Sistem Insentif dan Keleluasaan dalam Pengambilan Keputusan di Level Tapak Keberhasilan dalam Menentukan Lokal Agen

responden meminjam kurang dari Rp. 500.000 dan 43 diantaranya meminjam kurang dari Rp. 100.000.

4.3 Organisasi PDB HTR

Terdapat beberapa faktor yang menunjang keberhasilan pinjaman yaitu sistem insentif dan keleluasaan dalam pengambilan keputusan di level tapak, keberhasilan menentukan lokal agen Chaves et al 1996, dan pembinaan intensif dengan jumlah pembina dan pendamping yang cukup Syukur 1993; Mayrowani 1998; Wijaya dalam Sugianto 2009.

4.3.1 Sistem Insentif dan Keleluasaan dalam Pengambilan Keputusan di Level Tapak

Keberhasilan pinjaman menurut Chaves et al. 1996 adalah adanya sistem insentif dan keleluasaan dalam pengambilan keputusan bagi pengelola di level tapak. Hal ini sulit untuk dilakukan karena pengelolaan PDB HTR dilakukan secara sentral oleh BLU Pusat P2H yang berlokasi hanya di Jakarta. Berdasarkan hasil penelitian dominasi responden 58 meminjam dalam jarak 1 km, sehingga jarak pemberi pinjaman dan penerima pinjaman sangat jauh. Menurut staf BRI 18 tanpa adanya perwakilan BLU Pusat P2H di level tapak maka pengawasan, pemantauan dan pendampingan pada petani atau KTH tidak akan berjalan dengan efektif dan efisien, selain itu keuntungan adanya organisasi di level tapak adalah lebih mudah memahami karakter penerima pinjaman dan kondisi lokasi. Kondisi ini disetujui oleh Kepala Pusat BLU Pusat P2H 19 bahwa sangat sulit untuk mengetahui karakter penerima pinjaman karena posisi pemberi pinjaman yang sangat jauh dari penerima pinjaman, namun untuk membuat perwakilan di level tapak juga sangat sulit karena karena harus atas persetujuan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara MenPAN yang berkaitan dengan ketersediaan anggaran. Kepala Pusat BLU P2H menginginkan paling tidak ada 1 perwakilan di level Propinsi, namun hasil penelitian menunjukkan bahwa petani tidak pernah mengurus persyaratan administrasi sampai level kabupaten. Dalam kondisi tersebut risiko salah pilih penerima pinjaman, ingkar janji dan biaya 18 Wawancara di Riau pada Agustus 2011 19 Wawancara di Riau pada Maret 2010 transaksi menjadi tinggi karena tingkat ketidaksepadanan informasi juga sangat tinggi.

4.3.2 Keberhasilan dalam Menentukan Lokal Agen

Menentukan lokal agen yang dapat dipercaya sebagai alat untuk memperpendek jarak membuat informasi menjadi sepadan akan lebih mudah dilakukan jika pemda Propinsi, kabupaten dan kota dapat bekerjasama dengan baik, namun kerjasama akan sulit dilakukan jika para pihak di level tapak tidak merasa manfaat dari keterlibatan yang mereka lakukan. Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah, yaitu: 1 kepastian areal dan keberadaan masyarakat setempat untuk menghindari peserta fiktif, 2 melakukan pendampingan untuk penguatan kelembagaan masyarakat dan pemerintah desa, 3 melakukan sosialisasi tingkat desa, 4 penyuluhan, dan 5 melakukan pemantauan dan evaluasi. Semua kontribusi tersebut membutuhkan komitmen yang tinggi dari para pihak di level tapak sehingga mereka bersedia mengalokasikan sebagian sumberdaya yang dimilikinya untuk ikut mensukseskan PDB HTR. Selama ini informasi mengenai penerima pinjaman diketahui BLU Pusat P2H dari kepala desa atau KTP yang mereka miliki, namun demikian informasi tersebut tidak mencakup karakter dari penerima pinjaman 20 , hal ini disebabkan karena terbatasnya waktu verifikasi oleh BLU Pusat P2H. Paling tidak hanya 2 kali pihak pemberi pinjaman dan penerima pinjaman bertemu, pertama untuk melakukan verifikasi dan kedua saat akad kredit, sehingga lokal agen yang dapat dipercaya dan diandalkan sangat penting dalam memberikan informasi mengenai karakter penerima kredit. Menurut Chaves et al. 1996, keberhasilan dalam menentukan lokal agen akan menentukan keberhasilan pinjaman untuk petani.

4.3.3 Pembinaan Intensif Jumlah Pembina dan Pendamping yang Cukup