Karakteristik Usaha HTR Karakteristik PDB HTR, karakteristik petani, aset yang dimiliki

Peraturan yang berkaitan secara langsung ataupun tidak langsung dengan PDB HTR dapat memberi gambaran seperti apa kebijakan HTR dan PDB HTR tersebut, peraturan merupakan cerminan kebijakan Kementerian Kehutanan, sehingga kinerja bagus atau tidak, sering bergantung kepada peraturan yang dibuat dan bagaimana respon dari penerima kebijakan tersebut. Untuk mengkaji peraturan yang berkaitan dengan PDB HTR, dan bagaimana peraturan tersebut dapat menghambat implementasi program HTR, dilakukan analisis isi. Analisis isi dilakukan terhadap peraturan yang berkaitan dengan PDB HTR, yakni: 1 peraturan yang berkaitan dengan BLU sebagai penyalur dana PDB HTR, 2 peraturan yang langsung terkait PDB HTR dan, 3 peraturan yang tidak terkait langsung namun akan mempengaruhi PDB HTR secara keseluruhan. Sedangkan analisis ruang kebijakan mencakup diskursus atau narasi, aktor atau jaringan, dan interest atau politik akan dikaji melalui proses perumusan kebijakan PDB HTR. 4.2.1.1 Peraturan terkait BLU Pusat P2H Peraturan terkait BLU Pusat P2H perlu dibahas karena BLU Pusat P2H merupakan organisasi yang menyalurkan PDB untuk pembangunan HTR, sehingga keberadaannya akan sangat mempengaruhi kinerja dari PDB HTR yang bersangkutan. BLU Pusat P2H ditetapkan dalam UU No 41 tahun 1999 kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam PP Nomor 6 tahun 2007 pasal 40 ayat 2, dibangun sebagai lembaga keuangan yang mendukung pembangunan hutan, dana yang digunakan oleh BLU Pusat P2H berasal dari dana DR diatur oleh PP No 35 tahun 2002, penggunaan dana DR terbatas untuk reboisasi pasal 10 ayat 1 dan 3 dan hanya disalurkan melalui dana bergulir Pasal 12 ayat 3. Pasal 10 di terjemahkan sebagai penanaman oleh Kementerian Kehutanan, sedangkan aktifitas penunjang seperti mesin mesin dan biaya konsumsi tidak termasuk yang di biayai. Pasal 12 di terjemahkan sebagai PDB HTR dengan skema tunggal dan hanya dapat disalurkan melalui koperasi, badan usaha berbadan hukum dan KTH Pasal 14 ayat 3. Ketentuan mengenai pinjaman diatur oleh Kementerian Kehutanan dan Kementerian Keuangan Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Kehutanan Nomor 06.1PMK.012007 dan Nomor 02Menhut-II2007 tentang Pengelolaan Dana Reboisasi dalam RPH. Dana untuk pengelolaan BLU Pusat P2H berasal dari APBN PP No 23 tahun 2005 tentang PKBLU, dan belum menggunakan hasil keuntungan karena pemasukan BLU Pusat P2H dari bunga pinjaman belum ada, penggunaan dana APBN tersebut belum efisien sesuai dengan amanat PP No. 23 tahun 2005 pasal 1 dan 2, karena biaya survey lapangan, akad kredit, pemantauan dan evaluasi sangat besar, ± 32 jutaperjalanan 7 , sementara pemasukan belum ada sehingga bisnis BLU Pusat P2H belum sehat karena masih disubsidi dari APBN. Dalam melaksanakan tugasnya BLU Pusat P2H memiliki kewenangan yang terbatas artinya tidak memiliki otonomi untuk membuat kebijakan sendiri dan melaksanakannya, dan keputusan prinsip tidak bisa dilakukan oleh internal BLU Pusat P2H atau Kepala Pusat PP No. 23 tahun 2005 pasal 3 ayat 1, Peraturan bersama Menkeu dan Menhut No 06.1PMK.012007 dan 02MenhutII2007, Permenhut No P.40Menhut-II2010. BLU Pusat P2H diberi kewenangan untuk mengajukan usulan, keputusan akhir tetap berada pada Menteri Kehutanan Permenhut No P.69Menhut-II2008. Peraturan-peraturan terkait BLU Pusat P2H selengkapnya pada Lampiran 2. 4.2.1.2 Peraturan yang terkait langsung dengan PDB HTR Dasar hukum PDB HTR yaitu 1 Permenhut No P.9Menhut-II2008 tentang Persyaratan KTH untuk Mendapatkan PDB HTR, 2 Permenhut No P.64Menhut-II2009 tentang Standar Biaya Pembangunan HTR dan HTR, dan 3 Peraturan Kepala Pusat Nomor P.01Pusat P2H-12009 tanggal 10 juni 2009 tentang Petunjuk Teknis Pemberian PDB HTR oleh BLU Pusat P2H selaku pelaksana Perguliran Dana. Kebijakan apapun bentuknya pada hakekatnya mengandung risiko untuk gagal, Gunn 1986 membagi kegagalan kebijakan policy failure ke dalam 2 kategori yaitu tidak terimplementasikan non implementation dan implementasi yang tidak berhasil unsuccesful implementation. Tidak terimplemetasikan berarti bahwa kebijakan tidak terlaksana sesuai dengan rencana, ada beberapa alasan diantaranya para pihak tidak mau bekerjasama, atau para pihak bekerja dengan tidak efisien karena tidak paham, atau persoalan yang dihadapi diluar kemampuan para pihak, sehingga tidak mampu mengatasi hambatan. Akibatnya implementasi 7 Komunikasi pribadi dengan staf BLU Pusat P2H di Jakarta pada September 2008.