Skema Pendanaan untuk Kehutanan di Beberapa Negara dan Skema

VI. SKEMA PENDANAAN OPTIMAL

6.1 Skema Pendanaan untuk Kehutanan di Beberapa Negara dan Skema

Pendanaan di BLU Pusat P2H Saat ini skema pendanaan yang ditawarkan oleh BLU Pusat P2H adalah skema pendanaan tunggal. Menurut Ejigu 2009; Nugroho 2011a skema tunggal one size fits all yang hanya berorientasi pada pembangunan hutan tanaman, selain mempersempit pilihan-pilihan bagi petani juga beresiko menurunkan kualitas portofolio, yang dalam kasus ini adalah BLU Pusat P2H. Skema pinjaman untuk kehutanan di beberapa negara sangat bervariasi, misalnya di Brazil, Sudan, dan di Jawa Tengah Indonesia. Menurut Ribeiro 2010 di Brazil terdapat beberapa jenis pinjaman untuk kehutanan, yaitu 1 Pronaf Floresta yaitu pinjaman untuk sistem agroforestri, pemanenan ekologi yang berkelanjutan, rehabilitasi dan pemeliharaan daerah konservasi dengan jumlah pinjaman mencapai US 3.987 dengan bunga 1 per tahun dan pinjaman sampai 12 tahun, 2 Pronaf Eco yaitu pemeliharaan hutan berupa hasil hutan kayu maupun non kayu dengan jumlah pinjaman sampai US 20.505, dan bunga 1 - 5 per tahun tergantung pada besarnya pinjaman, dan jangka waktu pinjaman maksimum hingga 12 tahun, 3 BNDES atau Propflora yaitu pinjaman untuk pemeliharaan hutan dengan tujuan industri atau pertanian, rehabilitasi dan pemeliharaan daerah konservasi, sistem agroforestry. Jumlah pinjaman sampai US 170.872 dengan bunga 6.75 per tahun, dan lamanya jangka waktu pinjaman tergantung pada aktivitas yang dibiayai, 4 BNDES atau Produsa yaitu pinjaman yang ditujukan untuk merangsang tindakan untuk lingkungan berkelanjutan dalam agribisnis, rehabilitasi lahan, mengurangi tekanan untuk penebangan, jumlah pinjaman yang ditawarkan sampai US 227.829 dengan bunga 5.75 sampai 6.75, dan jangka waktu pinjaman antara 5 tahun sampai 12 tahun tergantung pada aktivitas yang dibiayai, dan 5 Ecopronatureza yaitu pinjaman yang ditujukan untuk rehabilitasi dan konservasi di areal yang terdegradasi, dukungan proses produksi untuk teknologi yang sesuai dengan lingkungan daerah, mendorong terbentuknya hutan perusahaan dengan fokus pada generasi kerja dan pendapatan, mendukung proyek yang melibatkan penyerapan karbon dan mengurangi emisi rumah kaca, dengan jumlah pinjaman sampai US 5.695.734 dan bunga 5 sampai 8.5 per tahun tergantung pada aktivitas dan pendapatan petani, serta jangka waktu pinjaman antara 2 tahun sampai 20 tahun tergantung aktivitas yang dibiayai. Menurut Gondo 2009 dan Nugroho 2010, terdapat 2 model pinjaman kehutanan di Sudan, yaitu: 1 model “musharaka” yaitu suatu bentuk kemitraan bagi hasil antara Bank dan petani hutan dengan ketentuan hasil dibagi berdasarkan rasio yang disepakati dan kerugian ditanggung bersama sesuai nilai kepemilikan saham yang ditanamkan, dan 2 model “mudaraba” yaitu bentuk kerjasama kegiatan project dimana Bank menyediakan permodalan dan petani menyediakan tenaga kerja dengan bagi hasil yang disepakati. Di Indonesia khususnya di Jawa Tengah, Prihadi 2010 melaporkan adanya skema kredit kredit tunda tebang yang telah dipraktekkan di Kecamatan Bawang, Kabupaten Batang, Jawa Tengah oleh sebuah industri perkayuan. Kredit tunda tebang adalah fasilitas pinjaman uang kepada petani yang membutuhkan dana mendesak biaya sekolah, hajatan, hari raya, dsb namun pohonnya masih belum masak tebang 5 tahun dengan penundaan 0,5 sd 2 tahun, dengan bunga 6 per tahun. Dari penjelasan diatas dapat diketahui beragamnya skema pinjaman untuk kehutanan tidak hanya berbasis penanaman namun juga untuk kegiatan penunjang pembangunan kehutanan. Sehingga tepat jika Kementerian Kehutanan c.q BLU Pusat P2H mengevaluasi skema tunggal yang ditawarkan saat ini dengan skema yang lebih beragam sehingga petani dapat memilih skema yang lebih sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan yang mereka miliki. Rincian skema tunggal PDB HTR tersebut adalah sebagai berikut: penanaman Rp. 5.320.400, pemeliharaan Rp. 2.796.300, perlindungan dan pengamanan hutan Rp. 415.200. Jumlah total PDB HTR adalah Rp. 8.531.900 per ha. Jumlah minimum pinjaman per orang dalam kelompok KTH adalah Rp. 68.255.200 Rp. 8.531.900 x 8 ha. Menurut staf BLU Pusat P2H skema tunggal dibuat untuk mempermudah administrasi mengingat sumber daya pemberi pinjaman yang masih terbatas, namun kemudahan yang diinginkan oleh pemberi pinjaman belum tentu sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan dari penerima pinjaman. Hasil penelitian menunjukkan kemampuan dan kebutuhan tiap penerima pinjaman berbeda di tiap lokasi penelitian, hal ini belum diakomodir oleh pemberi pinjaman. Fakta penggunaan dana PDB HTR tidak sesuai peruntukan telah dilakukan oleh Koperasi X penerima pinjaman di Propinsi Sumatera Utara, yang menggunakan dana PDB HTR tahun ke-1 untuk menyelesaikan kasus sengketa lahan di areal yang di klaim milik koperasi tersebut dengan penggarap yang sudah mengokupasi lahan sebelumnya 1 . Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi yang dilakukan oleh staf BLU Pusat P2H, pada petak 1 blok 1 seluas 24 Ha tidak ada kegiatan penanaman yang direncanakan satu tahun sebelumnya atau masih 0. Fakta penyalahgunaan belum ditemukan pada kelompok tani karena penyaluran dana baru dilakukan pada tahun 2011 dan monitoring baru dilaksanakan pada akhir tahun 2012 atau satu tahun setelah dana PDB HTR disalurkan.

6.2 Penentuan Skema Pendanaan Optimal