Saran SKEMA PENDANAAN OPTIMAL

didorong kemandiriannya melalui pendampingan dan pembinaan intensif serta kontinyu. 5. Kelembagaan PDB yang efektif dan efisien sesuai dengan kondisi lapangan yang bervariasi dapat tercapai apabila karakteristik, persepsi, dan perilaku penerima pinjaman telah diadopsi dalam aturan main dan organisasi pengelola dana pinjaman untuk PDB telah ada di level tapak. Jika kelembagaan PDB HTR optimal sudah terwujud maka tingginya risiko ingkar janji, salah pilih penerima pinjaman dan biaya transaksi dapat dikurangi.

7.2 Saran

1. Perlu adanya penyesuaian organisasi, dan aturan main seperti UU dan PP di level pemerintah pusat, serta penyederhanaan prosedur di level Kementerian dengan memperhatikan faktor-faktor pendukung keberhasilan pinjaman, salah satunya melalui pemahaman mengenai karakteristik, persepsi dan perilaku penerima pinjaman dalam memperoleh IUPHHK HTR dan PDB HTR khususnya untuk petani yang tergabung dalam KTH. 2. Perlunya memperkuat koordinasi antar unit di bawah Kementerian Kehutanan seperti di dalam penetapan areal IUPHHK HTR sehingga kesalahan pemberian pertimbangan teknis oleh kepala UPT dan Balai Pemantapan Kawasan Hutan BPKH kepada bupati dapat dihindari. 3. Jika petani melakukan kemitraan dalam melakukan usahanya, maka diperlukan pemahaman dan informasi yang cukup mengenai calon mitra usaha petani oleh pemberi pinjaman tidak salah memilih mitra, sehingga keberadaan mitra usaha akan menguntungkan petani. 4. Perlu adanya peningkatan status IUPHHK HTR menjadi lebih dapat dipindahtangankan transferability sehingga karakteristik struktur hak kepemilikan yang menghasilkan alokasi sumberdaya secara efisien dapat terpenuhi. IUPHHK HTR dapat dijadikan sebagai agunan pinjaman PDB HTR selain tegakan yang di biaya oleh PDB HTR. Jika terjadi ingkar janji dari penerima pinjaman maka IUPHHK HTR dapat dicabut dan dialihkan kepada petani yang lebih tepat. 5. Keberadaan organisasi pengelola PDB HTR di tingkat tapak sangat diperlukan sehingga pemahaman mengenai karakteristik, persepsi dan perilaku penerima pinjaman dapat dilakukan dengan lebih mudah. Selain itu adanya organisasi di level tapak dapat mempermudah pemberi pinjaman dalam melakukan sosialisasi, pendampingan, monitoring dan evaluasi. Keberadaan organisasi di level tapak membuat informasi menjadi sepadan, implikasinya biaya transaksi, ingkar janji dan salah pilih penerima pinjaman menjadi berkurang. Organisasi pengelola di level tapak tidak berarti bahwa BLU Pusat P2H membuka cabang di tiap desa, yang diperlukan hanya kerjasama dengan kementerian lain seperti Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pertanian untuk bersama sama menggunakan organisasi yang ada di level tapak seperti PNPM dan Gapoktan atau LKM sebagai kepanjangan tangan dari BLU Pusat P2H. 6. Perlu adanya perbedaan skema pinjaman antara petani yang sudah memiliki kapasitas yang cukup dan yang tidak. Termasuk perlu kajian lebih mendalam lagi mengenai jumlah pinjaman dan luas yang lebih sesuai dengan karakteristik, persepsi, dan perilaku penerima pinjaman serta karakteristik lokasi dimana mereka tinggal. 7. Karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh BLU Pusat P2H, maka disarankan penyebaran PDB HTR untuk saat ini hanya dilaksanakan di lokasi-lokasi yang petaninya sudah siap, baik kapasitas maupun kemauan untuk melakukan investasi di bidang tanaman. Untuk itu BLU Pusat P2H perlu melakukan survey yang mendalam terlebih dahulu terhadap calon penerima pinjaman, sambil terus melakukan sosialisasi dan prakondisi terhadap lokasi-lokasi yang petaninya belum memiliki kapasitas dan kemauan yang cukup untuk berinvestasi. DAFTAR PUSTAKA [AID] Agency for International Development. 1991. Mobilizing Savings and Rural Finance: The AID Experience. Washington DC:United State Agency for International Development. Barney JB, Ouchi WG eds. 1986. Organizational Economics. California, USA: Jossey-Bass Inc. Publication. [BLU Pusat P2H] Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan. 2011. Metode Evaluasi Debitur Pinjaman Dana Bergulir BLU Pusat P2H na Bergulir BLU Pusat P2H untuk Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat. Yogyakarta. 15-16 September 2011. Boswell C, Geddes A, Scholten P. 2011. The Role of Narratives in Migration Policy-Making: a Research Framework. British Journal of Politics and International Relations 131: 1-11 Braverman A, Guasch JL. 1989. Rural Credit in Development Countries. Washington DC: The World Bank. Working Paper Series 219. Braverman A, Guasch JL. 1993. Administrative Failures in Goverment Credit Programs. Di dalam Hoff K, Braverman A, Stiglitz JE eds. 1993. The Economics of Rural Organization: Theory, Practice, and Policy. New York: Oxford University Press. Bunch R. 1991. Dua Tongkol Jagung: Pedoman Pengembangan Pertanian Berpangkal pada Rakyat. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia untuk World Neighbours. Bungin B. 2007. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Cahyat A, Gonner C, Haug M. 2007. Mengkaji Kemiskinan dan Kesejahteraan Rumah Tangga: Sebuah Panduan dengan Contoh dari Kutai Barat. Bogor-Indonesia:CIFOR. Carter M, Barret C. 2006. The Economics of Poverty Traps and Persistent Poverty: An Asset-based Approach. Journal of Development Studies, 42 2:178-199. Chaves RA, Gonzales VC. 1996. The Design of Successful Rural Financial Intermediaries: Evidence from Indonesia.World Development. 241:65– 78. Cohen D, Prusak L. 2001. In Good Company, How Social Capital Makes Organizations Work, Boston: Harvard Business School Press Darusman D, Widjayanto N. 2007. Aspek Ekonomi Hutan Rakyat Skim Pendanaan. Makalah pada Stadium General Pekan Hutan Rakyat II tanggal 30 Oktober 2007. Ciamis: Balai Penelitian Kehutanan Ciamis. [Dephut] Departemen Kehutanan. 2005. Laporan Evaluasi Kredit, Kredit Usaha Hutan Rakyat, Kredit Usaha Persuteraan Alam KUPA, Kredit Usaha Tani Konservasi Daerah Aliran Sungai KUK-DAS. Jakarta: Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan. [Dephut] Departemen Kehutanan. 2008. Statistik Kehutanan Indonesia 2007. Jakarta: Badan Planologi Kehutanan, Departemen Kehutanan. [Dirjen BUK] Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan. 2010. Road Show, Sebagai Bahan Pelaksanaan Pembangunan HTR. Jakarta: Kementerian Kehutanan. Dorward A. 1997. New Institutional Economics: Perspectives on Production Relations And Agricultural Markets In Peasant Agriculture. Paper presented at Sokoine University of Agriculture. 12 May 1997. Dorward A, Kydd J, Poulton C eds. 1998. Smalholder Cash Crop Production Under Market Liberalisation. A New Institutional Economics Perspectives. Wallingford, Oxon UK: CAB International. Dunn WN. 1994. Public Policy Analysis: Second Edition. Prentice-Hall Inc. New Jersey. 678. Dunn WN. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Wibawa S, Asitadani D, Hadna AH, Purwanto EA, Penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Public Policy Analysis: An Introduction. Eisenhardt KM. 1989. Agency Theory: An Assesment and Review. The Academy of Management Review 141:57-74. Ejigu L. 2009. Performance Analysis of a Sample Microfinance Institutions of Ethiopia. International NGO Journal 45:287-298. Enters T. 1999. Incentives as Policy Instruments: Key Concepts and Definitions. Incentives in Soil Corservation. New Delhi: Oxford, IBH Publishing Co. Put. Ltd. 25-40. Fauziyah E. 2009. Analisis Skema Kredit dan Modal Sosial dalam pengembangan Usaha Hutan Rakyat Studi Kasus di Desa Sirnabaya Kecamatan Rajadesa dan Desa Sidamulih Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis [tesis]. Yogyakarta: Program Pascasarjana Fakultas Kehutanan, Universitas Gajah Mada. Gibbons R. 1998. Incentives in Organization. The Journal of Economics Perspectives 124:115-132. Gibbons R. 2005. Incentives Between Firms and Within. Management Science 511:2-17. Gondo PC. 2009. The role of micro-financing in sustainable forest management. XIII World Forestry Congress. Buenos Aires, Argentina, 18 – 23 October 2009. Gunn WN. 1981. Public Policy Analysis: An Introduction. New Jersey: Prentice Hall Hamid ES, Sumodiningrat G, Soetrisno L, Tjokrowinoto M, Mubyarto, Subagyo P, Darmojuwono S. 1986. Kredit Pedesaan di Indonesia. Mubyarto, Hamid ES, editor. Yogyakarta: BPFE. Hardjanto. 2003. Keragaan dan Pengembangan Usaha Kayu Rakyat di Pulau Jawa [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Herawati T. 2011. Hutan Tanaman Rakyat: Analisis Proses Perumusan Kebijakan dan Rancang Bangun Model Konseptual kebijakan [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Hirakuri SR. 2003. Can Law Save the Forest? Lessons from Finland and Brazil. CIFOR-Indonesia: SMK Grafika Desa Putra. Hoff K, Braverman A, Stiglitz JE. 1993. The Economics of Rural Organization Theory, Practice and Policy. Washington DC: Oxford University Press. Hogwood BW, Gunn LA. 1983. Policy Analysis for The Real World. Oxford: Oxford University Press. Ichwandi I. 2008. A Study on the Characteristic of Forestry Development in Java Indonesia [disertation]. Kagoshima Japan: The United Graduate School of Agricultural Science. [IDS] Intitute of Development Studies. 2006. Understanding Policy Process. A Review of IDS Reseach on the Environment. United Kingdom: University of Sussex. Indroprahasto S. 1994. Pengembangan Pasar Modal Pedesaan Lahan Kering di Wilayah Tertinggal-Studi Kasus di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, InstitutPertanian Bogor. Irawan P. 2007. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Islamy IM. 1997. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta: Bumi Aksara. Jensen MC, Meckling WH. 1986. Theory of the Firm: managerial Behavior, Agency Costs, and ownership structure. Barney JB, Ouchi WG,editors.Organizational Economics. Calipornia. USA: Jossey Bass Inc., Publication. 214 – 275. Just RE, Hueth DL, Schmitz A. 1982. Aplied Welfare Economis and Public Policy. NY.USA: Prentice Hall Inc. Kartasapoetra AG 1994. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Kartodihardjo H. 1998. Peningkatan Kinerja Pengusahaan Hutan Alam Produksi Melalui Kebijakan Penataan Institusi [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Kartodihardjo H. 2001. Salah Teori atau Salah Kerangka Pemikiran? [terhubung berkala]. http:groups.yahoo.comgrouprimbawan-interaktif [10 Pebruari 2012]. Kartodihardjo H, Saleh MB, Supardji, Beni FS, Prihanto B. 2006. Refleksi Kerangka Pikir Rimbawan: Menguak Masalah lnstitusi dan Politik Sumberdaya Hutan. Bogor. Himpunan Alumni Fakultas Kehutanan IPB. 144. Kartodihardjo H, Jhamtani H eds. 2006. Politik Lingkungan dan Kekuasaan di Indonesia. Jakarta: Equinox Publishing. Kartodihardjo H. 2006. Ekonomi dan Institusi Pengelolaan Hutan. Telaah lanjut Analisis Kebijakan Usaha Kehutanan. Bogor: Institute for Development Economics of Agriculture and Rural Areas IDEALS. Kartodihardjo H. 2008a. Diskursus dan Aktor dalam Pembuatan dan Implementasi Kebijakan Kehutanan: Masalah Kerangka Pendekatan Rasional. Jurnal Manajemen Hutan Tropika Departemen 141:19-27. Kartodihardjo H. 2008b. Dibalik Kerusakan Hutan dan Bencana Alam Masalah Transformasi Kebijakan Kehutanan. Tangerang, Banten: WanaAksara. Kasper W, Streit ME. 1998. Institutional Economics, Social Order and Publik Policy. Massachussetts. USA: The Locke Institute, Edward Elgar Publishing, Inc Northampton. Kapus BLU Pusat P2H. 2011. Pengantar pada Workshop Penyusunan Metode Evaluasi Kinerja Debitur Pinjaman Dana Bergulir HTR. Jakarta. 15-16 September 2011. Khandker SR, Khalily B, Khan Z. 1995. Grameen Bank: Performance and Sustainability. World Discussion Paper 306. Washington DC: The World Bank. Kotler P. 1999. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. Ed ke-7. Wasana J, penerjemah; Hasibuan C, Hutauruk R, editor. Jakarta: PT Erlangga. Terjemahan dari: Marketing Management: Analysis, Planning, Implementation, and Control. Kuntjoro. 1983. Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembayaran Kembali Kredit Bimas Padi, Kasus di Kabupaten Subang Jawa Barat [disertasi]. Bogor: Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Kustiawan D. 2011. Kebijakan penyaluran pinjaman dana bergulir pembangunan HTR. Jakarta: Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan. Lackey RT. 2007. Science, Scientists, and Policy advocacy. Conservation Biology. 2 l1:12-17. Lubell M. 2004. Collaborative Environmental Institutions: All Talk and No Action. Jurnal of Policy Analysis and Management 233:549-573. Lubis JH, Hubeis M, Hardjomidjojo H. 2008. Analisis Proses Pemberian Kredit oleh Bank XYZ Kasus CV ABC di Baligo, Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatera Utara. Bogor:Institut Pertanian Bogor. Jurnal MPI 32:38-42. Lunandi AG. 1993. Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Maksum.1994. Hubungan Karakteristik Petani Lahan Tadah Hujan dengan Persepsi Mereka tentang Faktor-Faktor Penghambat Adopsi Embung di Kabupaten Cilacap Jawa Tengah [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Maskin ES. 2001. Roy Radner and Incentive Theory. Review of Economic Design 6: 311-324. Mayrowani H, Hendiarto SK, Dermoredjo, Wahida BP, Swastika DKS. 1998. Kajian Ketersediaan dan Pemanfaatan Skim Kredit untuk Menunjang Agribisnis di Pedesaan [laporan hasil penelitian]. Bogor: Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Mayers J, Bass S. 2004. Policy that Works for Forests and People: Real Prospects for Governance and Livelihoods. Virginia:Earthscan. Mubyarto L, Soetrisno, Sumodiningrat G. 1993. Kredit Pedesaan dan Peranannya dalam Penciptaan Peluang Bekerja dan Peluang Berusaha. Mubyarto, editor. Yogyakarta: BPFE. Mubyarto L. 1995. Ekonomi dan Keadilan Sosial. Yogyakarta: Aditya Media. Muljono TP. 2001. Manajemen Perkreditan bagi Bank Komersil. Yogyakarta: BPFE. Mulyana D. 2004. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nugroho B. 2003. Kajian Institusi Pelibatan Usaha Kecil – Menengah Industri pemanenan Hasil Hutan untuk Mendukung Pengelolaan Hutan Produksi Lestari [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Nugroho B. 2010. Pembangunan Kelembagaan Pinjaman Dana Bergulir Hutan Rakyat. Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 163:118-125. Nugroho B. 2011a. Analisis Perbandingan Beberapa Skema Pinjaman Untuk Pembangunan Hutanan Tanaman Berbasis Masyarakat di Indonesia. Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 172:79-88. Nugroho B. 2011b. Evaluasi Kinerja Debitur PDB HTR: Perspektif Ekonomi Kelembagaan. Di dalam Workshop Penyusunan Metode Evaluasi Kinerja Debitur Pinjaman Dana Bergulir BLU Pusat P2H untuk Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat. Yogyakarta. 27-28 Oktober 2011. Nugroho R. 2008. Public Policy. Teori Kebijakan-Analisis Kebijakan-Proses Kebijakan-Perumusan, Implementasi, Evaluasi, Revisi Risk Management dalam Kebijakan Publik, Kebijakan sebagai The Fifth Estate-Metode Penelitian kebijakan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Ostrom E. 1985. Formulating the Element the Institutional Analysis. Paper Presented to a Conference on Institutional Analysis and Development Washington DC. May 21-22 1985. Ostrom E. 1986. A Method of Institutional Analysis. In Kaufman FX, Majone G, Ostrom V eds. Guidance, Control and Evaluation in the Public Sector. Berlin and New York: De Gruyer. Ostrom E. 2005. Doing Institutional Analysis: Digging Deeper than Market and Hierarchies. Di dalam Menard C dan Shirley MM eds. 2005. Handbook of New Institutional Economics. Netherland: Springer. pp. 819 – 848. Padmowihardjo S. 1994. Psikologi Belajar Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka. Prihadi N. 2010. Kelembagaan Kemitraan Industri Pengolahan Kayu Bersama Rakyat Dalam Rangka Pembangunan Hutan di Pulau Jawa [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Rahmat J. 1996. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya. Ribeiro SC, Jacovine LAG, Vilar MB. 2010. Forest Carbon Credits Generation in Brazil: The Case of Small Farmers [makalah presentasi]. The Biennial Conference of The International Society fo Ecological Economics. 22-25 August 2010. German: Oldenburg and Bremen. Rohadi D. 2010. Economic Incentives and Household Perceptions on Smallholder Timber Plantations: Lessons from case studies in Indonesia [makalah presentasi]. Workshop.17 Des 2010. Gottingen, Jerman. Saaty TL. 1993. Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin: Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam situasi yang kompleks. Setiono L, penerjemah; Peniwati K, editor. Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo. Terjemahan dari: Decision Making for Leaders: The Analitical Hierarchy Process for Decisions in Complex World. Salim 2002. Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta: Depdiknas. Sanim B. 1997. Efektifitas Penyaluran dan Pengembalian KUT Pola Khusus. Bogor: Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Jurnal Agro Ekonomi 171:51-65. Schaffer JD. 1980. Food System Organization and Performance Toward a Conceptual Framework. American Journal Agricultural Economic. May 1980:310-318 Sfeir A. 1991. The Economics of Sustainability in Forestry Development. Proceeding 2 Discussion Area Sector AB. The 10 th World Forestry Congress. Paris, France. Shananan EA, Jones MD, McBeth MK. 2011. Policy Narratives and Policy Processses. The Policy Studies Journal 393:535-561. Sugianto. 2009. Modal Sosial Faktor Kunci Keberhasilan Kredit Mikro. [terhubung berkala]. http:www.depkop.go.idcomponentcontentarticle377 [6 oktober 2009]. Sutton R. 1999. The Policy Proccess: An Overview. London: Overseas Development Institute. Portland House. Working Paper 118:35. Syukur M, Sumaryanto CM, Rasahan CA. 1990. Pola Pelayanan Kredit Untuk Masyarakat Berpendapatan Rendah di Pedesaan Jawa Barat [laporan hasil penelitian]. Bogor: Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Syukur M. 1993. Karya Usaha Mandiri: An Action Research on Rural Credit to Proverty Alleviation in Indonesia. Overcoming Poverty Through Credit: The Asian Experience in Replicating The Grameen Approach. Getubig IP, Johari MY, Thas AMK, editor. Kualalumpur: Asian and Pasific Development Centre. Thilaharah S. 1994. Development of Rural Financial Market in Sub Saharan Africa [World Bank Discussion Paper 219]. Washington DC: The World Bank. Tietenberg T. 1994. Environmental Economic and Policy. New York: Harper Collins College Publishers. Usman S, Suharyo W, Soelaksono B, Toyamah N, Mawardi MA. 2004. Lesson Learned from microfinance services in East Nusa Tenggara [Field Report]. Jakarta: SMERU Research Institut. Utami H, Sailah I, Hartoyo S. 2009. Analisa Sikap terhadap Perilaku Pengusaha UKM pada Pelaksanaan Kredit Program kemitraan BNI di Sentra Kredit Kecil Cabang Bogor. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Jurmal MPI 42 :176-184 Van Eesten MJG. 2007. Narrative Policy Analisys. Di dalam Fisher F, Miller GJ, Sidney MS, editor. Handbook of Public Policy Analysis: Theory, Politics, and Methods. New York: Taylor and Francis Group. 251-269. Verone F, Benoit R, Axel M. 2006. A New Methode for Policy Evaluation,Longstanding Challenges and the Possibilities of Qualitative Comparative Analysis QCA in Innovative Comparative Methods for Policy Analysis:Beyond the Quantitative-Qualitative Divide.Rihoux B, Grimm H, editor. USA: Springer Science Business Media, Inc. Vipriyanti NU. 2007. Studi Sosial Ekonomi Tentang Keterkaitan Antara Modal Sosial dan Pembangunan Ekonomi Wilayah [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Waluyo, Djauhari A. 1992. Kendala Penyaluran dan Pengembalian Kredit Usaha Tani dalam “Perkembangan Perkreditan Pertanian di Indonesia”. Taryoto et al, editor. Bogor: Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitan dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Monograph Series No 3. Wijaya K. 2002. Analisis Pemberdayaan Usaha Kecil kumpulan Pemikiran. Bogor. Pustaka Wirausaha Muda. Windarti H. 2000. Kajian Jaringan Komunikasi dan Faktor-Faktor yang mempengaruhi Penerapan Inovasi Skim Kredit Pola Grameen Bank dan Dampaknya terhadap Pendapatan Anggota-Kasus Skim Kredit Karya Usaha Mandiri di Kabupaten Bogor [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Winter S. 1990. “Integrating Implementation Research”, in Palumbo and Calista, eds. Implementation and the Policy Process, Opening up the Black Box. Westport: CT Greenwood Press. Yunus M. 1981. Credit for Self Employment: A Fundamental Human Right. Dhaka: Grameen Bank. Yunus M. 2008. Menciptakan Dunia Tanpa Kemiskinan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Yustika AE. 2006. Ekonomi Kelembagaan : Definisi, Teori dan Strategi. Malang, Indonesia: Bayumedia Publishing. 139 Lampiran 1 Perbandingan skema pendanaan pembangunan hutan berbasis masyarakat KUHR, KUK DAS, dan PDB HTR No Aspek KUHR KUK DAS PDB-HTR Analisis 1 Dasar Hukum Kepmenhut 49Kepts-II1997, Keputusan Dirjen RLL No 02KptsV1997 SKB Direktorat Jenderal RRL dan Sekretariat Badan Badan Pengendali Bimas No.46SKSekBPBV1986 dan 035KptsV1986. Keputusan Menteri Kehutanan No. 199Kpts-V1995 tanggal 5 April 1995 Sedangkan petunjuk pelaksanaan KUK DAS berdasarkan Keputusan Ditjen RRL No: 06KptsV1996 Persetujuan pengaturan administrasi tentang KUK DAS Nomor 273V- RKT1997, dan Nomor 003DirBPK-KISJ1997 Permenhut P.23Menhut-II2007 jo Permenhut P.5Menhut-II2008, Permenhut P.48Menhut-II2007. Permenhut P.9Menhut-II2008 Per. KaPus P2H P.012008 Per. KaPus P2H P.01Pusat-P2H-12009 2 Tujuan Kesejahteraan, penyediaan bahan baku dan lingkungan Kesejahteraan, pemenuhan kebutuhan petani, dan lingkungan Peningkatan potensi dan kualitas hutan produksi HP serta peningkatan kesejahteraan masyarakat Pada dasarnya sama 3 Lokasi Hak milik di luar kawasan hutan Hak milik di luar kawasan hutan Di kawasan hutan produksi HP Berbeda 4 Kegiatan dibiayai Perencanaan, penanaman, hingga pemanenan Perencanaan, penanaman dan pemanenan Penanaman, pemeliharaan dan perlindungan pengamanan Sama 5 Peserta Kelompok tani min 25 ha dan Kelompok tani, jumlah tidak ada ketentuan KTH min 5 anggota min 8 ha, Koperasi pemegang IUPHHK-HTR, dan Badan Usaha Berbadan Hukum Sama: Pinjaman diberikan Lanjutan Lampiran 1 Perbandingan skema pendanaan pembangunan hutan berbasis masyarakat KUHR, KUK DAS, dan PDB HTR No Aspek KUHR KUK DAS PDB-HTR Analisis gabungan kelompok tani BUMN DS, Koperasi, patungan BUMN dengan BUMSDKoperasi kepada kelompok 6 MOUPKS Dephut Dirjen RLPS dengan Bank BPD Dephut dengan Bank BPD dengan ketentuan, jika kredit macet 90 ditanggung Dephut, 10 ditanggung Bank. Jika 2 tahun sejak jauh tempo tidak dibayar, Bank bisa mengajukan klaim kredit ke Dephut dengan melampirkan rekomendasi penilaian dari tim kredit di daerah ditetapkan dengan SK Dirjen RLPS. Hasil penilaian tim diajukan ke Dirjen RLPS, RLPS melakukan evaluasi, selanjutnya meminta bantuan ke Sekjen untuk verifikasi atas angkajumlah kredit. Sekjen melakukan verifikasi dengan bank dituangkan dalam BAP dan disampaikan ke Dirjen RLPS. RLPS menetapkan persetujuan klaim kredit ke BPD. Misalnya Deposito 100 juta, persetujuan klaim kredit 80 juta, sehingga kewajiban Dephut 90 X 80 juta=72 juta deposito 100 juta dicairkan BLU dengan BRI Berbeda Lanjutan Lampiran 1 Perbandingan skema pendanaan pembangunan hutan berbasis masyarakat KUHR, KUK DAS, dan PDB HTR 141 No Aspek KUHR KUK DAS PDB-HTR Analisis 72 juta untuk Bank, sisanya ditarik Dephut. Bank tetap melakukan penagihan kepada kelompok tani sebesar 80 juta. Jika ada pengembalian pasca klaim, 90 dari pengembalian tersebut untuk Dephut, dan 10 untuk Bank. 7 Kemitraan usaha dan pendampingan Diwajibkan bermitra dengan: KUD BUMN BUMS BUMD sekaligus sebagai penjamin avalis pendamping Tidak ada kemitraan Kemitraan opsional sesuai pola yang dipilih; disediakan 2 pendamping yang ditunjuk oleh Bupati diutamakan dari penyuluh kehutanan dan koperasi Berbeda: KUHR bertumpu pada avalis; PDB- HTR bertumpu pada penyuluh 8 Keputusan permohonan kredit disetujuiditolak Dephut Dirjen RLPS Dephut Dirjen RLPS Kapus BLU P2H BLU Pusat P2H secara teknis di bawah Ditjen Bina usaha Kehutanan atau BUK dan secara administrasi berada dibawah Sekertaris Jenderal Pada hakekatnya sama oleh DephutKe- menterian Kehutanan 9 Tata cara permohonan Melibatkan 8 lembaga; dengan 20 kegiatan; penilaian dan pemberi persetujuan Dirjen RRLDirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Melibatkan sedikitnya 7 lembaga, dengan 13 kegiatan. Permohonan kredit ditujukan kepada BPD setempat setelah RDKK dinilai oleh PPLPKL dan petani bertanggung jawab terhadap pengembalian kredit. Melibatkan 9 lembaga, dengan 20 kegiatan, penilaian dan pemberi persetujuan Kapus P2H Sama kompleksnya, tapi PDB HTR lebih kompleks karena kegiatan berada di hutan negarakawasan hutan produksi Lanjutan Lampiran 1 Perbandingan skema pendanaan pembangunan hutan berbasis masyarakat KUHR, KUK DAS, dan PDB HTR No Aspek KUHR KUK DAS PDB-HTR Analisis 10 Mekanisme pendanaan dan penyaluran Sistem chaneling, Penyaluran kredit melalui Bank Penyalur BP, akad antara BPdengan seluruh peserta disaksikan Mitra Usaha; Penyaluran sekaligus chaneling Tahapan sebagai berikut; a RLPS menilai permohonan pinjaman, b RLPS setuju kemudian meminta sekjen untuk memindahbuku-kan atau menyiapkan dana KUHR, c sekjen membuka rekening atas nama Menhut di BPD setempat untuk menempatkan dana sebelum disalurkan dan untuk menampung pokok Sistem semi executing dana Bank, dana Dephut sebagai jaminan. Penyaluran kredit melalui Bank Penyalur BP, akad antara BPdengan seluruh peserta disaksikan Mitra Usaha; Penyaluran sekaligus chaneling Tahapan sebagai berikut; a RLPS menilai permohonan pinjaman, b RLPS setuju kemudian meminta sekjen untuk memindahbukukanmenyiapka n dana KUK DAS, c sekjen membuka rekening atas nama Menhut di BPD setempat untuk menempatkan dana sebelum disalurkan dan untuk menampung pokok pinjaman, dan membuka rekening atas nama sekjen untuk menampung bunga jasa giro bunga deposito dari rekening Menhut, dan bunga, sanksi, denda dari kredit yang disalurkan, d BPD melakukan akad kredit dengan kelompok tani Sistem executing. Menteri keuangan sebagai bendahara negara memerintahkan untuk memindahkan sejumlah uang ke rekening BLU yang ada di BRI. Penyaluran kredit kepada petaniKTH dilakukan setelah ada persetujuan dari Kapus BLU, dan telah dilakukan akad kredit, Kapus BLU meminta BRI untuk memindahkan sejumlah uang ke rekening KTH penyimpanan hanya sementara karena secara otomatis dana tersebut akan tersalur kepada pemegang IUPHHK HTR secara perorangan. Akad kredit dilakukan antara BLU dengan KTH di lokasi KTH. Penarikan uang di Bank tidak ada persyaratan apapun dan dilakukan oleh petani secara perorangan Berbeda: peran Kapus P2H dalam PDB- HTR sangat sentral dan peran Bank kecil. Petani lebih diuntungkan dengan cara BLU Pusat P2H, dan lebih sederhana bila dibandingkan dengan KUHR dan KUK DAS Lanjutan Lampiran 1 Perbandingan skema pendanaan pembangunan hutan berbasis masyarakat KUHR, KUK DAS, dan PDB HTR 143 No Aspek KUHR KUK DAS PDB-HTR Analisis pinjaman, dan membuka rekening atas nama sekjen untuk menampung bunga jasa giro atau bunga deposito dari rekening Menhut, dan bunga, sanksi, denda dari kredit yang disalurkan, d BPD melakukan akad kredit dengan kelompok tani, e dana dipindahbuku- kan ke ketua kelompok tani, f penarikan dana oleh kelompok tani harus melampirkan RDKK Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok yang telah disetujui oleh RLPS, g ketua kelompok tani memberi kuasa kepada mitra untuk menarik dana 11 Penentuan Rp 2.000.000 per Rp. 2 juta per ha kemudian Rp 8,634,900 sd 11,937,765 per ha P.64Menhut-II2009 Sama: dasar Lanjutan Lampiran 1 Perbandingan skema pendanaan pembangunan hutan berbasis masyarakat KUHR, KUK DAS, dan PDB HTR No Aspek KUHR KUK DAS PDB-HTR Analisis besar pinjaman ha kemudian diubah menjadi Rp. 3.250.000 tahun 1999 melalui keputusan Menhutbun no. 535kpts-IV1999 tentang pagu kredit usaha hutan rakyat diubah menjadi Rp. 3.250.000 pada tahun 1999 berdasarkan surat usulan Sekjen Dephutbun kepada Dirjen RRL tanggal 2 Juni 1998 merata untuk seluruh propinsi yang dicadangkan menjadi hutan rakyat, sebelumnya pendanaan per ha berdasarkan rayon dan nilainya lebih kecil penentuan biaya kegiatan 12 Jangka waktu pinjaman Sesuai daur tanaman max 10 tahun Sesuai daur tanaman max 5 tahun Sesuai daur tanaman max 8 tahun Sama sesuai daur tanaman 13 Mekanisme pengembalian Pengembalian stlh HR menghasilkan, maks 11 tahun sejak akad, disetor ke “Rekening Menteri Kehutanan untuk usaha Hutan Rakyat” melalui BPD Pengembalian setelah usaha menghasilkan, paling lama 5 tahun, kemudian disetor ke rekening Menteri kehutanan melalui BPD Pengembalian pinjaman pokok sekaligus setelah jatuh tempo maks 8 tahun, pembayaran bunga pinjaman mulai tahun ke-4 pinjaman; disetor ke Rek Pusat P2H Berbeda: KUHR dapat dicicil maks sd 11 tahun; KUK DAS maksimal 6 tahun termasuk masa tenggang dan PDB-HTR dibayar sekaligus pokok dangan bunga dan masa jatuh tempo 8 th 14 Jaminan pinjaman Tidak diatur; dalam praktek beberapa Agunan berupa dana garansi kredit dari Dephut, sertifikat Tanaman yang ditanam, Surat Pernyataan tanggung renteng, dan personal guarantee Sama: tidak mensyaratkan Lanjutan Lampiran 1 Perbandingan skema pendanaan pembangunan hutan berbasis masyarakat KUHR, KUK DAS, dan PDB HTR 145 No Aspek KUHR KUK DAS PDB-HTR Analisis Bank Penyalur menahan sertifikat hak milik, girik, dsb. petani bukan sebagai agunan hanya sebagai persyaratan agunan barang 15 Bunga, provisi handling fee Bunga sekitar 6 per tahun, bunga ditetapkan menteri tiap 6 bulan; provisi dibayar peserta; Handling Fee HF dibayar Dephut Bungasekitar 6 per tahun; bunga ditetapkan menteri tiap 6 bulan, provisi dibayar peserta; HF dibayar Dephut Bunga LPS 7 – 10 per tahun flat sampai jatuh tempo; dihitung setiap bulan tidak bunga berbunga sejak akad, provisi dan HF ditetapkan Menteri Keuangan Sama. Keduanya mengenakan bunga, bunga PDB-HTR relatif lebih mahal 16 Mekanisme pembinaan dan pengendali-an Pengendalian oleh Dirjen RRL; Pembinaan oleh Kanwil Kehutanan; Tanggungjawab keberhasilan oleh Bupati c.q Dishut Pengendalian oleh Dirjen RRL; Pembinaan oleh Kanwil Kehutanan; Tanggungjawab keberhasilan oleh Bupati c.q Dishut Pengendalian evaluasi: Kapus P2H dan dapat menunjuk pihak ketiga; Biaya pembinaan pengendalian ditanggung Pemerintah Berbeda: peran Kapus P2H dalam PDB- HTR sangat sentral 17 Penilaian dan pelaporan Peserta Kredit Usaha dikoordinasi oleh mitra usaha dibebani 12 lapthn ke 5 lembaga; yaitu Kanwil dephut dengan tembusan ke Sekjen, Dirjen RRL, Bupatikepala Dinas Kehutanan dan Bank Penyalur: - KTHKoperasi dibebani 4 lapthn ke 3 lembaga; Kapus P2H yang ditembuskan kepada kepala Dinas ProvinsiKabupatenKota yang membidangi kehutanan dan kepala BP2HP Sama, laporan yang dibebankan kpd peserta cukup berat Lanjutan Lampiran 1 Perbandingan skema pendanaan pembangunan hutan berbasis masyarakat KUHR, KUK DAS, dan PDB HTR No Aspek KUHR KUK DAS PDB-HTR Analisis 2 lapthn ke 5 lembaga di atas, dan laporan tahunan ke 5 lembaga di atas 18 Penagihan Bank Bank BLU Berbeda Peran BLU sangat sentral 19 Sanksi atau denda Tercantum dalam akad kredit Tercantum dalam akad kredit Tercantum dalam akad kredit sama 20 Pendapatan Bank Handling fee 0,5 selama kredit belum lunas dan provisi 0,5 per tahun atas setiap penarikan kredit Penempatan dana jaminan selama kredit belum lunasbelum diklaim dan provisi Provisi Sedikit berbeda 21 Pendapatan Dephut Bunga kredit rekening Menhutsekjen di Jakarta Bunga kredit rekening Menhutsekjen di Jakarta Bunga kredit dari PDB HTR, sedangkan bunga giro simpanan dana BLU di BRI masuk Kas negara Sama, dari bunga pinjaman 22 Kasus Dana ditarik seluruhnya oleh mitra tidak didasarkan oleh RDKK, mitra hanya memberikan 30 kepada petani, dan umumnya berupa bibitsaprodi, mitra Tanaman gagal, peserta kredit meninggal, pembayaran macet, jaminan tidak bisa dieksekusi Pada saat pengecekan dilapangan banyak petani yang tidak paham yang dilakukan oleh koperasi tempatnya bernaung. Banyak areal yang tidak sesuai dengan pencadangan SK pencadangan menteri dengan IUPHHK HTR berbeda, areal sudah diokupasi. Hasil pengecekan lapangan bagi koperasi yang sudah menerima pencairan, belum ada tanamannya Sama kelemahan di bidang kelembagaan Lanjutan Lampiran 1 Perbandingan skema pendanaan pembangunan hutan berbasis masyarakat KUHR, KUK DAS, dan PDB HTR 147 No Aspek KUHR KUK DAS PDB-HTR Analisis umumnya perusahaan fiktif yang tidak jelas keberadaan kantornya, petani hanya bersedia membayar sesuai dengan yang diterimanya 23 Jumlah Propinsi 12 Propinsi 21 Propinsi 26 propinsi, tapi masih terus berkembang Berbeda PDB HTR lebih luas 24 Penyaluran DR dihentikan Tahun 19992000 Tahun 19971998 masih menerima berbeda Sumber: Nugroho 2011a dimodifikasi dengan analisis data primer hasil penelitian dan kajian data sekunder Lanjutan Lampiran 1 Perbandingan skema pendanaan pembangunan hutan berbasis masyarakat KUHR, KUK DAS, dan PDB HTR Lampiran 2 Peraturan yang berkaitan dengan BLU No Peraturan KetetapanPasalIsi Implikasi 1 Undang- undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan Penjelasan Pasal 21 UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari dibutuhkan lembaga-lembaga penunjang antara lain lembaga keuangan yang mendukung pembangunan kehutanan, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga pendidikan dan latihan serta lembaga penyuluhan Diterjemahkan menjadi BLU 2 PP No 35 tahun 2002 tentang dana Reboisasi Pasal 10 ayat 1 dan ayat 3 PP No 35 tahun 2002 tentang dana reboisasi; ayat 1 dana reboisasi dibagi dengan imbangan a 40 untuk daerah penghasil, b 60 untuk pemerintah pusat, dan 3 bagian pemerintah pusat sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf b, dialokasikan ke departemen teknis dan sisanya dialokasikan ke Rekening Pembangunan Hutan RPH Penggunaan dana terbatas pada apa yang tercantum pada PP No 35 2002 tentang Dana Reboisasi, sedangkan dana konsumsi dan pembelian mesin pengolah tanah sebagai bagian dari pendukung kegiatan reboisasi dan rehabilitasi tidak termasuk ke dalam pembiayaan Pasal 12 ayat 3 dana reboisasi yang ada pada RPH sesuai ayat 1 dialokasikan dan digunakan untuk reboisasi dan rehabilitasi lahan melalui skema pinjaman dan merupakan dana bergulir Hanya boleh disalurkan melalui pinjamandana bergulir bukan hibah Pasal 14 ayat 2 dan ayat 3; ayat 2 penyaluran dana reboisasi dari RPH sesuai usulan menteri teknis sesuai ayat 1 huruf c, disalurkan melalui bank atau lembaga keuangan non bank yang ditunjuk pemerintah, dan ayat 3 pinjaman disalurkan kepada koperasi, badan usaha berbadan hukum dan kelompok tani hutan KTH DR dari RPH hanya dapat disalurkan melalui Bank atau lembaga keuangan non Bank yang ditunjuk pemerintah. Menurut hasil wawancara, sejak tahun 2002 s.d 2007 tidak ada bank yang bersedia untuk mendanai dan menyalurkan dana DR, oleh karena itu dibentuk BLU. Pinjaman hanya dapat disalurkan melalui KTH bukan petani secara perorangan Pasal 15. Ketentuan lebih lanjut mengenai RPH dan pemberian pinjaman serta badan usaha berbadan hukum, KTH dan koperasi sesuai pasal 13 dan 14 diatur dengan keputusan bersama antara Menteri dan Menteri Teknis. Peraturan ini telah terbit yaitu Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Kehutanan Nomor 06.1PMK.012007 dan Nomor 02Menhut-II2007 tentang Pengelolaan Dana Reboisasi dalam Ketentuan mengenai pinjaman diatur oleh 2 Kementerian yaitu Kementerian Keuangan dan Kementerian Kehutanan Lanjutan Lampiran 2 Peraturan yang berkaitan dengan BLU No Peraturan KetetapanPasalIsi Implikasi RPH Pasal 16 ayat 1 dan ayat 2; ayat 1 dana reboisasi hanya digunakan untuk membiayai kegiatan reboisasi dan rehabilitasi dan kegiatan pendukungnya, dan ayat 2 penggunaan dana reboisasi bagian pemerintah pusat diutamakan untuk rehabilitasi hutan dan lahan diluar daerah penghasil dana reboisasi PDB hanya diperuntukan bagi kegiatan reboisasi dan kegiatan pendukungnya pemupukan, bibit, pemeliharaan dsb 3 PP No. 23 tahun 2005 tentang PKBLU Pasal 1. BLU adalah instansi dilingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktifitas Prinsip efisiensi belum dicapai karena BLU masih menggunakan dana APBN untuk operasionalnya dan belum menggunakan hasil keuntungan karena pemasukan BLU dari bunga pinjaman belum ada biaya suvey lapangan, akad kredit, monitoring dan evaluasi sangat besar, ± 31 jutatrip 1 Pasal 2. Pola pengelolaan keuangan PPK BLU, adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diatur dalam PP, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan negara pada umumnya. Bisnis BLU belum sehat, karena dana operasional masih disubsidi dari APBN Pasal 3 Ayat 1. BLU beroperasi sebagai unit kerja Kementerian negaralembagapemerintah daerah untuk tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan. Pasal 3 ayat 2. BLU merupakan bagian perangkat Pencapaian tujuan Kementerian negaralembagapemerintah daerah dan karenanya status hukum BLU tidak terpisah dari Kementerian negaralembagapemerintahm daerah sebagai instansi induk Kewenangan BLU sebatas yang didelegasikan, artinya tidak memiliki otonomi untuk membuat kebijakan sendiri dan melaksanakannya 1 Komunikasi pribadi dengan staf BLU Pusat P2H Pak Karman dan Pak Amir, namun Pak Amir sudah tidak menjabat lagi di BLU, September 2008. Lanjutan Lampiran 2 Peraturan yang berkaitan dengan BLU No Peraturan KetetapanPasalIsi Implikasi Pasal 3 ayat 5. BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa mengutamakan pencarian keuntungan 4 PP Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan Pasal 1 angka 19. HTR adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumberdaya hutan Penerapan silvikultur merupakan prasyarat, sementara kapasitas dan kapabilitas para pihak belum mendukung kearah itu Pasal 40 ayat 6. Pemerintah sesuai ketentuan peraturan- perundangan membentuk lembaga keuangan untuk mendukung pembangunan HTR BLU Pusat P2H sebagai perwujudan lembaga keuangan Kementerian Kehutanan untuk pendanaan HTR Pasal 67 ayat 5. IUPHHK pada HTR dalam hutan tanaman dapat diberikan kepada perorangan dan koperasi Ijin diberikan kepada perorangan tetapi pendanaan diberikan melalui kelompok untuk dibagikan kepada perorangan 5 keputusan Menkeu No 137KMK.05 2007 tentang Penetapan P2H sebagai instansi pemerintah yang menerapkan PPK-BLU Status badan layanan umum bertahap, yaitu jika persyaratan substantif, teknis dan administrasi belum terpenuhi secara memuaskan. Keputusan Menkeu tentang penetapan Pusat P2H sebagai instansi pemerintah yang menerapkan PPK-BLU bertahap yang memiliki fleksibilitas pengelolaan keuangan Dalam batas-batas tertentu yaitu 1 jumlah dana yang dapat dikelola langsung dari pendapatan operasional BLU adalah 80, 2 mengelola piutang tetapi bukan penghapusan, 3 pengelolaan barang inventaris, 4 perumusan standar, kebijakan, sistem, dan prosedur pengelolaan keuangan Status BLU masih BLU bertahap. Dengan catatan dapat dibubarkan jika dalam jangka waktu 3 tahun tidak ada progress Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.69Menhut- II2008 Tentang Standar Pelayanan Minimum SPM untuk Pusat P2H diberi kewenangan untuk membuat rancangan SPM, di mana standar tersebut harus mengacu kepada prinsip SMART Spesificfokus pada jenis layanan, measurabledapat diukur, attainabledapat dicapai, reliablerelevan dan dapat diandalkan, dan timelytepat waktu. Standar itu kemudian ditetapkan oleh Menteri Kehutanan BLU memiliki kewenangan untuk mengajukan usulan, keputusan akhir tetap berada di Menteri Kehutanan Lanjutan Lampiran 2 Peraturan yang berkaitan dengan BLU No Peraturan KetetapanPasalIsi Implikasi Pusat P2H 4 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 105KMK.05 2010, tanggal 9 Maret 2010 tentang Penetapan Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan Pada Kementerian Kehutanan sebagai Instansi Pemerintah yang menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Status badan layanan umum penuh yaitu jika persyaratan substantif, teknis dan administrasi sudah terpenuhi secara memuaskan BLU dengan status baru yaitu BLU penuh. Perubahan dari bertahap ke penuh, karena BLU dianggap masih diperlukan untuk menunjang pendanaan program HTR. BLU yang berlokasi di Jakarta menjadi satu-satunya badan di Kementerian Kehutanan yang berfungsi mengelola keuangan untuk PDB HTR memiliki kewenangan terbatas pada apa yang tercantum dalam Keputusan Menkeu 4 Peraturan bersama Menkeu dan Menhut No 06.1PMK.01 2007 dan 02MenhutII 2007 tentang pengelolaan dana DR di RPH 1 Bunga Kredit HTR sebesar bunga LPS dan HTI dengan Bunga Komersil, 2 Pengaturan Skim kredit dibuat oleh Kapus P2H, setelah memperoleh persetujuan dari Menteri Kehutanan, 3 Kredit hanya untuk HTR dan HTI, 4 BLU Pusat P2H akan mengenakan biaya administrasi dan provisi terhadap peminjam PDB HTR, setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan Setiap pengambilan keputusan prinsip tidak bisa dilakukan oleh internal BLUKapus 5 Peraturan Menteri Kehutanan No P.40Menhut- II2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian kehutanan Pusat P2H berada dibawah dan bertanggung-jawab kepada Menteri Kehutanan, yang secara teknis dibina oleh Dirjen Bina Usaha kehutanan, dan secara administratif dibina oleh sekjen. Pusat P2H menyelenggarakan fungsi a perumusan kebijakan, norma, standar, prosedur dan kriteria pengelolaan dana bergulir untuk pembiayaan pembangunan Hutan Tanaman, b pelaksanaan butir a Semua kebijakan yang dibuat BLU Pusat P2H harus mengacu kepada peraturan yang telah dibuat oleh Kementerian Keuangan, dan Kementerian Kehutanan sehingga Pusat P2H bukan merupakan Organisasi yang berdiri sendiri Sumber: analisis data primer dan sekunder 153 Lampiran 3 Analisis isi peraturan perundangan yang berkaitan dengan PDB HTR SK Substansi Implikasi Analisis Permenhut P.09Menhut- II2008, tentang Persyaratan Kelompok Tani untuk Mendapatkan Pinjaman Dana Bergulir Pembangunan Hutan Rakyat Pasal 2. Persyaratan Kelompok tani hutan KTH yang dapat mengajukan permohonan pinjaman untuk pembangunan HTI, yaitu: a Anggota ≤ 5 lima pemegang IUPHHK-HTR, setiap izin ≤ 8 delapan hektar b Memiliki dokumen kelompok, dokumen kelompok dilegalisir oleh kepala desa dan diketahui oleh kepala Dinas Kabkota yang membidangi kehutanan dan c mendapatkan pendampingan oleh petugas yang ditunjuk oleh BupatiWalikota atau pejabat yang ditunjuk, yang dibuktikan dengan SK penunjukkan. Pasal 2a, berdasarkan hasil penelitian, keinginan masyarakat untuk membentuk kelompok sangat beragam, dengan kisaran 3-25 orang. Dasar penetapan 5 orang belum jelas, 5 orang adalah berdasarkan kesepakatan intern Departemen Kehutanan dengan pertimbangan kemudahan pengurusan administrasi oleh BLU wawancara staf BLUPak Karman. Pasal 2 b, Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 90 responden menyatakan bahwa masyarakat hanya mampu mengelola 2 ha, lebih dari itu SDM tidak akan sanggup. Pasal 2 d. Pendamping yang ditunjuk tidak memiliki Kapasitas yang seharusnya dimiliki hasil wawancara staf Dinas Kehutanan Kabupaten Kuansing Pasal 4. Pendamping sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf c, diprioritaskan penyuluh Kehutanan Pegawai Negeri Sipil Penyuluh pendamping kehutanan berdasarkan hasil penelitian memiliki jumlah dan kapasitas yang terbatas berbeda tiap kabupaten, dengan beban yang sangat besar sehingga pendampingan secara penuh akan sangat sulit. Perlu adanya juklak dan juknis di level kabupatenkota, dalam juklak dan juknis tersebut harus dipastikan adanya pasal yang dapat memastikan adanya prakondisi yang diperlukan seperti penguatan kapasitas KTH dan penyuluh Peraturan Kepala Pusat P2H P0.1Pusat P2H-12008 tentang Tata Cara Permohonan, Penyaluran dan Pengembalian Pinjaman Dana Bergulir Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat Pasal 3 ayat 1 menyatakan bahwa pinjaman dana bergulir sebagai modal kerja untuk pembangunan HTR, yaitu untuk membiayai kegiatan a penanaman pengadaan bibit, persiapan lahan, penanaman b pemeliharaan pemeliharaan tahun 1, tahun 2, dan tahun Pinjaman dana bergulir tidak bisa digunakan diluar pasal 3 ayat 1, hal ini mempersempit manfaat penggunaan dana DR, karena biaya diperlukan tidak hanya mencakup pasal 3 akan tetapi biaya lain yang juga penting untuk dipenuhi seperti biaya konsumsi, biaya informasi, biaya perijinan di berbagai level, biaya pelaporan, biaya pemanenan, biaya pemasaran Lanjutan Lampiran 3 Analisis isi peraturan perundangan yang berkaitan dengan PDB HTR SK Substansi Implikasi Analisis 3, lanjutan 1, lanjutan 2 c perlindungan dan pengamanan hutan pengendalian hama dan penyakit Pasal 4 ayat 1 persyaratan permohonan pinjaman untuk pembangunan Hutan Tanaman Rakyat bagi KTH, yaitu: a Copy surat keputusan IUPHHK-HTR yang telah dilegalisir oleh Dinas KabKota yang membidangi Kehutanan, dilampiri peta Areal Kerja, b Copy lembar pengesahan RKUPHHK_HTR dan RKTUPHHK-HTR dari pejabat yang berwenang, c Copy Dokumen yang memuat nama kelompok, pengurus yang jelas, alamat dan peraturan kelompok, yang dilegalisisr oleh kepala desa dan kepala dinas kabkota yang membidangi kehutanan, d Surat kuasa dari anggota kelompok kepada ketua, sekretaris, dan bendahara kelompok untuk 1 menandatangani akad kredit 2 mengkoordinasikan penarikan dan penggunaan dana pinjaman serta pelaksanaan kegiatan di lapangan 3 mengkoordinasikan pengembalian pinjaman dana bergulir dan 4 mengkoordinasikan pelaksanaan pembayaran tanggung renteng atas risiko pengembalian pinjaman yang disetujui oleh kepala desa setempat, e Surat Persyaratan permohonan sangat tidak sederhana, hal ini dapat menimbulkan biaya transaksi yang tinggi. Selain pengecekan persyaratan administrasi, pengecekan lapangan juga harus dilakukan, karena berdasarkan hasil cross cek lapangan yang dilakukan oleh BLU, banyak nama yang tercantum menjadi anggota kelompok tani tidak tahu apa-apa tentang PDB HTR, sehingga kelengkapan persyaratan hanya dibuat untuk memenuhi kelengkapan administasi. Kepala Desa dan Kepala Dinas di kabkota harus dipastikan mempunyai pemahaman yang sama mengenai tujuan PDB HTR Pasal huruf e mengenai tanggung renteng. Pengalaman masa lalu pada KUK DAS dan KUHR membuktikan bahwa tanggung renteng tidak menjamin pengembalian pinjaman jika tidak ada penguatan dan peningkatan kelembagaan di tingkat pusat dan daerah maupun pelaksana, penguatan kelembagaan dimaksud termasuk memperkuat koordinasi, peningkatan kapasitas para pihak tidak hanya petani melainkan seluruh pihak yang terlibat secara langsung misalnya penyuluh, pendamping, dinas kehutanan kabkota, provinsi, dan di pusat staf BLU. Pemberi pinjaman harus memastikan bahwa rencana usaha yang dibuat harus dilakukan dengan pendampingan yang kontinyu dan sungguh- sungguh sehingga hasil yang diperoleh tidak hanya untuk memenuhi persyaratan administrasi. Lanjutan Lampiran 3 Analisis isi peraturan perundangan yang berkaitan dengan PDB HTR 155 SK Substansi Implikasi Analisis Pernyataan kesanggupan tanggung renteng yang ditandatangani oleh ketua kelompok dan seluruh anggota yang meminjam atas risiko pengembalian pinjaman dana bergulir yang telah disetujui oleh kepala desa setempat, dan f Surat penunjukkan pendamping dari bupatiwalikota atau pejabat yang ditunjuk, pendamping diprioritaskan dari penyuluh kehutanan g Rencana Usaha pembangunan HTR yang berisi antara lain rencana kegiatan penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pemasaran serta pembiayaan dan pengembalian pinjaman dana bergulir Pasal 11 Ayat 1 penyaluran dan pengembalian pinjaman dana bergulir didasarkan pada perjanjian pinjamanakad kredit antara kepala pusat P2H dengan debitur HTRHTI, 4 besarnya provisi dan biaya-lain-lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 huruf c ditetapkan menteri keuangan atas usulan menteri Kehutanan, 5 Jaminan Pinjaman sebagaimana dimaksud pada Ayat 2 bagi debitur HTR adalah tanaman yang ditanam, surat pernyataan tanggung renteng dan surat pernyataan jaminan pribadi personal guarantee atas risiko pengembalian pinjaman dana bergulir, dan 7 penetapan suku bunga pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf Pemberi pinjaman harus memastikan mekanisme Penyaluran dan pengembalian pinjaman harus dipastikan tersampaikan dengan baik kepada penerima pinjaman. Jaminan pinjaman berupa tanaman, dan mekanisme penarikan jaminan apabila terjadi pelanggaran sesuai persyaratan harus dijelaskandisosialisasikan dengan baik, sehingga risiko ketidakpastian usaha menjadi rendah. Pemberi pinjaman sebaiknya memberi kejelasan mengenai personal guarantee, bentuk personal guarante-nya, karena jika yang dimaksud adalah kekayaan pribadi, hasil penelitian membuktikan bahwa calon penerima pinjaman yang murni petani disekitar hutan tidak memiliki kekayaan yang dapat diagunkan. Penghasilan mereka rata-rata dibawah 20 juta sedangkan pinjaman PDB HTR per kepala keluarga, apabila menggunakan dana PDB HTR harus minimal 8 ha X 8 juta = Rp. 64 juta jaminan di Bank paling tidak harus lebih dari pinjaman Pemberi pinjaman tidak menerangkan bentuk sanksi, artinya sanksi tidak secara tegas dijabarkan, hal ini akan menimbulkan penafsiran yang Lanjutan Lampiran 3 Analisis isi peraturan perundangan yang berkaitan dengan PDB HTR SK Substansi Implikasi Analisis g, bagi debitur HTR ditetapkan sebesar tingkat suku bunga LPS yang berlaku pada saat akad kredit keliru, dan ketidakpastian usaha Pasal 14 ayat 1 pengembalian pinjaman pokok dan bunga bagi debitur HTR dilakukan sekaligus setelah panen dan atau jatuh tempo pinjaman sesuai yang ditetapkan dalam akad kredit, melalui penyetoranpemindahbukuan dari rekening debitur ke rekening pusat P2H 2 Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana pasal 12 ayat 7 penyaluran pinjaman dihentikan, debitur wajib mengembalikan pinjaman pokok dan bunga kepada pusat P2H terhitung 30 hari kerja sejak surat pengehentian penyaluran diterbitkan oleh kepala pusat P2H 3 dalam hal debitur tidak dapat memenuhi kewajiban sesuai ayat 1 dan 2, maka kepala pusat P2H kepala pusat P2H memiliki kewenangan untuk mengambil alih jaminan pinjaman sesuai dengan peraturan-perundangan yang berlaku 4 dalam hal debitur HTR tidak memenuhi kewajiban sebagaimana tersebut pada ayat 1 dan 2, maka selama jangka waktu peringatan sebagaimana pada ayat 3, bunga pinjaman tetap dikenakan sampai debitur memenuhi kewajibannya 5 Dalam hal Pemberi pinjaman tidak menjelaskan secara tegas dalam peraturan tesebut, jika terjadi kondisi khusus sehingga menyebabkan kegagalan panen karena satu dan lain hal, dalam hal ini pemberi pinjaman memiliki keyakinan yang sangat tinggi terhadap keberhasilan penanaman, padahal tanaman adalah mahluk hidup yang banyak bergantung pada berbagai aspek seperti pemeliharaan, hama penyakit, kebakaran, bencana alam, perambahan dsb. Pengambilalihan jaminan secara semena-mena tanpa mempertimbangkan berbagai faktor akan meningkatkan risiko ketidak pastian usaha, yang pada gilirannya menurunkan minat petani HTR. Sanksi hukum ayat 5 dari peraturan-perundangan yang mana yang akan digunakan untuk dikenakan kepada penerima pinjaman belum dijelaskan. Pemberi pinjaman belum mengatur mekanisme pembiayaan bagi pendamping dan Bank ayat 6, dan 7. Sebaiknya risiko dibagi antara pemerintah dan petani, mekanisme pembagian risiko sebaiknya diatur lebih lanjut secara detil dalam akad kredit Lanjutan Lampiran 3 Analisis isi peraturan perundangan yang berkaitan dengan PDB HTR 157 SK Substansi Implikasi Analisis pengabilalihan jaminan pinjaman sebagaimana pada ayat 3, nilai jaminan pinjaman tidak mencukup atas pinjamannya, maka penyelesaian pengembalian pinjaman dilimpahkan kepada yang berwenang untuk dikenakan sanksi hukum sesuai peraturan perundangan yang berlaku 6 pendamping dan atau bank menfasilitasi kelancaran proses pengembalian pinjaman dari debitur. 7 pihak bank secara berkala menyampaikan laporan pengembalian pinjaman dana bergulir kepada usat P2H Pasal 17 ayat 1 setiap 3 tiga bulan KTHkoperasi membuat laporan realisasi fisik dan keuangan pembangunan HTR, yang ditandatangani oleh ketua kelompokketua koperasi dan diketahui oleh pendamping 2 setiap tahun KTHkoperasi wajib membuat laporan realisasi fisik dan keuangan pembangunan HTR, yang ditandatangani oleh ketua kelompokketua koperasi dan diketahui oleh pendamping 3 laporan realisasi fisik dan keuangan sebagaimana ayat 1 dan 2 disampaikan oleh ketua KTH koperasi kepada kepala pusat P2H yang ditembuskan kepada kepala Dinas ProvinsiKabupatenKota yang membidangi kehutanan dan kepala BP2HP Hasil penelitian menunjukkan bahwa 70 pendidikan petani di lokasi penelitian Riau dan Kalimantan Selatan adalah sekolah dasar, sehingga perlu dibuat mekanisme pelaporan yang tidak memberatkan petani, dan efisiensi biaya bagi petani, karena pelaporan kepada pemberi pinjaman Kepala Pusat P2H yang ditembuskan kepada Kepala Dinas Kehutanan ProvKabKota, dan Kepala BP2HP menimbulkan peningkatan biaya bagi petani laporan tiap 3 bulan, yang tidak termasuk ke dalam komponen biaya pinjaman, selain itu mekanisme penyusunan laporan belum jelas sehingga pembuatan laporan memerlukan pendampingan secara insentif pada awal kegiatan Pasal 19. Tanaman HTR yang dibayar Perlu adanya pasal tambahan yang menyatakan selama PDB HTR Lanjutan Lampiran 3 Analisis isi peraturan perundangan yang berkaitan dengan PDB HTR SK Substansi Implikasi Analisis melalui PDB, tidak dapat dipakai sebagai agunanjaminan kepada pihak ketiga belum lunas tanaman tersebut tidak dapat dijadikan sebagai jaminan pinjaman. Hal ini untuk memperkuat hak petani sebagai pemegang ijin IUPHHK HTR Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.64Men-Hut-II2009 tentang standar biaya Pembangunan HTI dan HTR Rp 8,634,900 sd 11,937,765 per ha Dasar penetapan berdasarkan komponen biaya kegiatan yang diperkirakan secara umum, tidak spesifik lokasi dan tidak berdasarkan kebutuhan petani. Dasar penetapan hanya berdasarkan perkiraan pemberi pinjaman atas keberhasilan tanaman dan kemampuan pengembalian oleh penerima pinjaman wawancara pribadi dengan staf BUK pada Juli 2011 Peraturan kepala Pusat Pembiayaan Pembangunan hutan Nomor P.01Pusat P2H- 12009 tanggal 10 juni 2009 tentang Petunjuk Teknis Pemberian pinjaman Dana Bergulir untuk Pembiayaan Pembangunan Hutan Tanaman oleh Pusat Pembiayaan Pembangunan hutan selaku pelaksana Perguliran Dana Pasal 11. biaya-biaya sehubungan adanya penjanjian antara debitur dengan Pusat P2H seperti provisi, biaya administrasi dan notaris menjadi beban pemohon. Pasal 13. Pusat P2H melakukan monitoring dan evaluasi perkembangan pinjaman dana bergulir dan realisasi fisik berdasarkan laporan realisasi realisasi dari KTH, kemudian Pusat P2H melaporkan kepada Menteri Kehutanan dan Menteri Keuangan Biaya-biaya apabila diterapkan kepada KTH maka akan memberatkan, biaya transaksi akan tinggi, dan menurunkan minat petani miskin hasil wawancara dengan KTH pada April 2009 Melihat beban kerja yang harus dilakukan dan jumlah staf yang tersedia, kegiatan evaluasi dan monitoring menjadi beban berat bagi BLU Pusat P2H, selain meningkatkan in-efisiensi biaya, sehingga dapat meningkatkan ekonomi biaya tinggi Sumber: Analisis data primer dan sekunder 159 Lampiran 4 Peraturan perundangan yang terkait tidak langsung dengan PDB HTR SK Substansi Implikasi Analisis Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta pemanfaatan hutan Pasal 21. Penyelenggaraan pemanfaatan hutan, termasuk melakukan penjualan tegakan dalam wilayah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 didasarkan pada pedoman, kriteria, dan standar pemanfaatan hutan wilayah tertentu. 3 Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman, kriteria, dan standar pemanfaatan hutan wilayah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan peraturan Menteri. Sebelum melakukan penjualan, pemilik IUPHHK HTRpenerima pinjaman, harus memenuhi persyaratan yang tercantum dalam pedoman, kriteria, dan standar yang diatur oleh Peraturan Menteri Kehutanan pasal 21. Pasal 32 ayat 2 Pemanfaatan kawasan pada hutan produksi a luas areal pengolahan dibatasi, b tidak menimbulkan dampak negatif terhadap biofisik dan sosial ekonomi, c tidak menggunakan peralatan mekanis dan alat berat, dan d tidak membangun sarana dan prasarana yang mengubah bentang alam. Pemberi pinjaman harus mensosialisasikan dan menjelaskan secara tegas sesuai pasal 32 ayat 2 kepada penerima pinjaman untuk memastikan pasal ini tidak membingungkan penerima pinjaman, termasuk yang dimaksud dengan batasan luas areal, menjelaskan yang dimaksud dengan dampak negatif thd biofisik dan sosial ekonomi, yang dimaksud dengan peralatan mekanis dan berat, dan yang dimaksud dengan membangun sarana dan prasarana yang mengubah bentang alam. Pasal 40 ayat 2.Pada hutan produksi, pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTR dalam hutan tanaman dapat dilakukan dengan satu atau lebih sistem silvikultur, sesuai dengan karakteristik sumber daya hutan dan lingkungannya. Hasil penelitian membuktikan 100 calon penerima pinjaman di Provinsi Riau dan Provinsi Kalimantan selatan tidak paham dan tidak melakukan sistem silvikultur. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Setyawan 2002 bahwa pengelolaan hutan rakyat tidak menggunakan silvikultur intensif. Intensitas petani dalam mengelola hutan rakyat juga dipengaruhi oleh jarak lokasi hutan rakyat Lanjutan Lampiran 4 Peraturan perundangan yang terkait tidak langsung dengan PDB HTR SK Substansi Implikasi Analisis tersebut dari rumah. Pasal 40 ayat 55 Tanaman yang dihasilkan dari IUPHHK pada HTR merupakan asset pemegang izin usaha, dan dapat dijadikan agunan sepanjang izin usahanya masih berlaku. Peraturan Kepala Pusat P2H P0.1Pusat P2H-12008 tentang Tata Cara Permohonan, Penyaluran dan Pengembalian Pinjaman Dana Bergulir Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat, pasal 19 bertentangan dengan Pasal 40 ayat 5 PP 6 tahun 2007. Pasal 41 ayat 2. Untuk melindungi hak-hak HTR dalam hutan tanaman, Menteri menetapkan harga dasar penjualan kayu pada HTR. Belum ada peraturankeputusan menteri yang mengatur tentang harga dasar kayu HTR. Pasal 54 ayat 2 IUPHHK pada HTR dalam hutan tanaman dievaluasi setiap 5 lima tahun oleh Menteri sebagai dasar kelangsungan izin. 3 UPHHK hanya diberikan sekali dan tidak dapat diperpanjang. Pasal 5 ayat 2 menimbulkan ketidak pastian usaha bagi pemegang IUPHHK HTR. Ayat 3, belum mengatur tentang tanaman yang ada di atas lahan hutan produksi apabila IUPHHK sudah berakhir. Pasal 71. Setiap pemegang ijin usaha pemanfaatan hutan wajib c melaksanakan penataan batas areal kerja paling lambat 1 satu tahun sejak diberikan IUPHHK dalam hutan alam maupun hutan tanaman; d melakukan perlindungan hutan e. menata-usahakan keuangan kegiatan usahanya sesuai standar akuntansi kehutanan yang berlaku bagi pemegang izin usaha pemanfaatan hutan; f. mempekerjakan tenaga profesional bidang kehutanan dan tenaga lain yang memenuhi persyaratan sesuai kebutuhan; g. melaksanakan sistem silvikultur sesuai dengan kondisi setempat; dan h. menggunakan peralatan pemanfaatan hasil hutan yang sesuai dengan ketentuan Pasal 71. Jika tidak dilaksanakan maka akan dijatuhi sanksi. Point c jika tidak tata batas maka terkena sanksi, d jika tidak melakukan perlindungan maka terkena sanksi e wajib menatausahakan keuangan sesuai standar akuntasi-kehutanan jika tidak maka dikenakan sanksi, kewajiban ini juga mengimplikasikan hak dari pemegang penerima pinjaman untuk memperoleh pendampingan dari pemberi pinjaman dalam melakukan penatausahaan keuangan, tata batas, perlindungan dan sistem silvikultur g yang sesuai dengan yang dipersyaratkan selain itu syarat ini juga terlalu rumit bagi pemegang IUPHHK HTR dari Lanjutan Lampiran 4 Peraturan perundangan yang terkait tidak langsung dengan PDB HTR 161 SK Substansi Implikasi Analisis yang berlaku, i membayar iuran atau dana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. perorangankelompok tani hutan KTH sehingga kemungkinan terjadi pelanggaran atas kewajiban ini sangat besar, yang akan berujung kepada ketidakkepastian usaha. Mempekerjakan tenaga profesional mengandung implikasi pembayaran yang sesuai dengan keprofesionalannya, dana untuk itu, khususnya bagi kelompok tanipetani pemegang IUPHHK sulit untuk dipenuhi dan tidak termasuk ke dalam biaya PDB HTR f. Peralatan pemanfaatan hutan tidak jelas didefisinisikan, bisa multi tafsir g. Iuran harus disosialisasikan secara inetnsif sejak awal sebelum akad kredit sehingga calon penerima pinjaman paham mengenai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi Pasal 75 ayat 2 point a menyusun rencana kerja usaha pemanfaatan hasil hutan kayu RKUPHHK jangka panjang untuk seluruh areal kerja paling lambat 1 satu tahun setelah izin diberikan untuk diajukan kepada bupati atau pejabat yang ditunjuk guna mendapatkan persetujuan, b menyusun rencana kerja tahunan RKT diajukan paling lambat 2 dua bulan sebelum RKT tahun berjalan, c melaksanakan RKT sebagaimana dimaksud pada ayat 3 huruf b yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya bila telah memenuhi kriteria dan indikator yang ditetapkan oleh Menteri, tanpa memerlukan pengesahan dari pejabat yang berwenang self approval d menyampaikan laporan kinerja secara periodik kepada Menteri. Pasal 75, kewajiban pembuatan RKUPHHK, RKT, laporan kinerja sebaiknya dihapus atau disederhanakan bagi pemegang IUPHHK HTR perorangan atau kelompok, karena menyulitkan. Pasal 119. Setiap pengangkutan, penguasaan atau Pasal 119, jika dijalankan maka akan Lanjutan Lampiran 4 Peraturan perundangan yang terkait tidak langsung dengan PDB HTR SK Substansi Implikasi Analisis pemilikan hasil hutan yang berasal dari hutan negara, wajib dilengkapi bersama-sama dengan dokumen yang merupakan surat keterangan sahnya hasil hutan, yang berlaku dan dipergunakan untuk mengangkut hasil hutan didalam wilayah Republik Indonesia. menimbulkan biaya transaksi tinggi Pasal 75 1 Selain melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72, pemegang IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman, wajib; e melaksanakan penatausahaan hasil hutan, f melakukan pengukuran atau pengujian hasil hutan, g melaksanakan sistem silvikultur sesuai lokasi dan jenis tanaman yang dikembangkan, h menyediakan dan memasok bahan baku kayu kepada industri hasil hutan, j melakukan penanaman paling rendah 50 lima puluh perseratus dari luas areal tanaman, bagi pemegang IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman berdasarkan daur dalam waktu paling lambat 5 lima tahun sejak diberikannya izin; dan 3 Selain melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 1, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, dan huruf j, pemegang IUPHHK pada HTR dalam hutan tanaman, wajib : a. menyusun rencana kerja usaha pemanfaatan hasil hutan kayu RKUPHHK jangka panjang untuk seluruh areal kerja paling lambat 1 satu tahun setelah izin diberikan untuk diajukan kepada bupati atau pejabat yang ditunjuk guna mendapatkan persetujuan, b menyusun rencana kerja tahunan RKT diajukan paling lambat 2 dua bulan sebelum RKT tahun berjalan, c melaksanakan RKT sebagaimana dimaksud pada ayat 3 huruf b yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya bila telah memenuhi kriteria dan Jika pasal 75 ini dilanggar oleh pemegang IUPHHK maka akan dikenakan sanksi, hal ini menimbulkan risiko ketidakpastian usaha, yang pada akhirnya berimplikasi pada kemacetan pengembalian dana PDB HTR oleh pemegang IUPHHKpenerima pinjaman Lanjutan Lampiran 4 Peraturan perundangan yang terkait tidak langsung dengan PDB HTR 163 SK Substansi Implikasi Analisis indikator yang ditetapkan oleh Menteri, tanpa memerlukan pengesahan dari pejabat yang berwenang self approval; dan d menyampaikan laporan kinerja secara periodik kepada Menteri. 5 Selain melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, Pasal 72 dan Pasal 73 ayat 1, dan ayat 4 pemegang IUPHHK pada hutan tanaman dilarang : a. menebang kayu untuk pembuatan koridor sebelum ada izin atau tidak sesuai dengan izin pembuatan koridor; danatau b meninggalkan areal kerja. Pasal 129 Sanksi administratif berupa penghentian sementara pelayanan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat 1 huruf a dikenakan kepada : pemegang IUPHHK pada HTI atau pada HTR dalam hutan tanaman pada hutan produksi yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat 1 huruf a, huruf d, huruf h, huruf i, huruf k, atau ayat 3 huruf c. Pelanggar pasal 75 diberi sanksi administratif berupa penghentian layanan administrasi selama satu tahun atau lebih tergantung sanksi administratif yang telah dibuat, risiko usaha meningkat, dan pengaruhnya terhadap pengembalian PDB HTR Pasal 132. pemegang IUPHHK pada HTI atau HTR dalam hutan tanaman pada hutan produksi yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat 1 huruf c, huruf f, atau ayat 3, dengan keharusan membayar denda sebanyak 10 sepuluh kali harga dasar kayu; Sanksi sangat jelas, risiko usaha meningkat, biaya produksi meningkat, dan berpengaruh terhadap pengembalian PDB HTR e. pemegang IUPHHK pada HTR dalam hutan tanaman pada hutan produksi yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat 5 huruf a atau huruf b, dengan keharusan membayar denda sebanyak 15 lima belas kali PSDH; Sanksi sangat jelas, risiko usaha meningkat, biaya produksi meningkat, dan berpengaruh terhadap pengembalian PDB HTR Pasal Pasal 133 Sanksi administratif berupa Sanksi sangat jelas, risiko usaha meningkat, Lanjutan Lampiran 4 Peraturan perundangan yang terkait tidak langsung dengan PDB HTR SK Substansi Implikasi Analisis pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat 1 huruf d dikenakan kepada : pemegang IUPHHK dalam hutan alam pada hutan produksi yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Pasal 71 huruf b angka 3, huruf g, Pasal 73 ayat 1 huruf a, huruf b, huruf d, Pasal 74 huruf f, huruf h, sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, atau dinyatakan pailit oleh pengadilan negeri; biaya produksi meningkat, dan berpengaruh terhadap pengembalian PDB HTR Pasal 133. Sanksi administratif berupa pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat 1 huruf d dikenakan kepada : g. pemegang IUPHHK pada HTR dalam hutan tanaman pada hutan produksi yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Pasal 71 huruf b angka 3, huruf g, Pasal 75 ayat 3 huruf a, huruf b, ayat 5 huruf b, sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, atau dinyatakan pailit oleh pengadilan negeri Sanksi sangat jelas, risiko usaha meningkat, biaya produksi meningkat, dan berpengaruh terhadap pengembalian PDB HTR Peraturan Menteri Kehutanan No P.16Men-hut-II2008 tentang Kriteria Usaha Mikro, Kecil, Menengah UMKM dan Koperasi yang dapat memperoleh fasilitas Kredit dengan Pembiayaan dengan penjaminan Pasal 2 ayat 2. UMKM dan koperasi yang dapat memperoleh fasilitas kreditpembiayaan adalah a UMKM dan koperasi yang menjadi binaan Departemen Kehutanan, b UMKM dan koperasi yang ada kaitannya dengan hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan yang usahanya berdampak langsung kepada pemberdayaan masyarakat sekitar hutan, c jenis usaha yang dilakukan menguntungkan, berkelanjutan dan telah Ayat a memiliki implikasi bahwa petani secara perorangan tidak mendapat pembinaan, demikian pula kelompok tani. Ayat b menunjukkan bahwa konsumsi yang dibutuhkan pada saat membangun hutan tidak menjadi bagian dalam pembiayaan kredit, ayat ini mengasumsikan bahwa anggota koperasi harus mempunyai pekerjaan sampingan Lanjutan Lampiran 4 Peraturan perundangan yang terkait tidak langsung dengan PDB HTR 165 SK Substansi Implikasi Analisis terbangun sistem pemasaran selain pekerjaan yang ada kaitannya dengan hutan. Ayat c di mana usaha hutan rakyat yang dibangun belum dapat diprediksi menguntungkan atau tidak, berkelanjutan atau tidak dan rata-rata belum terbangun sistem pemasaran. Dalam hal ini pemerintah mengganggap bahwa kapasitas petani telah cukup Peraturan Menteri Kehutanan, Nomor P.07Menhut-II2008 tentang Perubahan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.45Menhut-II2007 tentang Tata Cara Izin Peralatan Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan tanaman Industri dalam Hutan Tanaman Ketentuan Pasal 9 ayat 4, ayat 5 dan ayat6 menjadi 1 satu pasal baru yaitu pasal 9A yang di sisipkan diantara Pasal 9 dan Pasal 10, ayat 1 dan 2 yang berbunyi 1 kepada pemegang izin yang memiliki persediaan hasil hutan kayu yang berasal dari penebangan yang sah, tetapi alatnya telah berakhir maka untuk mengumpulkan, memuat dan mengangkut kayu tersebut izin alat diajukan kepada Kepala Dinas Provinsi, 2 Izin alat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diterbitkan oleh Kepala Dinas Provinsi dengan masa berlaku paling lama 8 delapan bulan sejak keputusan pemberian izin diberikan Biaya transaksi besar karena tiap mau panen 8 Bulan harus mengajukan izin ke Kepala Dinas Provinsi Peraturan Menteri kehutanan Republik Indonesia Nomor P.07Menhut-II2010 tentang Pelimpahan sebagaian urusan pemerintahan dekonsentrasi bidang kehutanan tahun 2010 kepada 33 gubernur pemerintah Provinsi selaku wakil pemerintah Lampiran pasal tersebut menyebutkan kewenangan Gubernur di tiap provinsi berlainan Antara provinsi yang satu dengan provinsi yang lain, namun demikian yang berkaitan dengan HTR adalah kewenangan untuk supervisi penggunaan peralatan pada hutan tanaman, koordinasi penyelesaian kasus pada hutan tanaman, pembinaan pemanfaatan hutan tanaman, sosialisasi pembangunan hutan tanaman, survey pembangunan hutan tanaman, pengawasan dan pengendalian industri pengolahan hasil hutan kayu, survey harga hasil hutan, Walaupun peraturan tersebut hanya berjalan sampai 31 Desember 2010, namun dibatasinya kewenangan di tingkat gubernur provinsi-tidak boleh didelegasikan ke kabupaten dan desapasal 3, maka percepatan penyaluran kredit dan evaluasinya akan menemui hambatan, karena semua kewenangan ada di BLU Pusat P2H, Jakarta high transaction cost Lanjutan Lampiran 4 Peraturan perundangan yang terkait tidak langsung dengan PDB HTR SK Substansi Implikasi Analisis pembinaan dan penertiban hasil hutan kayu Peraturan Menteri Kehutanan Republik indonesia Nomor P.30Menhut-II2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.9Men-hut- II2010 tentang Izin pembuatan dan pembuatan Koridor HTR pada hutan produksi diwajibkan membuat izin pembuatan dan penggunaan koridor kepada pihak yang berwenang pasal 4 ayat 1, permohonan ijin tersebut diajukan oleh pemegang ijin kepada gubernur dengan tembusan kepada direktur jenderal, kepala dinas provinsi, kepala dinas kabkota dan kepala balai pemantapan kawasan hutan. Dengan persyaratan a rencana trace koridor yang dibuat pada peta skala 1:25.000, b surat penyataan tidak berkeberatan dari pemegang IUPHHK, apabila koridor yang akan dibuat melalui areal kerja IUPHHK pihak lain, c surat keteranngan dari pemerintah kabkota apabila koridor yang akan dibuat melalui APLKBNK Rumit, menyulitkan pemegang IUPHHK HTR, biaya transaksi tingggi high transaction cost Sumber: Analisis data primer dan sekunder Lampiran 5 Permohonan pinjaman dana bergulir untuk pembangunan HTR Tahun 2009 No Nama KoperasiKTH dan No. SK. IUPHHK-HTR Lokasi Usulan Proposal Luas Ha. Rp. 1. Koperasi X No. 505602K2008 Kab. Mandailing Natal, Sumut 8.794 87.940.000.000,- 2. Koperasi R No. 171 Th. 2009 Kab. Halmahera Selatan, Malut 4.680 39.929.000.000,- 3. KSU. Y No.154 tahun 2009 Kab. Nabire,Papua 3.107 26.588.613.000 Sumber: BLU Pusat P2H Lampiran 6 Data Permohonan PDB HTR No Provinsi Kabupaten KTHKoperasi keterangan 1 Sumut Mandailing Natal 1 koperasi Penyaluran 2 Jambi Tebo 1 Koperasi Penyaluran 3 Maluku Utara Halmahera Selatan 1 koperasi Melengkapi syarat administrasi 4 Sulawesi Utara Minahasa Utara 34 KTH Proses Administrasi 16 KTH, 5 KTH ditunda, 7 KTH sedang dalam tahap analisa pinjaman, 3 KTH proposalnya belum ada, 3 KTH proses akad kredit Minahasa Selatan 39 KTH Ditolak 2 KTH, ditunda 37 KTH Bolmongtim 11 KTH Proses Administrasi 5 NTB Dompu 1 koperasi Proses Administrasi 6 Maluku Utara Halmahera Barat 1 Koperasi Proses Administrasi Sumber: BLU Pusat P2H 2011 diolah Lampiran 7 Lampiran 7a Rincian pegawai BLU Pusat P2H berdasarkan latar belakang pendidikan, Tahun 2007 sd 2009 No Pendidikan D3 S1 S2 S3 Ket 1 Kehutanan 2 7 - - 2 Akuntansi 4 1 - - 3 PerbankanKeuangan 1 - 3 - 4 Administrasi - 1 - - 5 Hukum - 4 - - 6 Informatika 1 - - - 7 Lingkungan - - - 1 Strata pendidikan 8 12 4 1 Sumber: Blu Pusat P2H Lampiran 7b Daftar pelatihan pegawai BLU Pusat P2H Tahun 2008 No Jenis Pelatihan Jml org Penyelenggara 1 Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan BLU dan Sistem Akuntansi Serta Pelaporan Keuangan Pemerintah 3 Himpunan Pensiunan Pegawai Departemen Keuangan 2 Pembinaan Dan Pelatihan Sistem Akuntansi Barang Milik Negara Dan Sistem Pelaporan Barang milik Negara Lingkup UAPPB E-1 1 Biro Umum Setjen Dephut 3 Penyegaran Sistem Akuntansi Keuangan 1 Biro Keuangan Setjen Dephut 4 Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah 1 Departemen Keuangan RI 5 Pelatihan Manajemen Pengadaan BarangJasa III 1 Biro Umum Setjen Dephut 6 Pembinaan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara Lingkup UAPPB E-1 2 Biro Umum Setjen Dephut Total 9 Sumber: BLU Pusat P2H Lampiran 8 Daftar rincian inhouse training pegawai BLU Pusat P2H sampai dengan Tahun 2008 dan 2009 No. Jenis pelatihan Jml Org Instruktur 1. Perundang-undangan Kehutanan kewenangan pangkal Otonomi 9 Ir. Deny Kustiawan 2. Pengenalan alat GPS praktek 5 Ir.Bugi Sulaeman 3. Penyusunan Lap.Keuangan 8 Abadi Djafar SE 4. Penyusunan Laporan Barang Inventaris 4 Abadi Djafar SE 5. Pembinaan Pegawai 9 Nilai Dasar Rimbawan dan Capita selecta BLU 25 Ir.Mujihanto Soemarmo MM Ir.Deny Kustiawan 6. Administrasi Kepegawaian 17 Ir.Darudono M.P. 7. Teknik penilaian proposal pinjaman dana bergulir 11 Dr.Ir.Amir Wardhana M.For,Sc 8. Teknik penyusunan RBA 25 Dery Wanta ELSDA 9. Pengenalan SKIM JUN 12 Ir.Haryono KPWN 10. Pengenalan Skim Kredit pola Syariah 2 Staf Bank Mandiri Total 118 Sumber: BLU Pusat P2H Lampiran 9 Rincian pengukuran kinerja Pusat P2H Tahun 2008 No Kegiatan Volume Anggaran Rp.X 1.000 Targ. Real. Target Realisasi 1 Penyusunan dan penyempurnaan peraturan 8 8 100 460.000 210.120,40 45,67 2 Penyiapan sarana perkantoran 12 12 100 307.680 177.936,03 57,83 3 Penyiapan pembangunan prasarana gedung 153 153 100 1.173.700 1.043.241,45 89,00 4 Penyelesaian akad kredit 12 157.500 0,00 5 Pelaksanaan pembinaan 10 5 50 385.000 0,00 6 Pengelolaan gaji, honorarium dan tunjangan 87 76 87,35 488.400 366.900 75,12 7 Pembuatan sistem evaluasi proposal pinjaman 1 340.000 0,00 8 Sosialisasi di 19 Provinsi 19 18 94,73 828.000 377.047,82 45,53 9 Pelatihan pendampingan di 6 Provinsi 6 angkatan 6 6 100 408.000 391.525,60 96 10 Konsultasi pendampingan HTR 8 7 88 99.000 97.457,60 98 11 Konsultasi dengan instansi terkait 55 5,5 10 728.850 70.265,80 9,64 12 Pengendalian dan evaluasi kegiatan 26 360.000 0,00 13 Uji petik penilaian lapangan pemohon HTRHTI 26 780.000 0,00 14 Penyusunan Rencana Strategis Bisnis RSB 1 1 100 44.000 34.205 77,70 15 Penyusunan rencana kegiatan dan anggaran RKAKL 1 1 100 44.000 33.970 77,20 16 Penyempurnaan RHL 5 tahun 1 22.000 0,00 17 Penyusunan Rencana Bisnis 1 1 100 88.000 33.410.000 38,00 Lanjutan Lampiran 9 Rincian pengukuran kinerja Pusat P2H Tahun 2008 No Kegiatan Volume Anggaran Rp.X 1.000 Targ. Real. Target Realisasi Anggaran RBA 2009 18 Laporan keuangan semester dan tahunan 1 1 100 44.000 33.845 78,00 19 Rapat Koordinasi keuangan dengan instansi terkait 1 97.134 0,00 20 Penyusunan perencanaan dan pengembangan program 10 provinsi 10 9 90 247.500 169.064,50 68,30 21 Audit independent laporan keuangan 2008 1 75.000 0,00 22 Workshop 5 2 40 250.000 100.519,50 40,21 23 Pembuatan proposal tarif dan remunerasi 1 119.000 0,00 24 Pembuatan sistem aplikasi pengawasan dan manajemen risiko 1 50.000 0,00 25 Pemeliharaan HTI 14.000 Ha 14 rb 10.550.400 0,00 26 Pembangunan HTI 147.003.702 Ha 147 rb 655.799.840 0,00 27 Pembangunan HTR 220.505.553 Ha 220 rb 983.669.760 0,00 TOTAL 54 Sumber: BLU Pusat P2H Lampiran 10 Rincian pengukuran kinerja Pusat P2H Tahun 2009 No Kegiatan Volume Anggaran Rp.X 1.000 Targ. Real Targ. Real 1. Penyusunan dan penyempurnaan peraturan 150 123 82 67.500 55.121 81,66 2. Penyiapan sarana perkantoran 1 1 100 214 164,350 77 3. Penyelesaian akad kredit 60 300.000 4. Pelaksanaan pembinaan 1 1 50 50 100 5. Pengelolaan gaji, honorarium dan tunjangan 420 324 77,14 115 81 77,14 6. Pembuatan sistem evaluasi proposal pinjaman 1 100 7. Sosialisasi di 20 Provinsi 20 17 84,98 800 679,875 84,98 8. Pelatihan pendampingan di 11 Provinsi 11 angkatan 11 9 81,82 550 450 81,82 9. Rapat Konsultasi teknis pembiayaan pembangunan hutan tanaman dengan instansi terkait di 8 provinsi 8 6 494 284,675 57,62 10. Penyusunan perencanaan dan pengembangan program 10 provinsi 20 20 100 90 89,991 100 11. Workshop 3 3 100 201 195,633 98 12. Pembuatan aplikasi sistem akuntansi keuangan dan pelaporan 1 250 Total 370.364 57.116,524 15 Sumber: Blu Pusat P2H Lampiran 11 Rincian Indikator Sasaran Tahun 2010 sd 2014 No Indikator Sasaran Satuan Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 A Sasaran 1 1 Proposal permohonan pinjaman yang dinilai Buah 190 320 327 335 343 2 Proposal permohonan pinjaman yang disetujui jumlah yang dinilai 159 80 266 80 272 80 279 80 286 80 3 Penandatangan-an akad kredit Buah 159 266 272 279 286 4 Dana bergulir yang disalurkan dari Rp. milyar 787,52 100 1.063,55 100 1.079,11 100 1.096,17 100 1.113,24 100 5 Monitoring dan evaluasi kinerja peminjam dana bergulir dari jumlah peminjam 159 100 266 100 272 100 279 100 286 100 6 Pembuatan penyempurnaan sistem aplikasi Buah 1 4 2 2 2 7 Penerimaan pengembalian pinjaman dana bergulir jumlah penyaluran - - - - - 8 Penagihan pengembalian pinjaman dana bergulir jumlah peminjam - - - - - B Sasaran 2 9 Jumlah peminjam dana bergulir yang dibina Orang 2.323 4.027 4.123 4.228 4.334 10 Jumlah lembaga peminjam dana bergulir yang dibina Unit 159 266 272 279 286 11 Jumlah tenaga pendamping yang dilatih Orang 191 331 339 348 357 Sasaran 3 12 Peraturan Pusat P2H yang tersusun Buah 5 7 5 5 4 13 Jumlah pegawai Pusat P2H yang Orang 12 20 27 31 31 Lanjutan Lampiran 11 Rincian Indikator Sasaran Tahun 2010 sd 2014 No Indikator Sasaran Satuan Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 dilatih 14 Jumlah pegawai yang mendapatkan sertifikasi Orang 10 10 12 15 20 Sumber: BLU Pusat P2H Lampiran 12 Perbandingan 8 Prinsip Pengembangan Organisasi antara BLU Pusat P2H dan PUAP No Indikator BLU PUSAT P2H Penyaluran Dana BLM PUAP oleh Gapoktan Mandiri Jaya dan Gapoktan Tani Maju 1 Simplicity Persyaratan Rumit, dimana kredit HTR memiliki 29 dua puluh sembilan prosedurlangkah yang harus dilalui untuk memperoleh IUPHHK- HTR dan terdapat 30 tiga puluh langkah yang harus dilalui serta 10 sepuluh organisasi yang terlibat sampai dana kredit tersebut cair Sederhana: hanya KTP, KK, Surat jaminan, rencana usaha Jumlah Pinjaman Rp. 9.115.525 Ha sampai Rp. 12.602.126 Ha Rp. 250.000 sampai Rp. 5.000.000 Produk Pinjaman Satu pilihan pinjaman Untuk pertanian kegiatannya bebas contohnya untuk pupuk, pengolahan tanah, bibit dan dagang Jumlah nasabah Adanya jumlah minimal 5 orang dalam 1 grup yang diperkenankan untuk meminjam Perorangan tetapi harus menjadi anggota kelompok tani Jangka waktu permohonan sampai disetujui 30 hari kerja, 2 sampai 3 minggu Penerimaan Pengembalian Pokok dan Bunga PDB Pembangunan HTR 3 hari 1 hari Penagihan pengembalian pokok dan bunga tertunggak PDB Pembangunan HTR 4 hari Tidak ada ketentuan sampai terbayar, tetapi tetap menggunakan cara kekeluargaan Pengambil-alihan aset atau Jaminan bagi debitur yang menunggak 31 hari 31 hari Tidak ada ketentuan, tapi tidak pernah ada diambil asetnya, karena petani tetap bayar walaupun terlambat Penyelesaian pengembalian pinjaman termasuk pokok dan bunga bagi debitur yang 3 hari Tidak ada ketentuan Lanjutan Lampiran 12 Perbandingan 8 Prinsip Pengembangan Organisasi antara BLU Pusat P2H dan PUAP No Indikator BLU PUSAT P2H Penyaluran Dana BLM PUAP oleh Gapoktan Mandiri Jaya dan Gapoktan Tani Maju bermasalah jaminan Jaminan berupa tegakan hutan Memerlukan jaminan sertifikat atau barang berharga yang ada di rumah waktu Jangka panjang maksimal 8 tahun umur daur 10 bulan, bisa tambah tergantung kesepakatan 2 Kemampuan menjangkau nasabah informasi nasabah Informasi yang lengkap tentang petani, pengusaha, koperasi tidak diketahui dengan pasti karena kedudukan BLU Pusat P2H hanya ada di Jakarta. Informasi yang lengkap tentang nasabah diketahui dari ketua kelompok tani dan tentangga kiri kanan mengenai track record utang piutang memiliki tunggakan di tempat lain atau tidak Biaya transport survey Tinggi, satu kali survey biaya per orang Max Rp. 6,2 juta OT. Satu kali survey rata-rata 2 orang dari BLU, 1 orang dari BPKH, 1 orang dari Dinas Kehutanan Kab, 1 orang dari BP2HP. Semua dibiaya ditanggung BLU DIPA sehingga 6,2 juta X 5 orang = Rp 31 juta survey rendah Salah pilih penerima pinjaman Adverse selection Tinggi BLU hanya menerima berkas administrasi yang sudah lengkap sementara pengecekan bukan oleh BLU tapi oleh kepala desa, Dinas Kehutanan Kabupaten dan BP2HP rendah Ingkar janji Moral hazard Tinggi, akibat karakteristik hutan, dalam area yang luas, tofografi yang beragam, dan SDM yang tidak mencukupi. rendah 3 Permintaan Kredit Demands driven Kredit dibuat berdasarkan pada analisa kemungkinan Sesuai dengan kebutuhan pengguna walaupun terbatas untuk usaha pertanian dan perdagangan Lanjutan Lampiran 12 Perbandingan 8 Prinsip Pengembangan Organisasi antara BLU Pusat P2H dan PUAP No Indikator BLU PUSAT P2H Penyaluran Dana BLM PUAP oleh Gapoktan Mandiri Jaya dan Gapoktan Tani Maju kemampuan pengembalian kredit dari nasabah Jumlah pinjaman Ditentukan dengan kisaran Rp. 9.115.525 terendah s.d Rp. 12.602.126 tertinggi Tidak ditentukan tetapi disesuaiakan dengan kebutuhan nasabah Peminjaman berulang Tidak diperbolehkan diperbolehkan 4 Transparancy dalam pembiayaan Tidak transparan khususnya biaya pengurusan perizinan areal untuk HTR, biaya pengurusan persyaratan administrasi, dan biaya penyaluran Tidak ada biaya untuk mendapatkan kredit, tetapi jika penunggak meninggal dunia maka ahli waris harus melanjutkan pembayaran kredit kecuali ada pertimbangan lain, misalnya melihat kemampuan dari debitur hutang dihapuskan setelah melalui rapat anggota Biaya administrasi Tidak ada Tidak ada Denda keterlambatan pembayaran Tidak diatur Tidak ada denda Transparan dalam keuntungan Belum diketahui Transparan melalui rapat anggota 5 Penggantian biaya operasional Cost recovery Biaya operasional terus berjalan sementara pendapatan belum ada Dapat membiayai operasional termasuk gaji karyawan, pembimbing dan terjadi peningkatan modal sebesar 25-250 6 Keberlanjutan Sustainability Diperkirakan tidak akan berkelanjutan jika kelembagaan tidak diubah berkelanjutan 7 Pelatihan secara kontinyu Continous Training dilaksanakan Dilaksanakan termasuk pelatihan sebelum dana BLM PUAP tersebut cair, baik mengenai kelembagaan kelompok tani, cara pengelolaan anggota kelompok maupun cara pengelolaan uang Peran penyuluh Kecil penyuluh kurang paham mengenai kredit HTR Besar, seminggu dua kali penyuluh datang 8 Pengawasan thd Perencanaan Dilaksanakan Dilaksanakan Pelaksanaan Belum dilaksanakan Dilaksanakan Kewajiban pembuatan laporan Ada kepada Kepala Pusat P2H di jakarta Tidak ada Lanjutan Lampiran 12 Perbandingan 8 Prinsip Pengembangan Organisasi antara BLU Pusat P2H dan PUAP No Indikator BLU PUSAT P2H Penyaluran Dana BLM PUAP oleh Gapoktan Mandiri Jaya dan Gapoktan Tani Maju pelaksanaan fisik dan penggunaan keuangan untuk nasabah dengan tembusan kepada kepala dinas provinsi dan kabupaten, kepala BP2HP, Kewajiban pembuatan laporan bagi Pengurus ada Ada kepada BP3K, dan Camat Sumber: Analisis Data Primer Lampiran 13 Kriteria yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan rumah tangga penduduk desa sampel Kriteria Miskin Menengah Sejahtera Tempat tinggal Tidak atau semi permanen Kondisi diantara miskin dan sejahtera Rumah permanen Kepemilikan kendaraan bermotor Tidak memiliki Mobil atau sepeda motor Kepemilikan furniture Tidak memiliki Memiliki Kepemilikan hewan ternak Sedikit Banyak Kepemilikan lahan tanaman kayu-kayuan mahonikaret Kurang dari 1 ha Lebih dari 2 ha Jaminan keamanan penghasilan Tidak ada jaminan Terjamin Pendidikan anak-anak Paling tinggi SLTP SMA Lampiran 14 Matrik hasil evaluasi kredit usaha konservasi daerah aliran sungai KUK DAS di Indonesia Pokok- pokok Kondisi hasil evaluasi tahun 2005 Hasil yang diharapkan Masalah Kapasitas pemberi pinjaman 1. Kredit sudah jatuh tempo, pengembalian masih kecil, kredit macet 2. Bank banyak yang belum mengajukan klaim 3. Dokumen di BPDASDishut PropKab tidak adatidak lengkap 4. Laporan Rutin hanya oleh Bank 1. Petani yang kreditnya jatuh tempo sudah melunasimengangsur 2. Bank aktif menagih kepada petani 3. Dokumen lengkap di instansi terkait 4. Laporan disampaikan kepada instansi terkait sosialisasi yang lengkap tentang pelaksanaan kredit 1. administrasi di BPDAS dan Dishut tidak lengkap Pembinaan oleh pemberi pinjaman 1. Hasil usaha tani banyak yang sudah dipanen atau dijual baik berupa tanaman maupun ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup 2. Lahan banyak yang sudah berganti jenis komoditinya 3. proses sertifikat banyak yang belum beres 4. Bangunan Konservasi tanah sudah tidak terpelihara 1.Hasil usaha taniternak untuk membayar angsuran kredit dan membiayai usaha tani berikutnya 2. Lahan petani yang memenuhi syarat dibuatkan sertifikat dengan biaya yang terjangkau dan tercantum dalam RDKK 3. Bangunan konservasi tanah masih berfungsi dengan baik dalam mengurangi laju erosi dan sedimentasi 1. Kegagalan dan kualitas hasil usaha tani yang rendah menyebabkan hasil yang diterima petani cukup kecil, sehingga tidak cukup untuk mengangsur dan membiayai kegiatan usaha tani selanjutnya 2. Tidak ada biaya khusus untuk pemeliharaan bangunan konservasi tanah, selain itu petani juga kurang merasakan manfaat bangunan konservasi tersebut dibandingkan dengan biaya pembuatannya Peraturan perundangan yang tidak konsisten 1. Tim pembina yang masih ada maupun bubar sudah tidak aktif lagi dan belum dibuat tim pembina yang baru 2. Kelompok tani rata- rata sudah tidak aktif lagi, kecuali di provinsi Bali aktif, di provinsiSUMUT dan Sulteng masih mengadakan pertemuan kelompok tahun 2005 3. Sosialisasi tentang KUK DAS masih kurang sehingga petani berangapan bahwa kreditnya tidak perlu dilunasidiputihkan 1.Terdapat tim pembina yang dibentuk Gubernur. Dan apabila sudah bubartidak aktif agar dibentuk kembali 2. Evaluasi dilaksanakan oleh tim pembina sehingga klaim kredit macet dapat diajukan 3. kelompok tani aktif melaksanakan kegiatan 1. Implementasi UU otonomi daerah menyebabkan perubahan organisasi di pemerintahan daerah sehingga instansi yang semula menangani KUK DAS sudah tidak ada lagi 2. Tidak ada hierarki antara provinsi dengan kabupaten mempersulit pengorganisasian KUK DAS di lapangan 3. Tidak ada insentif bagi penyuluh lapangan 4. Beberapa provinsi belum melaksanakan evaluasi karena tim Pembina tidak ada atau Lanjutan Lampiran 14 Matrik hasil evaluasi kredit usaha konservasi daerah aliran sungai KUK DAS di Indonesia Pokok- pokok Kondisi hasil evaluasi tahun 2005 Hasil yang diharapkan Masalah bubar sehingga klaim belum dapat diajukan 5. Kelompok tani belum mandiri dan masih tergantung pada figurtokoh desapelatihan lebih terfokus kepada ketua kelompok tani Sumber: Departemen Kehutanan 2005 185 Lampiran 15 Matrik hasil evaluasi Kredit Usaha Hutan Rakyat KUHR di Indonesia Pokok- pokok Kondisi saat evaluasi tahun 2005 Hasil yang diharapkan Masalah Kemitraan 1. Dengan sistem penyaluran dana secara chanelling tanggung jawab mitra dalam pelaksanaan KUHR tidak ada, pihak bank hanya sebagai penyalur dan tidak bertanggungjawab terhadap pengembalian kredit. Selain itu. Bank tidak meneliti kebenaran jaminan perusahaan corporated guaranted yang diserahkan mitra usaha 2. Mitra yang tidak diikat perjangjian kerjasama dengan Bank meskipun yang menarik dana adalah mitra berdasarkan surat kuasa dari kelompok tani. Tanggungjawab ada di petani karena yang akad kredit petani 3. Penarikan dana oleh mitra ada yang sesuai RDKK dan fisik lapangan telah mencapai target. Tetapi ada mitra usaha yang telah menarik dana 100, tetapi fisik lapangan belum selesai 4. Mitra usaha sudah tidak lagi melaporkan perkembangan kegiatan KUHR 1. Mitra ikut bertanggungjawab dalam pengembalian kredit, bank ikut aktif menagih angsuran KUHR yang telah jatuh tempo. Bank juga seharusnya meneliti kebenaran corporated guaranted yang diserahkan mitra usaha 2. Tanggung jawab pengembalian kredit tidak hanya petani akan tetapi juga mitra usaha karena yang menarik dana adalah mitra usaha 3. Dana yang telah ditarik dipergunakan untuk pembuatan hutan rakyat sesuai RDKK, sehingga kegiatan usaha hutan rakyat dapat berhasil 4. Mitra usaha harus melaporakan secara rutin perkembangan kegiatan KUHR 1. Mitra hanya sebagai koordinator dalam pengembalian kredit, bank tidak aktif dalam penagihan. Jaminan Perusahaan Corporated guaranted hanya berisi surat keterangan bukan merupakan jaminan aset 2. Adanya dana yang ditarik dan tidak dipergunakan seluruhnya untuk membiayai kegiatan HTR 3. Mitra tidak lagi mengirimkan laporan perkembangan kegiatan KUHR sehingga kondisi di lapangan dan permasalahannya tidak segera diketahui pembinaan 1. Ada tanaman dan diperkirakan cukup untuk mengembalikan pokok dan bunga kredit 2. Ada tanaman tetapi hasilnya diperkirakan tidak cukup untuk mengembalikan pokok dan bunga kredit karena kondisi pertumbuhan tanaman yang tidak baik. Namun ada pula yang gagal sama sekali 1. Persentase tanaman tumbuh tinggi 80 demikian juga dengan pertumbuhan tanaman baik, terpelihara dengan baik sehingga sebagian hasilnya dapat untuk mengembalikan pokok bunga dan kredit 1. Kegagalan dan kualitas hasil usaha tani yang rendah menyebabkan hasil yang diterima petani juga kecil, sehingga tidak cukup untuk mengansur dan membiayai kegiatan usaha tani selanjutnya 2. Banyak mitra usaha yang sudah tidak aktif lagi, bahkan beberapa ada yang sudah menjalani Lanjutan Lampiran 15 Matrik hasil evaluasi Kredit Usaha Hutan Rakyat KUHR di Indonesia Pokok- pokok Kondisi saat evaluasi tahun 2005 Hasil yang diharapkan Masalah akibat bencana alam maupun serangan hama dan penyakit 3. Tanaman ada yang sudah dipanen tanpa pemberitahuan kepada pihak yang berwenang terlebih dahulu dan hasilnya tidak untuyk mengangsur kredit 4. Ada mitra usaha yang masih aktif dalam kegiatan KUHR, ada yang sudah tidak aktif lagi, ada yang keberadaannya sudah tidak diketahui lagi, dan ada yang sedang menjalani proses hukum berkaitan dengan pelaksanaan KUHR yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku 2. Mitra usaha masih aktif dalam pembinaan KUHR sehingga mendukung keberhasilan usaha tani KUHR 3. Mitra Usaha seharusnya benar- benar menyalurkan seluruh dana KUHR kepada petani proses peradilan akibat pelaksanaan kredit yang tidak sesuai dengan aturan 3. Sebagian besar mitra tidak memiliki struktur organisasi yang mengurusi KUHR Koordinasi dan monitoring 1. Dengan adanya otonomi daerah penanganan KUHR diserahkan dari Kanwil Dephutbun ke Dinas Kabupaten 2. Ada Dinas Kabupaten yang masih aktif melaksanakan pembinaan, terutama pada lokasi KUHR yang berhasil dan mitra usahanya aktif 3. Di Lokasi Kegiatan KUHR gagal atau mitra usahanya mermasalah, kegiatan pembinaan jarangtidak silaksanakan 4 Ada Kelompok tani yang masih aktif melaksanakan kegiatan kelompok, tetapi banyak juga yang sudah tidak aktif lagi 5. Kelompok tani pada umumnya bru dibentuk untuk mendapatkan kredit 1. Dinas Kabupaten bertanggungjawab terhadap pembinaan KUHR dan bertanggungjawab atas keberhasilan usaha tani hutan rakyat di wilayahnya karena sebelumnya secara institusional telah memberikan rekomendasi teknis kepada mitra usaha dan petani penerima kredit dalam pencairan dana 2. Kelompok tani penerima kredit merupakan kelompok tani yang sudah mapan, namun memerlukan bantuan modal untuk pengembangan usahanya 1. Adanya Dinas Kabupaten yang tidak melaksanakan pembinaan, bahkan ada yang tidak mengetahui kegiatan tersebut ada di wilayahnya dikarenakan penggantian pejabat, juga karena mitra sudah tidak aktif lagi 2. Sosialisasi kegiatan KUHR sangat minim kepada petani 3. Kelompok tani tidak aktif lagi setelah kegiatan usaha taninya gagal dan ditinggalkan oleh mitrea usaha Sumber: Departemen Kehutanan, 2005 Lampiran 16 Alternatif skema kredit

1. Pembayaran Jasa Lingkungan PJL atau PES Payment for Environmental Services

Sumber: Nanang Ropandi, Direktur Eksekutif APHI, Komunikasi Pribadi di Jakarta pada November 2008  Prinsip-prinsip yang menjadi pegangan bagi Pembayaran Jasa Lingkungan PJL atau Payment for Environment Services PES yaitu: a. Prinsip Service Againt Money beneficiaries pay Dalam hal ini penerima jasa harus membayar kepada pemberi jasa. b. Prinsip Polluter Pays Dalam prinsip ini siapa yang membuat polusi diwajibkan untuk membayar kompensasi yang hasilnya akan dipergunakan untuk menunjang pembangunan yang berwawasan lingkungan. Kewajiban tsb. tidak menghilangkan kewajiban industri untuk membatasi limbah. c. Prinsip Government Pays d. Prinsip Negosiasi Pembayaran harus bersifat bisnis didorong oleh keinginan yang kuat willingness to pay and or to sale. e. Prinsip to cover the opportunity costloss f. Prinsip internalisasi eksternalitas tax deductible g. Pembayaran jasa lingkungan bukan penerimaan negara dan bukan pajak h. Pembayaran jasa lingkungan bukan tiket pihak pembayar untuk mencemari lingkungan.  Sumber jasa lingkungan hutan sangat banyak, akan tetapi saat ini yang paling mungkin dikembangkan adalah: a. Jasa Pengaturan Tata Air Produsen jasa : pemilik dan atau pengelola hutan di daerah tangkapan air bagian hulu DAS yang bersangkutan. Konsumen atau penerima jasa adalah : - Pengelola waduk atau bendungan - Industri listrik hidro - Industri yang memerlukan air bagi proses produksinya - Industri air bagi rumah tangga PDAM - Industri minuman kemasan - Pertanian beririgasi, termasuk perikanan darat - Industri transportasi sungai dan danau - Industri pariwisata Lanjutan Lampiran 16 Alternatif skema kredit b. Jasa Perlindungan dan Penyediaan Keindahan Bentang Alam dan Iklim Mikro Produsen Jasa : Pemilik dan atau pengelola hutan di lingkungannya. Konsumenpenerima jasa ialah : - Industri pariwisata, hotel, restoran, camping ground, out-bond, dan lainnya - Wisatawan biasa, budaya, pendidikan, religi c. Jasa Rosot Karbon dan Penyimpanan Karbon Produsen Jasa : Pemilik dan atau pengelola hutan. Konsumenpenerima jasa adalah : - Negara industri Annex I dalam kerangka Kyoto Protocol dan Non Kyoto Protocol. - Industri pengguna bahan bakar fosil dan bahan polutif lainnya mesin, transport, rumah tangga. - Transportasi pengguna bahan bakar fosil - Industri pertambangan migas, batu bara, aneka tambang d. Jasa Perlindungan dan Penyediaan Keanekaragaman Hayati Biodiversity Produsen Jasa : Pemilik dan atau pengelola hutan dengan fungsi perlindungan dan atau pengawetan konservasi. Konsumenpenerima jasa adalah : - Negara industri maju - Lembaga riset dan pendidikan - Industri Farmasi dan Kosmetika - Industri bioteknologi - Pengusaha budidaya tanaman obat dan bahan kosmetika - Industri pariwisata - Industri penangkar satwa liar Saat ini jasa lingkungan hutan terkait karbon, khususnya Rosot Karbon sedang menjadi isu yang panas. Dunia sedang didorong untuk mereorientasikan rencana pembangunannya ke arah low carbon growth, disertai inovasi mekanisme pendanaan yang kondusif. 2. Skema Dana Bergulir sesuai Permenhut P.48Menhut-II2008 tentang Standar Biaya Pembangunan Hutan Tanaman Industri dan HTR jo Permenhut Republik Indonesia Nomor: P.64Menhut-II2009 tentang Standar Biaya Pembangunan HTI dan HTR. Lanjutan Lampiran 16 Alternatif skema kredit Tabel 1 Plafond pinjaman HTIHTR Per Ha No KEGIATAN HTI Rp.Ha HTR Rp.Ha A PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA Pembuatan Bangunan, Pengadaan Peralatan dan Pembuatan Jalan 2.062.500 Pemeliharaan Sarana Prasarana 27.500 Jumlah 2.090.000 B ADMINISTRASI UMUM Pendidikan dan Pelatihan 41.250 Penelitian dan Pengembangan 82.500 Biaya Umum 825.000 Penilaian 82.500 Jumlah 1.031.250 C PENANAMAN Persemaian dan Pembibitan 2.038.200 2.038.200 Persiapan Lahan 2.706.500 2.706.500 Penanaman 575.700 575.700 Jumlah 5.320.400 5.320.400 D PEMELIHARAAN Pemeliharaan Tahun I 911.200 911.200 Pemeliharaan Tahun II 717.700 717.700 Pemeliharaan Tahun III 630.000 630.000 Pemeliharaan Lanjutan I 358.300 358.300 Pemeliharaan Lanjutan II 179.100 179.100 Jumlah 2.796.300 2.796.300 E PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN HUTAN Pengendalian Hama Penyakit 219.200 219.200 Pengendalian Kebakaran 93.000 93.000 Pengamanan Hutan 103.000 103.000 Jumlah 415.200 415.200 JUMLAH TOTAL 11.653.150 8.531.900 Lanjutan Lampiran 16 Alternatif skema kredit Tabel 2 Penyaluran pinjaman dana bergulir untuk pembangunan HTR Thn Petak Petak Petak Petak Petak Petak Petak Petak SALUR BUNGA KEMBALI 1 2 3 4 5 6 7 8 1 235.631.250 235.631.250 2 28.860.000 235.631.250 264.491.250 3 25.571.250 28.860.000 235.631.250 290.062.500 4 15.382.500 25.571.250 28.860.000 235.631.250 305.445.000 5 8.662.500 15.382.500 25.571.250 28.860.000 235.631.250 314.107.500 6 1.946.250 8.662.500 15.382.500 25.571.250 28.860.000 235.631.250 316.053.750 7 1.946.250 1.946.250 8.662.500 15.382.500 25.571.250 28.860.000 235.631.250 318.000.000 8 1.946.250 1.946.250 1.946.250 8.662.500 15.382.500 25.571.250 28.860.000 235.631.250 319.946.250 9 KEMBALI 1.946.250 1.946.250 1.946.250 8.662.500 15.382.500 25.571.250 28.860.000 84.315.000 165.461.625 485.407.875 10 KEMBALI 1.946.250 1.946.250 1.946.250 8.662.500 15.382.500 25.571.250 55.455.000 165.461.625 485.407.875 11 KEMBALI 1.946.250 1.946.250 1.946.250 8.662.500 15.382.500 29.883.750 165.461.625 485.407.875 12 KEMBALI 1.946.250 1.946.250 1.946.250 8.662.500 14.501.250 165.461.625 485.407.875 13 KEMBALI 1.946.250 1.946.250 1.946.250 5.838.750 165.461.625 485.407.875 14 KEMBALI 1.946.250 1.946.250 3.892.500 165.461.625 485.407.875 15 KEMBALI 1.946.250 1.946.250 165.461.625 485.407.875 16 KEMBALI NIHIL 165.461.625 485.407.875 Pokok 319.946.250 319.946.250 319.946.250 319.946.250 319.946.250 319.946.250 319.946.250 319.946.250 2.559.570.000 1.323.693.000 3.883.263.000 Penyaluran Pinjaman DB Luas : 300 Ha Jumlah : 8 Petak Waktu : 8 Tahun KEMBALI Kembali pokok dan bunga Rp. 485.407.876 per petak setelah tahun ke-8 Lanjutan Lampiran 16 Alternatif skema kredit Skema Dana Bergulir Sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.64Menhut-II2009 a Petani mengajukan kredit pada tahun ke-0, 1, 2, 3, 4 dan seterusnya dengan bunga sesuai LPS. Syarat petani harus mempunyai rencana kegiatan untuk satu tahun yang telah disetujui oleh LPS b Penyaluran selanjutnya harus sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam perjanjian pinjaman c Pengembalian pokok dan bunga pinjaman maksimal 8 delapan tahun, dan dapat diangsur sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian

3. Kredit Bertahap a

Petani dapat mengajukan kredit pada tahun ke-0, 3, 5 dan 7 dengan bunga dibawah Lembaga Penjamin Simpanan LPS, misalnya 6tahun. Kredit dapat digunakan untuk konsumsi, selama tanaman hutan yang dimaksud dalam perjanjian sejak awal telah tumbuh dengan baik, jadi tidak terbatas pada pinjaman untuk Hutan Tanaman saja, walaupun tanaman hutan tetap jadi pengikat b Kredit dikembalikan pada akhir masa daur 10 tahun dengan memotong hasil penjualan yang penjualannya dilakukan oleh petani dengan bimbingan Lembaga keuangan alternatif c Subsidi bunga dimaksudkan sebagai kompensasi terhadap jasa lingkungan HTR Tabel 4 Skim pendanaan HTR kredit bertahap Tahun Masa Pinjaman 1 + i n Pinjaman Pengembalian pada akhir daur 6 10 1.7908 5.000.000 8.954.238 3 7 1.5036 2.000.000 3.007.261 5 5 1.3382 1.500.000 2.007.338 7 3 1.1910 1.500.000 1.786.524 10 1.0000 - - Jumlah pembayaran hutang dan bunga Rp = 10.000.000 15.755.361 Harga log USDm3 = 50 Potensi m3Ha = 75 Pendapatan USDHa= 3750 Kurs USDRp = 9000 Pendapatan RpHa= 33.750.000 Pendapatan petani pd akhir daur umur 10 tahun Rp = 17.994.639 Sumber: Bramasto Nugroho, komunikasi pribadi di Bogor pada Desember 2008 Lanjutan Lampiran 16 Alternatif skema kredit

4. Penjualan Bertahap

a Petani dapat menjual secara bertahap tegakannya setelah tegakan berumur 3 tahun dengan harga Rp 7.000.000 dan selanjutnya Rp. 2.000.000 per tahun hingga tahun ke-10 b Total penjualan antara tahun ke-3 sd 10 akan sama dengan nilai jual akhir daur setelah didiskonto dengan i = 10 per tahun c Penjualan akhir daur dilakukan oleh petani dengan bimbingan lembaga keuangan alternatif d Pengelolaan HTR selama daur dilakukan oleh petani Tabel 5 Skim pendanaan HTR penjualan bertahap Tahun Masa Pinjaman 1 + i n Harga Beli pada umur Nilai Pembelian 10 10 2.5937 - 3 7 1.9487 7.000.000 13.641.020 4 6 1.7716 2.000.000 3.543.122 5 5 1.6105 2.000.000 3.221.020 6 4 1.4641 2.000.000 2.928.200 7 3 1.3310 2.000.000 2.662.000 8 2 1.2100 2.000.000 2.420.000 9 1 1.1000 2.000.000 2.200.000 10 1.0000 2.000.000 2.000.000 21.000.000 32.615.362 Harga log stumpage price USDm3 = 50 Potensi m3Ha = 75 Pendapatan USDHa= 3750 Kurs USDRp = 9000 Pendapatan RpHa= 33.750.000 Penghasilan Lembaga keuangan alternatif pada akhir daur RpHa = 12.750.000 Sumber: Bramasto Nugroho, komunikasi pribadi di Bogor pada Desember 2008 Lanjutan Lampiran 16 Alternatif skema kredit

5. Penjualan Umur Tertentu penjualan sekaligus

a Petani dapat menjual tegakannya pada umur tertentu dengan harga setara dengan nilai jual hasil akhir daur yang didiskonto dengan tingkat bunga tertentu misal 12tahun b Tegakan yang dibeli oleh lembaga keuangan alternatif dikelola oleh lembaga keuangan alternatif tersebut hingga akhir masa daur c Tingkat bunga yang diterapkan relatif tinggi 12 per tahun disebabkan resiko kegagalan panen setelah tegakan dijual petani menjadi tanggung jawab lembaga keuangan alternatif Tabel 6 Skim pendanaan HTR pembelian umur tertentu Tahun Masa Pinjaman 1 + i -n Harga Akhir Daur Nilai Pembelian 12 10 0.3220 33.750.000 3 7 0.4523 33.750.000 15.266.786 4 6 0.5066 33.750.000 17.098.800 5 5 0.5674 33.750.000 19.150.656 7 3 0.7118 33.750.000 24.022.583 10 1.0000 33.750.000 33.750.000 Harga log USDm3 = 50 Potensi m3Ha = 75 Pendapatan USDHa= 3750 Kurs USDRp = 9000 Pendapatan RpHa= 33.750.000 Sumber: Bramasto Nugroho, komunikasi pribadi di Bogor pada Desember 2008

6. Tergantung kebutuhan petani

Tergantung kebutuhan petani artinya tidak ada pembatasan oleh skema tertentu, petani dapat melakukan pinjaman kapanpun dan berapapun tergantung kebutuhan sehingga tidak ada pembatasan oleh tahapan kegiatan. Pinjaman dapat dipergunakan selain penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pemasaran, misalnya untuk konsumsi, penunjang kegiatan penanaman seperti alat alat dsb. Lanjutan Lampiran 16 Alternatif skema kredit 195 Lampiran 17 Persepsi petani di 3 Propinsi terhadap PDB HTR Surat Keputusan Dan atau Aspek Persepsi Petani Koherensi Riau Kalimantan Selatan Jawa Barat Permenhut P.09Menhut-II2008, tentang Persyaratan Kelompok Tani untuk Mendapatkan Pinjaman Dana Bergulir Pembangunan Hutan Rakyat pasal 2 mengenai jumlah anggota Kelompok 26,32 5 orang 21 1-5 orang 92,86 tidak tahu 93 tidak tahu Aturan pengelompokan dibuat untuk mempermudah penyaluran akan tetapi kelompok yang terbentuk tidak memiliki ikatan kuat karena baru terbentu setelah ada pinjaman PDB HTR Peraturan Kepala Pusat P2H P0.1Pusat P2H-12008 tentang Tata Cara Permohonan, Penyaluran dan Pengembalian Pinjaman Dana Bergulir Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat, pasal 4 ayat 1 c mengenai kewajiban adanya aturan Kelompok 36 ada jaminan 32 sanksidenda 50 jangka waktu pinjaman 31 mekanisme pembayaran 19 tgt kebutuhan Sesuai dengan keinginan petani, walaupun isi aturan tergantung keputusan KTH masing-masing Peraturan bersama Menteri Keuangan dan Menteri Kehutanan, No. 06.1PMK.012007 danSKB.2Menhut-II2007 tentang Pengelolaan Dana Reboisasi Pasal 11 ayat 2 tentang tanggung renteng 55 Mau 33 tidak mau 67 mauefektif 41 efektif 37 tidak efektif Sesuai Peraturan Kepala Pusat P2H P0.1Pusat P2H-12008 tentang Tata Cara Permohonan, Penyaluran dan Pengembalian Pinjaman Dana Bergulir Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat, pasal 14 ayat 5 tentang sanksi 55 jaminan Dijual 20 didenda 66 didenda 47 cukup diberi peringatan 33 didenda Belum ada pengaturan mengenai sanksi hukum yang tegas selain pengambilalihan aset Permenhut P.09Menhut-II2008, tentang Persyaratan Kelompok Tani untuk Mendapatkan Pinjaman Dana Bergulir Pembangunan Hutan Rakyat, pasal 2 huruf a tentang luas lahan minimum 8 ha 62,79 max 2 ha 26,32 2 ha – 5 ha 71,43 max 2 ha 24,99 2 ha– 5 ha 78 max 2 ha Tidak sesuai, hasil penelitian menunjukkan kemampuan responden untuk mengelola lahan ≤ 2 ha 90 Peraturan Kepala Pusat P2H P0.1Pusat P2H-12008 tentang Tata Cara Permohonan, Penyaluran dan Pengembalian Pinjaman Dana Bergulir Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat 68 tidak mau 68 mau 45 tgt kebutuhan 33 tertarik sesuai Lanjutan Lampiran 17 Persepsi petani di 3 Propinsi terhadap PDB HTR Surat Keputusan Dan atau Aspek Persepsi Petani Koherensi Riau Kalimantan Selatan Jawa Barat Pasal 11 ayat 5 tentang Jaminan pinjaman Peraturan bersama Menteri Keuangan dan Menteri Kehutanan No. 06.1PMK.012007 danSKB.2Menhut-II2007 tentang pengelolaan dana Reboisasi Pasal 14 ayat 1 tentang kewajiban pembuatan laporan 79 mau 79 mau 70 bersedia sesuai Fleksibilitas pinjaman: Bunga Peraturan bersama Menteri Keuangan dan Menteri Kehutanan No. 06.1PMK.012007 danSKB.2Menhut-II2007 Administrasi Pengembalian pinjaman Peraturan Kepala Pusat P2H P0.1Pusat P2H-12008 tentang Tata Cara Permohonan, Penyaluran dan Pengembalian Pinjaman Dana Bergulir Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat, pasal 14 ayat 1 tentang pengembalian pinjaman 27,5 tidak ada bunga dan jaminan, 10 administrasi dan syarat pinjaman mudah 29 mau bunga kecil, administrasi dan peraturan mudah 56 fleksibel dalam membayar. 35 syaratnya mudah Menyangkut keseluruhan prosedur peminjaman, semua menginginkan prosedur yang mudah, sementara menurut BLU Pusat P2H, peraturan sengaja dibuat rumit karena kapasitas para pihak belum siap, hal ini dilakukan untuk. Sehingga antara para pihak dan BLU tidak koheren Waktu pengembalian 36 bulanan 11 yarnen 68 setelah panen 63 bulanan sesuai Peraturan Kepala Pusat P2H P0.1Pusat P2H-12008 tentang Tata Cara Permohonan, Penyaluran dan Pengembalian Pinjaman Dana Bergulir Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat pasal 13 ayat 1 tentang Tujuan pemberian peminjaman 53 mengelola lahan 96 untuk modal 74 modal usaha Adanya ketetapan penggunaan biaya, mempersempit pilihan bagi petani, sementara hutan bagi petani di luar Jawa adalah tumpuan hidup, jika hutan belum mampu menghasilkan darimana mereka mendapatkan dana untuk konsumsi, kesehatan, pendidikan. Perlu ada koherensi antara tujuan pendanaan dengan skema yang dibuat Peraturan Kepala Pusat P2H P0.1Pusat P2H-12008 tentang Tata Cara Permohonan, Penyaluran dan 74 mampu 82 mampu 100 sanggup Sesuai dengan harapan BLU Pusat P2H supaya PDB HTR dapat dikembalikan Lanjutan Lampiran 17 Persepsi petani di 3 Propinsi terhadap PDB HTR 197 Surat Keputusan Dan atau Aspek Persepsi Petani Koherensi Riau Kalimantan Selatan Jawa Barat Pengembalian Pinjaman Dana Bergulir Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat pasal 14 ayat 1 dan 2 tentang mengembalikan pinjaman dengan lancar Permenhut P.09Menhut-II2008, tentang Persyaratan Kelompok Tani untuk Mendapatkan Pinjaman Dana Bergulir Pembangunan Hutan Rakyat, pasal 2 huruf c, danpasal 4 Penyuluhan PDB HTR 89 belum mendengar 100 belum pernah 100 belum pernah Keberadaan dan kapasitas penyuluh harus tetap mendapat perhatian dan bimbingan dari Kementerian Kehutanan, walaupun penyuluh ditetapkan oleh pemda kabupaten atau kota, dalam hal ini program yang dibuat antara pusat dan daerah harus koheren Kemitraan 84 belum pernah 75 pernah 44 pernah 56 belum pernah Perlu perilaku yang koheren diantara UPT di Kementerian Kehutanan termasuk UPT di daerah, dalam memberi persetujuan, membina, dan pendampingan terhadap mitra dan petani Kendala bermitra 84 tidak ada 64 ada masalah - Pemerintah pusat dan daerah secara bersama-sama, perlu mengantisipasi adanya mitra palsu dan melakukan pendampingan supaya kejadian KUHR dan KUK DAS tidak terulang kembali Mengatasi masalah kemitraan 100 musyawarah mufakat 40 musyawarah mufakat - Para pihak di pusat maupun didaerah, bersama-sama menjadi mediator antara petani dan mitra khususnya untuk pemasaran produk HTR hasil wawancara menunjukkan bahwa BLU Pusat P2H tidak mau terlibat dalam pemasaran karena merasa bukan kewajibannya Lanjutan Lampiran 17 Persepsi petani di 3 Propinsi terhadap PDB HTR Surat Keputusan Dan atau Aspek Persepsi Petani Koherensi Riau Kalimantan Selatan Jawa Barat Tata cara pinjam di lembaga keuangan formal 74 tidak tahu 71 tidak tahu 59 tahu Hal ini sebaiknya menjadi perhatian oleh Kementerian Kehutanan cq BLU Pusat P2H mengingat tata cara peminjaman di BLU disinyalir lebih rumit dari peminjaman di Bankkoheren antara tujuan pendanaan dan prosedur yang dibuat hasil wawancara dengan pihak akademisi Sumber: Analisis data primer 199 Lampiran 18 Mekanisme memperoleh IUPHHK- HTR P.232007 Jo P.052008 199 Lampiran 18 Mekanisme memperoleh IUPHHK- HTR P.232007 Jo P.052008 199 Lampiran 18 Mekanisme memperoleh IUPHHK- HTR P.232007 Jo P.052008 Lampiran 19 Permohonan Penyaluran Pinjaman Peraturan Kapus P2H P.012008 200 Lampiran 19 Permohonan Penyaluran Pinjaman Peraturan Kapus P2H P.012008 200 Lampiran 19 Permohonan Penyaluran Pinjaman Peraturan Kapus P2H P.012008 201 Lampiran 20 Mekanisme Penyaluran Dana BLM PUAP ABSTRACT Entin Hendartin. 2012. Institution Analysis of Revolving Fund Loan for the Development of Community Forest Plantation. Under direction of Hariadi Kartodihardjo, Bramasto Nugroho, and Dudung Darusman. The Revolving Fund Loans for Community Forest Plantation development RFL CFP provides an overview of institutional performance that govern the relationship between principal lender or Ministry of Forestry cq Public Service Agency-Center of Forest Funding Development PSA CFFD and the agent borower or farmers around the forest. The relationship is often characterized by asymmetric information leading to the emergence of the risk of adverse selection and moral hazard. The purpose of this study was to formulate the effective and efficient institutions of RFL CFP in accordance with the variying field conditions. Theoritical basis used in this studi was agency theory. The study was conducted in three provinces, namely: Riau, South Kalimantan, and West Java. The results showed that the performance of RFL CFP generally was not good. The goals of RFL CFP has not been achieved, especially in cases of “the right location”, “the right actors”, “the right activity”, and “proper disbursement and repayment of loans”. Innacuracy in selecting the location and the actors because due to the two cooperatives that have received a RLF CFP are not free from conflict with the farmers who occupy in the forest. Improper activities and distribution of RLF CFP because the funds was used by the recipient of RLF CFP for other purposes than cultivation. The lack of good performance of RLF CFP adverse selection, moral hazard and transaction cost are high, due to: 1 characteristics loan, borrower, and CFP area are not adopted in the regulations, 2 the appropriate policies is not existed and the procedure in accessing credit are not simple, 3 PSA CFFD is only in Jakarta, 4 In general, the farmers are not fully understand about RLF CFP. Optimal funding scheme based on enabling incentives is a “revolving loan farmers level”, and optimal financing scheme based on the incentive variables are depend on “the needs of the community”. Funding scheme are selected depending on the capacity of the farmers who will receive the loan. Keywords: institution, agency relationship, revolving fund loan, community Forest Plantation.

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemberian kredit untuk hutan rakyat telah dimulai sejak tahun 19881989. Pemberian kredit tersebut merupakan komitmen pemerintah dalam rangka pengembangan kehutanan, perbaikan lingkungan dan membantu petani dalam bidang permodalan. Penjabaran dari program tersebut adalah Kredit Usaha Tani Konservasi Daerah Aliran Sungai KUK DAS pada tahun 19881989, dan Kredit Usaha Hutan Rakyat KUHR Departemen Kehutanan 2005. Untuk menyalurkan Kredit Usaha Hutan Rakyat KUHR, dan Kredit Usaha Konservasi Daerah Aliran Sungai KUK DAS, Departemen Kehutanan bekerjasama dengan Bank Pembangunan Daerah BPD. Pada pelaksanaan KUK DAS, kredit disalurkan langsung kepada kelompok tani, sedangkan pada pelaksanaan kegiatan KUHR, pengambilan kredit dilakukan oleh mitra usaha setelah memperoleh kuasa dari peserta kredit 1 . Menurut Departemen Kehutanan 2005, pelaksanaan KUK DAS dan KUHR, menghasilkan kinerja yang buruk yaitu rendahnya realisasi kegiatan fisik di lapangan dan macetnya pengembalian kredit dari petani. Menurut Yunus 2008, “suatu kredit dikatakan berhasil apabila nasabah yang terkait kredit mampu mengembalikan uang yang dipinjamnya”. Menurut Kuntjoro 1983; Sanim 1997; dan Mayrowani et al. 1998 tingkat tunggakan dipengaruhi oleh banyak faktor baik faktor internal petani atau kelompok tani maupun faktor-faktor yang berada di luar kontrol petani atau kelompok tani. Faktor yang berada dalam diri petani di antaranya ialah karakteristik diri petani, kemampuan petani menggunakan kredit untuk usaha yang dapat memberikan keuntungan tinggi, sistem pengawasan dalam kelompok tani. Selain itu pandangan petani terhadap kredit yang disalurkan, pengalamannya dalam menggunakan kredit dan tingkat kesadaran membayar kredit. Sedangkan faktor yang berada di luar petani ialah sistem seleksi calon penerima kredit, sistem pemantauan monitoring dan pengawasan kredit. 1 Staf RLPS Kementerian Kehutanan di Jakarta pada 23 Juli 2009 komunikasi pribadi Terdapat faktor-faktor kunci keberhasilan pinjaman atau kredit untuk petani yang ditemukan oleh beberapa peneliti, yaitu adalah: kelompok tempat petani bergabung harus kokoh, petani harus memahami mengenai hak dan kewajiban peserta kredit, sistem insentif dan penalti yang jelas Syukur 1993. keberhasilan dalam menentukan lokal agen, adanya sistem insentif dan keleluasaan dalam pengambilan keputusan bagi pengelola di level tapak, kebijakan yang mendukung Chaves et al. 1996, pemantauan oleh petugas, kemudahan prosedur dalam mengakses kredit, ketepatan waktu penyaluran dan besarnya pinjaman, bentuk dan cara penagihan, kemampuan mengelola kredit oleh petani dan kelompok tani Mayrowani 1998, pemahaman mengenai karakteristik penerima pinjaman Windarti 2000, sedangkan menurut Wijaya 2009 dalam Sugianto 2009, modal sosial, pembinaan intensif dengan jumlah pembina atau pendamping yang cukup dan pemasaran yang baik adalah faktor - faktor penunjang tersebut. Kelembagaan KUK DAS dan KUHR diperkirakan belum mengadopsi faktor-faktor tersebut diatas sehingga menunjukkan kinerja yang buruk. Departemen Kehutanan 2005 mengemukakan beberapa permasalahan KUK DAS dan KUHR, seperti: peraturan-perundangan, kondisi sosial ekonomi masyarakat dan hubungan yang tidak harmonis antara petani dan mitra usaha. Permasalahan KUK DAS dan KUHR tersebut pada hakekatnya merupakan permasalahan kelembagaan. Pada tahun 2007, pemerintah c.q Departemen Kehutanan mencanangkan pemberian kredit Hutan Tanaman Rakyat HTR, melalui Peraturan Menteri Kehutanan Permenhut P.48Menhut-II2007 tanggal 31 Oktober 2007 tentang Standar Biaya Pengembangan HTI dan HTR jo Permenhut Nomor P.64Men-Hut- II2009 tentang Standar Biaya HTI dan HTR, Permenhut P.9Menhut-II2008 tanggal 24 Maret 2008 tentang Persyaratan Kelompok Tani untuk Mendapatkan Pinjaman Dana Bergulir untuk Pengembangan Hutan Tanaman Rakyat PDB HTR. Untuk membantu pengembangan HTR, Kementerian Kehutanan khususnya Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan Pusat P2H yang berbentuk Badan Layanan Umum BLU menyediakan akses dana dengan mekanisme seperti yang tercantum dalam Permenhut No P.9Menhut-II2008 tentang Persyaratan Kelompok Tani untuk Mendapatkan PDB HTR dan Keputusan Kepala Pusat P2H No.01Pusat P2H-12008 tentang Tata Cara Permohonan, Penyaluran dan Pengembalian PDB HTR. Skema pembiayaan yang ditawarkan BLU Pusat P2H melalui Permenhut Nomor P.64Menhut-II2009 tentang Standar Biaya Hutan Tanaman Industri HTI dan HTR adalah skema pembiayaan tunggal. Persyaratan, prosedur, dan skema pinjaman yang mengatur PDB HTR merupakan suatu kelembagaan. Ketiganya diatur dalam sebuah aturan main, terdapat organisasi yang mengelola, dan adanya kesepakatan yang mengikat hubungan antara pemberi dan penerima pinjaman. Dalam kesepakatan tersebut seharusnya terdapat pengaturan aliran biaya dan manfaat yang seimbang sehingga dalam pengembangan sebuah usaha hutan rakyat tidak berhenti di tengah jalan dan tidak ada pihak yang dirugikan Darusman dan Wijayanto 2007. Penelitian tentang kelembagaan pinjaman aturan main dan organisasi untuk pembangunan hutan dari perspektif hubungan antara pemberi dan penerima pinjaman hubungan agensi belum dilakukan, penelitian yang ada berkaitan dengan: 1 hubungan kontrak antara pemilik perusahaan dengan manajer Jensen and Meckling 1986, 2 ketidaksepadanan informasi dan kredit di pedesaan Hoff dan Stiglitz 1993, penelitian ini mengkaji hubungan antara kredit formal dan informal di pedesaan dan konsekuensi dari intervensi pemerintah terhadap kredit formal. Tulisan tersebut juga menggambarkan modus operandi dari kredit informal di lima negara berkembang dan Israel, 3 analisis skema kredit dalam pengembangan usaha hutan rakyat dari sudut pandang modal sosial yang dilakukan oleh Fauziyah 2009, lokasi penelitian dilakukan di kabupaten Ciamis Jawa Barat. Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis deskriptif, dan 4 Prihadi 2010, membahas tentang kelembagaan kemitraan industri pengolahan kayu bersama rakyat dalam rangka pembangunan hutan di pulau jawa. Penelitian ini bertujuan mengetahui kelembagaan KIBARHUT Kemitraan Industri Pengolahan Kayu Bersama Rakyat dalam Rangka Pembangunan Hutan yang mempunyai peluang untuk berlangsung secara berkelanjutan. Hubungan ini dikaji menggunakan teori kemitraan. Oleh karena itu penelitian ini akan memberi