Kinerja Penyaluran KINERJA PDB HTR

III. KINERJA PDB HTR

3.1 Kinerja Penyaluran

Sejak dicanangkan tahun 2007 sampai bulan November 2010 belum ada satupun pemohon yang memperoleh PDB HTR Pinjaman Dana Bergulir untuk pengembangan Hutan Tanaman Rakyat. Baru pada Desember 2010 terdapat 2 koperasi penerima PDB HTR yaitu Koperasi X di Kab. Mandailing Natal Propinsi Sumatera Utara dan Koperasi Y di Kab. Tebo Propinsi Jambi. Pada Desember tahun 2011 penerima dana PDB HTR mengalami peningkatan, tercatat 4 koperasi dan 27 KTH Kelompok Tani Hutan melakukan akad kredit walaupun 9 KTH dari 27 KTH belum memperoleh penyaluran PDB HTR karena berkas akad kredit yang harus diperbaiki dengan bantuan notaris belum diperbaiki dan dikembalikan pada BLU Pusat P2H. Data target dan realisasi penyaluran selengkapnya pada Tabel 3. Tabel 3 Target dan realisasi penyaluran dana dari BLU Pusat P2H Thn KTH dan Koperasi Target Luas Target penyaluran Rp Realisasi luas Ha atau Realisasi penyaluran Rp atau 2008 - 98.004 836.160.000.000 2009 - 43.670 372.589.619.400 2010 2 koperasi 141.674 1.208.749.619.400 600:141.674 atau 0.0042 151.551.360 atau 0.039 2011 s.d September 2011 terdapat 365 pemegang izin perorangan dalam 27 KTH dan 2 koperasi yang sudah akad kredit 1.063.550.000.000 4370.1 37.285.256. 190 atau 0.035 Sumber: BLU Pusat P2H Tahun 2008 sampai 2011, diolah Lambatnya realisasi penyaluran dana PDB HTR menurut Kepala Pusat BLU Pusat P2H 1 adalah karena panjangnya proses perizinan untuk memperoleh Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu untuk HTR IUPHHK HTR di hutan produksi yang belum dibebani hak sebagai salah satu syarat petani untuk 1 Jakarta pada 22 Maret 2011 mengajukan PDB HTR. IUPHHK HTR harus berada di areal yang sudah dicadangkan oleh Menteri Kehutanan sebagai areal HTR, sementara pencadangan dilakukan melalui deliniasi makro hutan produksi, hasil sosialisasi dan verifikasi di kabupaten atau kota. IUPHHK HTR juga menghambat BLU Pusat P2H untuk melakukan proyek percontohan pilot project dari PDB HTR karena lokasi yang akan dijadikan sebagai lokasi proyek percontohan harus mempunyai IUPHHK HTR. Pada tahun 2009 terdapat beberapa pemohon PDB HTR, yaitu: 3 pemohon berbadan hukum koperasi, 3 pemohon berbadan hukum Perseroan Terbatas PT, dan 4 pemohon petani pemegang IUPHHK HTR. Pemohon PDB HTR berbadan hukum koperasi Lampiran 5. Koperasi tersebut mengajukan proposal dengan nilai yang jauh dari ketetapan yang dibuat oleh Kementerian Kehutanan yaitu masing-masing 300 Ha untuk koperasi dan KTH Kelompok Tani Hutan. Ketiga koperasi tersebut memohon pinjaman dengan kisaran luas areal 3.107 Ha – 8.794 Ha, dan kisaran jumlah pinjaman yang diajukan adalah 26.6 milyar - 87.9 milyar. Walaupun demikian BLU Pusat P2H hanya mencairkan maksimum 300 Ha untuk masing-masing koperasi jika memenuhi syarat administrasi dan lolos verifikasi lapangan. Dana PDB HTR baru dicairkan pada bulan Desember 2010 terhadap Koperasi X 2 di Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, dan Koperasi Y di Kabupaten Tebo Provinsi Jambi. Jangka waktu pengajuan sampai pencairan menghabiskan waktu lebih dari satu tahun. Dana PDB HTR untuk Koperasi X tahun ke-1 hanya untuk luas areal 24 Ha [hasil verifikasi BLU Pusat P2H hanya 24 Ha yang lahannya dianggap bebas dari konflik dari luas 50 Ha per tahun 300 Ha : 6 tahun = 50 Ha per tahun untuk jenis karet Hevea braziliensis], sedangkan dana PDB HTR tahun ke-1 yang cair untuk Koperasi Y seluas 50 Ha. BLU Pusat P2H mewajibkan Koperasi X untuk mencari lahan tambahan seluas 36 Ha untuk memenuhi jumlah 50 Ha per tahun, sampai November 2011 Koperasi X belum memenuhi kekurangan lahannya, padahal berdasarkan 2 Lamanya waktu pencairan karena Koperasi X memerlukan waktu cukup lama untuk memenuhi persyaratan administrasi seperti yang diminta oleh Kapus melalui surat no S 248Pusat P2H-22009 tanggal 24 Juli 2009 IUPHHK HTR yang dimilikinya luas areal koperasi tersebut adalah 8.794 Ha. Disini diduga ada itikad tidak baik dari penerima pinjaman untuk memperoleh PDB HTR atas areal yang tidak ada, selain proses pembuatan SK IUPHHK HTR yang tidak dilakukan dengan benar. Pemohon PDB HTR berbadan hukum PT sebagai developer ada 3 namun ketiganya ditolak dengan beberapa alasan, yaitu: 1 PT pertama ditolak oleh BLU Pusat P2H karena PT tersebut bukan sebagai pemegang IUPHHK HTR Belum mempunyai SK IUPHHK-HTI definitive Surat Balasan Kapus no S.459Pusat P2H-22009 tanggal 8-4-2009, 2 PT kedua ditolak karena yang bersangkutan bukan pemegang IUPHHK-HTR, KTH yang diajukan sebagai mitra developer bukan sebagai pemegang izin sesuai surat Kapus no S.949Pusat P2H-22009 tanggal 24-7-2009, dan 3 PT ketiga permohonannya belum dapat dilayani oleh BLU Pusat P2H karena sedang dilakukan revisi peraturan berkaitan dengan mekanisme penyaluran PDB HTR dan HTI. Selain PT diatas menurut Kepala Pusat BLU Pusat P2H banyak yang mengajukan dana pinjaman secara lisan menjelang Pemilu dan menurun sesudah Pemilu tetapi pada dasarnya mereka tidak mempunyai IUPHHK HTR atau HTI. Petani yang melakukan permohonan pada tahun 2009 ada 4 orang dengan luas masing-masing 6 Ha, 10 Ha, 13 Ha, dan 15 Ha, semua anggota KTH berasal dari Kabupaten Sorolangun Provinsi Jambi, namun semua pemohon ditolak karena tidak sesuai dengan pasal 2 huruf a Permenhut P.09Menhut-II2008 yang menyebutkan bahwa Kelompok Tani Hutan yang mengajukan permohonan paling sedikit beranggotakan 5 orang pemegang IUPHHK HTR, dengan demikian pemegang IUPHHK HTR di Kabupaten Sorolangun tersebut belum memenuhi ketentuan untuk memperoleh dana bergulir. Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa PDB HTR telah menarik minat para oportunis yang mempunyai itikad tidak baik terhadap penggunaan dana PDB HTR, namun BLU Pusat P2H berusaha meminimalkan resiko tersebut dengan berlaku selektif dan taat peraturan 3 sesuai dengan azas kehati-hatian prudential, demi memenuhi 4 prinsip, yaitu: 1 tepat lokasi lokasi sesuai 3 Walaupun telah memakan “korban” 4 orang petani, mengingat biaya yang sudah dikeluarkan untuk memperoleh IUPHHK HTR, biaya penyusunan proposal dan pengajuan permohonan ke Jakarta cukup besar dengan areal pencadangan dan areal IUPHHK HTR, 2 tepat pelaku pelaku masyarakat atau koperasi sekitar hutan produksi pemegang IUPHHK HTR, 3 tepat kegiatan untuk kegiatan pembangunan HTR dan telah dinilai layak secara ekonomi, sosial, dan lingkungan oleh BLU Pusat P2H, dan 4 tepat penyaluran dan pengembalian penyaluran dan pengembalian sesuai akad kredit. Di sisi lain pada tahun 2009 tersebut BLU Pusat P2H pada dasarnya belum siap menyalurkan dana PDB HTR karena terkendala revisi peraturan yang mengatur mekanisme penyalurannya. Program kerja BLU Pusat P2H pada tahun 2008 dan tahun 2009 lebih banyak diisi oleh kegiatan pelatihan staf BLU Pusat P2H inhouse training Lampiran 7b dan 8, sosialisasi ke beberapa provinsi dan pemenuhan sarana dan prasana kantor termasuk melengkapi administrasi kantor di Jakarta Lampiran 9 dan 10. Pada tahun 2008 pelatihan yang dilakukan meliputi: sistem akutansi, pelaporan keuangan pemerintah, penyegaran sistem akutansi dan manajemen pengadaan barang atau jasa dimana peserta pelatihan rata-rata hanya 1 orang. Tahun 2009 pelatihan diikuti oleh lebih banyak peserta dengan kisaran jumlah 2 sampai 25 orang dengan fokus pelatihan yang berbeda dengan tahun 2008. Latihan yang dimaksud meliputi pemahaman peraturan-perundangan kehutanan, pengenalan alat GPS, penyusunan laporan keuangan, penyusunan laporan barang inventaris, pembinaan pegawai, administrasi kepegawaian, teknik penilaian proposal PDB HTR, teknik penyusunan Rencana Bisnis Anggaran RBA dan pengenalan skim kredit pola syariah. Dari materi pelatihan terlihat bahwa pelatihan yang dilakukan adalah untuk peningkatan kapasitas staf BLU Pusat P2H walaupun materinya lebih banyak bersifat teknis administratif. Hal yang menjadi kendala untuk pelatihan adalah keberadaan materi pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan BLU Pusat P2H di Kementerian Kehutanan atau Kementerian lain. Biaya yang diperlukan untuk melakukan pelatihan sendiri menurut Kepala Pusat BLU Pusat P2H cukup tinggi. Sehingga ketersediaan dana untuk mengirimkan peserta pelatihan atau menyelenggarakan pelatihan secara mandiri menjadi kendala.

3.2 Kinerja Penilaian Proposal