“Batanam sarantak ko bisa juo untuak mananggulangi hamo. Katiko sawah yang ado di nagari ko sarangkek
batanam, mako hamo padi ko ndak manyarang ciek sawah sen. Sehingga, padi nan ado di sawah tu ndak
talalu banyak nan rusak, karano hamo nan manyarang menyebar ka sawah nan lain. Tapi kadang-kadang,
hamo tu justru bakambang labiah banyak, karano padi yang manjadi makanan hamo ko tasadio dalam jumlah
nan banyak. Untuak itu petani disiko punyo usaho untuak manatisipasinyo. Petani disiko barusaho
mananggulanginyo malalui pupuak, saluaran aia, dan alaik-alaik penanggulangan hamo”, “menanam
serentak ini bisa juga dijadikan sebagai usaha untuk menanggulangi hama. Ketika sawah yang ada di nagari
ini melakukan penanamn secara serentak, maka hama padi tidak akan menyerang satu sawah saja. Sehingga,
padi yang ada pada sawah tersebut tidak akan mengalami kerusakan yang begitu parah, karena hama yang
menyerang tersebar ke sawah yang lainnya. Tetapi, terkadang hama tersebut justru bisa berkembang lebih
banyak akibat tersedianya sumber makanan yang begitu banyak karena pengaruh tanam sarantak. Untuk itu,
petani disini mempunyai beberapa usaha dalam menanggulanginya. Petani disini berusaha
menanggulangi melalui pemanfaatan pupuk, saluran air, dan alat-alat penanggulangan hama”, pen.
C. Fungsi Mananam Sarantak terhadap Hubungan Sosial
Petani Selain membantu petani dalam pengelolaan padi sawah, kebijakan
mananam sarantak juga berperan dalam menjalin silaturahmi sesama petani. Dimana, mananam sarantak secara tidak langsung membuat intensitas petani
untuk berkumpul dalam satu tempat berupa sawah menjadi lebih sering. Sehingga memberikan kesempatan kepada petani untuk menjalin komunikasi yang baik
serta berbagi pengalaman dalam pengelolaan padi sawah. Komunikasi yang baik tersebut mendorong petani untuk salaing bahu membahu ketika melihat petani
lainnya merasa kesulitan dalam pengelolaan saawah. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Zamzani, berupa :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“Di nagari ko urang batanam sacaro sarantak, sahinggo kami para petani acok basobok di sawah. Katiko basobok,
kami acok bacarito tentang pangalaman-pangalaman salamo mangolah sawah. Ndak jarang kami saling tolong
manolong katiko agak tapayah mangarajoan sawah”, “di nagari ini petani menanam padi secara serentak, sehingga
kami para petani sering berjumpa di sawah. Ketika berjumpa, kami sering bercerita mengenai pengalaman-
pengalaman selama mengelola padi sawah. Tidak jarang kami saling tolong menolong ketika mengalami kendala
dalam mengerjakan sawah”, pen.
4.2. Kearifan Lokal yang Sudah Hilang
4.2.1. Bentuk Tradisi Bajulo-julo dalam Pengelolaan Sawah
Fungsi sawah sebagai pengikat kekerabatan, memunculkan sebuah tradisi dalam pertanian padi sawah di Nagari Kamang Hilia berupa bajulo-julo. Bajulo-
julo dalam Bahasa Indonesia lebih dikenal dengan sebutan arisan. Secara umum, bajulo-julo atau arisan memiliki arti kegiatan mengumpulkan uang atau barang yg
bernilai sama oleh beberapa orang kemudian diundi di antara mereka untuk menentukan siapa yg memperolehnya, undian dilaksanakan dl sebuah pertemuan
secara berkala sampai semua anggota memperolehnya
53
Tradisi bajulo-julo telah ada dan diwariskan semenjak zaman nenek moyang petani di Nagari Kamang Hilia mengelola pertanian padi sawah di daerah
ini. Kegiatan pertanian yang biasanya dilakukan dengan bajulo-julo adalah kegiatan menanam dan memanen padi sawah. Yang dikerjakan pada tradisi
. Namun pada dasarnya prinsip dari bajulo-julo atau arisan berupa bertemu berkumpul secara berkala.
Prinsip inilah yang mendasari konsep bajulo-julo bagi petani di Nagari Kamang Hilia. Bajulo-julo bagi petani di Nagari Kamang Hilia merupakan suatu kegiatan
yang dilakukan bersama-sama dalam mengerjakan kegiatan pertanian padi sawah secara bergantian.
53
http:www.artikata.comarti-319579-arisan.html
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA