIR, dan Pola Unit Pelaksanaan Proyek UPP
14
merupakan beberapa
14
Pola Unit Desa merupakan program yang menggerakan banyak pihak dalam satu desa seperti penyuluh yang berperan dalam penyampaian informasi dan memberikan pengarahan kepada
petani di kebun, lembaga keuangan seperti BRI Unit Desa yang berperan dalam membantu persoalan permodalan dan koperasi sebagai lembaga penyedia dan penyalur sarana pertanian,
dan wadah pengolahan hasil kebun dengan kerjasama bersama perusahaan tertentu.
Pola UPP merupakan program pembinaan dan pengembangan koperasi dan diharapkan dalam jangka panjang keseluruhan fungsi dapat dilaksanakan sendiri. Pihak-pihak yang terlibat dalam
program ini diantaranya unit petugas pelaksana proyek yang bekerjasama dengan koperasi. Pola PIR merupaka pola yang diterapkan dengan menjalin kerjasama dengan perusahaan negeri
maupun swasta, dimana fungsi penyuluhan, penularan teknologi, penyaluran kredit, 45
program yang telah dilaksanakan untuk membantu memecahkan permasalahan petani. Disinilah perkebunan besar milik negara maupun swasta dituntut untuk
lebih peduli terhadap nasib dari perkebunan teh rakyat Nazaruddin dan Paimin 1993.
Tabel 11. Karakteristik Umum Produsen Teh di Indonesia Berdasarkan Tipe
Kepemilikan Usaha
No. Perkebunan Rakyat
Perkebunan Besar Negara
Perkebunan Besar Swasta
1 Luas area perkebunan
mencapai 46,25 persen Luas areal perkebunan
mencapai 31,2 persen Luas areal perkebunan
mencapai 22,55 persen 2
Produksi mencapai 45.239 ton
Produksi mencapai 75.451 ton
Produksi mencapai 36.211 ton
3 Produktivitas
mencapai 791,9 kgha Produktivitas mencapai
1.959,5 kgha Produktivitas mencapai
1.301,8 kgha 4
Luas lahan umumnya sempit, antara 0,1-3 ha
Luas lahan dapat mencapai ribuan hektar
Luas lahan dapat mencapai ribuan hektar
5 Akses terhadap modal
sulit Akses terhadap modal
lebih mudah Akses terhadap modal
lebih mudah
6 Tidak dilengkapi oleh
unit pengolahan pucuk Umumnya telah
memiliki unit pengolahan pucuk
sendiri Umumnya telah
memiliki unit pengolahan pucuk
sendiri
7 Mayoritas teh yang
dihasilkan teh hijau Mayoritas teh yang
dihasilkan teh hitam Menghasilkan teh
hitam dan teh hijau 8
Orientasi pasar domestik
Orientasi pasar ekspor Orientasi pasar
domestik dan ekspor Perkebunan besar negara PBN atau PT Perkebunan Nusantara,
merupakan Badan Usaha Milik Negara BUMN yang mengusahakan berbagai macam komoditas perkebunan seperti teh, kakao, kopi, kina, kelapa sawit dan
karet. Dari seluruh PTPN yang ada, PTPN yang mengusahakan komoditas teh adalah PTPN IV, VI, VII, VIII, IX dan XII. Dimana PTPN VIII merupakan
penghasil teh terbesar di Indonesia dengan hasil produksinya mencapai 45 persen dari total produksi teh nasional, dan tersebar ke dalam 24 perkebunan yang ada di
daerah Jawa Barat dan Banten
15
. Apabila dibandingkan dengan jenis
pengolahan hasil maupun fungsi pemasaran dilaksanakan oleh perusahaan. Sebagai timbal baliknya, kebun plasma membantu perusahaan dalam meningkatkan produksi Nazaruddin dan
Paimin 1993
15
PTPN 8. Tea Products Catalogue. 2009 46
kepengusahaan lainnya, PBN telah memiliki kedekatan yang cukup baik antara
seluruh pihak di setiap subsistemnya.
Selain PR dan PBN, perkebunan teh di Indonesia juga diramaikan oleh perkebunan-perkebunan besar miliki swasta. PBS di Indonesia umumnya lebih
fleksibel dalam menetapkan keputusan. Berbeda dengan PBN yang memiliki tanggung jawab kepada PTPN pusat, perkebunan swasta sepenuhnya diatur dan
dijalankan berdasarkan peraturan perusahaan. Meskipun demikian, PBS juga tidak luput dari penurunan luas area. Selama sepuluh tahun, PBS telah mengalami
penurunan luas area terbesar dibandingkan dengan PR ataupun PBN. Tahun 2010, luas area PBS telah berkurang sebesar 33,5 persen dibandingkan luasnya pada
tahun 2000. Kenyataan ini menunjukan bahwa stakeholder swasta juga tidak luput dari efek kurang bergairahnya kondisi teh nasional saat ini, sehingga banyak
perusahaan yang memilih untuk mengganti komoditas atau berhenti mengusahakan teh.
Dilihat dari komponen biaya yang dibutuhkan, Tabel 12 menggambarkan analisis usahatani perkebunan teh negara yang memiliki pabrik pengolah teh
sendiri. Pendapatan yang diperoleh oleh produsen dipengaruhi oleh tingkat harga., Pada kondisi penjualan pucuk basah dengan harga sebesar Rp 1.300, ternyata
perkebunan Cisaruni Garut ini masih mengalami kerugian sebesar Rp 113.458.172,-. RC ratio yang diperoleh dari penjualan pucuk basah hanya
mencapai 0,85. Namun, apabila dihitung pendapatannya dengan penjualan daun kering hasil olahan pabrik, RC Rationya bernilai 1,502. Ini berarti, usaha
perkebunan teh ini layak apabila ia mengolah tehnya sendiri, kemudian menjualnya keluar.
47
Tabel 12. Analisis Usahatani Kebun Teh dengan Produk Pucuk Basah dan Daun
Kering
No Uraian Jumlah
Luas Area Kebun Ha 1.014 Produksi Pucuk Basah Kg 534.912
Produksi Daun Kering Kg 118.664
I. Biaya Tanaman
Rp
• Gaji, Tunj dan Biaya Sosial Karyawan Pimpinan 18.087.513
• Biaya Pemeliharaan Tanaman 349.702.760
• Biaya Panen 363.612.994
• Biaya Pengangkutan 46.700.414
• Tunjangan dan Biaya Sosial Karyawan 7.583.351
• Biaya Penyusutan Tanaman 23.156.710
Total Biaya TanamanHa 808.843.772
Asumsi harga Rp 1.300kg 695.385.600
RC Ratio 0,85
II Biaya Pengolahan
• Biaya pengolahanKg 331.242.546
• Biaya Pemeliharaan Pabrik 56.768.625
• Biaya Pengepakan 85.768.625
Total Biaya Pengolahan 473.409.022
Biaya PengolahanKg 3.989
III HPP Daun Kering a
1.282.252.794 HPP Daun KeringKg
10.805 1V
Penjualan Cent – US
• First Grade 201 cent – US 67,84 x 118.664 Kg = 80.502 kg
16.180.902 • Second Grade 146 cent – US
26,39 x 118.664 kg = 31.315 kg 4.571.990
• Off Grade 69 cent – US 5,77 x 118.664 kg = 6.847 kg
472.443
Total Penjualan Cent – US 21.225.335
Total Penjualan Rp b 1.926.623.658
RC Ratio Daun Kering 1,502
Pendapatan b – a 644.370.864
Keterangan : 1 US = 100 Cent = Rp 9.077,- pada Desember 2010
Sumber : Laporan Kebun Cisaruni Desember 2010, PTPN VIII 2010 tidak dipublikasikan
5.2.3 Subsistem Pengolahan