keberlanjutan, 6 keterbukaan, 7 keterawasan, 8 pendampingan, dan 9 pembelajaran sebagai catatan Kementan selalu mengubah pedoman umum satu
tahun satu kali sesuai hasil evaluasi dan saran dari tim teknis dan pengarah pada tiap level dari level desa sampai propinsi. Hasil perbandingan PUAP dengan
PDB HTR dari sisi prinsip-prinsip pengembangan organisasi secara lengkap dalam Lampiran 12.
Walaupun PUAP masih memiliki kelemahan khususnya dalam mengurangi salah pilih penerima pinjaman pada level pemerintah pusat namun
secara keseluruhan Kementerian Pertanian telah mengakomodir karakteristik dan persepsi masyarakat sehingga mampu meminimalkan masalah yang sering
ditemui pada hubungan pemberi pinjaman dan penerima pinjaman, yaitu salah pilih penerima pinjaman dan ingkar janji serta mampu memperkecil biaya
transaksi khususnya pada hubungan di level tapak Gapoktan per desa.
5.6 Perbandingan PDB HTR dengan PUAP
Kondisi BLU Pusat P2H sangat berbeda dengan kondisi Gapoktan
dibawah Kementerian Pertanian, perbedaan institusi organisasi dan aturan main antara keduanya disajikan menggunakan Tabel perbandingan institusi dari
Hirakuri 2003, seperti pada Tabel 13.
Tabel 13 Perbandingan Institusi PDB HTR dan PUAP
Aspek PDB HTR BLU P3H
PUAP Gapoktan Situasi
Tujuan Kesejahteraan petani meningkat
Kesejahteraan petani meningkat SDM
Kapasitas kurang, tidak merata Kapasitas tinggi, merata
Lokasi Kantor hanya di Jakarta
Ada di tiap desa
Struktur Ciri Institusi
Property right Milik negara
Milik pribadi Batas yurisdiksi Batas otoritas pemberi pinjaman
rendah Batas otoritas pemberi pinjaman
tinggi Aturan
representatif Keperwakilan tidak jalan Top
down Bottom up
Kontrak
Prosedur 29 dan30 tahap agar memperoleh
IUPHHK dan PDB HTR Petani cukup datang ke kantor
Gapoktan yang ada di Desanya Penandatangan
kontrak Kapus BLU P3H Pemberi
pinjaman dan Kelompok Tani Penerima pinjaman
Ketua gapoktanLKM pemberi pinjaman, dan petani penerima
pinjaman Kontrol kontrak BLU P3H, biaya transaksi tinggi
Gapoktan-biaya transaksi rendah
Aspek PDB HTR BLU P3H
PUAP Gapoktan
Skema kredit Tunggal Rp 8.531.900ha,
minimum pinjaman 8 ha Tgt kebutuhan petani pertanian,
peternakan, dan perdagangan Penyaluran
BLU Pusat P2H executing, transfer BRI
LKM di desa yang sama LKM dibentuk oleh Gapoktan
Pengembalian BLU Pusat P2H melalui BRI
LKM Gapoktan Pelanggaran
kontrak BLU Pusat P2H, diserahkan
kepada hukum yang berlaku LKM Gapoktan, dan Sanksi
sosial
Perilaku
Pelatihan Teknis dan sedikit administrasi
Teknis, administrasi, keuangan Akad kredit
Kapus BLU P3H, dan Poktan Ketua LKM, dan petani
laporan fisik dan keuangan
Penerima pinjaman wajib membuat laporan tiap 3 bulan
teknis, keuangan hanya ketua Gapoktan LKM
pemberi pinjaman, sedangkan penerima pinjaman tidak
Cost recovery Biaya operasional BLU P3H dari
APBN Biaya operasional LKM dari jasa
pinjaman
Kinerja
Salah pilih penerima
pinjaman Salah pilih penerima pinjaman
tinggi karena pemberi pinjaman tidak memiliki SD dan
informasi yang cukup Salah pilih penerima pinjaman,
pengetahuan pemberi pinjaman terkait penerima pinjaman di
desanya tinggi Ingkar janji
Ingkar janji tinggi karena pemberi pinjaman dan penerima
pinjaman berjauhan, informasi tidak seimbang, sanksi sosial
tidak berjalan Ingkar janji rendah, karena
pemberi pinjaman dan penerima pinjaman ada pada desa yang
sama, informasi seimbang, dan sanksi sosial berlaku
Biaya transaksi Jarak, dan prosedur yang panjang
biaya transaksi tinggi Jarak, dan prosedur yang pendek
biaya transaksi rendah
Ket: LKM adalah Lembaga keuangan masyarakat, SD adalah Sumber Daya
Dari Tabel perbandingan institusi diatas diketahui bahwa PDB HTR mencakup situasi, struktur, perilaku organisasi telah berkontribusi dalam
meningkatkan biaya transaksi, ingkar janji dan salah pilih penerima pinjaman. Dari Tabel 13 tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Situasi. Antara kedua program baik PDB HTR maupun PUAP sama sama
bertujuan ingin meningkatkan kesejahteraan petani, namun demikian PDB HTR tidak ditunjang oleh SDM yang memadai baik dari kapasitas maupun
jumlah bila dibandingkan dengan beban kerja yang dimilikinya. Lokasi kantor PDB HTR hanya ada di Jakarta telah meningkatkan ketidaksepadanan
informasi penerima pinjaman mengetahui lebih banyak informasi bila dibandingkan dengan pemberi pinjaman, hal ini selain dapat menimbulkan
masalah dalam hubungan antara pemberi pinjaman dan penerima pinjaman yaitu ingkar janji dan salah pilih penerima pinjaman serta dapat
Tabel 13 lanjutan
meningkatkan biaya transaksi karena biaya pengurusan administrasi berbeda dengan PUAP yang memiliki perwakilan sampai ke tingkat tapak.
2. Dilihat dari ciri institusinya yaitu property right, batas yurisdiksi dan aturan representatif maka PDB HTR dapat dijelaskan sebagai berikut:
3. a dilihat dari hak milik lahan property right HTR berbeda dengan PUAP, dimana pada HTR hak milik atas tanah dimiliki oleh negara, sedangkan
petani sebagai pemegang IUPHHK HTR hanya sebagai pemegang izin pemanfaatan selama 65 tahun yang dapat diperpanjang sampai 90 tahun.
Menurut Tietenberg 1994 terdapat 4 karakteristik struktur hak kepemilikan yang menghasilkan alokasi sumberdaya secara efisien yaitu Universality
5
, exclusivity
6
, transferability
7
, dan enforceability
8
. IUPHHK HTR tidak mengandung karakteristik seperti yang dinyatakan oleh Tietenberg 1994
karena IUPHHK HTR tidak dapat dipindahtangankan atau diwariskan, dan kepemilikan IUPHHK HTR juga tidak aman dari gangguan, dimana
IUPHHK HTR akan dievaluasi setiap 5 tahun dan dapat dicabut sewaktu- waktu apabila pemilik IUPHHK HTR dinyatakan tidak perform oleh pemberi
izin. Dalam kondisi ini alokasi sumberdaya tidak dapat dilakukan secara efisien yang pada akhirnya akan mengganggu keamanan dalam melakukan
usaha atau investasi HTR dan pengembalian PDB HTR. Oleh karena itu sebaiknya dilakukan peningkatan status kepemilikan IUPHHK HTR menjadi
lebih dapat dipindahtangankan dan dijadikan sebagai agunan, karena selama ini IUPHHK HTR tidak dapat dipindahtangankan. Peningkatan status
IUPHHK HTR ini akan memberikan hak yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan hak yang terkandung dalam IUPHHK HTR selama ini, karena dengan
status IUPHHK HTR yang lebih meningkat maka IUPHHK HTR dapat dijadikan sebagai agunan di BLU Pusat P2H agunan selama ini hanya
berupa tegakan yang dibudidayakan, sehingga apabila pengembalian PDB
5
Seluruh sumberdaya aset yang dimiliki secara individu dan seluruh hak-hak atas penggunaan sumberdaya tersebut didefinisikan dengan jelas
6
Seluruh biaya yang dibelanjakan dan manfaat yang diperoleh dari pemanfaatan sumberdaya tersebut harus ditanggung dan dinikmati hanya oleh pemiliknya
7
Hak kepemilikan harus dapat dipindah-tangankan dari pemilik yang satu kepada pemilik yang lainnya secara sukarela, sesuai bentuk pemindahan hak transfer of right yang dikehendaki
8
Hak kepemilikan harus dapat diamankan dari gangguan pihak lain
HTR tidak lancar maka IUPHHK HTR dimaksud dapat ditarik oleh pemberi pinjaman.
b dari sisi yurisdiksi pemberi pinjaman PDB HTR memiliki otoritas yang rendah bila dibandingkan dengan pemberi pinjaman di program PUAP.
Otoritas dimaksud adalah kapasitas untuk mengimplementasikan keputusan yang telah dibuat oleh organisasi mereka sendiri. BLU Pusat P2H dalam hal
ini agak sulit mengatur organisasinya karena terbentur pasal 8, pasal 10, dan pasal 11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 23 tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan BLU. Dikatakan bahwa BLU Pusat P2H mengajukan RBA kepada Menteri Kehutanan, Menteri Kehutanan mengkaji kemudian
menyetujui, lalu diajukan ke Menteri Keuangan dan dikaji kembali oleh Menteri Keuangan.
Demikian juga dalam penetapan jumlah PDB HTR per hektar ditetapkan oleh Menteri Kehutanan, berdasarkan usulan dari
Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan BUK. Direktorat Jenderal BUK menetapkan standar berdasarkan kebiasaan yang selama ini dilakukan oleh
pengusaha HTI atas saran APHI, jadi bukan berdasarkan hasil penelitian. c aturan keperwakilan. Adanya perbedaan pendapat dan usulan terhadap
kebijakan PDB HTR dari para pihak tidak dapat direspon dengan cepat oleh BLU Pusat P2H, mengingat setiap kebijakan yang dibuat tidak hanya
melibatkan BLU Pusat P2H melainkan juga para pihak yang lain seperti Direktorat yang ada dalam lingkup Kementerian Kehutanan, maupun yang
berada di luar Kementerian Kehutanan seperti Kementerian Keuangan, dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. Dalam kondisi seperti itu
BLU Pusat P2H harus menyeimbangkan total sumberdaya yang dimilikinya dan menyesuaikannya dengan situasi eksternal diluar BLU Pusat P2H. Akan
tetapi penetapan skala prioritas bukanlah hal yang mudah mengingat keterbatasan yang dimiliki oleh BLU Pusat P2H, sehingga kerjasama dan
pemahaman atas semua visi dan misi serta tujuan yang diemban oleh PDB HTR harus dipahami oleh para pihak, dengan demikian semua program yang
dibuat oleh masing-masing pihak harus menuju pada visi, misi dan tujuan PDB HTR yang telah ditetapkan di awal, sebab jika masing-masing pihak
tetap mementingkan organisasinya atau instansinya atau memiliki skala
prioritas yang berbeda maka visi, misi dan tujuan PDB HTR yang telah ditetapkan tidak akan tercapai.
4. Kontrak. Prosedur dalam penentuan kontrak pada PDB HTR relatif panjang dan
melibatkan banyak lembaga, tercatat ada 29 dan 30 tahap Lampiran 18 dan 19 agar seorang petani memperoleh IUPHHK HTR dan PDB HTR. Peran
Kapus BLU P3H dalam penandatangan kontrak PDB HTR sangat besar, sementara penegakan kontrak yang sudah dibuat sebelum dan sesudah akad
kredit telah menimbulkan biaya transaksi yang sangat tinggi. Untuk setiap pengecekan lapangan, BLU Pusat P2H membutuhkan biaya sekitar Rp. 32
Juta, sementara setiap KTH paling tidak harus dikunjungi sebanyak 2 kali sampai dilakukan akad kredit.
Selain itu skema tunggal Rp. 8.531.900ha atau 68.255.2008 Hapetani telah mempersempit pilihan petani, berdasarkan hasil penelitian ditemukan
bahwa dominan petani tidak terbiasa dengan pinjaman dalam jumlah yang besar, lebih dari 87 responden petani meminjam kurang dari Rp. 500.000
dan 43 diantaranya meminjam kurang dari Rp. 100.000.
5. Kinerja. Dari Tabel diatas juga dapat diketahui bahwa kelembagaan PDB HTR telah
meningkatkan salah pilih penerima pinjaman dan ingkar janji serta biaya transaksi, hal ini disebabkan karena ketidaksepadanan informasi sangat besar
sehingga pelaku yang opportunis menggunakan kesempatan tersebut untuk melakukan ingkar janji. Sanksi sosial sulit untuk diberlakukan karena
pemberi pinjaman tidak memahami karakteristik dari penerima pinjaman, dan posisi pemberi pinjaman dan penerima pinjaman yang berjauhan
mengakibatkan tingginya biaya untuk menegakkan kontrak.
5.7 Pembelajaran dari PUAP