V. PERBANDINGAN PDB HTR DENGAN MODEL
PINJAMAN LAIN KUK DAS, KUHR DAN PUAP
Menurut Mayers dan Bass 2004 salah satu cara memperbaiki kebijakan adalah belajar dari pengalaman masa lalu baik tentang struktur maupun kinerja
implementasi kebijakannya. Pendekatan yang dilakukan adalah analisis
kebijakan naratif dari Van Eesten 2007; Nugroho 2011a. Analisis kebijakan naratif tidak dapat dipisahkan dari kelembagaan karena analisis harus
memperhatikan tatanan atau konteks kebijakan dengan mengidentifikasikan fakta dan struktur peraturan Shananan et al. 2011, dengan demikian tujuan dari
kebijakan naratif adalah untuk meramalkan masa depan kebijakan Dunn 2003 dari suatu atau perbaikan kebijakan Boswell et al. 2011. Kebijakan PDB HTR
akan dikaji melalui perbandingan institusi Hirakuri 2003, perbandingan dimaksud dilakukan antara PDB HTR dengan KUK DAS, KUHR dan PUAP.
Perbandingan ini untuk mengetahui bentuk kebijakan PDB HTR dengan KUK DAS dan KUHR sehingga bisa diprediksi kinerjanya di masa depan, dan
bagaimana faktor-faktor penentu keberhasilan kinerja pinjaman diadopsi dalam kelembagaan pinjaman PUAP. Pada bab ini pembahasan akan dilakukan secara
berurutan yaitu KUK DAS, KUHR, PDB HTR dan terakhir PUAP. Perbandingan dilakukan antara PDB HTR dengan KUK DAS dan KUHR, serta PDB HTR
dengan PUAP.
5.1 Kredit Usaha Konservasi Daerah Aliran Sungai KUK DAS
KUK DAS dilaksanakan mulai tahun 1996, dana yang dipergunakan
berasal dari Dana Reboisasi DR Departemen Kehutanan. Dasar hukum penyelenggaraan KUK DAS adalah Keputusan Menteri Kehutanan No:
199KptsV1995. Sedangkan petunjuk pelaksanaan KUK DAS berdasarkan Keputusan Ditjen RRL No: 06KptsV1996.
Peserta KUK DAS adalah petani pemilik atau penggarap yang merupakan anggota kelompok tani dan tergabung dalam satu unit usaha tani. Lahan usaha
tani yang digarap merupakan lahan kering baik untuk tanaman pangan, kebun rakyat dan hutan rakyat. Dalam pelaksanaan usaha tani terpadu, dianjurkan
menggunakan pola tanam tumpang sari antara tanaman pangan, tanaman keras atau kayu-kayuan atau buah-buahan dan tanaman pakan ternak.
Plafon kredit KUK DAS per hektar tergantung kepada kebutuhan petani akan tetapi maksimal 2 juta, dengan bunga 6 per tahun, jangka waktu kredit 5
tahun dengan masa tenggang 1 tahun. Penyaluran kredit dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan nyata petani berdasarkan rencana definitif
kebutuhan kelompok RDKK, BPD menyalurkan kredit secara bertahap misalnya untuk kegiatan bangunanfisik, pengadaan bibit, saprodi, pengadaan
ternak. Peran BPD adalah semi executing dana yang digunakan adalah dana Bank, dan dana Dephut sebagai jaminan. Penyaluran kredit melalui Bank
Penyalur BPD, akad antara BPD dengan seluruh peserta disaksikan Mitra Usaha.
Tahapan penyaluran adalah sebagai berikut; a RLPS menilai permohonan pinjaman, b RLPS setuju kemudian meminta Sekretaris Jenderal
untuk memindah bukukan atau menyiapkan dana KUK DAS, c Sekretaris Jenderal membuka rekening atas nama Menteri Kehutanan di BPD setempat
untuk menempatkan dana sebelum disalurkan dan untuk menampung pokok pinjaman, dan membuka rekening atas nama Sekretaris Jenderal untuk
menampung bunga jasa giro atau bunga deposito dari rekening Menteri Kehutanan, bunga, sanksi, denda dari kredit yang disalurkan, dan d BPD
melakukan akad kredit dengan kelompok tani
Keragaan kredit KUK DAS dapat dijelaskan sebagai berikut, penyaluran dana dari tahun 1988 sampai tahun 1998 telah tersalur sebesar ± Rp. 41.91
milyar, total pengembalian kredit ± Rp. 21.78 milyar atau 52 dari pinjaman sehingga terjadi tunggakan kredit sebesar ± Rp. 20.12 milyar atau 48 dari
pinjaman wawancara pribadi dengan biro keuangan pada Mei 2009.
Hasil evaluasi KUK DAS dari Kementerian Kehutanan ditemukan beberapa permasalahan kelembagaan. Permasalahan seperti dokumen di BPDAS
atau di Dinas Kehutanan Propinsi dan Kabupaten tidak ada atau tidak lengkap dan laporan rutin hanya dibuat oleh Bank, dari permasalahan ini dapat dilihat bahwa
kapasitas pemberi pinjaman di tingkat propinsi dan kabupaten tidak sejalan dengan keinginan pemberi pinjaman di tingkat pusat dengan kata lain koordinasi
antar instansi secara vertikal dan horizontal tidak berjalan. Kondisi ini mudah
dimanfaatkan oleh penerima pinjaman opportunis untuk mengelak dari kewajiban karena tidak ada bukti tertulis yang terekam di BPDAS, Dinas Kehutanan
Propinsi atau kabupaten penerima pinjaman melakukan ingkar janji.
Permasalahan kelembagaan lainnya diantaranya: 1 hasil usaha tani banyak yang sudah dipanen atau dijual baik berupa tanaman maupun ternak untuk
memenuhi kebutuhan hidup, 2 lahan banyak yang sudah berganti jenis komoditinya, dan 3 bangunan konservasi tanah sudah tidak terpelihara.
Permasalahan ini muncul karena pemberi pinjaman kurang melakukan pemantauan dan pembinaan, sehingga penerima pinjaman memanfaatkan
kesempatan itu untuk melakukan ingkar janji terhadap kontrak. Hasil pertanian yang minim menyebabkan penerima pinjaman menjual aset kayu miliknya untuk
memenuhi kebutuhan dasar akan sandang, skema pendanaan yang ditawarkan pemberi pinjaman tidak memberi peluang pinjaman selain untuk penanaman
kayu.
Masalah pembinaan yaitu: 1 tim pembina yang masih ada maupun yang sudah bubar, tidak aktif lagi dan belum dibuat tim pembina yang baru, 2
kelompok tani rata-rata sudah tidak aktif lagi, kecuali di Propinsi Bali aktif, di Propinsi Sumatera Utara dan Sulawesi Tengah masih mengadakan pertemuan
kelompok tahun 2005, dan 3 Sosialisasi tentang KUK DAS yang kurang, sehingga petani beranggapan bahwa kreditnya tidak perlu dilunasi atau
diputihkan.
Masalah ini muncul akibat kurangnya komitmen dari pihak pemberi pinjaman sehingga tim yang seharusnya membina tidak ada, sementara tim baru
juga tidak dibentuk sehingga penerima pinjaman seolah-olah ditinggal sendirian tanpa ada tim yang bertanggung-jawab terhadap mereka. Ketidak-konsistenan
dalam pembuatan peraturan maupun penegakan sanksi-nya mengakibatkan penerima pinjaman yang opportunis melakukan ingkar janji yaitu dengan tidak
membayar utang yang dipinjamnya. Kelompok tani yang dibentuk ketika ada proyek merupakan kelompok tani yang tidak memiliki ikatan sosial yang kuat
karena belum mengakar kepada karakteristik dan kebutuhan masyarakat, akibatnya fungsi kelompok tidak jalan dan informasi dari pemberi pinjaman
melalui kelompok tani untuk penerima pinjaman tidak sampai karena mediator
antara pemberi pinjaman dan penerima pinjaman yaitu kelompok tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik.
5.2 Kredit Usaha Hutan Rakyat KUHR