Pelajaran yang Bisa Diambil oleh PDB HTR dari KUK DAS dan

pendampingan, di mana KUHR bertumpu pada avalis sedangkan KUK DAS dan PDB HTR bertumpu pada penyuluh atau pendamping, 4 mekanisme pendanaan berbeda di mana pada PDB HTR Peran Kepala Pusat BLU Pusat P2H sangat sentral dan peran bank sangat kecil, 5 mekanisme pengembalian berbeda di mana KUK DAS dan KUHR dapat dicicil sampai maksimal 11 tahun untuk KUHR dan 6 tahun untuk KUK DAS, sedangkan PDB HTR dibayar sekaligus pokok dan bunganya, setelah selesai daur maksimal 8 tahun, 6 mekanisme pembinaan dan pengendalian, di mana pada PDB HTR peran Kepala Pusat BLU Pusat P2H sangat besar, 7 penagihan KUK DAS dan KUHR oleh Bank sedangkan PDB HTR oleh BLU Pusat P2H sehingga peran BLU Pusat P2H cukup dominan, 8 jumlah Propinsi yang melaksanakan program berbeda, di mana HTR menduduki urutan tertinggi dari jumlah Propinsi yang dicadangkan, dan 9 program PDB HTR masih menerima dana DR. Adapun skema lengkap PDB HTR jika dibandingkan dengan KUK DAS dan KUHR dapat dilihat pada Lampiran 1.

5.4 Pelajaran yang Bisa Diambil oleh PDB HTR dari KUK DAS dan

KUHR Mengamati beberapa permasalahan dalam KUK DAS dan KUHR serta beberapa persamaan dengan PDB HTR maka terdapat beberapa pembelajaran yang dapat diambil, yaitu: A. Ketentuan berkelompok dapat memudahkan pengelolaan bagi pemberi pinjaman, selain itu keterlibatan petani dalam kelompok juga merupakan modal sosial. Wijaya 2009 dalam Sugianto 2009 menyatakan bahwa modal sosial merupakan faktor yang mempengaruhi keberhasilan pinjaman. Namun jika kelompok baru terbentuk supaya memperoleh PDB HTR seperti persyaratan yang ada dalam Peraturan Menteri Kehutanan P.09Menteri Kehutanan-I2008, maka modal sosial yang diharapkan sulit diperoleh, karena modal sosial akan terbentuk jika ada kepercayaan. Hal ini sejalan dengan pendapat Syukur 1993 yang menyatakan bahwa kelompok yang ada harus kokoh jika pinjaman ingin berhasil, namun jika kepercayaan belum terbentuk atau terpaksa terbentuk karena persyaratan administrasi maka kekokohan yang diharapkan sulit untuk diharapkan. Pembentukan kelompok secara mendadak hakekatnya untuk memenuhi kepentingan pemberi pinjaman yaitu untuk menyederhanakan pengelolaan dana PDB HTR dan kemudahan dalam membina penerima pinjaman, namun tujuan tersebut diprediksi akan sulit dicapai apabila kelompok penerima tidak solid dimana pengembalian pinjaman, penagihan dan pembinaan akan menimbulkan masalah tersendiri dan membutuhkan biaya transaksi yang besar jika kelompok yang dituju tidak kokoh. Adanya kelompok yang solid merupakan modal sosial dalam upaya mengurangi perilaku ingkar janji sehingga perilaku oportunis dapat dikendalikan, melanggar berarti akan terkucil secara sosial karena teman satu kelompok harus menanggung akibatnya tanggung renteng. B. Sebaiknya tidak menggunakan hanya satu pilihan skema pendanaan, karena kebutuhan petani sangat beragam. Menurut Ejigu 2009; Nugroho 2011a, skema tunggal one size fit all dan hanya berorientasi pada pembangunan hutan tanaman telah mempersempit pilihan pilihan bagi petani dan berisiko menurunkan kualitas portofolio bagi BLU Pusat P2H. C. Keberadaan mitra sangat dibutuhkan jika mitra berperan dan berfungsi sebagaimana mestinya, akan tetapi karena pengalaman KUHR mitra banyak yang melakukan ingkar janji seperti tidak transparan dari segi keuangan, tidak melakukan bimbingan, kabur, tidak jelas keberadaannya, dan mitra fiktif Departemen Kehutanan 2005. Maka hal ini dapat menyebabkan ketidakpercayaan petani terhadap mitra meningkat, oleh karena itu pemilihan mitra PDB HTR harus melalui seleksi yang lebih selektif dan ditunjang oleh pengawasan intensif oleh Dinas Kehutanan Kabupaten atau Kota sehingga keberadaan mitra dapat memenuhi tujuan yang telah ditetapkan. D. Pelaporan yang terlalu banyak dan rumit akan menyulitkan petani, karena tidak setiap petani memiliki latar belakang pengalaman berhubungan dengan aparat pemerintah, dan tidak memiliki pendidikan formal dan non formal yang cukup untuk memenuhi kewajiban pelaporan. Staf Dinas Kehutanan Kabupaten Kuansing 2 menyatakan bahwa banyak petani yang masih buta 2 Wawancara di Kecamatan Logas Tanah Darat pada bulan April 2009 huruf sehingga adanya pelaporan baik teknis maupun keuangan serta banyaknya tembusan yang harus dikirim akan menyulitkan petani. E. Tata cara pengajuan yang rumit, walaupun ditujukan sebagai penghambat counter 3 terjadinya ingkar janji, pada hakekatnya dapat mengalihkan sasaran pemberian kredit itu sendiri. Petani sebagai subjek yang seharusnya menjadi nasabah terbesar justru menjadi terpinggirkan karena ketidakpahamannya akan mekanisme pengajuan kredit. Kondisi ini rentan dimanfaatkan oleh para pihak yang mampu memanfaatkan situasi dan menggunakan petani hanya sebagai pelengkap persyaratan dan hanya digunakan identitasnya, tanpa petani sendiri paham bahwa dirinya sudah dimanfaatkan. Selain itu banyaknya tahapan kegiatan yang harus dilalui sebelum mendapatkan kredit akan meningkatkan biaya transaksi, dan hanya para pihak yang memiliki modal besar yang akan mampu memenuhi biaya- biaya tersebut, petani dalam hal ini tetap termaginalkan. F. Lokasi pengajuan kredit yang jauh akan meningkatkan resiko salah pilih penerima pinjaman dan ingkar janji. Hal ini disebabkan informasi yang jelas mengenai calon debitur tidak diketahui dengan pasti, dan adanya perbedaan kapasitas Kementerian Kehutanan di tingkat pusat dan daerah kabupaten atau kota menimbulkan manajemen pengelolaan pinjaman tidak dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien. G. Perlunya dilakukan prakondisi yang memungkinkan terjadinya peningkatan kapasitas dari para pihak sehingga tujuan program dapat berhasil, peningkatan kapasitas termasuk peningkatan teknik penanaman, teknik berkelompok, kesadaran akan hak dan kewajiban, peningkatan kemampuan pengelolaan keuangan, dan pemasaran, seperti yang dinyatakan oleh Syukur 1993, Wijaya 2009 dalam Sugianto 2009 H. Pentingnya persepsi yang sama di semua tingkatan baik daerah maupun pusat sehingga para pihak memiliki komitmen yang tinggi atas program yang dimaksud. Pengalaman KUK DAS dan KUHR membuktikan Departemen 3 Hasil komunikasi pribadi dengan Kepala Pusat BLU Pusat P2H di Jakarta pada April 2011, dikatakan bahwa tata cara PDB HTR yang rumit tersebut sengaja dibuat sebagai penyaring terjadinya penyelewengan, penyaringan dibuat karena merasa bahwa persiapan pelaksanaan HTR sesungguhnya belum siap dan belum diprakondisikan, suatu saat apabila semua pihak sudah siap, maka skema PDB HTR akan dibuat menjadi lebih longgar. Kehutanan 2005 bahwa tanpa adanya komitmen dari para pihak di level tapak menjadi penghambat lancarnya program. I. Perlunya organisasi di tingkat tapak sebagai kepanjangan tangan dari BLU Pusat P2H, sehingga biaya transaksi, ingkar janji dan salah pilih penerima pinjaman dapat dikurangi, perlunya koordinasi yang erat diantara para pihak, dan perlunya pendampingan yang intensif untuk mensukseskan program. Menurut staf BRI dan BPD 4 tanpa adanya organisasi di tingkat tapak maka pemahaman mengenai karakter penerima pinjaman, ataupun melakukan pendampingan seperti yang dipersyaratkan oleh Syukur 1993, Mayrowani 1998, Yunus 2007, Wijaya 2009 dalam Sugianto 2009, dan Prihadi 2010 akan sulit dilaksanakan, sehingga kinerja KUK DAS dan PDB HTR dapat terjadi pada PDB HTR.

5.5 Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan PUAP