Sintesis Kinerja PDB HTR

pengembalian PDB HTR. Tujuan BLU Pusat P2H tersebut belum tercapai. Indikasi tidak tercapainya tujuan BLU Pusat P2H adalah: 1. Tepat lokasi. BLU Pusat P2H belum tepat dalam memastikan lokasi penerima dana PDB HTR yang bebas dari konflik, hal ini dibuktikan oleh fakta bahwa penerima dana PDB HTR tahun 2010 yaitu Koperasi X dan Koperasi Y keduanya tidak bebas dari konflik penggunaan lahan dengan masyarakat yang sudah melakukan okupasi lahan terlebih dahulu, walaupun secara hukum koperasi tersebut pemegang hak yang sah sebagaimana yang tercantum dalam IUPHHK HTR. 2. Tepat pelaku. BLU Pusat P2H belum tepat dalam memilih pelaku atau penerima PDB HTR karena dari 2 koperasi yang sudah di pantau dan di evaluasi semuanya tidak terbebas dari konflik 9 sesuai dengan yang tercantum dalam Ketentuan Pinjaman PDB HTR angka 3 huruf e yang dikeluarkan oleh BLU Pusat P2H kepada calon peminjam sebelum akad kredit dilakukan, namun secara prinsip sudah disetujui, dengan demikian BLU Pusat P2H kurang tepat memilih penerima pinjaman PDB HTR 3. Tepat kegiatan. Dana PDB HTR yang disalurkan oleh BLU tidak digunakan untuk melakukan penananam oleh penerima PDB HTR melainkan digunakan untuk mengurus sengketa hukum dengan masyarakat yang ada di lokasi PDB HTR ketentuan pinjaman angka 8 huruf a, dengan demikian penerima pinjaman telah melakukan perilaku ingkar janji, dan 4. Tepat penyaluran dan pengembalian. Walaupun belum terbukti tentang kemampuan kedua koperasi atau penerima pinjaman dalam mengembalikan dana PDB HTR yang sudah tersalur, namun sudah terindikasi, paling tidak salah satu dari ke-2 penerima pinjaman tersebut akan kesulitan mengembalikan dana PDB HTR karena uang yang diterima pada tahap 1 tidak dipergunakan untuk melakukan penanaman seperti yang diatur dalam akad kredit melainkan untuk penggunaan lain seperti mengurus masalah hukum. 9 Surat dari Kepala Pusat BLU Pusat P2H untuk Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan, No S.489P2H-22011 tanggal 12 Agustus 2010

IV. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PDB HTR

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja suatu program dapat dikaji melalui analisis kelembagaan. Kelembagaan sendiri dapat diartikan dua makna yaitu lembaga sebagai aturan main rules of the game dan lembaga sebagai organisasi players of the game. Kelembagaan ini yang mengatur kelangsungan organisasi maupun kerjasama diantara anggotanya untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan Ostrom 1985; Ostrom 1986; Dorward 1997; Dorward et al. 1998. Kinerja baik atau buruk merupakan respon perilaku para pihak yang terlibat terhadap lingkungan yang dihadapinya seperti yang dinyatakan oleh Schaffer 1980; Kartodihardjo 1998, bahwa lingkungan hanya menyediakan kesempatan-kesempatan aturan main dan organisasi atau structure 1 sedangkan kinerja performance 2 yang dihasilkan tergantung pada respon dari pelaku conduct behavior 3 . Aturan main, organisasi dan respon yang dimaksud adalah aturan main dan organisasi yang mengatur hubungan antara pemberi dan penerima pinjaman PDB HTR. Kinerja PDB HTR diperkirakan akan membaik jika faktor-faktor penentu keberhasilan suatu pinjaman diadopsi dalam kelembagaan PDB HTR, adapun faktor-faktor tersebut menurut Syukur 1993; Chaves et al. 1996; Mayrowani 1998; Wijaya 2009 dalam Sugianto 2009, adalah sebagai berikut: 1 karakteristik karakteristik yang akan dibahas adalah karakteristik kredit, karakteristik penerima pinjaman, dan karakteristik usaha HTR, 2 aturan main adanya kebijakan yang sesuai, kemudahan prosedur dalam mengakses kredit, ketepatan waktu penyaluran dan jumlah pinjaman yang sesuai, 3 organisasi sistem insentif dan keleluasaan dalam pengambilan keputusan di level tapak, keberhasilan dalam menentukan lokal agen, pembinaan yang intensif, dan 4 persepsi terhadap PDB HTR. 1 Aturan main dan organisasi atau struktur structure adalah kondisi yang merupakan aturan main para pihak yang terlibat atau kondisi institusi 2 Kinerja performance merupakan kondisi yang dapat diukur sebagai perwujudan respon yang dilakukan 3 Perilaku conduct atau behavior adalah respon yang dilakukan setiap responden Semua faktor-faktor penentu tersebut menurut teori agensi pada dasarnya membuat informasi yang dimiliki oleh pemberi dan penerima pinjaman menjadi sepadan sehingga resiko ingkar janji dan salah pilih agen serta biaya transaksi dapat diperkecil.

4.1 Karakteristik PDB HTR, karakteristik petani, aset yang dimiliki

petani, dan karakteristik lapangan Perlunya karakteristik para pihak diketahui karena karakteristik akan menentukan penerimaan mereka terhadap suatu program dan perlakuan yang sebaiknya diterapkan secara tepat. Perbedaan karakteristik individu akan berhubungan dengan persepsi, proses adopsi, maupun perilaku komunikasi Maksum 1994, hal ini dikuatkan oleh pendapat Verone et al. 2006; Nugroho 2011, yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas kebijakan adalah kaitannya atau tingkat kesesuaian antara kebijakan dan situasi kelompok sasaran, dalam hal ini adalah masyarakat yang berada di dalam dan sekitar kawasan hutan sebagai salah satu sasaran implementasi PDB HTR.

4.1.1 Karakteristik PDB HTR

Pinjaman untuk hutan tanaman secara umum memiliki karakteristik, yaitu: 1 jangka waktu pinjaman panjang selama 5 sampai 8 tahun tergantung tanaman yang diusahakan, 2 resiko kredit sangat tinggi karena tanaman rentan terkena hama penyakit, mudah terpengaruh oleh gangguan alam dan manusia seperti kemarau, kebakaran hutan, dan pencurian. Selain 2 hal tersebut, pinjaman PDB HTR memiliki karakteristik tambahan, yaitu: 1 tanpa ada jaminan karena jaminan hanya berupa tegakan yang dibiayai, 2 pinjaman cukup besar yaitu Rp.68 juta per 8 Ha Rp 8.5 juta x 8 Ha, dan 3 tidak ada pendanaan dari penerima pinjaman self financing. Berdasarkan karakteristik pinjaman tersebut lembaga keuangan formal seperti Bank dan PT ASKRINDO Asuransi Kredit Indonesia yang ditemui di lokasi penelitian tidak mau membiayai ataupun menjamin pinjaman untuk pembangunan hutan tanaman. Hal ini karena kedua lembaga keuangan tidak mau mengambil resiko atas gagalnya pengembalian PDB HTR, karena dikhawatirkan mengganggu kinerja portofolio kredit yang mereka miliki. BRI 4 mempunyai persepsi dan sikap terhadap PDB HTR sebagai berikut; 1 BRI menganggap bahwa sektor kehutanan tidak prospektif untuk dibiayai, terlebih apabila penerima pinjaman tidak memiliki usaha sampingan, dan hanya mengandalkan tanaman hutan maka resiko kredit macet akan tinggi, 2 resiko macetnya PDB HTR akan meningkat apabila tidak ada pembinaan, pendampingan, bimbingan teknis maupun pemasaran yang intensif, serta evaluasi yang kontinyu. Menurut BRI skema atau mekanisme pinjaman untuk pengembangan tanaman kehutanan disarankan sebagai berikut: 1 pengembalian disesuaikan dengan waktu panen, 2 besarnya pinjaman harus disesuaikan dengan kemungkinan pengembalian berdasarkan harga kayu, 3 harus ada perusahaan yang menjamin kerugian jika terjadi gagal panen, dan 4 dana pinjaman tidak dikeluarkan sekaligus tetapi harus bertahap sesuai dengan keperluan. PT ASKRINDO mempunyai persepsi yang sama mengenai pinjaman untuk hutan tanaman, walaupun PT ASKRINDO belum mempunyai pengalaman memberikan asuransi pinjaman yang berkaitan dengan pembangunan hutan tanaman, tapi PT ASKRINDO sudah menyatakan tidak bersedia menjamin pinjaman tersebut. PT ASKRINDO memiliki persepsi dan sikap bahwa sektor kehutanan, khususnya penanaman, tidak prospektif untuk dijamin, hal ini karena tanaman hutan memiliki resiko yang tinggi untuk gagal seperti tanaman mati karena hama dan penyakit, kayu tidak ada yang beli, kelebihan stok over stock sehingga harga murah, dan karakteristik tanaman hutan yang merupakan barang hidup memerlukan perhatian yang khusus, jika hal tersebut tidak dilakukan maka peluang gagal usaha cukup besar. Selain itu PT ASKRINDO beranggapan bahwa masyarakat masih memiliki pola pikir mind set bahwa program pinjaman yang berasal dari pemerintah 5 adalah pinjaman hibah sehingga tidak perlu dikembalikan, dengan demikian niat untuk mengembalikan pinjaman sangat kecil, disisi lain penerima pinjaman yang berniat untuk mengembalikan pinjaman tidak memiliki insentif 4 Kepala Unit BRI di Baserah, Kabupaten Kuansing Provinsi Riau, April 2009 5 PT ASKRINDO mempunyai pengalaman buruk yang berkitan dengan kredit yang berasal dari program pemerintah yaitu KMKP Kredit Modal Kerja Permanen, dimana PT ASKRINDO hampir bangkrut akibat kemacetan yang terjadi pada program tersebut.