moyang membagi-bagi wilayah menjadi beberapa nagari desa dan jorong
25
B. Zaman Penjajahan
dusun.
Menurut Monografi Nagari Kamang Hilia 1979, sekitar tahun 1638-1800 VOC mulai menjelajahi daerah Minangkabau. Namun ketika itu VOC tidak
mencampuri sistim kepemerintahan adat. VOC hanya berupaya untuk mengeruk segala sumberdaya alam yang ada di daerah Minangkabau termasuk Nagari
Kamang. Sehingga terjadilah pergolakan-pergolakan yang dilakukan untuk mengusir VOC dari Nagari Kamang. Keadaan Nagari Kamang Hilia pada masa
ini sudah mulai terorganisir dengan baik dimana sudah dibentuknya lokasi-lokasi perumahan, lahan-lahan pertanian, sarana ibadah berupa masjidsurau dan balai-
balai untuk kepentingan masyarakat. Untuk batas-batas wilayah ditandai
oleh pohon-pohon aua bambu yang banyak tumbuh didaerah ini sehingga,
Nagari Kamang mendapat nama lain atau julukan berupa Nagari Aua Parumahan.
Pada tahun 1833, Pemerintahan Belanda mengeluarkan kebijakan merubah
Pemerintahan Adat Menjadi Pemerintahan Nagari.
25
Jorong dalam kepemerintahan setara dengan dusun. Kata jorong digunakan oleh penduduk Nagari Kamang Hilia merupakan realisasi dari Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 31
Tahun 2001 tentang Pemerintahan Nagari yang biasa dikenal dengan istilah “Babaliak ka Nagari”. Sehingga Pemerintahan Nagari memiliki kebijakan dalam menggunakan itilah jorong
untuk dusun.
BOX 2.5 Kebijakan Belanda
Terhadap Pemerintahan Nagarei Kamang Tahun 1833
Pemerintahan Hindia Belanda yang dipimpin oleh H.W. Daendels
mengeluarkan “Verbod tegen’t vorderen van heerendiensten voor private
doeleinden”. Maksudnya adalah kepala adat dijamin oleh Negara, agar anak-
anak buahnya tidak dicaplok lagi untuk bekerja dengan kekerasan karena
kepentingan pribadi, namun untuk kepentingan kolonial. Maka pada waktu
itu ditunjuklah seorang pemimpin yaitu Kepala laras Tuanku Lareh sebagai
kepala rakyat teringgi. Tuanku Lareh ini diangkat dan digaji oleh Belanda dalam
menjalankan tugasnya. Untuk membantu tugas-tugas yang diberikan
Belanda, Tuanku lareh mengangkat seorang Pengulu Kepala untuk
mengkoordinir masing-masing kampong. Untuk tiap-tiap Jorong yang
ada diangkat seorang pemimpin berupa Pengulu Suku.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kemudian Belanda menjalankan usaha dalam menjajah Nagari Kamang melalui kepala-kepala adat yang ditunjuk oleh Belanda dalam memimpin
Pemerintah Nagari. Wilayah daerah ini terdiri dari 4 Nagari, yaitu Nagari Kamang, Nagari Bukik, Nagari Suayan, dan Nagari Simalantiak. Masuknya
kolonial Belanda ke Nagari Kamang merubah berbagai aspek di daerah ini. Hal ini membuat masyarakat merasa tidak nyaman dan melakukan berbagai bentuk
pemberontakan. Masyarakat membentuk sebuah rencana untuk menentang penjajah
sehingga terjadilah sebuah pemberontakan Clash ke I pada tahun 1908 yang diberi nama Parang Kamang. Dengan kekuatan yang dimiliki oleh Belanda, sekitar
tahun 1915 nama Nagari Kamang ini ditetapkan oleh Belanda menjadi Nagari Aua Parumahan yang terdiri dari 7 jorong dusun, yaitu Kampuang Balai
Panjang,Kampuang Kubang, Kampuang Rumah Tinggi, Kampuang Bawah Surian, Kampuang Tanjuang Mangkudu, Kampuang Pasia, dan Kampuang
Taluak. Pemerintahan pun dipimpin dan dikendalikan oleh Belanda dengan sistim mereka sendiri. Keadaan ini bertahan hingga Indonesia merdeka.
Pada saat Indonesi merdeka, oleh Badan Kerapatan Nagari disepakati bahwa Nagari Aua Parumahan dikembalikan menjadi Nagari Kamang. Akhirnya
pada Clash ke II tahun 1949, yaitu sewaktu perang kemerdekaan kembali berkecambuk dengan Belanda, dimana Kamang termasuk basis utama para
pejuang, maka di antara tokoh-tokoh masa itu antara lain Saibi St. Lembang Alam, Ak Dt gunung Hijau, Patih A, Muin Dt. Rky Marajo, dalam satu rapat yang
diadakan di Anak air Dalam Koto Kamang, sepakat untuk menambah Hilia dibelakang nama Kamang, sehingga lengkapnya menjadi Kamang Hilia.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
C. Zaman Kemerdekaan hingga Sekarang