BAB III PENGETAHUAN LOKAL PETANI
TERHADAP EKOSISTEM DAN PENGELOLAAN SAWAH
3.1. Pengetahuan Lokal Petani mengenai Musim
3.1.1. Perubahan Musim
Petani di Nagari Kamang Hilia memiliki pengetahuan lokal yang berkaitan erat dengan aktifitas mereka dalam bercocok tanam, yaitu pengenalan musim.
Terdapat beberapa musim yang dikenal petani di Nagari Kamang Hilia, yaitu musim pahujan, musim paneh, dan musim peralihan. Pada musim peralihan,
petani di Nagari Kamang Hilia mengenal 2 dua musim berupa hari palambok dan musim panyakik.
Namun perubahan iklim yang terjadi sekarang ini juga mempengaruhi musim yang ada di Nagari Kamang Hilia. Perubahan yang terjadi cenderung lebih
mengarah kepada waktu terjadinya musim yang dikenal oleh petani di Nagari Kamang Hilia. Dimana, dahulunya waktu terjadinya musim masih dapat di
prediksi oleh petani di Nagari Kamang Hilia. berbeda dengan sekarang ini, dimana petani tidak lagi mengetahui dengan pasti kapan masuknya suatu musim.
Seperti musim pahujan yang tidak bisa di pastikan lagi terjadi pada bulan September hingga Desember atau musim paneh yang biasanya terjadi sekitar
bulan Februari hingga Juli. Petani tidak mengetahui dengan pasti semenjak kapan perubahan tersebut
mereka sadari. Namun perubahan tersebut mulai dirasakan oleh petani semenjak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
musim kemarau yang terjadi pada tahun 1998. Petani yang merasakan dampak tersebut yaitu Bapak Asnir
34
Pernyataan Bapak Syaiful menjelaskan bahwa keadaan musim di Nagari Kamang Hilia tidak terartur seperti sebelumnya. Musim yang dikenal oleh petani
di Nagari Kamang Hilia sebelumnya bisa terjadi 2 dua hingga 3 tiga kali dalam setahun tergantung lama musim itu berlangsung. Musim yang terjadi di
mengungkapkan bahwa :
“Ambo maraso samanjak musim kamarau tahun 1998, musim di nagari wak ko lah mulai ndak jaleh. Kadang
nagari wak ko hujan sen, kok ndak paneh sen agak sabulan atau duo bulan. Kadang dalam sabulan atau duo bulan tu
hari ko ndak manantu sen, kini hujan bisuak indak atau sapakan hujan, sapakan indak. Hari ko bantuaknyo mode
musim-musim kabaraliah”, “saya merasa semenjak musim kemarau tahun 1998, musim di nagari kita ini mulai tidak
menentu. Kadang nagari kita ini turun hujan dan terkadang panas selama 1 satu hingga 2 dua bulan. Terkadang
dalam 1 satu atau 2 dua bulan itu keadaan cuaca tidak menentu, sekarang hujan besok panas atau seminggu hujan
seminggu panas. Keadaan cuaca seperti pada saat musim- musim beralih”, pen.
Bapak Syaiful turut mengemukakan pendapat beliau mengenai perubahan yang terjadi terhadap musim yang dikenal oleh petani di Nagari Kamang Hilia,
berupa :
“Kini ko musim di nagari ko ndak tajadi sasuai wakatunyo dulu lai doh. Musim-musim yang sabalumnyo tajadi sakali
dalam sataun, kini ko amuah duo atau tigo kali tajadi. Contohnyo musim hujan. Dulunyo musim hujan kan tajadi
pado bulan September sampai Desember, tapi kini musim hujan ko tajadi jo di bulan-bulan lainnyo dalam sataun tu.
Kadang musim tu tajadi salamo duo bulan sen, kadang lai sampai tigo bulan”, “saat ini musim di nagari ini tidak
terjadi seperti waktu-waktu sebelumnya. Musim-musim yang dahulunya hanya terjadi sekali setahun, untuk saat ini
terkadang bisa terjadi 2 dua hingga 3 tiga kali. Seperti musim hujan. Dulu musim hujan terjadi sekitar bulan
September hingga Desember, tetapi saat ini musim hujan bisa saja terjadi pada bulan-bulan lainnya dalam tahun itu.
Terkadang musim tersebut berlangsung selama 2 dua hingga 3 tiga bulan”, pen.
34
Bapak Asnir 52 tahun merupakan salah satu petani yang tinggal di Jorong Joho.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Nagari Kamang Hilia sekarang ini bisa saja terjadi selama 2 dua hingga 3 tiga bulan setiap tahunnya. Keterangan Bapak Syaiful 52 tahun juga menegaskan
bahwa pada dasarnya tidak ada perubahan terhadap musim yang mereka kenal. Mereka masih mengenal musim pahujan, musim paneh, dan musim peralihan.
Hanya saja perubahan yang mereka rasakan berupa waktu terjadinya musim di Nagari Kamang Hilia tidak sesuai dengan masa dahulunya dan cenderumg tidak
berarturan. Petani di Nagari Kamang Hilia Mengungkapkan bahwa sampai sekarang
ini mereka masih berpedoman kepada cara-cara yang diturunkan oleh nenek moyang dalam melihat tanda-tanda dan ciri-ciri suatu musim. Sehingga,
walaupun terjadi perubahan terhadap waktu terjadinya sebuah musim, tetapi musim-musim yang akan mereka hadapi masih sama seperti musim-musim yang
mereka kenal semenjak dahulu. Hal ini diungkapkan oleh Ibuk Asnidar berupa :
“Nan barubah kan ndak musimnyo doh, tatapi wakatu bilo musim tu ka tajadi sen nyo. Jadi ambo masih mampagunoan
apo yang diajaan ndek inyiak-inyiak ambo sisuak ntuak mancaliak musim. Jadi ambo masih bisa manyadioan apo
nan paralu untuk mangarajoan sawah” “yang berubah kan bukan musimnya, tetapi hanya waktu kapan musim tersebut
akan terjadi. Jadi saya masih mempergunakan apa yang diajarkan oleh nenek moyang dalam melihat musim.
Sehingga saya masih bisa mempersiapkan apa yang dibutuhkan dalam mengerjakan sawah”, pen.
3.1.2. Musim Pahujan