didorong kemandiriannya melalui pendampingan dan pembinaan intensif serta kontinyu.
5. Kelembagaan PDB yang efektif dan efisien sesuai dengan kondisi
lapangan yang bervariasi dapat tercapai apabila karakteristik, persepsi, dan perilaku penerima pinjaman telah diadopsi dalam aturan main dan
organisasi pengelola dana pinjaman untuk PDB telah ada di level tapak. Jika kelembagaan PDB HTR optimal sudah terwujud maka tingginya
risiko ingkar janji, salah pilih penerima pinjaman dan biaya transaksi dapat dikurangi.
7.2 Saran
1. Perlu adanya penyesuaian organisasi, dan aturan main seperti UU dan PP
di level pemerintah pusat, serta penyederhanaan prosedur di level Kementerian
dengan memperhatikan
faktor-faktor pendukung
keberhasilan pinjaman, salah satunya melalui pemahaman mengenai karakteristik, persepsi dan perilaku penerima pinjaman dalam memperoleh
IUPHHK HTR dan PDB HTR khususnya untuk petani yang tergabung dalam KTH.
2. Perlunya memperkuat koordinasi antar unit di bawah Kementerian
Kehutanan seperti di dalam penetapan areal IUPHHK HTR sehingga kesalahan pemberian pertimbangan teknis oleh kepala UPT dan Balai
Pemantapan Kawasan Hutan BPKH kepada bupati dapat dihindari.
3. Jika petani melakukan kemitraan dalam melakukan usahanya, maka
diperlukan pemahaman dan informasi yang cukup mengenai calon mitra usaha petani oleh pemberi pinjaman tidak salah memilih mitra, sehingga
keberadaan mitra usaha akan menguntungkan petani.
4. Perlu adanya peningkatan status IUPHHK HTR menjadi lebih dapat
dipindahtangankan transferability sehingga karakteristik struktur hak kepemilikan yang menghasilkan alokasi sumberdaya secara efisien dapat
terpenuhi. IUPHHK HTR dapat dijadikan sebagai agunan pinjaman PDB HTR selain tegakan yang di biaya oleh PDB HTR. Jika terjadi ingkar janji
dari penerima pinjaman maka IUPHHK HTR dapat dicabut dan dialihkan kepada petani yang lebih tepat.
5. Keberadaan organisasi pengelola PDB HTR di tingkat tapak sangat
diperlukan sehingga pemahaman mengenai karakteristik, persepsi dan perilaku penerima pinjaman dapat dilakukan dengan lebih mudah. Selain
itu adanya organisasi di level tapak dapat mempermudah pemberi pinjaman dalam melakukan sosialisasi, pendampingan, monitoring dan
evaluasi. Keberadaan organisasi di level tapak membuat informasi menjadi sepadan, implikasinya biaya transaksi, ingkar janji dan salah pilih
penerima pinjaman menjadi berkurang. Organisasi pengelola di level tapak tidak berarti bahwa BLU Pusat P2H membuka cabang di tiap desa,
yang diperlukan hanya kerjasama dengan kementerian lain seperti Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pertanian untuk bersama
sama menggunakan organisasi yang ada di level tapak seperti PNPM dan Gapoktan atau LKM sebagai kepanjangan tangan dari BLU Pusat P2H.
6. Perlu adanya perbedaan skema pinjaman antara petani yang sudah
memiliki kapasitas yang cukup dan yang tidak. Termasuk perlu kajian lebih mendalam lagi mengenai jumlah pinjaman dan luas yang lebih sesuai
dengan karakteristik, persepsi, dan perilaku penerima pinjaman serta karakteristik lokasi dimana mereka tinggal.
7. Karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh BLU Pusat P2H,
maka disarankan penyebaran PDB HTR untuk saat ini hanya dilaksanakan di lokasi-lokasi yang petaninya sudah siap, baik kapasitas maupun
kemauan untuk melakukan investasi di bidang tanaman. Untuk itu BLU Pusat P2H perlu melakukan survey yang mendalam terlebih dahulu
terhadap calon penerima pinjaman, sambil terus melakukan sosialisasi dan prakondisi terhadap lokasi-lokasi yang petaninya belum memiliki
kapasitas dan kemauan yang cukup untuk berinvestasi.
DAFTAR PUSTAKA
[AID] Agency for International Development. 1991. Mobilizing Savings and Rural Finance: The AID Experience. Washington DC:United State
Agency for International Development.
Barney JB, Ouchi WG eds. 1986. Organizational Economics. California, USA: Jossey-Bass Inc. Publication.
[BLU Pusat P2H] Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan. 2011. Metode Evaluasi Debitur Pinjaman Dana Bergulir BLU Pusat P2H
na Bergulir BLU Pusat P2H untuk Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat. Yogyakarta. 15-16 September 2011.
Boswell C, Geddes A, Scholten P. 2011. The Role of Narratives in Migration Policy-Making: a Research Framework. British Journal of Politics and
International Relations 131: 1-11 Braverman A, Guasch JL. 1989. Rural Credit in Development Countries.
Washington DC: The World Bank. Working Paper Series 219.
Braverman A, Guasch JL. 1993. Administrative Failures in Goverment Credit Programs. Di dalam Hoff K, Braverman A, Stiglitz JE eds. 1993. The Economics of Rural
Organization: Theory, Practice, and Policy. New York: Oxford University Press.
Bunch R. 1991. Dua Tongkol Jagung: Pedoman Pengembangan Pertanian Berpangkal pada Rakyat. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia untuk World
Neighbours. Bungin B. 2007. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Pemahaman Filosofis dan
Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Cahyat A, Gonner C, Haug M. 2007. Mengkaji Kemiskinan dan Kesejahteraan Rumah Tangga: Sebuah Panduan dengan Contoh dari Kutai Barat.
Bogor-Indonesia:CIFOR. Carter M, Barret C. 2006. The Economics of Poverty Traps and Persistent
Poverty: An Asset-based Approach. Journal of Development Studies, 42 2:178-199.
Chaves RA, Gonzales VC. 1996. The Design of Successful Rural Financial Intermediaries: Evidence from Indonesia.World Development. 241:65–
78. Cohen D, Prusak L. 2001. In Good Company, How Social Capital Makes
Organizations Work, Boston: Harvard Business School Press
Darusman D, Widjayanto N. 2007. Aspek Ekonomi Hutan Rakyat Skim Pendanaan. Makalah pada Stadium General Pekan Hutan Rakyat II tanggal 30 Oktober 2007.
Ciamis: Balai Penelitian Kehutanan Ciamis.
[Dephut] Departemen Kehutanan. 2005. Laporan Evaluasi Kredit, Kredit Usaha Hutan Rakyat, Kredit Usaha Persuteraan Alam KUPA, Kredit Usaha
Tani Konservasi Daerah Aliran Sungai KUK-DAS. Jakarta: Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Departemen
Kehutanan.
[Dephut] Departemen Kehutanan. 2008. Statistik Kehutanan Indonesia 2007. Jakarta: Badan Planologi Kehutanan, Departemen Kehutanan.
[Dirjen BUK] Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan. 2010. Road Show, Sebagai Bahan Pelaksanaan Pembangunan HTR. Jakarta: Kementerian
Kehutanan. Dorward A. 1997. New Institutional Economics: Perspectives on Production
Relations And Agricultural Markets In Peasant Agriculture. Paper presented at Sokoine University of Agriculture. 12 May 1997.
Dorward A, Kydd J, Poulton C eds. 1998. Smalholder Cash Crop Production Under Market Liberalisation. A New Institutional Economics
Perspectives. Wallingford, Oxon UK: CAB International. Dunn WN. 1994. Public Policy Analysis: Second Edition. Prentice-Hall Inc.
New Jersey. 678. Dunn WN. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Wibawa S, Asitadani D,
Hadna AH, Purwanto EA, Penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. Terjemahan dari: Public Policy Analysis: An Introduction.
Eisenhardt KM. 1989. Agency Theory: An Assesment and Review. The Academy of Management Review 141:57-74.
Ejigu L. 2009. Performance Analysis of a Sample Microfinance Institutions of Ethiopia. International NGO Journal 45:287-298.
Enters T. 1999. Incentives as Policy Instruments: Key Concepts and Definitions. Incentives in Soil Corservation. New Delhi: Oxford, IBH Publishing Co.
Put. Ltd. 25-40. Fauziyah E. 2009. Analisis Skema Kredit dan Modal Sosial dalam pengembangan
Usaha Hutan Rakyat Studi Kasus di Desa Sirnabaya Kecamatan Rajadesa dan Desa Sidamulih Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis [tesis].
Yogyakarta: Program Pascasarjana Fakultas Kehutanan, Universitas Gajah Mada.
Gibbons R. 1998. Incentives in Organization. The Journal of Economics Perspectives 124:115-132.
Gibbons R. 2005. Incentives Between Firms and Within. Management Science 511:2-17.
Gondo PC. 2009. The role of micro-financing in sustainable forest management. XIII World Forestry Congress. Buenos Aires, Argentina, 18 – 23 October
2009. Gunn WN. 1981. Public Policy Analysis: An Introduction. New Jersey: Prentice
Hall Hamid ES, Sumodiningrat G, Soetrisno L, Tjokrowinoto M, Mubyarto, Subagyo
P, Darmojuwono S. 1986. Kredit Pedesaan di Indonesia. Mubyarto, Hamid ES, editor. Yogyakarta: BPFE.
Hardjanto. 2003. Keragaan dan Pengembangan Usaha Kayu Rakyat di Pulau Jawa [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Herawati T. 2011. Hutan Tanaman Rakyat: Analisis Proses Perumusan Kebijakan dan Rancang Bangun Model Konseptual kebijakan [disertasi]. Bogor:
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Hirakuri SR. 2003. Can Law Save the Forest? Lessons from Finland and Brazil.
CIFOR-Indonesia: SMK Grafika Desa Putra. Hoff K, Braverman A, Stiglitz JE. 1993. The Economics of Rural Organization
Theory, Practice and Policy. Washington DC: Oxford University Press. Hogwood BW, Gunn LA. 1983. Policy Analysis for The Real World. Oxford:
Oxford University Press. Ichwandi I. 2008. A Study on the Characteristic of Forestry Development in Java
Indonesia [disertation]. Kagoshima Japan: The United Graduate School of Agricultural Science.
[IDS] Intitute of Development Studies. 2006. Understanding Policy Process. A Review of IDS Reseach on the Environment. United Kingdom: University
of Sussex. Indroprahasto S. 1994. Pengembangan Pasar Modal Pedesaan Lahan Kering di
Wilayah Tertinggal-Studi Kasus di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, InstitutPertanian Bogor.
Irawan P. 2007. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Indonesia. Islamy IM. 1997. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta: Bumi
Aksara. Jensen MC, Meckling WH. 1986. Theory of the Firm: managerial Behavior,
Agency Costs, and ownership structure. Barney JB, Ouchi WG,editors.Organizational Economics. Calipornia. USA: Jossey Bass
Inc., Publication. 214 – 275. Just RE, Hueth DL, Schmitz A. 1982. Aplied Welfare Economis and Public
Policy. NY.USA: Prentice Hall Inc. Kartasapoetra AG 1994. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Surakarta: Sebelas
Maret University Press. Kartodihardjo H. 1998. Peningkatan Kinerja Pengusahaan Hutan Alam Produksi
Melalui Kebijakan Penataan Institusi [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Kartodihardjo H. 2001. Salah Teori atau Salah Kerangka Pemikiran? [terhubung berkala].
http:groups.yahoo.comgrouprimbawan-interaktif [10
Pebruari 2012]. Kartodihardjo H, Saleh MB, Supardji, Beni FS, Prihanto B. 2006. Refleksi
Kerangka Pikir Rimbawan: Menguak Masalah lnstitusi dan Politik Sumberdaya Hutan. Bogor. Himpunan Alumni Fakultas Kehutanan IPB.
144. Kartodihardjo H, Jhamtani H eds. 2006. Politik Lingkungan dan Kekuasaan di
Indonesia. Jakarta: Equinox Publishing. Kartodihardjo H. 2006. Ekonomi dan Institusi Pengelolaan Hutan. Telaah lanjut
Analisis Kebijakan Usaha Kehutanan. Bogor: Institute for Development Economics of Agriculture and Rural Areas IDEALS.
Kartodihardjo H. 2008a. Diskursus dan Aktor dalam Pembuatan dan Implementasi Kebijakan Kehutanan: Masalah Kerangka Pendekatan
Rasional. Jurnal Manajemen Hutan Tropika Departemen 141:19-27. Kartodihardjo H. 2008b. Dibalik Kerusakan Hutan dan Bencana Alam Masalah
Transformasi Kebijakan Kehutanan. Tangerang, Banten: WanaAksara. Kasper W, Streit ME. 1998. Institutional Economics, Social Order and Publik
Policy. Massachussetts. USA: The Locke Institute, Edward Elgar Publishing, Inc Northampton.
Kapus BLU Pusat P2H. 2011. Pengantar pada Workshop Penyusunan Metode Evaluasi Kinerja Debitur Pinjaman Dana Bergulir HTR. Jakarta. 15-16
September 2011. Khandker SR, Khalily B, Khan Z. 1995. Grameen Bank: Performance and
Sustainability. World Discussion Paper 306. Washington DC: The World Bank.
Kotler P. 1999. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. Ed ke-7. Wasana J, penerjemah; Hasibuan C,
Hutauruk R, editor. Jakarta: PT Erlangga. Terjemahan dari: Marketing Management: Analysis, Planning, Implementation, and Control.
Kuntjoro. 1983. Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembayaran Kembali Kredit Bimas Padi, Kasus di Kabupaten Subang Jawa Barat
[disertasi]. Bogor: Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Kustiawan D. 2011. Kebijakan penyaluran pinjaman dana bergulir pembangunan
HTR. Jakarta: Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan.
Lackey RT. 2007. Science, Scientists, and Policy advocacy. Conservation Biology. 2 l1:12-17.
Lubell M. 2004. Collaborative Environmental Institutions: All Talk and No Action. Jurnal of Policy Analysis and Management 233:549-573.
Lubis JH, Hubeis M, Hardjomidjojo H. 2008. Analisis Proses Pemberian Kredit oleh Bank XYZ Kasus CV ABC di Baligo, Kabupaten Toba Samosir,
Provinsi Sumatera Utara. Bogor:Institut Pertanian Bogor. Jurnal MPI 32:38-42.
Lunandi AG. 1993. Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Maksum.1994. Hubungan Karakteristik Petani Lahan Tadah Hujan dengan Persepsi Mereka tentang Faktor-Faktor Penghambat Adopsi Embung di
Kabupaten Cilacap Jawa Tengah [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Maskin ES. 2001. Roy Radner and Incentive Theory. Review of Economic Design 6: 311-324.
Mayrowani H, Hendiarto SK, Dermoredjo, Wahida BP, Swastika DKS. 1998. Kajian Ketersediaan dan Pemanfaatan Skim Kredit untuk Menunjang
Agribisnis di Pedesaan [laporan hasil penelitian]. Bogor: Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian.
Mayers J, Bass S. 2004. Policy that Works for Forests and People: Real Prospects for Governance and Livelihoods. Virginia:Earthscan.
Mubyarto L, Soetrisno, Sumodiningrat G. 1993. Kredit Pedesaan dan
Peranannya dalam Penciptaan Peluang Bekerja dan Peluang Berusaha. Mubyarto, editor. Yogyakarta: BPFE.
Mubyarto L. 1995. Ekonomi dan Keadilan Sosial. Yogyakarta: Aditya Media. Muljono TP. 2001. Manajemen Perkreditan bagi Bank Komersil. Yogyakarta:
BPFE. Mulyana D. 2004. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Nugroho B. 2003. Kajian Institusi Pelibatan Usaha Kecil – Menengah Industri pemanenan Hasil Hutan untuk Mendukung Pengelolaan Hutan Produksi Lestari
[disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Nugroho B. 2010. Pembangunan Kelembagaan Pinjaman Dana Bergulir Hutan Rakyat. Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 163:118-125.
Nugroho B. 2011a. Analisis Perbandingan Beberapa Skema Pinjaman Untuk Pembangunan Hutanan Tanaman Berbasis Masyarakat di Indonesia.
Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 172:79-88. Nugroho B. 2011b. Evaluasi Kinerja Debitur PDB HTR: Perspektif Ekonomi
Kelembagaan. Di dalam Workshop Penyusunan Metode Evaluasi Kinerja Debitur Pinjaman Dana Bergulir BLU Pusat P2H untuk Pembangunan
Hutan Tanaman Rakyat. Yogyakarta. 27-28 Oktober 2011. Nugroho R. 2008. Public Policy. Teori Kebijakan-Analisis Kebijakan-Proses
Kebijakan-Perumusan, Implementasi, Evaluasi, Revisi Risk Management dalam Kebijakan Publik, Kebijakan sebagai The Fifth Estate-Metode
Penelitian kebijakan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Ostrom E. 1985. Formulating the Element the Institutional Analysis. Paper
Presented to a Conference on Institutional Analysis and Development Washington DC. May 21-22 1985.
Ostrom E. 1986. A Method of Institutional Analysis. In Kaufman FX, Majone G, Ostrom V eds. Guidance, Control and Evaluation in the Public Sector.
Berlin and New York: De Gruyer.
Ostrom E. 2005. Doing Institutional Analysis: Digging Deeper than Market and Hierarchies. Di dalam Menard C dan Shirley MM eds. 2005. Handbook of New
Institutional Economics. Netherland: Springer. pp. 819 – 848.
Padmowihardjo S. 1994. Psikologi Belajar Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka.
Prihadi N. 2010.
Kelembagaan Kemitraan Industri Pengolahan Kayu Bersama Rakyat Dalam Rangka Pembangunan Hutan di Pulau Jawa
[disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Rahmat J. 1996. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya. Ribeiro SC, Jacovine LAG, Vilar MB. 2010. Forest Carbon Credits Generation in
Brazil: The Case of Small Farmers [makalah presentasi]. The Biennial Conference of The International Society fo Ecological Economics. 22-25
August 2010. German: Oldenburg and Bremen. Rohadi D. 2010. Economic Incentives and Household Perceptions on Smallholder
Timber Plantations: Lessons from case studies in Indonesia [makalah presentasi]. Workshop.17 Des 2010. Gottingen, Jerman.
Saaty TL. 1993. Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin: Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam situasi yang kompleks.
Setiono L, penerjemah; Peniwati K, editor. Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo. Terjemahan dari: Decision Making for Leaders: The Analitical
Hierarchy Process for Decisions in Complex World. Salim 2002. Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta:
Depdiknas. Sanim B. 1997. Efektifitas Penyaluran dan Pengembalian KUT Pola Khusus.
Bogor: Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Jurnal Agro Ekonomi
171:51-65. Schaffer JD. 1980. Food System Organization and Performance Toward a
Conceptual Framework. American Journal Agricultural Economic. May 1980:310-318
Sfeir A. 1991. The Economics of Sustainability in Forestry Development. Proceeding 2 Discussion Area Sector AB. The 10 th World Forestry
Congress. Paris, France. Shananan EA, Jones MD, McBeth MK. 2011. Policy Narratives and Policy
Processses. The Policy Studies Journal 393:535-561. Sugianto. 2009. Modal
Sosial Faktor Kunci Keberhasilan Kredit Mikro. [terhubung berkala].
http:www.depkop.go.idcomponentcontentarticle377 [6 oktober 2009].
Sutton R. 1999. The Policy Proccess: An Overview. London: Overseas Development Institute. Portland House. Working Paper 118:35.
Syukur M, Sumaryanto CM, Rasahan CA. 1990. Pola Pelayanan Kredit Untuk Masyarakat Berpendapatan Rendah di Pedesaan Jawa Barat [laporan hasil
penelitian]. Bogor: Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Syukur M. 1993. Karya Usaha Mandiri: An Action Research on Rural Credit to Proverty Alleviation in Indonesia. Overcoming Poverty Through Credit:
The Asian Experience in Replicating The Grameen Approach. Getubig IP, Johari MY, Thas AMK, editor. Kualalumpur: Asian and Pasific
Development Centre. Thilaharah S. 1994. Development of Rural Financial Market in Sub Saharan
Africa [World Bank Discussion Paper 219]. Washington DC: The World Bank.
Tietenberg T. 1994. Environmental Economic and Policy. New York: Harper Collins College Publishers.
Usman S, Suharyo W, Soelaksono B, Toyamah N, Mawardi MA. 2004. Lesson Learned from microfinance services in East Nusa Tenggara [Field Report].
Jakarta: SMERU Research Institut. Utami H, Sailah I, Hartoyo S. 2009. Analisa Sikap terhadap Perilaku Pengusaha
UKM pada Pelaksanaan Kredit Program kemitraan BNI di Sentra Kredit Kecil Cabang Bogor. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Jurmal MPI 42
:176-184 Van Eesten MJG. 2007. Narrative Policy Analisys. Di dalam Fisher F, Miller GJ,
Sidney MS, editor. Handbook of Public Policy Analysis: Theory, Politics, and Methods. New York: Taylor and Francis Group. 251-269.
Verone F, Benoit R, Axel M. 2006. A New Methode for Policy Evaluation,Longstanding Challenges and the Possibilities of Qualitative
Comparative Analysis QCA in Innovative Comparative Methods for Policy Analysis:Beyond the Quantitative-Qualitative Divide.Rihoux B,
Grimm H, editor. USA: Springer Science Business Media, Inc. Vipriyanti NU. 2007. Studi Sosial Ekonomi Tentang Keterkaitan Antara Modal
Sosial dan Pembangunan Ekonomi Wilayah [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Waluyo, Djauhari A. 1992. Kendala Penyaluran dan Pengembalian Kredit Usaha Tani dalam “Perkembangan Perkreditan Pertanian di Indonesia”. Taryoto
et al, editor. Bogor: Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan
Penelitan dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Monograph Series No 3.
Wijaya K. 2002. Analisis Pemberdayaan Usaha Kecil kumpulan Pemikiran. Bogor. Pustaka Wirausaha Muda.
Windarti H. 2000. Kajian Jaringan Komunikasi dan Faktor-Faktor yang mempengaruhi Penerapan Inovasi Skim Kredit Pola Grameen Bank dan
Dampaknya terhadap Pendapatan Anggota-Kasus Skim Kredit Karya Usaha Mandiri di Kabupaten Bogor [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana.
Institut Pertanian Bogor. Winter S. 1990. “Integrating Implementation Research”, in Palumbo and Calista,
eds. Implementation and the Policy Process, Opening up the Black Box. Westport: CT Greenwood Press.
Yunus M. 1981. Credit for Self Employment: A Fundamental Human Right. Dhaka: Grameen Bank.
Yunus M. 2008. Menciptakan Dunia Tanpa Kemiskinan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Yustika AE. 2006. Ekonomi Kelembagaan : Definisi, Teori dan Strategi. Malang, Indonesia: Bayumedia Publishing.
139 Lampiran 1 Perbandingan skema pendanaan pembangunan hutan berbasis masyarakat KUHR, KUK DAS, dan PDB HTR
No Aspek
KUHR KUK DAS
PDB-HTR Analisis
1 Dasar Hukum
Kepmenhut 49Kepts-II1997,
Keputusan Dirjen RLL No
02KptsV1997 SKB Direktorat Jenderal RRL
dan Sekretariat Badan Badan Pengendali Bimas
No.46SKSekBPBV1986 dan 035KptsV1986.
Keputusan Menteri Kehutanan No. 199Kpts-V1995 tanggal
5 April 1995 Sedangkan petunjuk
pelaksanaan KUK DAS berdasarkan Keputusan Ditjen
RRL No: 06KptsV1996 Persetujuan pengaturan
administrasi tentang KUK DAS Nomor 273V-
RKT1997, dan Nomor 003DirBPK-KISJ1997
Permenhut P.23Menhut-II2007 jo Permenhut P.5Menhut-II2008, Permenhut P.48Menhut-II2007.
Permenhut P.9Menhut-II2008 Per. KaPus P2H P.012008
Per. KaPus P2H P.01Pusat-P2H-12009
2 Tujuan
Kesejahteraan, penyediaan bahan
baku dan lingkungan
Kesejahteraan, pemenuhan kebutuhan petani, dan
lingkungan Peningkatan potensi dan kualitas hutan produksi HP serta
peningkatan kesejahteraan masyarakat Pada dasarnya
sama 3
Lokasi Hak milik di luar
kawasan hutan Hak milik di luar kawasan
hutan Di kawasan hutan produksi HP
Berbeda 4
Kegiatan dibiayai
Perencanaan, penanaman, hingga
pemanenan Perencanaan, penanaman dan
pemanenan Penanaman, pemeliharaan dan perlindungan pengamanan
Sama 5
Peserta Kelompok tani min
25 ha dan Kelompok tani, jumlah tidak
ada ketentuan KTH min 5 anggota min 8 ha, Koperasi pemegang
IUPHHK-HTR, dan Badan Usaha Berbadan Hukum Sama: Pinjaman
diberikan
Lanjutan Lampiran 1 Perbandingan skema pendanaan pembangunan hutan berbasis masyarakat KUHR, KUK DAS, dan PDB HTR
No Aspek
KUHR KUK DAS
PDB-HTR Analisis
gabungan kelompok tani
BUMN DS, Koperasi, patungan BUMN dengan BUMSDKoperasi
kepada kelompok
6 MOUPKS
Dephut Dirjen RLPS dengan Bank
BPD Dephut dengan Bank BPD
dengan ketentuan, jika kredit macet 90 ditanggung
Dephut, 10 ditanggung Bank. Jika 2 tahun sejak jauh
tempo tidak dibayar, Bank bisa mengajukan klaim kredit
ke Dephut dengan melampirkan rekomendasi
penilaian dari tim kredit di daerah ditetapkan dengan SK
Dirjen RLPS. Hasil penilaian tim diajukan ke Dirjen RLPS,
RLPS melakukan evaluasi, selanjutnya meminta bantuan
ke Sekjen untuk verifikasi atas angkajumlah kredit. Sekjen
melakukan verifikasi dengan bank dituangkan dalam BAP
dan disampaikan ke Dirjen RLPS. RLPS menetapkan
persetujuan klaim kredit ke BPD. Misalnya Deposito 100
juta, persetujuan klaim kredit 80 juta, sehingga kewajiban
Dephut 90 X 80 juta=72 juta deposito 100 juta dicairkan
BLU dengan BRI Berbeda
Lanjutan Lampiran 1 Perbandingan skema pendanaan pembangunan hutan berbasis masyarakat KUHR, KUK DAS, dan PDB HTR
141
No Aspek
KUHR KUK DAS
PDB-HTR Analisis
72 juta untuk Bank, sisanya ditarik Dephut. Bank tetap
melakukan penagihan kepada kelompok tani sebesar 80 juta.
Jika ada pengembalian pasca klaim, 90 dari pengembalian
tersebut untuk Dephut, dan 10 untuk Bank.
7 Kemitraan
usaha dan pendampingan
Diwajibkan bermitra dengan:
KUD BUMN BUMS BUMD
sekaligus sebagai penjamin avalis
pendamping Tidak ada kemitraan
Kemitraan opsional sesuai pola yang dipilih; disediakan 2 pendamping yang ditunjuk oleh Bupati diutamakan dari
penyuluh kehutanan dan koperasi Berbeda: KUHR
bertumpu pada avalis; PDB-
HTR bertumpu pada penyuluh
8 Keputusan permohonan
kredit disetujuiditolak
Dephut Dirjen RLPS
Dephut Dirjen RLPS Kapus BLU P2H BLU Pusat P2H secara teknis di bawah
Ditjen Bina usaha Kehutanan atau BUK dan secara administrasi berada dibawah Sekertaris Jenderal
Pada hakekatnya
sama oleh DephutKe-
menterian Kehutanan
9 Tata cara
permohonan Melibatkan 8
lembaga; dengan 20 kegiatan; penilaian
dan pemberi persetujuan Dirjen
RRLDirjen Reboisasi dan
Rehabilitasi Lahan Melibatkan sedikitnya 7
lembaga, dengan 13 kegiatan. Permohonan kredit ditujukan
kepada BPD setempat setelah RDKK dinilai oleh PPLPKL
dan petani bertanggung jawab terhadap pengembalian kredit.
Melibatkan 9 lembaga, dengan 20 kegiatan, penilaian dan pemberi persetujuan Kapus P2H
Sama kompleksnya,
tapi PDB HTR lebih kompleks
karena kegiatan berada di hutan
negarakawasan hutan produksi
Lanjutan Lampiran 1 Perbandingan skema pendanaan pembangunan hutan berbasis masyarakat KUHR, KUK DAS, dan PDB HTR
No Aspek
KUHR KUK DAS
PDB-HTR Analisis
10 Mekanisme
pendanaan dan penyaluran
Sistem chaneling, Penyaluran kredit
melalui Bank Penyalur BP, akad
antara BPdengan seluruh peserta
disaksikan Mitra Usaha; Penyaluran
sekaligus chaneling
Tahapan sebagai berikut; a RLPS
menilai permohonan
pinjaman, b RLPS setuju kemudian
meminta sekjen untuk
memindahbuku-kan atau menyiapkan
dana KUHR, c sekjen membuka
rekening atas nama Menhut di BPD
setempat untuk menempatkan dana
sebelum disalurkan dan untuk
menampung pokok Sistem semi executing dana
Bank, dana Dephut sebagai jaminan. Penyaluran kredit
melalui Bank Penyalur BP, akad antara BPdengan seluruh
peserta disaksikan Mitra Usaha; Penyaluran sekaligus
chaneling Tahapan sebagai berikut; a
RLPS menilai permohonan pinjaman, b RLPS setuju
kemudian meminta sekjen untuk
memindahbukukanmenyiapka n dana KUK DAS, c sekjen
membuka rekening atas nama Menhut di BPD setempat
untuk menempatkan dana sebelum disalurkan dan untuk
menampung pokok pinjaman, dan membuka rekening atas
nama sekjen untuk menampung bunga jasa giro
bunga deposito dari rekening Menhut, dan bunga, sanksi,
denda dari kredit yang disalurkan, d BPD
melakukan akad kredit dengan kelompok tani
Sistem executing. Menteri keuangan sebagai bendahara negara memerintahkan untuk memindahkan sejumlah uang
ke rekening BLU yang ada di BRI. Penyaluran kredit kepada petaniKTH dilakukan setelah ada persetujuan dari
Kapus BLU, dan telah dilakukan akad kredit, Kapus BLU meminta BRI untuk memindahkan sejumlah uang ke
rekening KTH penyimpanan hanya sementara karena secara otomatis dana tersebut akan tersalur kepada
pemegang IUPHHK HTR secara perorangan. Akad kredit dilakukan antara BLU dengan KTH di lokasi KTH.
Penarikan uang di Bank tidak ada persyaratan apapun dan dilakukan oleh petani secara perorangan
Berbeda: peran Kapus P2H
dalam PDB- HTR sangat
sentral dan peran Bank
kecil. Petani lebih
diuntungkan dengan cara
BLU Pusat P2H, dan lebih
sederhana bila dibandingkan
dengan KUHR dan KUK DAS
Lanjutan Lampiran 1 Perbandingan skema pendanaan pembangunan hutan berbasis masyarakat KUHR, KUK DAS, dan PDB HTR
143
No Aspek
KUHR KUK DAS
PDB-HTR Analisis
pinjaman, dan membuka rekening
atas nama sekjen untuk menampung
bunga jasa giro atau bunga deposito dari
rekening Menhut, dan bunga, sanksi,
denda dari kredit yang disalurkan, d
BPD melakukan akad kredit dengan
kelompok tani, e dana dipindahbuku-
kan ke ketua kelompok tani, f
penarikan dana oleh kelompok tani
harus melampirkan RDKK Rencana
Definitif Kebutuhan Kelompok yang
telah disetujui oleh RLPS, g ketua
kelompok tani memberi kuasa
kepada mitra untuk menarik dana
11 Penentuan
Rp 2.000.000 per Rp. 2 juta per ha kemudian
Rp 8,634,900 sd 11,937,765 per ha P.64Menhut-II2009 Sama: dasar
Lanjutan Lampiran 1 Perbandingan skema pendanaan pembangunan hutan berbasis masyarakat KUHR, KUK DAS, dan PDB HTR
No Aspek
KUHR KUK DAS
PDB-HTR Analisis
besar pinjaman
ha kemudian diubah menjadi Rp.
3.250.000 tahun 1999 melalui
keputusan Menhutbun no.
535kpts-IV1999 tentang pagu kredit
usaha hutan rakyat diubah menjadi Rp. 3.250.000
pada tahun 1999 berdasarkan surat usulan Sekjen
Dephutbun kepada Dirjen RRL tanggal 2 Juni 1998
merata untuk seluruh propinsi yang dicadangkan menjadi hutan rakyat, sebelumnya pendanaan per ha berdasarkan
rayon dan nilainya lebih kecil penentuan biaya
kegiatan
12 Jangka waktu
pinjaman Sesuai daur
tanaman max 10 tahun
Sesuai daur tanaman max 5 tahun
Sesuai daur tanaman max 8 tahun Sama sesuai
daur tanaman 13
Mekanisme pengembalian
Pengembalian stlh HR menghasilkan,
maks 11 tahun sejak akad, disetor
ke “Rekening Menteri Kehutanan
untuk usaha Hutan Rakyat” melalui
BPD Pengembalian setelah usaha
menghasilkan, paling lama 5 tahun, kemudian disetor ke
rekening Menteri kehutanan melalui BPD
Pengembalian pinjaman pokok sekaligus setelah jatuh tempo maks 8 tahun, pembayaran bunga pinjaman mulai
tahun ke-4 pinjaman; disetor ke Rek Pusat P2H Berbeda: KUHR
dapat dicicil maks sd 11
tahun; KUK DAS maksimal
6 tahun termasuk masa
tenggang dan PDB-HTR
dibayar sekaligus
pokok dangan bunga dan
masa jatuh tempo 8 th
14 Jaminan
pinjaman Tidak diatur; dalam
praktek beberapa Agunan berupa dana garansi
kredit dari Dephut, sertifikat Tanaman yang ditanam, Surat Pernyataan tanggung
renteng, dan personal guarantee Sama: tidak
mensyaratkan
Lanjutan Lampiran 1 Perbandingan skema pendanaan pembangunan hutan berbasis masyarakat KUHR, KUK DAS, dan PDB HTR
145
No Aspek
KUHR KUK DAS
PDB-HTR Analisis
Bank Penyalur menahan sertifikat
hak milik, girik, dsb.
petani bukan sebagai agunan hanya sebagai persyaratan
agunan barang
15 Bunga, provisi
handling fee Bunga sekitar 6
per tahun, bunga ditetapkan menteri
tiap 6 bulan; provisi dibayar peserta;
Handling Fee HF dibayar Dephut
Bungasekitar 6 per tahun; bunga ditetapkan menteri tiap
6 bulan, provisi dibayar peserta; HF dibayar Dephut
Bunga LPS 7 – 10 per tahun flat sampai jatuh tempo; dihitung setiap bulan tidak bunga berbunga sejak akad,
provisi dan HF ditetapkan Menteri Keuangan Sama.
Keduanya mengenakan
bunga, bunga PDB-HTR
relatif lebih mahal
16 Mekanisme
pembinaan dan
pengendali-an Pengendalian oleh
Dirjen RRL; Pembinaan oleh
Kanwil Kehutanan; Tanggungjawab
keberhasilan oleh Bupati c.q Dishut
Pengendalian oleh Dirjen RRL; Pembinaan oleh Kanwil
Kehutanan; Tanggungjawab keberhasilan oleh Bupati c.q
Dishut Pengendalian evaluasi: Kapus P2H dan dapat menunjuk
pihak ketiga; Biaya pembinaan pengendalian ditanggung Pemerintah
Berbeda: peran Kapus P2H
dalam PDB- HTR sangat
sentral 17
Penilaian dan pelaporan
Peserta Kredit Usaha dikoordinasi
oleh mitra usaha dibebani 12 lapthn
ke 5 lembaga; yaitu Kanwil dephut
dengan tembusan ke Sekjen, Dirjen
RRL, Bupatikepala Dinas Kehutanan
dan Bank Penyalur: -
KTHKoperasi dibebani 4 lapthn ke 3 lembaga; Kapus P2H yang ditembuskan kepada kepala Dinas
ProvinsiKabupatenKota yang membidangi kehutanan dan kepala BP2HP
Sama, laporan yang
dibebankan kpd peserta cukup
berat
Lanjutan Lampiran 1 Perbandingan skema pendanaan pembangunan hutan berbasis masyarakat KUHR, KUK DAS, dan PDB HTR
No Aspek
KUHR KUK DAS
PDB-HTR Analisis
2 lapthn ke 5 lembaga di atas,
dan laporan tahunan ke 5 lembaga di
atas 18
Penagihan Bank
Bank BLU
Berbeda Peran BLU sangat
sentral 19
Sanksi atau denda
Tercantum dalam akad kredit
Tercantum dalam akad kredit Tercantum dalam akad kredit
sama 20
Pendapatan Bank
Handling fee 0,5 selama kredit
belum lunas dan provisi 0,5 per
tahun atas setiap penarikan kredit
Penempatan dana jaminan selama kredit belum
lunasbelum diklaim dan provisi
Provisi Sedikit berbeda
21 Pendapatan
Dephut Bunga kredit
rekening Menhutsekjen di
Jakarta Bunga kredit rekening
Menhutsekjen di Jakarta Bunga kredit dari PDB HTR, sedangkan bunga giro
simpanan dana BLU di BRI masuk Kas negara Sama, dari
bunga pinjaman 22
Kasus Dana ditarik
seluruhnya oleh mitra tidak
didasarkan oleh RDKK, mitra hanya
memberikan 30 kepada petani, dan
umumnya berupa bibitsaprodi, mitra
Tanaman gagal, peserta kredit meninggal, pembayaran
macet, jaminan tidak bisa dieksekusi
Pada saat pengecekan dilapangan banyak petani yang tidak paham yang dilakukan oleh koperasi tempatnya
bernaung. Banyak areal yang tidak sesuai dengan pencadangan SK pencadangan menteri dengan IUPHHK
HTR berbeda, areal sudah diokupasi. Hasil pengecekan lapangan bagi koperasi yang sudah
menerima pencairan, belum ada tanamannya Sama
kelemahan di bidang
kelembagaan
Lanjutan Lampiran 1 Perbandingan skema pendanaan pembangunan hutan berbasis masyarakat KUHR, KUK DAS, dan PDB HTR
147
No Aspek
KUHR KUK DAS
PDB-HTR Analisis
umumnya perusahaan fiktif
yang tidak jelas keberadaan
kantornya, petani hanya bersedia
membayar sesuai dengan yang
diterimanya 23
Jumlah Propinsi
12 Propinsi 21 Propinsi
26 propinsi, tapi masih terus berkembang Berbeda PDB
HTR lebih luas 24
Penyaluran DR dihentikan
Tahun 19992000 Tahun 19971998
masih menerima berbeda
Sumber: Nugroho 2011a dimodifikasi dengan analisis data primer hasil penelitian dan kajian data sekunder
Lanjutan Lampiran 1 Perbandingan skema pendanaan pembangunan hutan berbasis masyarakat KUHR, KUK DAS, dan PDB HTR
Lampiran 2 Peraturan yang berkaitan dengan BLU
No Peraturan
KetetapanPasalIsi Implikasi
1 Undang-
undang Nomor 41
tahun 1999 tentang
Kehutanan Penjelasan Pasal 21 UU No 41
tahun 1999 tentang Kehutanan, untuk mewujudkan pengelolaan
hutan yang lestari dibutuhkan lembaga-lembaga penunjang antara
lain lembaga keuangan yang mendukung pembangunan
kehutanan, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga
pendidikan dan latihan serta lembaga penyuluhan
Diterjemahkan menjadi BLU
2 PP No 35
tahun 2002 tentang dana
Reboisasi Pasal 10 ayat 1 dan ayat 3 PP
No 35 tahun 2002 tentang dana reboisasi; ayat 1 dana reboisasi
dibagi dengan imbangan a 40 untuk daerah penghasil, b 60
untuk pemerintah pusat, dan 3 bagian pemerintah pusat
sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf b, dialokasikan ke
departemen teknis dan sisanya dialokasikan ke Rekening
Pembangunan Hutan RPH Penggunaan dana terbatas pada
apa yang tercantum pada PP No 35 2002 tentang Dana Reboisasi,
sedangkan dana konsumsi dan pembelian mesin pengolah tanah
sebagai bagian dari pendukung kegiatan reboisasi dan rehabilitasi
tidak termasuk ke dalam pembiayaan
Pasal 12 ayat 3 dana reboisasi yang ada pada RPH sesuai ayat 1
dialokasikan dan digunakan untuk reboisasi dan rehabilitasi lahan
melalui skema pinjaman dan merupakan dana bergulir
Hanya boleh disalurkan melalui pinjamandana bergulir bukan
hibah
Pasal 14 ayat 2 dan ayat 3; ayat 2 penyaluran dana reboisasi dari
RPH sesuai usulan menteri teknis sesuai ayat 1 huruf c, disalurkan
melalui bank atau lembaga keuangan non bank yang ditunjuk
pemerintah, dan ayat 3 pinjaman disalurkan kepada koperasi, badan
usaha berbadan hukum dan kelompok tani hutan KTH
DR dari RPH hanya dapat disalurkan melalui Bank atau
lembaga keuangan non Bank yang ditunjuk pemerintah. Menurut
hasil wawancara, sejak tahun 2002 s.d 2007 tidak ada bank
yang bersedia untuk mendanai dan menyalurkan dana DR, oleh
karena itu dibentuk BLU. Pinjaman hanya dapat disalurkan
melalui KTH bukan petani secara perorangan
Pasal 15. Ketentuan lebih lanjut mengenai RPH dan pemberian
pinjaman serta badan usaha berbadan hukum, KTH dan
koperasi sesuai pasal 13 dan 14 diatur dengan keputusan bersama
antara Menteri dan Menteri Teknis. Peraturan ini telah terbit yaitu
Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Kehutanan
Nomor 06.1PMK.012007 dan Nomor 02Menhut-II2007 tentang
Pengelolaan Dana Reboisasi dalam Ketentuan mengenai pinjaman
diatur oleh 2 Kementerian yaitu Kementerian Keuangan dan
Kementerian Kehutanan
Lanjutan Lampiran 2 Peraturan yang berkaitan dengan BLU
No Peraturan
KetetapanPasalIsi Implikasi
RPH Pasal 16 ayat 1 dan ayat 2; ayat
1 dana reboisasi hanya digunakan untuk membiayai kegiatan reboisasi
dan rehabilitasi dan kegiatan pendukungnya, dan ayat 2
penggunaan dana reboisasi bagian pemerintah pusat diutamakan untuk
rehabilitasi hutan dan lahan diluar daerah penghasil dana reboisasi
PDB hanya diperuntukan bagi kegiatan reboisasi dan kegiatan
pendukungnya pemupukan, bibit, pemeliharaan dsb
3 PP No. 23
tahun 2005 tentang
PKBLU Pasal 1. BLU adalah instansi
dilingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan atau
jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan
dan dalam melakukan kegiatannya
didasarkan pada prinsip efisiensi
dan produktifitas Prinsip efisiensi belum dicapai
karena BLU masih menggunakan dana APBN untuk operasionalnya
dan belum menggunakan hasil keuntungan karena pemasukan
BLU dari bunga pinjaman belum ada biaya suvey lapangan, akad
kredit, monitoring dan evaluasi sangat besar, ± 31 jutatrip
1
Pasal 2. Pola pengelolaan keuangan PPK BLU, adalah pola
pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa
keleluasaan untuk menerapkan
praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa,
sebagaimana diatur dalam PP, sebagai pengecualian dari ketentuan
pengelolaan keuangan negara pada umumnya.
Bisnis BLU belum sehat, karena dana operasional masih disubsidi
dari APBN
Pasal 3 Ayat 1. BLU beroperasi sebagai unit kerja Kementerian
negaralembagapemerintah daerah untuk tujuan pemberian layanan
umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang
didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan.
Pasal 3 ayat 2. BLU merupakan bagian perangkat Pencapaian tujuan
Kementerian negaralembagapemerintah daerah
dan karenanya status hukum BLU tidak terpisah dari Kementerian
negaralembagapemerintahm daerah sebagai instansi induk
Kewenangan BLU sebatas yang didelegasikan, artinya tidak
memiliki otonomi untuk membuat kebijakan sendiri dan
melaksanakannya
1
Komunikasi pribadi dengan staf BLU Pusat P2H Pak Karman dan Pak Amir, namun Pak Amir sudah tidak menjabat lagi di BLU, September 2008.
Lanjutan Lampiran 2 Peraturan yang berkaitan dengan BLU
No Peraturan
KetetapanPasalIsi Implikasi
Pasal 3 ayat 5. BLU menyelenggarakan kegiatannya
tanpa mengutamakan pencarian keuntungan
4 PP Nomor 6
tahun 2007 tentang Tata
Hutan dan Penyusunan
Rencana Pengelolaan
Hutan, serta Pemanfaatan
Hutan Pasal 1 angka 19. HTR adalah
hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok
masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi
dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian
sumberdaya hutan Penerapan silvikultur merupakan
prasyarat, sementara kapasitas dan kapabilitas para pihak belum
mendukung kearah itu
Pasal 40 ayat 6. Pemerintah sesuai ketentuan peraturan- perundangan
membentuk lembaga keuangan untuk mendukung pembangunan
HTR BLU Pusat P2H sebagai
perwujudan lembaga keuangan Kementerian Kehutanan untuk
pendanaan HTR Pasal 67 ayat 5. IUPHHK pada
HTR dalam hutan tanaman dapat diberikan kepada perorangan dan
koperasi Ijin diberikan kepada perorangan
tetapi pendanaan diberikan melalui kelompok untuk
dibagikan kepada perorangan 5
keputusan Menkeu No
137KMK.05 2007 tentang
Penetapan P2H sebagai
instansi pemerintah
yang menerapkan
PPK-BLU Status badan layanan umum
bertahap, yaitu jika persyaratan substantif, teknis dan administrasi
belum terpenuhi secara memuaskan.
Keputusan Menkeu tentang penetapan Pusat P2H sebagai
instansi pemerintah yang menerapkan PPK-BLU bertahap
yang memiliki fleksibilitas pengelolaan keuangan
Dalam batas-batas tertentu yaitu 1 jumlah dana yang dapat dikelola
langsung dari pendapatan operasional BLU adalah 80, 2
mengelola piutang tetapi bukan penghapusan, 3 pengelolaan
barang inventaris, 4 perumusan standar, kebijakan, sistem, dan
prosedur pengelolaan keuangan Status BLU masih BLU bertahap.
Dengan catatan dapat dibubarkan jika dalam jangka waktu 3 tahun
tidak ada progress
Peraturan Menteri
Kehutanan Nomor
P.69Menhut- II2008
Tentang Standar
Pelayanan Minimum
SPM untuk Pusat P2H diberi kewenangan
untuk membuat rancangan SPM, di mana standar tersebut harus
mengacu kepada prinsip SMART Spesificfokus pada jenis layanan,
measurabledapat diukur, attainabledapat dicapai,
reliablerelevan dan dapat diandalkan, dan timelytepat
waktu. Standar itu kemudian ditetapkan oleh Menteri Kehutanan
BLU memiliki kewenangan untuk mengajukan usulan, keputusan
akhir tetap berada di Menteri Kehutanan
Lanjutan Lampiran 2 Peraturan yang berkaitan dengan BLU
No Peraturan
KetetapanPasalIsi Implikasi
Pusat P2H 4
Keputusan Menteri
Keuangan Nomor
105KMK.05 2010, tanggal
9 Maret 2010 tentang
Penetapan Pusat
Pembiayaan Pembangunan
Hutan Pada Kementerian
Kehutanan sebagai
Instansi Pemerintah
yang menerapkan
Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan
Umum Status badan layanan umum penuh
yaitu jika persyaratan substantif, teknis dan administrasi sudah
terpenuhi secara memuaskan BLU dengan status baru yaitu
BLU penuh. Perubahan dari bertahap ke penuh, karena BLU
dianggap masih diperlukan untuk menunjang pendanaan program
HTR. BLU yang berlokasi di Jakarta
menjadi satu-satunya badan di Kementerian Kehutanan yang
berfungsi mengelola keuangan untuk PDB HTR memiliki
kewenangan terbatas pada apa yang tercantum dalam Keputusan
Menkeu
4 Peraturan
bersama Menkeu dan
Menhut No 06.1PMK.01
2007 dan 02MenhutII
2007 tentang pengelolaan
dana DR di RPH
1 Bunga Kredit HTR sebesar bunga LPS dan HTI dengan Bunga
Komersil, 2 Pengaturan Skim kredit dibuat oleh Kapus P2H,
setelah memperoleh persetujuan dari Menteri Kehutanan, 3 Kredit
hanya untuk HTR dan HTI, 4 BLU Pusat P2H akan mengenakan
biaya administrasi dan provisi terhadap peminjam PDB HTR,
setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan
Setiap pengambilan keputusan prinsip tidak bisa dilakukan oleh
internal BLUKapus
5 Peraturan
Menteri Kehutanan No
P.40Menhut- II2010
tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian
kehutanan Pusat P2H berada dibawah dan
bertanggung-jawab kepada Menteri Kehutanan, yang secara teknis
dibina oleh Dirjen Bina Usaha kehutanan, dan secara administratif
dibina oleh sekjen. Pusat P2H menyelenggarakan
fungsi a perumusan kebijakan, norma, standar, prosedur dan
kriteria pengelolaan dana bergulir untuk pembiayaan pembangunan
Hutan Tanaman, b pelaksanaan butir a
Semua kebijakan yang dibuat BLU Pusat P2H harus mengacu
kepada peraturan yang telah dibuat oleh Kementerian
Keuangan, dan Kementerian Kehutanan sehingga Pusat P2H
bukan merupakan Organisasi yang berdiri sendiri
Sumber: analisis data primer dan sekunder
153 Lampiran 3 Analisis isi peraturan perundangan yang berkaitan dengan PDB HTR
SK Substansi
Implikasi Analisis
Permenhut P.09Menhut- II2008, tentang Persyaratan
Kelompok Tani untuk Mendapatkan Pinjaman Dana
Bergulir Pembangunan Hutan Rakyat
Pasal 2. Persyaratan Kelompok tani hutan KTH yang dapat mengajukan
permohonan pinjaman untuk pembangunan HTI, yaitu: a Anggota ≤ 5
lima pemegang IUPHHK-HTR, setiap izin ≤ 8 delapan hektar b Memiliki
dokumen kelompok, dokumen kelompok dilegalisir oleh kepala desa dan diketahui
oleh kepala Dinas Kabkota yang membidangi kehutanan dan c
mendapatkan pendampingan oleh petugas yang ditunjuk oleh BupatiWalikota atau
pejabat yang ditunjuk, yang dibuktikan dengan SK penunjukkan.
Pasal 2a, berdasarkan hasil penelitian, keinginan masyarakat untuk membentuk kelompok sangat beragam, dengan kisaran 3-25 orang. Dasar
penetapan 5 orang belum jelas, 5 orang adalah berdasarkan kesepakatan intern Departemen Kehutanan dengan pertimbangan kemudahan
pengurusan administrasi oleh BLU wawancara staf BLUPak Karman. Pasal 2 b, Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 90
responden menyatakan bahwa masyarakat hanya mampu mengelola 2 ha, lebih dari itu SDM tidak akan sanggup.
Pasal 2 d. Pendamping yang ditunjuk tidak memiliki Kapasitas yang seharusnya dimiliki hasil wawancara staf Dinas Kehutanan Kabupaten
Kuansing
Pasal 4. Pendamping sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf c,
diprioritaskan penyuluh Kehutanan Pegawai Negeri Sipil
Penyuluh pendamping kehutanan berdasarkan hasil penelitian memiliki jumlah dan kapasitas yang terbatas berbeda tiap kabupaten,
dengan beban yang sangat besar sehingga pendampingan secara penuh akan sangat sulit.
Perlu adanya juklak dan juknis di level kabupatenkota, dalam juklak dan juknis tersebut harus dipastikan adanya pasal yang dapat memastikan
adanya prakondisi yang diperlukan seperti penguatan kapasitas KTH dan penyuluh
Peraturan Kepala Pusat P2H P0.1Pusat P2H-12008
tentang Tata Cara Permohonan, Penyaluran dan
Pengembalian Pinjaman Dana Bergulir Pembangunan Hutan
Tanaman Rakyat Pasal 3 ayat 1 menyatakan bahwa
pinjaman dana bergulir sebagai modal kerja untuk pembangunan HTR, yaitu
untuk membiayai kegiatan a penanaman pengadaan bibit, persiapan lahan,
penanaman b pemeliharaan pemeliharaan tahun 1, tahun 2, dan tahun
Pinjaman dana bergulir tidak bisa digunakan diluar pasal 3 ayat 1, hal ini mempersempit manfaat penggunaan dana DR, karena biaya diperlukan
tidak hanya mencakup pasal 3 akan tetapi biaya lain yang juga penting untuk dipenuhi seperti biaya konsumsi, biaya informasi, biaya perijinan di
berbagai level, biaya pelaporan, biaya pemanenan, biaya pemasaran
Lanjutan Lampiran 3 Analisis isi peraturan perundangan yang berkaitan dengan PDB HTR
SK Substansi
Implikasi Analisis
3, lanjutan 1, lanjutan 2 c perlindungan dan pengamanan hutan pengendalian
hama dan penyakit Pasal 4 ayat 1 persyaratan permohonan
pinjaman untuk pembangunan Hutan Tanaman Rakyat bagi KTH, yaitu: a
Copy surat keputusan IUPHHK-HTR yang telah dilegalisir oleh Dinas KabKota yang
membidangi Kehutanan, dilampiri peta Areal Kerja, b Copy lembar pengesahan
RKUPHHK_HTR dan RKTUPHHK-HTR dari pejabat yang berwenang, c Copy
Dokumen yang memuat nama kelompok,
pengurus yang jelas, alamat dan peraturan kelompok, yang dilegalisisr
oleh kepala desa dan kepala dinas kabkota yang membidangi kehutanan, d Surat
kuasa dari anggota kelompok kepada ketua, sekretaris, dan bendahara kelompok
untuk 1 menandatangani akad kredit 2 mengkoordinasikan penarikan dan
penggunaan dana pinjaman serta pelaksanaan kegiatan di lapangan 3
mengkoordinasikan pengembalian pinjaman dana bergulir dan 4
mengkoordinasikan pelaksanaan pembayaran tanggung renteng atas risiko
pengembalian pinjaman yang disetujui oleh kepala desa setempat, e Surat
Persyaratan permohonan sangat tidak sederhana, hal ini dapat menimbulkan biaya transaksi yang tinggi.
Selain pengecekan persyaratan administrasi, pengecekan lapangan juga harus dilakukan, karena berdasarkan hasil cross cek lapangan yang
dilakukan oleh BLU, banyak nama yang tercantum menjadi anggota kelompok tani tidak tahu apa-apa tentang PDB HTR, sehingga
kelengkapan persyaratan hanya dibuat untuk memenuhi kelengkapan administasi. Kepala Desa dan Kepala Dinas di kabkota harus dipastikan
mempunyai pemahaman yang sama mengenai tujuan PDB HTR Pasal huruf e mengenai tanggung renteng. Pengalaman masa lalu pada
KUK DAS dan KUHR membuktikan bahwa tanggung renteng tidak menjamin pengembalian pinjaman jika tidak ada penguatan dan
peningkatan kelembagaan di tingkat pusat dan daerah maupun pelaksana, penguatan kelembagaan dimaksud termasuk memperkuat koordinasi,
peningkatan kapasitas para pihak tidak hanya petani melainkan seluruh pihak yang terlibat secara langsung misalnya penyuluh, pendamping, dinas
kehutanan kabkota, provinsi, dan di pusat staf BLU. Pemberi pinjaman harus memastikan bahwa rencana usaha yang dibuat
harus dilakukan dengan pendampingan yang kontinyu dan sungguh- sungguh sehingga hasil yang diperoleh tidak hanya untuk memenuhi
persyaratan administrasi.
Lanjutan Lampiran 3 Analisis isi peraturan perundangan yang berkaitan dengan PDB HTR
155
SK Substansi
Implikasi Analisis
Pernyataan kesanggupan tanggung renteng yang ditandatangani oleh ketua kelompok
dan seluruh anggota yang meminjam atas risiko pengembalian pinjaman dana
bergulir yang telah disetujui oleh kepala desa setempat, dan f Surat penunjukkan
pendamping dari bupatiwalikota atau pejabat yang ditunjuk, pendamping
diprioritaskan dari penyuluh kehutanan g Rencana Usaha pembangunan HTR yang
berisi antara lain rencana kegiatan penanaman, pemeliharaan, pemanenan,
pemasaran serta pembiayaan dan pengembalian pinjaman dana bergulir
Pasal 11 Ayat 1 penyaluran dan pengembalian pinjaman dana bergulir
didasarkan pada perjanjian pinjamanakad kredit antara kepala pusat P2H dengan
debitur HTRHTI, 4 besarnya provisi dan biaya-lain-lainnya sebagaimana
dimaksud dalam ayat 2 huruf c ditetapkan menteri keuangan atas usulan
menteri Kehutanan, 5 Jaminan Pinjaman sebagaimana dimaksud pada Ayat 2 bagi
debitur HTR adalah tanaman yang ditanam, surat pernyataan tanggung
renteng dan surat pernyataan jaminan pribadi personal guarantee atas risiko
pengembalian pinjaman dana bergulir, dan 7 penetapan suku bunga pinjaman
sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf Pemberi pinjaman harus memastikan mekanisme Penyaluran dan
pengembalian pinjaman harus dipastikan tersampaikan dengan baik kepada penerima pinjaman.
Jaminan pinjaman berupa tanaman, dan mekanisme penarikan jaminan apabila terjadi pelanggaran sesuai persyaratan harus
dijelaskandisosialisasikan dengan baik, sehingga risiko ketidakpastian usaha menjadi rendah.
Pemberi pinjaman sebaiknya memberi kejelasan mengenai personal guarantee, bentuk personal guarante-nya, karena jika yang dimaksud
adalah kekayaan pribadi, hasil penelitian membuktikan bahwa calon penerima pinjaman yang murni petani disekitar hutan tidak memiliki
kekayaan yang dapat diagunkan. Penghasilan mereka rata-rata dibawah 20 juta sedangkan pinjaman PDB HTR per kepala keluarga, apabila
menggunakan dana PDB HTR harus minimal 8 ha X 8 juta = Rp. 64 juta jaminan di Bank paling tidak harus lebih dari pinjaman
Pemberi pinjaman tidak menerangkan bentuk sanksi, artinya sanksi tidak secara tegas dijabarkan, hal ini akan menimbulkan penafsiran yang
Lanjutan Lampiran 3 Analisis isi peraturan perundangan yang berkaitan dengan PDB HTR
SK Substansi
Implikasi Analisis
g, bagi debitur HTR ditetapkan sebesar tingkat suku bunga LPS yang berlaku pada
saat akad kredit keliru, dan ketidakpastian usaha
Pasal 14 ayat 1 pengembalian pinjaman pokok dan bunga bagi debitur HTR
dilakukan sekaligus setelah panen dan atau jatuh tempo pinjaman sesuai yang
ditetapkan dalam akad kredit, melalui penyetoranpemindahbukuan dari rekening
debitur ke rekening pusat P2H 2 Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana pasal 12
ayat 7 penyaluran pinjaman dihentikan, debitur wajib mengembalikan pinjaman
pokok dan bunga kepada pusat P2H terhitung 30 hari kerja sejak surat
pengehentian penyaluran diterbitkan oleh kepala pusat P2H 3 dalam hal debitur
tidak dapat memenuhi kewajiban sesuai ayat 1 dan 2, maka kepala pusat P2H
kepala pusat P2H memiliki kewenangan untuk mengambil alih jaminan pinjaman
sesuai dengan peraturan-perundangan yang berlaku 4 dalam hal debitur HTR tidak
memenuhi kewajiban sebagaimana tersebut pada ayat 1 dan 2, maka
selama jangka waktu peringatan sebagaimana pada ayat 3, bunga
pinjaman tetap dikenakan sampai debitur memenuhi kewajibannya 5 Dalam hal
Pemberi pinjaman tidak menjelaskan secara tegas dalam peraturan tesebut, jika terjadi kondisi khusus sehingga menyebabkan kegagalan
panen karena satu dan lain hal, dalam hal ini pemberi pinjaman memiliki keyakinan yang sangat tinggi terhadap keberhasilan penanaman, padahal
tanaman adalah mahluk hidup yang banyak bergantung pada berbagai aspek seperti pemeliharaan, hama penyakit, kebakaran, bencana alam,
perambahan dsb. Pengambilalihan jaminan secara semena-mena tanpa mempertimbangkan berbagai faktor akan meningkatkan risiko ketidak
pastian usaha, yang pada gilirannya menurunkan minat petani HTR. Sanksi hukum ayat 5 dari peraturan-perundangan yang mana yang
akan digunakan untuk dikenakan kepada penerima pinjaman belum dijelaskan.
Pemberi pinjaman belum mengatur mekanisme pembiayaan bagi pendamping dan Bank ayat 6, dan 7.
Sebaiknya risiko dibagi antara pemerintah dan petani, mekanisme pembagian risiko sebaiknya diatur lebih lanjut secara detil dalam akad
kredit
Lanjutan Lampiran 3 Analisis isi peraturan perundangan yang berkaitan dengan PDB HTR
157
SK Substansi
Implikasi Analisis
pengabilalihan jaminan pinjaman sebagaimana pada ayat 3, nilai jaminan
pinjaman tidak mencukup atas pinjamannya, maka penyelesaian
pengembalian pinjaman dilimpahkan kepada yang berwenang untuk dikenakan
sanksi hukum sesuai peraturan perundangan yang berlaku 6 pendamping
dan atau bank menfasilitasi kelancaran proses pengembalian pinjaman dari
debitur. 7 pihak bank secara berkala menyampaikan laporan pengembalian
pinjaman dana bergulir kepada usat P2H Pasal 17 ayat 1 setiap 3 tiga bulan
KTHkoperasi membuat laporan realisasi fisik dan keuangan pembangunan HTR,
yang ditandatangani oleh ketua kelompokketua koperasi dan diketahui
oleh pendamping 2 setiap tahun KTHkoperasi wajib membuat laporan
realisasi fisik dan keuangan pembangunan HTR, yang ditandatangani oleh ketua
kelompokketua koperasi dan diketahui oleh pendamping 3 laporan realisasi fisik
dan keuangan sebagaimana ayat 1 dan 2 disampaikan oleh ketua KTH koperasi
kepada kepala pusat P2H yang ditembuskan kepada kepala Dinas
ProvinsiKabupatenKota yang membidangi kehutanan dan kepala BP2HP
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 70 pendidikan petani di lokasi penelitian Riau dan Kalimantan Selatan adalah sekolah dasar,
sehingga perlu dibuat mekanisme pelaporan yang tidak memberatkan petani, dan efisiensi biaya bagi petani, karena pelaporan kepada pemberi
pinjaman Kepala Pusat P2H yang ditembuskan kepada Kepala Dinas Kehutanan ProvKabKota, dan Kepala BP2HP menimbulkan
peningkatan biaya bagi petani laporan tiap 3 bulan, yang tidak termasuk ke dalam komponen biaya pinjaman, selain itu mekanisme penyusunan
laporan belum jelas sehingga pembuatan laporan memerlukan pendampingan secara insentif pada awal kegiatan
Pasal 19. Tanaman HTR yang dibayar Perlu adanya pasal tambahan yang menyatakan selama PDB HTR
Lanjutan Lampiran 3 Analisis isi peraturan perundangan yang berkaitan dengan PDB HTR
SK Substansi
Implikasi Analisis
melalui PDB, tidak dapat dipakai sebagai agunanjaminan kepada pihak ketiga
belum lunas tanaman tersebut tidak dapat dijadikan sebagai jaminan pinjaman. Hal ini untuk memperkuat hak petani sebagai pemegang ijin
IUPHHK HTR Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor P.64Men-Hut-II2009 tentang standar biaya
Pembangunan HTI dan HTR Rp 8,634,900 sd 11,937,765 per ha
Dasar penetapan berdasarkan komponen biaya kegiatan yang diperkirakan secara umum, tidak spesifik lokasi dan tidak berdasarkan
kebutuhan petani. Dasar penetapan hanya berdasarkan perkiraan pemberi pinjaman atas keberhasilan tanaman dan kemampuan pengembalian oleh
penerima pinjaman wawancara pribadi dengan staf BUK pada Juli 2011 Peraturan kepala Pusat
Pembiayaan Pembangunan hutan Nomor P.01Pusat P2H-
12009 tanggal 10 juni 2009 tentang Petunjuk Teknis
Pemberian pinjaman Dana Bergulir untuk Pembiayaan
Pembangunan Hutan Tanaman oleh Pusat
Pembiayaan Pembangunan hutan selaku pelaksana
Perguliran Dana Pasal 11. biaya-biaya sehubungan adanya
penjanjian antara debitur dengan Pusat P2H seperti provisi, biaya administrasi dan
notaris menjadi beban pemohon. Pasal 13. Pusat P2H melakukan
monitoring dan evaluasi perkembangan pinjaman dana bergulir dan realisasi fisik
berdasarkan laporan realisasi realisasi dari KTH, kemudian Pusat P2H melaporkan
kepada Menteri Kehutanan dan Menteri Keuangan
Biaya-biaya apabila diterapkan kepada KTH maka akan memberatkan, biaya transaksi akan tinggi, dan menurunkan minat petani miskin hasil
wawancara dengan KTH pada April 2009 Melihat beban kerja yang harus dilakukan dan jumlah staf yang
tersedia, kegiatan evaluasi dan monitoring menjadi beban berat bagi BLU Pusat P2H, selain meningkatkan in-efisiensi biaya, sehingga dapat
meningkatkan ekonomi biaya tinggi
Sumber: Analisis data primer dan sekunder
159 Lampiran 4 Peraturan perundangan yang terkait tidak langsung dengan PDB HTR
SK Substansi
Implikasi Analisis
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2007
tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan
Hutan, serta pemanfaatan hutan Pasal 21. Penyelenggaraan pemanfaatan hutan,
termasuk melakukan penjualan tegakan dalam wilayah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 didasarkan
pada pedoman, kriteria, dan standar pemanfaatan hutan wilayah tertentu.
3 Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman, kriteria, dan standar pemanfaatan hutan wilayah tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan peraturan Menteri.
Sebelum melakukan penjualan, pemilik IUPHHK HTRpenerima pinjaman, harus
memenuhi persyaratan yang tercantum dalam pedoman, kriteria, dan standar yang diatur oleh
Peraturan Menteri Kehutanan pasal 21.
Pasal 32 ayat 2 Pemanfaatan kawasan pada hutan produksi a luas areal pengolahan dibatasi, b tidak
menimbulkan dampak negatif terhadap biofisik dan sosial ekonomi, c tidak menggunakan peralatan mekanis dan
alat berat, dan d tidak membangun sarana dan prasarana yang mengubah bentang alam.
Pemberi pinjaman harus mensosialisasikan dan menjelaskan secara tegas sesuai pasal 32
ayat 2 kepada penerima pinjaman untuk memastikan pasal ini tidak membingungkan
penerima pinjaman, termasuk yang dimaksud dengan batasan luas areal, menjelaskan yang
dimaksud dengan dampak negatif thd biofisik dan sosial ekonomi, yang dimaksud dengan
peralatan mekanis dan berat, dan yang dimaksud dengan membangun sarana dan prasarana yang
mengubah bentang alam. Pasal 40 ayat 2.Pada hutan produksi, pemanfaatan
hasil hutan kayu pada HTR dalam hutan tanaman dapat dilakukan dengan satu atau lebih sistem silvikultur, sesuai
dengan karakteristik sumber daya hutan dan lingkungannya.
Hasil penelitian membuktikan 100 calon penerima pinjaman di Provinsi Riau dan
Provinsi Kalimantan selatan tidak paham dan tidak melakukan sistem silvikultur. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian Setyawan 2002 bahwa pengelolaan hutan rakyat tidak
menggunakan silvikultur intensif. Intensitas petani dalam mengelola hutan rakyat juga
dipengaruhi oleh jarak lokasi hutan rakyat
Lanjutan Lampiran 4 Peraturan perundangan yang terkait tidak langsung dengan PDB HTR
SK Substansi
Implikasi Analisis
tersebut dari rumah. Pasal 40 ayat 55 Tanaman yang dihasilkan dari
IUPHHK pada HTR merupakan asset pemegang izin usaha, dan dapat dijadikan agunan sepanjang izin
usahanya masih berlaku. Peraturan Kepala Pusat P2H P0.1Pusat
P2H-12008 tentang Tata Cara Permohonan, Penyaluran dan Pengembalian Pinjaman Dana
Bergulir Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat, pasal 19 bertentangan dengan Pasal 40 ayat 5
PP 6 tahun 2007. Pasal 41 ayat 2. Untuk melindungi hak-hak HTR
dalam hutan tanaman, Menteri menetapkan harga dasar penjualan kayu pada HTR.
Belum ada peraturankeputusan menteri yang mengatur tentang harga dasar kayu HTR.
Pasal 54 ayat 2 IUPHHK pada HTR dalam hutan tanaman dievaluasi setiap 5 lima tahun oleh Menteri
sebagai dasar kelangsungan izin. 3 UPHHK hanya diberikan sekali dan tidak dapat diperpanjang.
Pasal 5 ayat 2 menimbulkan ketidak pastian usaha bagi pemegang IUPHHK HTR. Ayat 3,
belum mengatur tentang tanaman yang ada di atas lahan hutan produksi apabila IUPHHK
sudah berakhir. Pasal 71. Setiap pemegang ijin usaha pemanfaatan
hutan wajib c melaksanakan penataan batas areal kerja paling lambat 1 satu tahun sejak diberikan IUPHHK
dalam hutan alam maupun hutan tanaman; d melakukan perlindungan hutan
e. menata-usahakan keuangan kegiatan usahanya sesuai standar akuntansi kehutanan yang berlaku bagi
pemegang izin usaha pemanfaatan hutan; f. mempekerjakan tenaga profesional bidang
kehutanan dan tenaga lain yang memenuhi persyaratan sesuai kebutuhan;
g. melaksanakan sistem silvikultur sesuai dengan kondisi setempat; dan h. menggunakan peralatan
pemanfaatan hasil hutan yang sesuai dengan ketentuan Pasal 71. Jika tidak dilaksanakan maka akan
dijatuhi sanksi. Point c jika tidak tata batas maka terkena sanksi, d jika tidak melakukan
perlindungan maka terkena sanksi e wajib menatausahakan keuangan sesuai standar
akuntasi-kehutanan jika tidak maka dikenakan sanksi, kewajiban ini juga mengimplikasikan
hak dari pemegang penerima pinjaman untuk memperoleh pendampingan dari pemberi
pinjaman dalam melakukan penatausahaan keuangan, tata batas, perlindungan dan sistem
silvikultur g yang sesuai dengan yang dipersyaratkan selain itu syarat ini juga terlalu
rumit bagi pemegang IUPHHK HTR dari
Lanjutan Lampiran 4 Peraturan perundangan yang terkait tidak langsung dengan PDB HTR
161
SK Substansi
Implikasi Analisis
yang berlaku, i membayar iuran atau dana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
perorangankelompok tani hutan KTH sehingga kemungkinan terjadi pelanggaran atas
kewajiban ini sangat besar, yang akan berujung kepada ketidakkepastian usaha.
Mempekerjakan tenaga profesional mengandung implikasi pembayaran yang sesuai
dengan keprofesionalannya, dana untuk itu, khususnya bagi kelompok tanipetani pemegang
IUPHHK sulit untuk dipenuhi dan tidak termasuk ke dalam biaya PDB HTR f.
Peralatan pemanfaatan hutan tidak jelas didefisinisikan, bisa multi tafsir g.
Iuran harus disosialisasikan secara inetnsif sejak awal sebelum akad kredit sehingga calon
penerima pinjaman paham mengenai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi
Pasal 75 ayat 2 point a menyusun rencana kerja usaha pemanfaatan hasil hutan kayu RKUPHHK jangka
panjang untuk seluruh areal kerja paling lambat 1 satu tahun setelah izin diberikan untuk diajukan kepada bupati
atau pejabat yang ditunjuk guna mendapatkan persetujuan, b menyusun rencana kerja tahunan RKT diajukan
paling lambat 2 dua bulan sebelum RKT tahun berjalan, c melaksanakan RKT sebagaimana dimaksud pada ayat
3 huruf b yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya bila telah memenuhi kriteria dan indikator yang
ditetapkan oleh Menteri, tanpa memerlukan pengesahan dari pejabat yang berwenang self approval d
menyampaikan laporan kinerja secara periodik kepada Menteri.
Pasal 75, kewajiban pembuatan RKUPHHK, RKT, laporan kinerja sebaiknya
dihapus atau disederhanakan bagi pemegang IUPHHK HTR perorangan atau kelompok,
karena menyulitkan.
Pasal 119. Setiap pengangkutan, penguasaan atau Pasal 119, jika dijalankan maka akan
Lanjutan Lampiran 4 Peraturan perundangan yang terkait tidak langsung dengan PDB HTR
SK Substansi
Implikasi Analisis
pemilikan hasil hutan yang berasal dari hutan negara, wajib dilengkapi bersama-sama dengan dokumen yang
merupakan surat keterangan sahnya hasil hutan, yang berlaku dan dipergunakan untuk mengangkut hasil hutan
didalam wilayah Republik Indonesia. menimbulkan biaya transaksi tinggi
Pasal 75 1 Selain melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72,
pemegang IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman, wajib; e melaksanakan penatausahaan hasil hutan, f
melakukan pengukuran atau pengujian hasil hutan, g melaksanakan sistem silvikultur sesuai lokasi dan jenis
tanaman yang dikembangkan, h menyediakan dan memasok bahan baku kayu kepada industri hasil hutan, j
melakukan penanaman paling rendah 50 lima puluh perseratus dari luas areal tanaman, bagi pemegang
IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman berdasarkan daur dalam waktu paling lambat 5 lima tahun sejak
diberikannya izin; dan 3 Selain melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 1, huruf e, huruf f,
huruf g, huruf h, dan huruf j, pemegang IUPHHK pada HTR dalam hutan tanaman, wajib : a. menyusun rencana
kerja usaha pemanfaatan hasil hutan kayu RKUPHHK jangka panjang untuk seluruh areal kerja paling lambat 1
satu tahun setelah izin diberikan untuk diajukan kepada bupati atau pejabat yang ditunjuk guna mendapatkan
persetujuan, b menyusun rencana kerja tahunan RKT diajukan paling lambat 2 dua bulan sebelum RKT tahun
berjalan, c melaksanakan RKT sebagaimana dimaksud pada ayat 3 huruf b yang menjadi wewenang dan
tanggung jawabnya bila telah memenuhi kriteria dan Jika pasal 75 ini dilanggar oleh pemegang
IUPHHK maka akan dikenakan sanksi, hal ini menimbulkan risiko ketidakpastian usaha, yang
pada akhirnya berimplikasi pada kemacetan pengembalian dana PDB HTR oleh pemegang
IUPHHKpenerima pinjaman
Lanjutan Lampiran 4 Peraturan perundangan yang terkait tidak langsung dengan PDB HTR
163
SK Substansi
Implikasi Analisis
indikator yang ditetapkan oleh Menteri, tanpa memerlukan pengesahan dari pejabat yang berwenang self approval;
dan d menyampaikan laporan kinerja secara periodik kepada Menteri.
5 Selain melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, Pasal 72 dan Pasal 73 ayat 1,
dan ayat 4 pemegang IUPHHK pada hutan tanaman dilarang : a. menebang kayu untuk pembuatan koridor
sebelum ada izin atau tidak sesuai dengan izin pembuatan koridor; danatau b meninggalkan areal kerja.
Pasal 129 Sanksi administratif berupa penghentian sementara pelayanan administrasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 128 ayat 1 huruf a dikenakan kepada : pemegang IUPHHK pada HTI atau pada HTR dalam
hutan tanaman pada hutan produksi yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 75 ayat 1 huruf a, huruf d, huruf h, huruf i, huruf k, atau ayat 3 huruf c.
Pelanggar pasal 75 diberi sanksi administratif berupa penghentian layanan
administrasi selama satu tahun atau lebih tergantung sanksi administratif yang telah
dibuat, risiko usaha meningkat, dan pengaruhnya terhadap pengembalian PDB HTR
Pasal 132. pemegang IUPHHK pada HTI atau HTR dalam hutan tanaman pada hutan produksi yang
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat 1 huruf c, huruf f, atau
ayat 3, dengan keharusan membayar denda sebanyak 10 sepuluh kali harga dasar kayu;
Sanksi sangat jelas, risiko usaha meningkat, biaya produksi meningkat, dan berpengaruh
terhadap pengembalian PDB HTR
e. pemegang IUPHHK pada HTR dalam hutan tanaman pada hutan produksi yang melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat 5 huruf a atau huruf b, dengan
keharusan membayar denda sebanyak 15 lima belas kali PSDH;
Sanksi sangat jelas, risiko usaha meningkat, biaya produksi meningkat, dan berpengaruh
terhadap pengembalian PDB HTR
Pasal Pasal 133 Sanksi administratif berupa Sanksi sangat jelas, risiko usaha meningkat,
Lanjutan Lampiran 4 Peraturan perundangan yang terkait tidak langsung dengan PDB HTR
SK Substansi
Implikasi Analisis
pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat 1 huruf d dikenakan kepada : pemegang IUPHHK
dalam hutan alam pada hutan produksi yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20, Pasal 71 huruf b angka 3, huruf g, Pasal 73 ayat 1 huruf a, huruf b, huruf d, Pasal 74 huruf f,
huruf h, sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan, atau dinyatakan pailit oleh pengadilan negeri; biaya produksi meningkat, dan berpengaruh
terhadap pengembalian PDB HTR
Pasal 133. Sanksi administratif berupa pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat 1 huruf d
dikenakan kepada : g. pemegang IUPHHK pada HTR dalam hutan tanaman pada hutan produksi yang
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Pasal 71 huruf b angka 3,
huruf g, Pasal 75 ayat 3 huruf a, huruf b, ayat 5 huruf b, sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, atau dinyatakan pailit oleh pengadilan negeri
Sanksi sangat jelas, risiko usaha meningkat, biaya produksi meningkat, dan berpengaruh
terhadap pengembalian PDB HTR
Peraturan Menteri Kehutanan No P.16Men-hut-II2008 tentang
Kriteria Usaha Mikro, Kecil, Menengah UMKM dan Koperasi
yang dapat memperoleh fasilitas Kredit dengan Pembiayaan
dengan penjaminan Pasal 2 ayat 2. UMKM dan koperasi yang dapat
memperoleh fasilitas kreditpembiayaan adalah a UMKM dan koperasi yang menjadi binaan Departemen
Kehutanan, b UMKM dan koperasi yang ada kaitannya dengan hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu dan jasa
lingkungan yang usahanya berdampak langsung kepada pemberdayaan masyarakat sekitar hutan, c jenis usaha
yang dilakukan menguntungkan, berkelanjutan dan telah Ayat a memiliki implikasi bahwa petani
secara perorangan tidak mendapat pembinaan, demikian pula kelompok tani.
Ayat b menunjukkan bahwa konsumsi yang dibutuhkan pada saat membangun hutan
tidak menjadi bagian dalam pembiayaan kredit, ayat ini mengasumsikan bahwa anggota
koperasi harus mempunyai pekerjaan sampingan
Lanjutan Lampiran 4 Peraturan perundangan yang terkait tidak langsung dengan PDB HTR
165
SK Substansi
Implikasi Analisis
terbangun sistem pemasaran selain pekerjaan yang ada kaitannya dengan
hutan. Ayat c di mana usaha hutan rakyat yang
dibangun belum dapat diprediksi menguntungkan atau tidak, berkelanjutan atau
tidak dan rata-rata belum terbangun sistem pemasaran. Dalam hal ini pemerintah
mengganggap bahwa kapasitas petani telah cukup
Peraturan Menteri Kehutanan, Nomor P.07Menhut-II2008
tentang Perubahan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.45Menhut-II2007 tentang Tata Cara Izin Peralatan Pemanfaatan
Hasil Hutan Kayu pada Hutan tanaman Industri dalam Hutan
Tanaman Ketentuan Pasal 9 ayat 4, ayat 5 dan ayat6 menjadi 1
satu pasal baru yaitu pasal 9A yang di sisipkan diantara Pasal 9 dan Pasal 10, ayat 1 dan 2 yang berbunyi 1
kepada pemegang izin yang memiliki persediaan hasil hutan kayu yang berasal dari penebangan yang sah, tetapi
alatnya telah berakhir maka untuk mengumpulkan, memuat dan mengangkut kayu tersebut izin alat diajukan
kepada Kepala Dinas Provinsi, 2 Izin alat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diterbitkan oleh Kepala Dinas
Provinsi dengan masa berlaku paling lama 8 delapan bulan sejak keputusan pemberian izin diberikan
Biaya transaksi besar karena tiap mau panen 8 Bulan harus mengajukan izin ke Kepala
Dinas Provinsi
Peraturan Menteri kehutanan Republik Indonesia Nomor
P.07Menhut-II2010 tentang Pelimpahan sebagaian urusan
pemerintahan dekonsentrasi bidang kehutanan tahun 2010
kepada 33 gubernur pemerintah Provinsi selaku wakil pemerintah
Lampiran pasal tersebut menyebutkan kewenangan Gubernur di tiap provinsi berlainan
Antara provinsi yang satu dengan provinsi yang lain, namun demikian yang berkaitan dengan HTR adalah kewenangan
untuk supervisi penggunaan peralatan pada hutan tanaman, koordinasi penyelesaian kasus pada hutan tanaman,
pembinaan pemanfaatan hutan tanaman, sosialisasi pembangunan hutan tanaman, survey pembangunan hutan
tanaman, pengawasan dan pengendalian industri pengolahan hasil hutan kayu, survey harga hasil hutan,
Walaupun peraturan tersebut hanya berjalan sampai 31 Desember 2010, namun dibatasinya
kewenangan di tingkat gubernur provinsi-tidak boleh didelegasikan ke kabupaten dan
desapasal 3, maka percepatan penyaluran kredit dan evaluasinya akan menemui hambatan,
karena semua kewenangan ada di BLU Pusat P2H, Jakarta high transaction cost
Lanjutan Lampiran 4 Peraturan perundangan yang terkait tidak langsung dengan PDB HTR
SK Substansi
Implikasi Analisis
pembinaan dan penertiban hasil hutan kayu Peraturan Menteri Kehutanan
Republik indonesia Nomor P.30Menhut-II2010 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.9Men-hut-
II2010 tentang Izin pembuatan dan pembuatan Koridor
HTR pada hutan produksi diwajibkan membuat izin pembuatan dan penggunaan koridor kepada pihak yang
berwenang pasal 4 ayat 1, permohonan ijin tersebut diajukan oleh pemegang ijin kepada gubernur dengan
tembusan kepada direktur jenderal, kepala dinas provinsi, kepala dinas kabkota dan kepala balai pemantapan
kawasan hutan. Dengan persyaratan a rencana trace koridor yang dibuat pada peta skala 1:25.000, b surat
penyataan tidak berkeberatan dari pemegang IUPHHK, apabila koridor yang akan dibuat melalui areal kerja
IUPHHK pihak lain, c surat keteranngan dari pemerintah kabkota apabila koridor yang akan dibuat melalui
APLKBNK Rumit, menyulitkan pemegang IUPHHK HTR,
biaya transaksi tingggi high transaction cost
Sumber: Analisis data primer dan sekunder
Lampiran 5 Permohonan pinjaman dana bergulir untuk pembangunan HTR Tahun 2009
No Nama KoperasiKTH
dan
No. SK. IUPHHK-HTR Lokasi
Usulan Proposal Luas
Ha. Rp.
1. Koperasi X
No. 505602K2008 Kab.
Mandailing Natal, Sumut
8.794 87.940.000.000,-
2. Koperasi R
No. 171 Th. 2009 Kab.
Halmahera Selatan, Malut
4.680 39.929.000.000,-
3. KSU. Y
No.154 tahun 2009 Kab.
Nabire,Papua 3.107
26.588.613.000
Sumber: BLU Pusat P2H
Lampiran 6 Data Permohonan PDB HTR
No Provinsi Kabupaten KTHKoperasi
keterangan
1 Sumut
Mandailing Natal 1 koperasi Penyaluran
2 Jambi
Tebo 1 Koperasi Penyaluran
3 Maluku
Utara Halmahera Selatan 1 koperasi Melengkapi syarat
administrasi 4
Sulawesi Utara
Minahasa Utara 34 KTH Proses Administrasi
16 KTH, 5 KTH ditunda, 7 KTH
sedang dalam tahap analisa pinjaman, 3
KTH proposalnya belum ada, 3 KTH
proses akad kredit
Minahasa Selatan 39 KTH Ditolak 2 KTH,
ditunda 37 KTH
Bolmongtim 11 KTH Proses Administrasi
5 NTB
Dompu 1 koperasi Proses Administrasi
6 Maluku
Utara Halmahera Barat 1 Koperasi
Proses Administrasi
Sumber: BLU Pusat P2H 2011 diolah
Lampiran 7 Lampiran 7a Rincian pegawai BLU Pusat P2H berdasarkan latar belakang
pendidikan, Tahun 2007 sd 2009
No Pendidikan
D3 S1
S2 S3
Ket
1 Kehutanan
2 7
- -
2 Akuntansi
4 1
- -
3 PerbankanKeuangan
1 -
3 -
4 Administrasi
- 1
- -
5 Hukum
- 4
- -
6 Informatika
1 -
- -
7 Lingkungan
- -
- 1
Strata pendidikan 8
12 4
1 Sumber: Blu Pusat P2H
Lampiran 7b Daftar pelatihan pegawai BLU Pusat P2H Tahun 2008
No Jenis Pelatihan
Jml org
Penyelenggara 1
Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan BLU dan Sistem Akuntansi
Serta Pelaporan Keuangan Pemerintah 3
Himpunan Pensiunan Pegawai Departemen Keuangan
2 Pembinaan Dan Pelatihan Sistem
Akuntansi Barang Milik Negara Dan Sistem Pelaporan Barang milik Negara
Lingkup UAPPB E-1 1
Biro Umum Setjen Dephut
3 Penyegaran Sistem Akuntansi
Keuangan 1
Biro Keuangan Setjen Dephut 4
Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah
1 Departemen Keuangan RI
5 Pelatihan Manajemen Pengadaan
BarangJasa III 1
Biro Umum Setjen Dephut 6
Pembinaan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang
Milik Negara Lingkup UAPPB E-1 2
Biro Umum Setjen Dephut
Total 9
Sumber: BLU Pusat P2H
Lampiran 8 Daftar rincian inhouse training pegawai BLU Pusat P2H sampai dengan Tahun 2008 dan 2009
No. Jenis pelatihan Jml Org
Instruktur 1.
Perundang-undangan Kehutanan
kewenangan pangkal Otonomi 9
Ir. Deny Kustiawan 2.
Pengenalan alat GPS praktek 5
Ir.Bugi Sulaeman 3.
Penyusunan Lap.Keuangan 8
Abadi Djafar SE 4.
Penyusunan Laporan Barang Inventaris
4 Abadi Djafar SE
5. Pembinaan Pegawai 9 Nilai Dasar
Rimbawan dan Capita selecta BLU
25 Ir.Mujihanto Soemarmo
MM Ir.Deny Kustiawan
6. Administrasi Kepegawaian
17 Ir.Darudono M.P.
7. Teknik penilaian proposal pinjaman
dana bergulir 11
Dr.Ir.Amir Wardhana
M.For,Sc 8.
Teknik penyusunan RBA 25
Dery Wanta ELSDA 9.
Pengenalan SKIM JUN 12
Ir.Haryono KPWN 10.
Pengenalan Skim Kredit pola Syariah
2 Staf Bank Mandiri
Total 118
Sumber: BLU Pusat P2H
Lampiran 9 Rincian pengukuran kinerja Pusat P2H Tahun 2008
No Kegiatan
Volume Anggaran Rp.X 1.000
Targ. Real.
Target Realisasi
1 Penyusunan dan
penyempurnaan peraturan
8 8
100 460.000
210.120,40 45,67
2 Penyiapan sarana
perkantoran 12
12 100
307.680 177.936,03
57,83 3
Penyiapan pembangunan
prasarana gedung 153
153 100
1.173.700 1.043.241,45
89,00 4
Penyelesaian akad kredit
12 157.500
0,00 5
Pelaksanaan pembinaan
10 5
50 385.000
0,00 6
Pengelolaan gaji, honorarium dan
tunjangan 87
76 87,35
488.400 366.900
75,12
7 Pembuatan sistem
evaluasi proposal pinjaman
1 340.000
0,00 8
Sosialisasi di 19 Provinsi
19 18
94,73 828.000
377.047,82 45,53
9 Pelatihan
pendampingan di 6 Provinsi 6
angkatan 6
6 100
408.000 391.525,60
96
10 Konsultasi pendampingan
HTR 8
7 88
99.000 97.457,60
98 11 Konsultasi dengan
instansi terkait 55
5,5 10
728.850 70.265,80
9,64 12 Pengendalian dan
evaluasi kegiatan 26
360.000 0,00
13 Uji petik penilaian lapangan pemohon
HTRHTI 26
780.000 0,00
14 Penyusunan Rencana Strategis
Bisnis RSB 1
1 100
44.000 34.205
77,70 15 Penyusunan
rencana kegiatan dan anggaran
RKAKL 1
1 100
44.000 33.970
77,20
16 Penyempurnaan RHL 5 tahun
1 22.000
0,00 17 Penyusunan
Rencana Bisnis 1
1 100
88.000 33.410.000
38,00
Lanjutan Lampiran 9 Rincian pengukuran kinerja Pusat P2H Tahun 2008
No Kegiatan
Volume Anggaran Rp.X 1.000
Targ. Real.
Target Realisasi
Anggaran RBA 2009
18 Laporan keuangan semester dan
tahunan 1
1 100
44.000 33.845
78,00 19 Rapat Koordinasi
keuangan dengan instansi terkait
1 97.134
0,00 20 Penyusunan
perencanaan dan pengembangan
program 10 provinsi
10 9
90 247.500
169.064,50 68,30
21 Audit independent laporan keuangan
2008 1
75.000 0,00
22 Workshop 5
2 40
250.000 100.519,50
40,21 23 Pembuatan
proposal tarif dan remunerasi
1 119.000
0,00 24 Pembuatan sistem
aplikasi pengawasan dan
manajemen risiko 1
50.000 0,00
25 Pemeliharaan HTI 14.000 Ha
14 rb 10.550.400
0,00 26 Pembangunan HTI
147.003.702 Ha 147 rb
655.799.840 0,00
27 Pembangunan HTR 220.505.553
Ha 220 rb
983.669.760 0,00
TOTAL 54
Sumber: BLU Pusat P2H
Lampiran 10 Rincian pengukuran kinerja Pusat P2H Tahun 2009
No Kegiatan
Volume Anggaran Rp.X 1.000
Targ. Real
Targ. Real
1. Penyusunan dan
penyempurnaan peraturan
150 123
82 67.500
55.121 81,66
2. Penyiapan sarana
perkantoran 1
1 100
214 164,350 77
3. Penyelesaian akad kredit
60 300.000
4. Pelaksanaan pembinaan
1 1
50 50
100 5.
Pengelolaan gaji, honorarium dan
tunjangan 420
324 77,14
115 81
77,14 6.
Pembuatan sistem evaluasi proposal
pinjaman 1
100 7.
Sosialisasi di 20 Provinsi 20
17 84,98
800 679,875
84,98 8.
Pelatihan pendampingan di 11 Provinsi 11
angkatan 11
9 81,82
550 450
81,82 9.
Rapat Konsultasi teknis pembiayaan
pembangunan hutan tanaman dengan instansi
terkait di 8 provinsi 8
6 494
284,675 57,62
10. Penyusunan perencanaan
dan pengembangan program 10 provinsi
20 20
100 90
89,991 100
11. Workshop
3 3
100 201
195,633 98
12. Pembuatan aplikasi
sistem akuntansi keuangan dan pelaporan
1 250
Total 370.364 57.116,524
15 Sumber: Blu Pusat P2H
Lampiran 11 Rincian Indikator Sasaran Tahun 2010 sd 2014
No Indikator Sasaran Satuan
Tahun 2010
2011 2012
2013 2014
A Sasaran 1
1 Proposal
permohonan pinjaman yang
dinilai Buah
190 320
327 335
343 2
Proposal permohonan
pinjaman yang disetujui
jumlah yang
dinilai 159
80 266
80 272
80 279
80 286
80 3
Penandatangan-an akad kredit
Buah 159
266 272
279 286
4 Dana bergulir yang
disalurkan dari Rp.
milyar 787,52
100 1.063,55
100 1.079,11
100 1.096,17
100 1.113,24
100 5
Monitoring dan evaluasi kinerja
peminjam dana bergulir
dari jumlah
peminjam 159
100 266
100 272
100 279
100 286
100 6
Pembuatan penyempurnaan
sistem aplikasi Buah
1 4
2 2
2 7
Penerimaan pengembalian
pinjaman dana bergulir
jumlah penyaluran
- -
- -
-
8 Penagihan
pengembalian pinjaman dana
bergulir jumlah
peminjam -
- -
- -
B Sasaran 2
9 Jumlah peminjam
dana bergulir yang dibina
Orang 2.323
4.027 4.123
4.228 4.334
10 Jumlah lembaga
peminjam dana bergulir yang
dibina Unit
159 266
272 279
286
11 Jumlah tenaga
pendamping yang dilatih
Orang 191
331 339
348 357
Sasaran 3
12 Peraturan Pusat
P2H yang tersusun Buah
5 7
5 5
4 13
Jumlah pegawai Pusat P2H yang
Orang 12
20 27
31 31
Lanjutan Lampiran 11 Rincian Indikator Sasaran Tahun 2010 sd 2014
No Indikator Sasaran Satuan
Tahun 2010
2011 2012
2013 2014
dilatih 14
Jumlah pegawai yang mendapatkan
sertifikasi Orang
10 10
12 15
20 Sumber: BLU Pusat P2H
Lampiran 12 Perbandingan 8 Prinsip Pengembangan Organisasi antara BLU Pusat P2H dan PUAP
No Indikator
BLU PUSAT P2H Penyaluran Dana BLM PUAP oleh
Gapoktan Mandiri Jaya dan Gapoktan Tani Maju
1 Simplicity
Persyaratan Rumit, dimana kredit
HTR memiliki 29 dua puluh sembilan
prosedurlangkah yang harus dilalui untuk
memperoleh IUPHHK- HTR dan terdapat 30
tiga puluh langkah yang harus dilalui serta
10 sepuluh organisasi yang terlibat sampai
dana kredit tersebut cair Sederhana: hanya KTP, KK, Surat
jaminan, rencana usaha
Jumlah Pinjaman Rp. 9.115.525 Ha
sampai Rp. 12.602.126 Ha
Rp. 250.000 sampai Rp. 5.000.000 Produk Pinjaman
Satu pilihan pinjaman Untuk pertanian kegiatannya bebas
contohnya untuk pupuk, pengolahan tanah, bibit dan dagang
Jumlah nasabah Adanya jumlah minimal
5 orang dalam 1 grup yang diperkenankan
untuk meminjam Perorangan tetapi harus menjadi anggota
kelompok tani
Jangka waktu permohonan sampai
disetujui 30 hari kerja,
2 sampai 3 minggu
Penerimaan Pengembalian
Pokok dan Bunga PDB Pembangunan
HTR 3 hari
1 hari
Penagihan pengembalian
pokok dan bunga tertunggak PDB
Pembangunan HTR 4 hari
Tidak ada ketentuan sampai terbayar, tetapi tetap menggunakan cara
kekeluargaan
Pengambil-alihan aset atau Jaminan
bagi debitur yang menunggak 31 hari
31 hari Tidak ada ketentuan, tapi tidak pernah
ada diambil asetnya, karena petani tetap bayar walaupun terlambat
Penyelesaian pengembalian
pinjaman termasuk pokok dan bunga
bagi debitur yang 3 hari
Tidak ada ketentuan
Lanjutan Lampiran 12 Perbandingan 8 Prinsip Pengembangan Organisasi antara BLU Pusat P2H dan PUAP
No Indikator
BLU PUSAT P2H Penyaluran Dana BLM PUAP oleh
Gapoktan Mandiri Jaya dan Gapoktan Tani Maju
bermasalah jaminan
Jaminan berupa tegakan hutan
Memerlukan jaminan sertifikat atau barang berharga yang ada di rumah
waktu Jangka panjang
maksimal 8 tahun umur daur
10 bulan, bisa tambah tergantung kesepakatan
2 Kemampuan
menjangkau nasabah informasi
nasabah Informasi yang lengkap
tentang petani, pengusaha, koperasi
tidak diketahui dengan pasti karena kedudukan
BLU Pusat P2H hanya ada di Jakarta.
Informasi yang lengkap tentang nasabah diketahui dari ketua kelompok tani dan
tentangga kiri kanan mengenai track record utang piutang memiliki
tunggakan di tempat lain atau tidak
Biaya transport survey
Tinggi, satu kali survey biaya per orang Max
Rp. 6,2 juta OT. Satu kali survey rata-rata 2
orang dari BLU, 1 orang dari BPKH, 1 orang dari
Dinas Kehutanan Kab, 1 orang dari BP2HP.
Semua dibiaya ditanggung BLU
DIPA sehingga 6,2 juta X 5 orang = Rp 31
juta survey rendah
Salah pilih penerima pinjaman Adverse
selection Tinggi BLU hanya
menerima berkas administrasi yang sudah
lengkap sementara pengecekan bukan oleh
BLU tapi oleh kepala desa, Dinas Kehutanan
Kabupaten dan BP2HP rendah
Ingkar janji Moral hazard
Tinggi, akibat karakteristik hutan,
dalam area yang luas, tofografi yang beragam,
dan SDM yang tidak mencukupi.
rendah
3 Permintaan Kredit
Demands driven Kredit dibuat
berdasarkan pada analisa kemungkinan
Sesuai dengan kebutuhan pengguna walaupun terbatas untuk usaha pertanian
dan perdagangan
Lanjutan Lampiran 12 Perbandingan 8 Prinsip Pengembangan Organisasi antara BLU Pusat P2H dan PUAP
No Indikator
BLU PUSAT P2H Penyaluran Dana BLM PUAP oleh
Gapoktan Mandiri Jaya dan Gapoktan Tani Maju
kemampuan pengembalian kredit
dari nasabah Jumlah pinjaman
Ditentukan dengan kisaran Rp. 9.115.525
terendah s.d Rp. 12.602.126 tertinggi
Tidak ditentukan tetapi disesuaiakan dengan kebutuhan nasabah
Peminjaman berulang
Tidak diperbolehkan diperbolehkan
4 Transparancy dalam
pembiayaan Tidak transparan
khususnya biaya pengurusan perizinan
areal untuk HTR, biaya pengurusan persyaratan
administrasi, dan biaya penyaluran
Tidak ada biaya untuk mendapatkan kredit, tetapi jika penunggak meninggal
dunia maka ahli waris harus melanjutkan pembayaran kredit kecuali
ada pertimbangan lain, misalnya melihat kemampuan dari debitur hutang
dihapuskan setelah melalui rapat anggota
Biaya administrasi Tidak ada
Tidak ada Denda keterlambatan
pembayaran Tidak diatur
Tidak ada denda Transparan dalam
keuntungan Belum diketahui
Transparan melalui rapat anggota 5
Penggantian biaya operasional Cost
recovery Biaya operasional terus
berjalan sementara pendapatan belum ada
Dapat membiayai operasional termasuk gaji karyawan, pembimbing dan terjadi
peningkatan modal sebesar 25-250 6
Keberlanjutan Sustainability
Diperkirakan tidak akan berkelanjutan jika
kelembagaan tidak diubah
berkelanjutan
7 Pelatihan secara
kontinyu Continous Training
dilaksanakan Dilaksanakan termasuk pelatihan
sebelum dana BLM PUAP tersebut cair, baik mengenai kelembagaan kelompok
tani, cara pengelolaan anggota kelompok maupun cara pengelolaan
uang
Peran penyuluh Kecil penyuluh kurang
paham mengenai kredit HTR
Besar, seminggu dua kali penyuluh datang
8 Pengawasan thd
Perencanaan Dilaksanakan
Dilaksanakan Pelaksanaan
Belum dilaksanakan Dilaksanakan
Kewajiban pembuatan laporan
Ada kepada Kepala Pusat P2H di jakarta
Tidak ada
Lanjutan Lampiran 12 Perbandingan 8 Prinsip Pengembangan Organisasi antara BLU Pusat P2H dan PUAP
No Indikator
BLU PUSAT P2H Penyaluran Dana BLM PUAP oleh
Gapoktan Mandiri Jaya dan Gapoktan Tani Maju
pelaksanaan fisik dan penggunaan
keuangan untuk nasabah
dengan tembusan kepada kepala dinas
provinsi dan kabupaten, kepala BP2HP,
Kewajiban pembuatan laporan
bagi Pengurus ada
Ada kepada BP3K, dan Camat Sumber: Analisis Data Primer
Lampiran 13 Kriteria yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan rumah tangga penduduk desa sampel
Kriteria Miskin
Menengah Sejahtera
Tempat tinggal Tidak atau semi
permanen Kondisi diantara
miskin dan sejahtera
Rumah permanen Kepemilikan kendaraan
bermotor Tidak memiliki
Mobil atau sepeda motor
Kepemilikan furniture Tidak memiliki
Memiliki Kepemilikan hewan ternak
Sedikit Banyak
Kepemilikan lahan tanaman kayu-kayuan mahonikaret
Kurang dari 1 ha Lebih dari 2 ha
Jaminan keamanan penghasilan Tidak ada jaminan Terjamin
Pendidikan anak-anak Paling tinggi SLTP
SMA
Lampiran 14 Matrik hasil evaluasi kredit usaha konservasi daerah aliran sungai KUK DAS di Indonesia
Pokok- pokok
Kondisi hasil evaluasi tahun 2005
Hasil yang diharapkan Masalah
Kapasitas pemberi
pinjaman 1. Kredit sudah jatuh
tempo, pengembalian masih kecil, kredit
macet 2. Bank banyak yang
belum mengajukan klaim
3. Dokumen di BPDASDishut
PropKab tidak adatidak lengkap
4. Laporan Rutin hanya oleh Bank
1. Petani yang kreditnya jatuh tempo sudah
melunasimengangsur 2. Bank aktif menagih
kepada petani 3. Dokumen lengkap di
instansi terkait 4. Laporan disampaikan
kepada instansi terkait sosialisasi yang
lengkap tentang pelaksanaan kredit
1. administrasi di BPDAS dan Dishut tidak lengkap
Pembinaan oleh
pemberi pinjaman
1. Hasil usaha tani banyak yang sudah
dipanen atau dijual baik berupa tanaman
maupun ternak untuk memenuhi kebutuhan
hidup 2. Lahan banyak yang
sudah berganti jenis komoditinya
3. proses sertifikat banyak yang belum
beres 4. Bangunan Konservasi
tanah sudah tidak terpelihara
1.Hasil usaha taniternak untuk membayar
angsuran kredit dan membiayai usaha tani
berikutnya 2. Lahan petani yang
memenuhi syarat dibuatkan sertifikat
dengan biaya yang terjangkau dan
tercantum dalam RDKK
3. Bangunan konservasi tanah masih berfungsi
dengan baik dalam mengurangi laju erosi
dan sedimentasi 1. Kegagalan dan kualitas
hasil usaha tani yang rendah menyebabkan
hasil yang diterima petani cukup kecil,
sehingga tidak cukup untuk mengangsur dan
membiayai kegiatan usaha tani selanjutnya
2. Tidak ada biaya khusus untuk pemeliharaan
bangunan konservasi tanah, selain itu petani
juga kurang merasakan manfaat bangunan
konservasi tersebut dibandingkan dengan
biaya pembuatannya Peraturan
perundangan yang tidak
konsisten 1. Tim pembina yang
masih ada maupun bubar sudah tidak aktif
lagi dan belum dibuat tim pembina yang baru
2. Kelompok tani rata- rata sudah tidak aktif
lagi, kecuali di provinsi Bali aktif, di
provinsiSUMUT dan Sulteng masih
mengadakan pertemuan kelompok
tahun 2005 3. Sosialisasi tentang
KUK DAS masih kurang sehingga petani
berangapan bahwa kreditnya tidak perlu
dilunasidiputihkan 1.Terdapat tim pembina
yang dibentuk Gubernur. Dan apabila
sudah bubartidak aktif agar dibentuk kembali
2. Evaluasi dilaksanakan oleh tim pembina
sehingga klaim kredit macet dapat diajukan
3. kelompok tani aktif melaksanakan kegiatan
1. Implementasi UU otonomi daerah
menyebabkan perubahan organisasi di
pemerintahan daerah sehingga instansi yang
semula menangani KUK DAS sudah tidak ada
lagi 2. Tidak ada hierarki
antara provinsi dengan kabupaten mempersulit
pengorganisasian KUK DAS di lapangan
3. Tidak ada insentif bagi penyuluh lapangan
4. Beberapa provinsi belum melaksanakan
evaluasi karena tim Pembina tidak ada atau
Lanjutan Lampiran 14 Matrik hasil evaluasi kredit usaha konservasi daerah aliran sungai KUK DAS di Indonesia
Pokok- pokok
Kondisi hasil evaluasi tahun 2005
Hasil yang diharapkan Masalah
bubar sehingga klaim belum dapat diajukan
5. Kelompok tani belum mandiri dan masih
tergantung pada figurtokoh
desapelatihan lebih terfokus kepada ketua
kelompok tani Sumber: Departemen Kehutanan 2005
185 Lampiran 15 Matrik hasil evaluasi Kredit Usaha Hutan Rakyat KUHR di Indonesia
Pokok- pokok
Kondisi saat evaluasi tahun 2005 Hasil yang diharapkan
Masalah Kemitraan
1. Dengan sistem penyaluran dana secara chanelling tanggung jawab mitra dalam
pelaksanaan KUHR tidak ada, pihak bank hanya sebagai penyalur dan tidak
bertanggungjawab terhadap pengembalian kredit. Selain itu. Bank tidak meneliti
kebenaran jaminan perusahaan corporated guaranted yang diserahkan mitra usaha
2. Mitra yang tidak diikat perjangjian kerjasama dengan Bank meskipun yang
menarik dana adalah mitra berdasarkan surat kuasa dari kelompok tani.
Tanggungjawab ada di petani karena yang akad kredit petani
3. Penarikan dana oleh mitra ada yang sesuai RDKK dan fisik lapangan telah mencapai
target. Tetapi ada mitra usaha yang telah menarik dana 100, tetapi fisik lapangan
belum selesai 4. Mitra usaha sudah tidak lagi melaporkan
perkembangan kegiatan KUHR 1. Mitra ikut bertanggungjawab
dalam pengembalian kredit, bank ikut aktif menagih angsuran
KUHR yang telah jatuh tempo. Bank juga seharusnya meneliti
kebenaran corporated guaranted yang diserahkan mitra usaha
2. Tanggung jawab pengembalian kredit tidak hanya petani akan
tetapi juga mitra usaha karena yang menarik dana adalah mitra
usaha 3. Dana yang telah ditarik
dipergunakan untuk pembuatan hutan rakyat sesuai RDKK,
sehingga kegiatan usaha hutan rakyat dapat berhasil
4. Mitra usaha harus melaporakan secara rutin perkembangan
kegiatan KUHR 1. Mitra hanya sebagai koordinator dalam
pengembalian kredit, bank tidak aktif dalam penagihan. Jaminan Perusahaan Corporated
guaranted hanya berisi surat keterangan bukan merupakan jaminan aset
2. Adanya dana yang ditarik dan tidak dipergunakan seluruhnya untuk membiayai kegiatan HTR
3. Mitra tidak lagi mengirimkan laporan perkembangan kegiatan KUHR sehingga kondisi
di lapangan dan permasalahannya tidak segera diketahui
pembinaan 1. Ada tanaman dan diperkirakan cukup untuk
mengembalikan pokok dan bunga kredit 2. Ada tanaman tetapi hasilnya diperkirakan
tidak cukup untuk mengembalikan pokok dan bunga kredit karena kondisi
pertumbuhan tanaman yang tidak baik. Namun ada pula yang gagal sama sekali
1. Persentase tanaman tumbuh tinggi 80 demikian juga dengan
pertumbuhan tanaman baik, terpelihara dengan baik sehingga
sebagian hasilnya dapat untuk mengembalikan pokok bunga dan
kredit 1. Kegagalan dan kualitas hasil usaha tani yang
rendah menyebabkan hasil yang diterima petani juga kecil, sehingga tidak cukup untuk
mengansur dan membiayai kegiatan usaha tani selanjutnya
2. Banyak mitra usaha yang sudah tidak aktif lagi, bahkan beberapa ada yang sudah menjalani
Lanjutan Lampiran 15 Matrik hasil evaluasi Kredit Usaha Hutan Rakyat KUHR di Indonesia
Pokok- pokok
Kondisi saat evaluasi tahun 2005 Hasil yang diharapkan
Masalah akibat bencana alam maupun serangan hama
dan penyakit 3. Tanaman ada yang sudah dipanen tanpa
pemberitahuan kepada pihak yang berwenang terlebih dahulu dan hasilnya
tidak untuyk mengangsur kredit 4. Ada mitra usaha yang masih aktif dalam
kegiatan KUHR, ada yang sudah tidak aktif lagi, ada yang keberadaannya sudah tidak
diketahui lagi, dan ada yang sedang menjalani proses hukum berkaitan dengan
pelaksanaan KUHR yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku
2. Mitra usaha masih aktif dalam pembinaan KUHR sehingga
mendukung keberhasilan usaha tani KUHR
3. Mitra Usaha seharusnya benar- benar menyalurkan seluruh dana
KUHR kepada petani proses peradilan akibat pelaksanaan kredit yang
tidak sesuai dengan aturan 3. Sebagian besar mitra tidak memiliki struktur
organisasi yang mengurusi KUHR
Koordinasi dan
monitoring 1. Dengan adanya otonomi daerah penanganan
KUHR diserahkan dari Kanwil Dephutbun ke Dinas Kabupaten
2. Ada Dinas Kabupaten yang masih aktif melaksanakan pembinaan, terutama pada
lokasi KUHR yang berhasil dan mitra usahanya aktif
3. Di Lokasi Kegiatan KUHR gagal atau mitra usahanya mermasalah, kegiatan pembinaan
jarangtidak silaksanakan 4 Ada Kelompok tani yang masih aktif
melaksanakan kegiatan kelompok, tetapi banyak juga yang sudah tidak aktif lagi
5. Kelompok tani pada umumnya bru dibentuk untuk mendapatkan kredit
1. Dinas Kabupaten bertanggungjawab terhadap
pembinaan KUHR dan bertanggungjawab atas
keberhasilan usaha tani hutan rakyat di wilayahnya karena
sebelumnya secara institusional telah memberikan rekomendasi
teknis kepada mitra usaha dan petani penerima kredit dalam
pencairan dana 2. Kelompok tani penerima kredit
merupakan kelompok tani yang sudah mapan, namun memerlukan
bantuan modal untuk pengembangan usahanya
1. Adanya Dinas Kabupaten yang tidak melaksanakan pembinaan, bahkan ada yang tidak
mengetahui kegiatan tersebut ada di wilayahnya dikarenakan penggantian pejabat, juga karena
mitra sudah tidak aktif lagi 2. Sosialisasi kegiatan KUHR sangat minim kepada
petani 3. Kelompok tani tidak aktif lagi setelah kegiatan
usaha taninya gagal dan ditinggalkan oleh mitrea usaha
Sumber: Departemen Kehutanan, 2005
Lampiran 16 Alternatif skema kredit
1. Pembayaran Jasa Lingkungan PJL atau PES Payment for Environmental Services
Sumber: Nanang Ropandi, Direktur Eksekutif APHI, Komunikasi Pribadi di Jakarta pada November 2008
Prinsip-prinsip yang menjadi pegangan bagi Pembayaran Jasa Lingkungan PJL atau
Payment for Environment Services PES yaitu: a. Prinsip Service Againt Money beneficiaries pay
Dalam hal ini penerima jasa harus membayar kepada pemberi jasa. b. Prinsip Polluter Pays
Dalam prinsip ini siapa yang membuat polusi diwajibkan untuk membayar kompensasi yang hasilnya akan dipergunakan untuk menunjang pembangunan yang
berwawasan lingkungan. Kewajiban tsb. tidak menghilangkan kewajiban industri untuk membatasi limbah.
c. Prinsip Government Pays d. Prinsip Negosiasi
Pembayaran harus bersifat bisnis didorong oleh keinginan yang kuat willingness to pay and or to sale.
e. Prinsip to cover the opportunity costloss f. Prinsip internalisasi eksternalitas tax deductible
g. Pembayaran jasa lingkungan bukan penerimaan negara dan bukan pajak h. Pembayaran jasa lingkungan bukan tiket pihak pembayar untuk mencemari
lingkungan.
Sumber jasa lingkungan hutan sangat banyak, akan tetapi saat ini yang paling mungkin dikembangkan adalah:
a. Jasa Pengaturan Tata Air Produsen jasa : pemilik dan atau pengelola hutan di daerah tangkapan air bagian hulu
DAS yang bersangkutan. Konsumen atau penerima jasa adalah : -
Pengelola waduk atau bendungan -
Industri listrik hidro -
Industri yang memerlukan air bagi proses produksinya -
Industri air bagi rumah tangga PDAM -
Industri minuman kemasan -
Pertanian beririgasi, termasuk perikanan darat -
Industri transportasi sungai dan danau -
Industri pariwisata
Lanjutan Lampiran 16 Alternatif skema kredit
b. Jasa Perlindungan dan Penyediaan Keindahan Bentang Alam dan Iklim Mikro Produsen Jasa : Pemilik dan atau pengelola hutan di lingkungannya.
Konsumenpenerima jasa ialah : -
Industri pariwisata, hotel, restoran, camping ground, out-bond, dan lainnya -
Wisatawan biasa, budaya, pendidikan, religi c. Jasa Rosot Karbon dan Penyimpanan Karbon
Produsen Jasa : Pemilik dan atau pengelola hutan. Konsumenpenerima jasa adalah :
- Negara industri Annex I dalam kerangka Kyoto Protocol dan Non Kyoto
Protocol. -
Industri pengguna bahan bakar fosil dan bahan polutif lainnya mesin, transport, rumah tangga.
- Transportasi pengguna bahan bakar fosil
- Industri pertambangan migas, batu bara, aneka tambang
d. Jasa Perlindungan dan Penyediaan Keanekaragaman Hayati Biodiversity Produsen Jasa : Pemilik dan atau pengelola hutan dengan fungsi perlindungan dan
atau pengawetan konservasi. Konsumenpenerima jasa adalah :
-
Negara industri maju -
Lembaga riset dan pendidikan -
Industri Farmasi dan Kosmetika -
Industri bioteknologi -
Pengusaha budidaya tanaman obat dan bahan kosmetika -
Industri pariwisata -
Industri penangkar satwa liar Saat ini jasa lingkungan hutan terkait karbon, khususnya Rosot Karbon sedang menjadi isu
yang panas. Dunia sedang didorong untuk mereorientasikan rencana pembangunannya ke arah low carbon growth, disertai inovasi mekanisme pendanaan yang kondusif.
2. Skema Dana Bergulir sesuai Permenhut P.48Menhut-II2008 tentang Standar Biaya Pembangunan Hutan Tanaman Industri dan HTR jo Permenhut Republik Indonesia Nomor:
P.64Menhut-II2009 tentang Standar Biaya Pembangunan HTI dan HTR.
Lanjutan Lampiran 16 Alternatif skema kredit
Tabel 1 Plafond pinjaman HTIHTR Per Ha
No KEGIATAN
HTI Rp.Ha HTR Rp.Ha
A PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA
Pembuatan Bangunan, Pengadaan Peralatan dan Pembuatan Jalan
2.062.500 Pemeliharaan Sarana Prasarana
27.500 Jumlah
2.090.000
B ADMINISTRASI UMUM
Pendidikan dan Pelatihan 41.250
Penelitian dan Pengembangan 82.500
Biaya Umum 825.000
Penilaian 82.500
Jumlah 1.031.250
C PENANAMAN
Persemaian dan Pembibitan 2.038.200
2.038.200 Persiapan Lahan
2.706.500 2.706.500
Penanaman 575.700
575.700 Jumlah
5.320.400 5.320.400
D PEMELIHARAAN
Pemeliharaan Tahun I 911.200
911.200 Pemeliharaan Tahun II
717.700 717.700
Pemeliharaan Tahun III 630.000
630.000 Pemeliharaan Lanjutan I
358.300 358.300
Pemeliharaan Lanjutan II 179.100
179.100 Jumlah
2.796.300 2.796.300
E PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN HUTAN
Pengendalian Hama Penyakit 219.200
219.200 Pengendalian Kebakaran
93.000 93.000
Pengamanan Hutan 103.000
103.000 Jumlah
415.200 415.200
JUMLAH TOTAL 11.653.150
8.531.900
Lanjutan Lampiran 16 Alternatif skema kredit Tabel 2 Penyaluran pinjaman dana bergulir untuk pembangunan HTR
Thn
Petak Petak
Petak Petak
Petak Petak
Petak Petak
SALUR BUNGA
KEMBALI 1
2 3
4 5
6 7
8 1
235.631.250 235.631.250
2 28.860.000 235.631.250
264.491.250 3
25.571.250 28.860.000 235.631.250
290.062.500 4
15.382.500 25.571.250
28.860.000 235.631.250 305.445.000
5 8.662.500
15.382.500 25.571.250
28.860.000 235.631.250 314.107.500
6 1.946.250
8.662.500 15.382.500
25.571.250 28.860.000
235.631.250 316.053.750
7 1.946.250
1.946.250 8.662.500
15.382.500 25.571.250
28.860.000 235.631.250 318.000.000
8 1.946.250
1.946.250 1.946.250
8.662.500 15.382.500
25.571.250 28.860.000 235.631.250
319.946.250 9
KEMBALI 1.946.250
1.946.250 1.946.250
8.662.500 15.382.500
25.571.250 28.860.000
84.315.000 165.461.625
485.407.875 10
KEMBALI 1.946.250
1.946.250 1.946.250
8.662.500 15.382.500
25.571.250 55.455.000
165.461.625 485.407.875
11 KEMBALI
1.946.250 1.946.250
1.946.250 8.662.500
15.382.500 29.883.750
165.461.625 485.407.875
12 KEMBALI
1.946.250 1.946.250
1.946.250 8.662.500
14.501.250 165.461.625
485.407.875 13
KEMBALI 1.946.250
1.946.250 1.946.250
5.838.750 165.461.625
485.407.875 14
KEMBALI 1.946.250
1.946.250 3.892.500
165.461.625 485.407.875
15 KEMBALI
1.946.250 1.946.250
165.461.625 485.407.875
16 KEMBALI
NIHIL 165.461.625
485.407.875 Pokok
319.946.250 319.946.250 319.946.250 319.946.250 319.946.250 319.946.250 319.946.250 319.946.250 2.559.570.000 1.323.693.000 3.883.263.000
Penyaluran Pinjaman DB Luas : 300 Ha Jumlah : 8
Petak Waktu : 8 Tahun
KEMBALI
Kembali pokok dan bunga Rp. 485.407.876 per petak setelah tahun ke-8
Lanjutan Lampiran 16 Alternatif skema kredit
Skema Dana Bergulir Sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.64Menhut-II2009
a Petani mengajukan kredit pada tahun ke-0, 1, 2, 3, 4 dan seterusnya dengan bunga sesuai LPS. Syarat petani harus mempunyai rencana kegiatan untuk satu tahun yang
telah disetujui oleh LPS b Penyaluran selanjutnya harus sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam perjanjian
pinjaman c Pengembalian pokok dan bunga pinjaman maksimal 8 delapan tahun, dan dapat
diangsur sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian
3. Kredit Bertahap a
Petani dapat mengajukan kredit pada tahun ke-0, 3, 5 dan 7 dengan bunga dibawah Lembaga Penjamin Simpanan LPS, misalnya 6tahun. Kredit dapat digunakan untuk
konsumsi, selama tanaman hutan yang dimaksud dalam perjanjian sejak awal telah tumbuh dengan baik, jadi tidak terbatas pada pinjaman untuk Hutan Tanaman saja,
walaupun tanaman hutan tetap jadi pengikat
b Kredit dikembalikan pada akhir masa daur 10 tahun dengan memotong hasil penjualan yang penjualannya dilakukan oleh petani dengan bimbingan Lembaga keuangan alternatif
c Subsidi bunga dimaksudkan sebagai kompensasi terhadap jasa lingkungan HTR
Tabel 4 Skim pendanaan HTR kredit bertahap Tahun
Masa Pinjaman 1 + i
n
Pinjaman Pengembalian pada
akhir daur 6
10 1.7908
5.000.000 8.954.238
3 7
1.5036 2.000.000
3.007.261 5
5 1.3382
1.500.000 2.007.338
7 3
1.1910 1.500.000
1.786.524 10
1.0000 -
- Jumlah pembayaran hutang dan bunga Rp =
10.000.000 15.755.361
Harga log USDm3 = 50
Potensi m3Ha = 75
Pendapatan USDHa= 3750
Kurs USDRp = 9000
Pendapatan RpHa= 33.750.000
Pendapatan petani pd akhir daur umur 10 tahun Rp = 17.994.639
Sumber: Bramasto Nugroho, komunikasi pribadi di Bogor pada Desember 2008
Lanjutan Lampiran 16 Alternatif skema kredit
4. Penjualan Bertahap
a Petani dapat menjual secara bertahap tegakannya setelah tegakan berumur 3 tahun
dengan harga Rp 7.000.000 dan selanjutnya Rp. 2.000.000 per tahun hingga tahun ke-10
b Total penjualan antara tahun ke-3 sd 10 akan sama dengan nilai jual akhir daur setelah didiskonto dengan i = 10 per tahun
c Penjualan akhir daur dilakukan oleh petani dengan bimbingan lembaga keuangan
alternatif d Pengelolaan HTR selama daur dilakukan oleh petani
Tabel 5 Skim pendanaan HTR penjualan bertahap Tahun
Masa Pinjaman 1 + i
n
Harga Beli pada umur
Nilai Pembelian 10
10 2.5937
- 3
7 1.9487
7.000.000 13.641.020
4 6
1.7716 2.000.000
3.543.122 5
5 1.6105
2.000.000 3.221.020
6 4
1.4641 2.000.000
2.928.200 7
3 1.3310
2.000.000 2.662.000
8 2
1.2100 2.000.000
2.420.000 9
1 1.1000
2.000.000 2.200.000
10 1.0000
2.000.000 2.000.000
21.000.000 32.615.362
Harga log stumpage price USDm3 = 50
Potensi m3Ha = 75
Pendapatan USDHa= 3750
Kurs USDRp = 9000
Pendapatan RpHa= 33.750.000
Penghasilan Lembaga keuangan alternatif pada akhir daur RpHa =
12.750.000 Sumber: Bramasto Nugroho, komunikasi pribadi di Bogor pada Desember 2008
Lanjutan Lampiran 16 Alternatif skema kredit
5. Penjualan Umur Tertentu penjualan sekaligus
a Petani dapat menjual tegakannya pada umur tertentu dengan harga setara dengan
nilai jual hasil akhir daur yang didiskonto dengan tingkat bunga tertentu misal 12tahun
b Tegakan yang dibeli oleh lembaga keuangan alternatif dikelola oleh lembaga keuangan alternatif tersebut hingga akhir masa daur
c Tingkat bunga yang diterapkan relatif tinggi 12 per tahun disebabkan resiko
kegagalan panen setelah tegakan dijual petani menjadi tanggung jawab lembaga keuangan alternatif
Tabel 6 Skim pendanaan HTR pembelian umur tertentu Tahun
Masa Pinjaman 1 + i
-n
Harga Akhir Daur Nilai Pembelian
12 10
0.3220 33.750.000
3 7
0.4523 33.750.000
15.266.786 4
6 0.5066
33.750.000 17.098.800
5 5
0.5674 33.750.000
19.150.656 7
3 0.7118
33.750.000 24.022.583
10 1.0000
33.750.000 33.750.000
Harga log USDm3 = 50
Potensi m3Ha = 75
Pendapatan USDHa= 3750
Kurs USDRp = 9000
Pendapatan RpHa= 33.750.000
Sumber: Bramasto Nugroho, komunikasi pribadi di Bogor pada Desember 2008
6. Tergantung kebutuhan petani
Tergantung kebutuhan petani artinya tidak ada pembatasan oleh skema tertentu, petani dapat melakukan pinjaman kapanpun dan berapapun tergantung kebutuhan sehingga tidak
ada pembatasan oleh tahapan kegiatan. Pinjaman dapat dipergunakan selain penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pemasaran, misalnya untuk konsumsi, penunjang kegiatan
penanaman seperti alat alat dsb.
Lanjutan Lampiran 16 Alternatif skema kredit
195 Lampiran 17 Persepsi petani di 3 Propinsi terhadap PDB HTR
Surat Keputusan Dan atau Aspek
Persepsi Petani Koherensi
Riau Kalimantan
Selatan Jawa Barat
Permenhut P.09Menhut-II2008, tentang Persyaratan Kelompok Tani untuk Mendapatkan Pinjaman Dana
Bergulir Pembangunan Hutan Rakyat pasal 2 mengenai jumlah anggota Kelompok
26,32 5 orang
21 1-5 orang 92,86 tidak
tahu 93 tidak tahu
Aturan pengelompokan dibuat untuk mempermudah penyaluran akan tetapi
kelompok yang terbentuk tidak memiliki ikatan kuat karena baru terbentu setelah
ada pinjaman PDB HTR Peraturan Kepala Pusat P2H P0.1Pusat P2H-12008
tentang Tata Cara Permohonan, Penyaluran dan Pengembalian Pinjaman Dana Bergulir Pembangunan
Hutan Tanaman Rakyat, pasal 4 ayat 1 c mengenai kewajiban adanya aturan Kelompok
36 ada jaminan
32 sanksidenda
50 jangka waktu pinjaman
31 mekanisme pembayaran
19 tgt kebutuhan Sesuai dengan keinginan petani, walaupun
isi aturan tergantung keputusan KTH masing-masing
Peraturan bersama Menteri Keuangan dan Menteri Kehutanan, No. 06.1PMK.012007
danSKB.2Menhut-II2007 tentang Pengelolaan Dana Reboisasi Pasal 11 ayat 2 tentang tanggung renteng
55 Mau 33 tidak mau
67 mauefektif 41 efektif 37 tidak efektif
Sesuai
Peraturan Kepala Pusat P2H P0.1Pusat P2H-12008 tentang Tata Cara Permohonan, Penyaluran dan
Pengembalian Pinjaman Dana Bergulir Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat, pasal 14 ayat 5 tentang
sanksi 55 jaminan
Dijual 20 didenda
66 didenda 47 cukup diberi
peringatan 33 didenda
Belum ada pengaturan mengenai sanksi hukum yang tegas selain pengambilalihan
aset Permenhut P.09Menhut-II2008, tentang Persyaratan
Kelompok Tani untuk Mendapatkan Pinjaman Dana Bergulir Pembangunan Hutan Rakyat, pasal 2 huruf a
tentang luas lahan minimum 8 ha 62,79 max 2
ha 26,32 2 ha –
5 ha 71,43 max 2
ha 24,99 2 ha–
5 ha 78 max 2 ha
Tidak sesuai, hasil penelitian menunjukkan kemampuan responden untuk mengelola
lahan ≤ 2 ha 90 Peraturan Kepala Pusat P2H P0.1Pusat P2H-12008
tentang Tata Cara Permohonan, Penyaluran dan Pengembalian Pinjaman Dana Bergulir Pembangunan
Hutan Tanaman Rakyat 68 tidak mau
68 mau 45 tgt kebutuhan
33 tertarik sesuai
Lanjutan Lampiran 17 Persepsi petani di 3 Propinsi terhadap PDB HTR
Surat Keputusan Dan atau Aspek
Persepsi Petani Koherensi
Riau Kalimantan
Selatan Jawa Barat
Pasal 11 ayat 5 tentang Jaminan pinjaman Peraturan bersama Menteri Keuangan dan Menteri
Kehutanan No. 06.1PMK.012007 danSKB.2Menhut-II2007 tentang pengelolaan dana
Reboisasi Pasal 14 ayat 1 tentang kewajiban pembuatan laporan
79 mau 79 mau
70 bersedia sesuai
Fleksibilitas pinjaman: Bunga Peraturan bersama Menteri Keuangan dan
Menteri Kehutanan No. 06.1PMK.012007 danSKB.2Menhut-II2007
Administrasi Pengembalian pinjaman Peraturan Kepala Pusat P2H P0.1Pusat P2H-12008 tentang
Tata Cara Permohonan, Penyaluran dan Pengembalian Pinjaman Dana Bergulir Pembangunan
Hutan Tanaman Rakyat, pasal 14 ayat 1 tentang pengembalian pinjaman
27,5 tidak ada bunga dan
jaminan, 10
administrasi dan syarat pinjaman
mudah 29 mau bunga
kecil, administrasi dan
peraturan mudah
56 fleksibel dalam membayar.
35 syaratnya mudah
Menyangkut keseluruhan prosedur peminjaman, semua menginginkan
prosedur yang mudah, sementara menurut BLU Pusat P2H, peraturan sengaja dibuat
rumit karena kapasitas para pihak belum siap, hal ini dilakukan untuk. Sehingga
antara para pihak dan BLU tidak koheren
Waktu pengembalian 36 bulanan
11 yarnen 68 setelah
panen 63 bulanan
sesuai Peraturan Kepala Pusat P2H P0.1Pusat P2H-12008
tentang Tata Cara Permohonan, Penyaluran dan Pengembalian Pinjaman Dana Bergulir Pembangunan
Hutan Tanaman Rakyat pasal 13 ayat 1 tentang Tujuan pemberian peminjaman
53 mengelola lahan
96 untuk modal
74 modal usaha Adanya ketetapan penggunaan biaya,
mempersempit pilihan bagi petani, sementara hutan bagi petani di luar Jawa
adalah tumpuan hidup, jika hutan belum mampu menghasilkan darimana mereka
mendapatkan dana untuk konsumsi, kesehatan, pendidikan. Perlu ada koherensi
antara tujuan pendanaan dengan skema yang dibuat
Peraturan Kepala Pusat P2H P0.1Pusat P2H-12008 tentang Tata Cara Permohonan, Penyaluran dan
74 mampu 82 mampu
100 sanggup Sesuai dengan harapan BLU Pusat P2H
supaya PDB HTR dapat dikembalikan
Lanjutan Lampiran 17 Persepsi petani di 3 Propinsi terhadap PDB HTR
197
Surat Keputusan Dan atau Aspek
Persepsi Petani Koherensi
Riau Kalimantan
Selatan Jawa Barat
Pengembalian Pinjaman Dana Bergulir Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat pasal 14 ayat 1 dan 2 tentang
mengembalikan pinjaman dengan lancar
Permenhut P.09Menhut-II2008, tentang Persyaratan Kelompok Tani untuk Mendapatkan Pinjaman Dana
Bergulir Pembangunan Hutan Rakyat, pasal 2 huruf c, danpasal 4
Penyuluhan PDB HTR 89 belum
mendengar 100 belum
pernah 100 belum pernah Keberadaan dan kapasitas penyuluh harus
tetap mendapat perhatian dan bimbingan dari Kementerian Kehutanan, walaupun
penyuluh ditetapkan oleh pemda kabupaten atau kota, dalam hal ini
program yang dibuat antara pusat dan daerah harus koheren
Kemitraan 84 belum
pernah 75 pernah
44 pernah 56 belum pernah
Perlu perilaku yang koheren diantara UPT di Kementerian Kehutanan termasuk UPT
di daerah, dalam memberi persetujuan, membina, dan pendampingan terhadap
mitra dan petani Kendala bermitra
84 tidak ada 64 ada
masalah -
Pemerintah pusat dan daerah secara bersama-sama, perlu mengantisipasi
adanya mitra palsu dan melakukan pendampingan supaya kejadian KUHR dan
KUK DAS tidak terulang kembali Mengatasi masalah kemitraan
100 musyawarah
mufakat 40
musyawarah mufakat
- Para pihak di pusat maupun didaerah,
bersama-sama menjadi mediator antara petani dan mitra khususnya untuk
pemasaran produk HTR hasil wawancara menunjukkan bahwa BLU Pusat P2H tidak
mau terlibat dalam pemasaran karena merasa bukan kewajibannya
Lanjutan Lampiran 17 Persepsi petani di 3 Propinsi terhadap PDB HTR
Surat Keputusan Dan atau Aspek
Persepsi Petani Koherensi
Riau Kalimantan
Selatan Jawa Barat
Tata cara pinjam di lembaga keuangan formal 74 tidak tahu
71 tidak tahu 59 tahu
Hal ini sebaiknya menjadi perhatian oleh Kementerian Kehutanan cq BLU Pusat
P2H mengingat tata cara peminjaman di BLU disinyalir lebih rumit dari
peminjaman di Bankkoheren antara tujuan pendanaan dan prosedur yang dibuat hasil
wawancara dengan pihak akademisi Sumber: Analisis data primer
199 Lampiran 18 Mekanisme memperoleh IUPHHK- HTR P.232007 Jo P.052008
199 Lampiran 18 Mekanisme memperoleh IUPHHK- HTR P.232007 Jo P.052008
199 Lampiran 18 Mekanisme memperoleh IUPHHK- HTR P.232007 Jo P.052008
Lampiran 19 Permohonan Penyaluran Pinjaman Peraturan Kapus P2H P.012008 200
Lampiran 19 Permohonan Penyaluran Pinjaman Peraturan Kapus P2H P.012008 200
Lampiran 19 Permohonan Penyaluran Pinjaman Peraturan Kapus P2H P.012008
201 Lampiran 20 Mekanisme Penyaluran Dana BLM PUAP
ABSTRACT
Entin Hendartin. 2012. Institution Analysis of Revolving Fund Loan for the Development of Community Forest Plantation. Under direction of Hariadi
Kartodihardjo, Bramasto Nugroho, and Dudung Darusman. The Revolving Fund Loans for Community Forest Plantation development RFL
CFP provides an overview of institutional performance that govern the relationship between principal lender or Ministry of Forestry cq Public Service
Agency-Center of Forest Funding Development PSA CFFD and the agent borower or farmers around the forest. The relationship is often characterized by
asymmetric information leading to the emergence of the risk of adverse selection and moral hazard. The purpose of this study was to formulate the effective and
efficient institutions of RFL CFP in accordance with the variying field
conditions. Theoritical basis used in this studi was agency theory. The study was conducted in three provinces, namely: Riau, South Kalimantan, and West Java.
The results showed that the performance of RFL CFP generally was not good. The goals of RFL CFP has not been achieved, especially in cases of “the right
location”, “the right actors”, “the right activity”, and “proper disbursement and repayment of loans”. Innacuracy in selecting the location and the actors because
due to the two cooperatives that have received a RLF CFP are not free from conflict with the farmers who occupy in the forest. Improper activities and
distribution of RLF CFP because the funds was used by the recipient of RLF CFP for other purposes than cultivation. The lack of good performance of RLF CFP
adverse selection, moral hazard and transaction cost are high, due to: 1 characteristics loan, borrower, and CFP area are not adopted in the regulations,
2 the appropriate policies is not existed and the procedure in accessing credit are not simple, 3 PSA CFFD is only in Jakarta, 4 In general, the farmers are not
fully understand about RLF CFP. Optimal funding scheme based on enabling incentives is a “revolving loan farmers level”, and optimal financing scheme
based on the incentive variables are depend on “the needs of the community”. Funding scheme are selected depending on the capacity of the farmers who will
receive the loan. Keywords: institution, agency relationship, revolving fund loan, community
Forest Plantation.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemberian kredit untuk hutan rakyat telah dimulai sejak tahun 19881989. Pemberian kredit tersebut merupakan komitmen pemerintah dalam rangka
pengembangan kehutanan, perbaikan lingkungan dan membantu petani dalam bidang permodalan. Penjabaran dari program tersebut adalah Kredit Usaha Tani
Konservasi Daerah Aliran Sungai KUK DAS pada tahun 19881989, dan Kredit Usaha Hutan Rakyat KUHR Departemen Kehutanan 2005.
Untuk menyalurkan Kredit Usaha Hutan Rakyat KUHR, dan Kredit Usaha Konservasi Daerah Aliran Sungai KUK DAS, Departemen Kehutanan
bekerjasama dengan Bank Pembangunan Daerah BPD. Pada pelaksanaan KUK DAS, kredit disalurkan langsung kepada kelompok tani, sedangkan pada
pelaksanaan kegiatan KUHR, pengambilan kredit dilakukan oleh mitra usaha setelah memperoleh kuasa dari peserta kredit
1
. Menurut Departemen Kehutanan 2005, pelaksanaan KUK DAS dan
KUHR, menghasilkan kinerja yang buruk yaitu rendahnya realisasi kegiatan fisik di lapangan dan macetnya pengembalian kredit dari petani. Menurut Yunus
2008, “suatu kredit dikatakan berhasil apabila nasabah yang terkait kredit mampu mengembalikan uang yang dipinjamnya”. Menurut Kuntjoro 1983;
Sanim 1997; dan Mayrowani et al. 1998 tingkat tunggakan dipengaruhi oleh banyak faktor baik faktor internal petani atau kelompok tani maupun faktor-faktor
yang berada di luar kontrol petani atau kelompok tani. Faktor yang berada dalam diri petani di antaranya ialah karakteristik diri petani, kemampuan petani
menggunakan kredit untuk usaha yang dapat memberikan keuntungan tinggi, sistem pengawasan dalam kelompok tani. Selain itu pandangan petani terhadap
kredit yang disalurkan, pengalamannya dalam menggunakan kredit dan tingkat kesadaran membayar kredit. Sedangkan faktor yang berada di luar petani ialah
sistem seleksi calon penerima kredit, sistem pemantauan monitoring dan pengawasan kredit.
1
Staf RLPS Kementerian Kehutanan di Jakarta pada 23 Juli 2009 komunikasi pribadi
Terdapat faktor-faktor kunci keberhasilan pinjaman atau kredit untuk petani yang ditemukan oleh beberapa peneliti, yaitu adalah: kelompok tempat
petani bergabung harus kokoh, petani harus memahami mengenai hak dan kewajiban peserta kredit, sistem insentif dan penalti yang jelas Syukur 1993.
keberhasilan dalam menentukan lokal agen, adanya sistem insentif dan keleluasaan dalam pengambilan keputusan bagi pengelola di level tapak,
kebijakan yang mendukung Chaves et al. 1996, pemantauan oleh petugas, kemudahan prosedur dalam mengakses kredit, ketepatan waktu penyaluran dan
besarnya pinjaman, bentuk dan cara penagihan, kemampuan mengelola kredit oleh petani dan kelompok tani Mayrowani 1998, pemahaman mengenai karakteristik
penerima pinjaman Windarti 2000, sedangkan menurut Wijaya 2009 dalam Sugianto 2009, modal sosial, pembinaan intensif dengan jumlah pembina atau
pendamping yang cukup dan pemasaran yang baik adalah faktor - faktor penunjang tersebut.
Kelembagaan KUK DAS dan KUHR diperkirakan belum mengadopsi faktor-faktor tersebut diatas sehingga menunjukkan kinerja yang buruk.
Departemen Kehutanan 2005 mengemukakan beberapa permasalahan KUK DAS dan KUHR, seperti: peraturan-perundangan, kondisi sosial ekonomi
masyarakat dan hubungan yang tidak harmonis antara petani dan mitra usaha. Permasalahan KUK DAS dan KUHR tersebut pada hakekatnya merupakan
permasalahan kelembagaan.
Pada tahun 2007, pemerintah c.q Departemen Kehutanan mencanangkan pemberian kredit Hutan Tanaman Rakyat HTR, melalui Peraturan Menteri
Kehutanan Permenhut P.48Menhut-II2007 tanggal 31 Oktober 2007 tentang Standar Biaya Pengembangan HTI dan HTR jo Permenhut Nomor P.64Men-Hut-
II2009 tentang Standar Biaya HTI dan HTR, Permenhut P.9Menhut-II2008 tanggal 24 Maret 2008 tentang Persyaratan Kelompok Tani untuk Mendapatkan
Pinjaman Dana Bergulir untuk Pengembangan Hutan Tanaman Rakyat PDB HTR.
Untuk membantu pengembangan HTR, Kementerian Kehutanan
khususnya Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan Pusat P2H yang berbentuk Badan Layanan Umum BLU menyediakan akses dana dengan mekanisme
seperti yang tercantum dalam Permenhut No P.9Menhut-II2008 tentang Persyaratan Kelompok Tani untuk Mendapatkan PDB HTR dan Keputusan
Kepala Pusat P2H No.01Pusat P2H-12008 tentang Tata Cara Permohonan, Penyaluran dan Pengembalian PDB HTR. Skema pembiayaan yang ditawarkan
BLU Pusat P2H melalui Permenhut Nomor P.64Menhut-II2009 tentang Standar Biaya Hutan Tanaman Industri HTI dan HTR adalah skema pembiayaan
tunggal.
Persyaratan, prosedur, dan skema pinjaman yang mengatur PDB HTR merupakan suatu kelembagaan. Ketiganya diatur dalam sebuah aturan main,
terdapat organisasi yang mengelola, dan adanya kesepakatan yang mengikat hubungan antara pemberi dan penerima pinjaman. Dalam kesepakatan tersebut
seharusnya terdapat pengaturan aliran biaya dan manfaat yang seimbang sehingga dalam pengembangan sebuah usaha hutan rakyat tidak berhenti di tengah jalan
dan tidak ada pihak yang dirugikan Darusman dan Wijayanto 2007.
Penelitian tentang kelembagaan pinjaman aturan main dan organisasi untuk pembangunan hutan dari perspektif hubungan antara pemberi dan penerima
pinjaman hubungan agensi belum dilakukan, penelitian yang ada berkaitan dengan: 1 hubungan kontrak antara pemilik perusahaan dengan manajer Jensen
and Meckling 1986, 2 ketidaksepadanan informasi dan kredit di pedesaan Hoff dan Stiglitz 1993, penelitian ini mengkaji hubungan antara kredit formal dan
informal di pedesaan dan konsekuensi dari intervensi pemerintah terhadap kredit formal. Tulisan tersebut juga menggambarkan modus operandi dari kredit
informal di lima negara berkembang dan Israel, 3 analisis skema kredit dalam pengembangan usaha hutan rakyat dari sudut pandang modal sosial yang
dilakukan oleh Fauziyah 2009, lokasi penelitian dilakukan di kabupaten Ciamis Jawa Barat. Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis deskriptif,
dan 4 Prihadi 2010, membahas tentang kelembagaan kemitraan industri pengolahan kayu bersama rakyat dalam rangka pembangunan hutan di pulau jawa.
Penelitian ini bertujuan mengetahui kelembagaan KIBARHUT Kemitraan Industri Pengolahan Kayu Bersama Rakyat dalam Rangka Pembangunan Hutan
yang mempunyai peluang untuk berlangsung secara berkelanjutan. Hubungan ini dikaji menggunakan teori kemitraan. Oleh karena itu penelitian ini akan memberi