lebih dikenal dengan padusi kumuah dan larangan makan nasi di dapur ketika padi disawah mulai berbuah yang disebut petani dengan jan makan di dapua.
Penyesuaian arti dalam kepercayaan petani terhadap hal-hal yang dianggap tabu dalam pertanian di Nagari Kamang Hilia tergambar dalam falsafah yang ada
pada kebudayaan mereka berupa “Adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah”. Falsafah tersebut bagi petani di Nagari Kamang Hilia yang
merupakan etnis Minangkabau memiliki makna berupa adat yang mereka pegang berlandaskan kepada hukum-hukum yang berlaku pada ajaran agama. Ajaran
agama yang dimaksudkan dalam pepatah ini merupakan ajaran Agama Islam. Sehingga masyarakat Minangkabau termasuk petani di Nagari Kamang Hilia
menyesuaikan adat yang mereka pegang dengan ajaran dalam Agama Islam. Selain agama, perkembangan teknologi dibidang pertanian juga memberi
pengaruh terhadap kepercayaan petani terhadap hal-hal yang dianggap tabu. Dimana, penggunaan teknologi yang berkembang sekarang ini mampu
memberikan bukti secara langsung terhadap hasil pertanian mereka. Seperti hal dalam usaha petani mencapai hasil yang berkualitas, ketika petani menggunakan
berbagai inovasi yang ada dalam pertanian padi sawah, maka hasil yang diperoleh akan lebih maksimal walaupun terkadang petani melanggar aturan-aturan yang
berlaku terhadap kepercayaan mengenai sati
54
4.3.1. Tampek Nan Sati
.
Tampek nan sati bagi petani di Nagari Kamang Hilia yaitu tempat-tempat yang dianggap keramat atau angker. Tampek nan sati tersebut diyakini oleh petani
memiliki penunggu yang menjaga tempat tersebut. Berbicara mengenai makhluk
54
Pergesaran makna dalam kepercayaan petani mengenai sati akibat perkembangan teknologi akan lebih di jelaskan pada BAB IV mengenai Pantangan Padusi kumuah Terhadap Sati dan Jan
Makan Di Dapua.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
halus, bagi petani di Nagari Kamang Hilia mempercayai bahwa mereka ada dimana saja. Terlebih tempat-tempat yang jarang didatangi oleh manusia. Sawah
dan lokasi sekitarnya merupakan tempat yang jarang untuk didatangi, seperti lahan sawah yang terletak di tepi tebing dan sawah yang berdekatan dengan
sungai-sungai yang mengalir di Nagari Kamang Hilia. Ibuk asnidar memaparkan tempat-tempat yang dianggap tampek nan sati oleh petani di Nagari Kamang
Hilia, berupa :
“Kecek urang sisuak, sawah nan ditapi-tapi tabiang tu sati, banyak panghunyi nyo. Agam nan ado di Nagari
wak ko pun kecek urang sisuak sati lo. Kok dapek jan main-main di tampek tu. Apo lai babuek nan macam-
macam, bangih paunyinyo. Kok ado lo urang nan baniak jaek kok ndak kamangarajoan karajo nan ndak patuik di
tampek tu, biko ado-ado sen cilako nan dapek di urang tu” artinya “kata orang dulu, sawah-sawah yang
berdekatan dengan tebing merupakan tempat yang angker karena banyak dihunyi oleh makhluk halus.
Sungai-sungai yang mengalir di nagari ini pun juga tergolong lokasi yang angker. sebaiknya jangan bermain-
main didaerah tersebut. Apa lagi ingin melakukan perbuatan yang tidak baik, karena akan membuat sang
penunggu marah. Jika ada orang yang ingin melakukan perbuatan jahat atau mengerjakan hal yang tidak terpuji
di lokasi tersebut, maka akan terjadi hal-hal buruk kepadanya”, pen.
Pernyataan beliau tersebut menjelaskan bahwa terdapat beberapa daerah yang dianggap tampek nan sati dengan berbagai pantangannya. Tampek nan sati
tersebut diyakini memiliki pantangan terhadap orang-orang yang berniat tidak baik, seperti ingin mencelakai seseorang maupun melakukan perbuatan yang tidak
senonoh. Jika ada seseorang yang melanggar pantangan tersebut, maka orang tersebut akan mendapatkan gangguan dari makhluk yang dipercayai menunggu
tempat tersebut. Gangguan yang didapat berupa kesurupan yang akhirnya jatuh sakit dan
bahkan hingga meninggal dunia. Percaya atau tidak mengenai hal tersebut,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
menurut petani di Nagari Kamang Hilia kejadian tersebut memang terjadi. Tidak jarang petani di Nagari Kamang Hilia yang mengakui pernah melihat dan bahkan
diganggu oleh makhluk halus. Bagi Ibuk Asnidar, beliau mengakui pernah mengalami sendiri hal-hal mistis tersebut berupa :
“Dulu ambo jo amak pernah pulang kasawah pai ka tapi agam dakek sawah tu. Ambo mambarasiahan badan
sudah mangarajoi sawah. Tibo dirumah, niaik ambo ka mandi. Pas ambo caliak, badan ambo ko lah biru-biru
sen. Kecek amak ambo, ambo dipicik ibilih ndek ndak parmisi wakatu mambarasiahan badan di tapi agam tu”
artinya “dulu saya beserta ibu sepulang dari sawah pergi kesungai dekat lahan sawah kami. Kami membersihakan
badan setelah mengerjakan sawah. setiba dirumah, saya berniat untuk mandi. Ketika saya lihat, pada tubuh saya
banyak terdapat bentolan-bentolan berwarna biru. Kata ibu saya, saya dicubit oleh makhul halus karena tidak
izin ketika membersihkan badan di tepi sungai tadi”, pen.
Gangguan dari makhluk halus bisa berupa penyakit seperti, biru-biru pada tubuh yang diyakini oleh penduduk setempat disebabkan oleh cubitan makhluk
halus yang merasa terganggu, atau lebih dikenal oleh petani di Nagari Kamang Hilia dengan istilah dipiciak ibilih. Petani tidak memiliki obat khusus dalam
mengobati penyakit dipiciak ibilih. Menurut kepercayaan petani, gangguan seperti ini tidak tergolong parah yang nantinya akan sehat dengan sendirinya. Gannguan
yang ditimbulkan oleh makhluk halus yang menghunyi tampek nan sati dikenal dengan tasapo. Tasapo merupakan penyakit yang disebabkan oleh gangguan
makhluk halus yang menimbulkan pikiran seseorang tersebut cenderung terganggu. Gejala-gejala yang menandakan seseorang
Selain itu, menurut pretani gangguan tersebut bisa juga berupa penampakan-penampakan wujud yang taka lazim, berupa wujud hariamau yang
biasa dikenal dengan istilah inyiak, ular yang berbentuk aneh dan berukuran besar,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dan bahkan sosok berupa orang dengan sikap yang sangat tidak wajar hantu. Bahkan ada petani yang pernah memiliki pengalaman berupa merasa dibawa oleh
makhluk halus ke suatu tempat. Kejadian ini dinami oleh penduduk setempat disuruakan hantu aru-aru.
Kepercayaan mengenai tempat-tempat yang dianggap tampek nan sati beserta makhluk-makhluk gaib yang menghuninya masih ada hingga sekarang.
Namun kepercayaan tersebut hanya dijadikan sebagai salah satu pengingat untuk petani dalam menghargai kebesaran Yang Maha Kuasa. Berbagai larangan yang
diberikan terhadap tampek nan sati memiliki nilai berupa aturan-aturan yang mengingatkan petani untuk tetap berbuat dan bersikap sesuai dengan norma-
norma yang berlaku. Maksudnya disini adalah, dengan adanya kepercayaan tersebut secara tidak langsung akan membantu petani untuk mengontrol sikap dan
tingkah laku mereka dalam menjalankan kehidupan.
4.3.2. Padusi Kumuah