sebagai pemasok air untuk sawah lebih terasa ketika musim paneh. Pada saat musim paneh, biasanya air
banda sangat kecil. Jika para petani merasa air banda tidak mencukupi dalam memenuhi kebutuhan air
sawahnya, maka kami mengambil air dari sungai. Balok- balok bendungan kami pasang agar air di sungai bagian
atas bisa lebih tinggi dari pada air banda. Jika air sungai tersebut telah lebih tinggi dibandingkan air banda,
ampang-ampang kapalo banda kami buka agar air bisa masuk ke banda. Ketika petani merasa kebutuhan air
sawah sudah terpenuhi, maka ampang-ampang kapalo banda kembali ditutup dan balok-balok bendungan
dibuka agar air tidak tergenang”, pen.
Pada musim paneh air banda cenderung kecil, sehingga petani membutuhkan pasokan air dari sungai. Untuk mengalirkan air sungai ke banda,
air sungai harus selalu tinggi dibandingkan air banda. Dalam mengupayakannya, petani memasang semua balok penutup bendungan agar air sungai mengalir ke
banda bukan ke sungai pada bagian bawah bendungan. Setelah air sungai dirasakan cukup tinggi dari air banda, barulah ampang-ampang pada kapalo
banda dibuka agar air sungai dapat mengalir kedalam banda. Kondisi bendungan dan kapalo banda tersebut dibiarkan hingga petani merasa air untuk sawah
mereka sudah terpenuhi.
3.5.2. Pengelolaan Bibit
Mengelola bibit pada petani di Nagari Kamang Hilia disebut dengan mangaka banyiah. Secara harfiah mangaka banyiah terdiri dari 2 dua suku kata
berupa, mangaka yang berarti menaburkan dan banyiah yang berarti bibit. Jadi, mangaka banyiah berarti manaburkan bibit. Bagi petani di Nagari Kamang Hilia,
mangaka banyiah diartikan sebagai kegiatan dalam manjadian sawah berupa menaburkan banyiah di lahan pasumayan. Bapak Zamzani mengungkapkan
pemahaman beliau mengenai mangaka banyiah dan pasumayan, berupa :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“Mangaka banyiah ko manyerakan padi yang dijadian banyiah di pasumayan. Pasumayan ko tampek yang wak
buek untuak manggadangan banyiah” “mangaka banyiah merupakan kegiatan menaburkan banyiah pada
pasumayan. Pasumayan merupakan tempat yang diolah untuk pengembangan banyiah”, pen.
Dahulunya petani di Nagari Kamang Hilia mangaka banyiah tidak hanya dilakukan di lahan sawah, namun dilakukan juga pada lahan ladang. Pendapat
tersebut dikemukakan oleh Ibuk Asnidar, yaitu :
“Sisuak urang mangaka banyiah ndak disawah sen doh, kami pernah lo mangaka banyiah ko di parak. mangaka
banyiah di parak ko samo jo mangaka banyiah di sawah, mulai dari caro mangarajoannyo sampai alat-alat yang
dipagunoan. Tapi, Banyiah nan bakambangan di parak ko kurang rancak lo dibandingan banyiah nan
bakambangan disawah. Ditambah lo mangambangan banyiah di parak ko karajo jo wakatu nan disadioan
batambah. Taraso bana katiko banyiah ko paralu aia, awak harus barusaho manyadioan aianyo karano alun
tau parak ko dakek jo mato aia. Alun lo lai kalau wak mambuek pasumayan katiko musim paneh, ndak
mungkin aia hujan yang ka diharokan. Katiko banyiah ko lah patuik untuak ditanam, banyiah ko harus
bapindahan lo dulu ka sawah, siap tu ka diagakan lo parak ko jauah dari sawah” “Dahulu petani mangaka
banyiah tidak dilakukan pada lahan sawah saja, kami pernah membuatnya pada di ladang. mangaka banyiah di
ladang sama dengan di sawah, mulai dari cara pengerjaannya hingga alat-alat yang digunakan. Tetapi,
banyiah yang dikembangkan diladang kurang bagus apabila dibandingakan dengan banyiah
yang dikembangkan disawah. Ditambah lagi pengembangan
banyiah di ladang menambah pekerjaan dan waktu. Lebih terasa ketika banyiah memerlukan air, dimana kita
harus menyediakannya karena tidak semua ladang berdekatan dengan sumber air. terlebih ketika musim
paneh, dimana kita tidak bisa mengharapkan air hujan. Ketika banyiah siap untuk ditanam, kita harus
memindahkannya terlebih dahulu ke sawah, terlebih lokasi ladang yang berada jauh dari sawah”, pen.
Cara kerja mangakaan banyiah di ladang tidak jauh berbeda dengan sawah. Namun Menurut petani di Nagari Kamang Hilia, kualitas banyiah ladang
pun tergolong kurang bagus jika dibandingkan dengan kualitas banyiah sawah. Selain itu, petani menyediakan lebih banyak tenaga dan waktu yang lebih dalam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pengembangan banyiah ladang. Dimana petani harus berusaha menyediakan air ketika banyiah memerlukannya. Akan lebih terasa ketika ladang yang dijadikan
tempat pasumayan berada jauh dari sumber air. Apalagi pada saat paneh, dimana petani tidak bisa mengharapkan pasokan air dari hujan. Berikutnya pada saat
banyiah sudah siap untuk ditanam, dimana petani harus memindahkannya terlebih dahulu ke sawah. pada saat memindahkan banyiah petani akan lebih terasa
kerepotan apabila lokasi ladang jauh dari sawah. Sehingga lama-kelaman petani di Nagari Kamang Hilia mulai meninggalkan pengembangan banyiah di lahan
ladang. Bapak Kayo mengungkapkan bahwa pengembangan banyiah ladang mulai
ditinggalkan oleh petani di Nagari Kamang Hilia, yaitu :
“Ambo ndak lo bisa mamastian samanjak bilo kami disiko ndak do mangambangan banyiah di parak. Raso-
rasonyo samanjak musim di kampuang wak ko mulai ndak manantu, kami lah mulai maninggaannyo. Soalnyo
katiko mangambangan banyiah di parak, kami masih maharokan aia hujan untuak manyadioan aia yang
paralu dalam mangambangan banyiah” “saya tidak bisa memastikan semenjak kapan pengembangan
banyiah di ladang mulai kami tinggalkan. Rasa-rasanya semenjak musim di kampung ini mulai tidak menentu,
kami sudah mulai meninggalkannya. Soalnya ketika mengembangkan banyiah di ladang, kami masih
mengharapkan air hujan dalam menyediakan kebutuhan air untuk banyiah”, pen.
Bapak Zamzani memberikan informasi yang serupa mengenai pengembangan banyiah ladang mulai ditinggalkan oleh petani di Nagari Kamang
Hilia, berupa :
“Ambo dahulu mangambangan banyiah di parak katiko musim pahujan sen nyo. Soalnyo katiko banyiah ko
paralu aia, ambo manyadioannyo dari aia hujan sen nyo. Parak ambo jauah dari mato aia, sahinggo ambo
susah manyadioan aia katiko musim paneh. Tapi samanjak musim di nagari ko lah mulai payah ditakok,
ambo ndak pernah mancubo mangambangan banyiah di
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
parak lai doh” “Saya dahulu mengembangkan banyiah di ladang hanya pada saat musim pahujan. Soalnya
ketika banyiah memerlukan air, saya menyediakannya dari air hujan saja. Ladang saya sangat jauh berada dari
sumber air, sehingga saya sangat kesulitan dalam menyediakan air ketika musim paneh. Tetapi semenjak
musim di nagari ini sudah mulai sulit ditebak, saya tidak pernah sama sekali untuk mengembangkan banyiah di
ladang”, pen.
Tidak ada yang mengetahui dengan pasti semenjak kapan pengembangan banyiah di ladang mulai ditinggalkan oleh petani di Nagari Kamang Hilia.
Beberapa petani hanya megungkapkan bahwa pengelolaan banyiah ladang semakin ditinggalkan ketika musim di Nagari Kamang Hilia terasa mulai tidak
menentu yaitu sekitar tahun 1998
46
Dalam memilih banyiah untuk penanaman pada musim berikutnya, petani di Nagari Kamang Hilia juga memiliki pengetahuan tersendiri. Pemilihan padi
yang akan dijadikan banyiah untuk musim berikutnya dilihat pada bagian padi yang tumbuh sangat rata pada tanaman padi sebelumnya. Menurut petani di
Nagari Kamang Hilia, pada bagian padi tersebut memiliki buah padi yang sangat bagus untuk dijadikan banyiah. Pada bagian padi tersebut tidak banyak terdapat
padi hampo padi kosong. Padi yang sudah dipilih dan dipisahkan untuk banyiah direndam dalam air sebagai usaha agar padi tadi berkualitas bagus untuk dijadikan
. Petani mengkaitkannya terhadap perubahan musim tersebut, karena petani melakukan pengembangan banyiah ladang
cenderung pada saat musim pahujan. Dimana, petani merasa pengebangan banyiah ladang saat musim pahujan lebih efisien, karena air hujan dapat
membantu petani untuk memenuhi kebutuhan air dalam pengelolaan banyiah ladang.
46
Penulis mengambil kesimpulan terhadap waktu pengembangan banyiah lading mulai ditinggalkan petani melalui pendapat petani yang menyatakan waktu perubahan musim mulai
mereka rasakan. Pendapat petani tersebut telah dituliskan pada BAB III berupa Pengetahuan Petani Mengenai Musim.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bibit. Dengan merendam padi tersebut petani akan mengetahui mana padi yang berkualitas dan mana yang tidak, karena padi yang bagus akan tetap berada dalam
air, sementara padi yang tidak bagus akan merapung keatas permukaan air. Setelah mendapatkan calon banyiah yang bagus, padi tadi akan
dipindahkan kedalam air yang berlumpur. Menurut petani lumpur tersebut dapat membantu perkembangan pertumbuhan banyiah tersebut. Biasanya petani
meggunakan kolam-kolam yang mereka miliki untuk merendam banyiah tersebut. Merendam banyiah ini dilakukan selama 2-3 hari untuk mendapatkan kualitas
yang baik. Setelah direndam, banyiah tersebut dikeluarkan dan dibiarkan hingga memiliki tunas. Biasanya dalam 3 hari setelah pengangkatan dari air, banyiah
tersebut sudah bertunas dan siap untuk disemaikan. Setelah calon banyiah telah bertunas dan siap untuk dikembangkan, maka
petani mulai menaburinya secara merata pada pasumayan. Kemudian sakam akan ditaburi lagi secara tipis dan merata, yang kemudian ditutup dengan tanah yang
sudah bersih dan halus hingga menutupi padi dan sakam. Terakhir baru ditutupi dengan alang-alang, dengan maksud supaya padi yang sudah ditaburkan tadi
jangan sampai dimakan oleh burung atau ayam.
Foto 3.7. Mangakaan Banyiah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Apabila banyiah sudah tumbuh sepanjang kira-kira 5 cm atau sudah berumur kira-kira dua minggu, alang-alang sebagai penutup tadi dibongkar
kembali dengan maksud supaya banyiah dapat tumbuh dengan bebas dan leluasa. Setelah usia banyiah mencapai 1 satu bulan, maka banyiah tersebut siap untuk
ditanam. Saat pemindahan banyiah kesawah diawali terlebih dahulu dengan pencabutan dan diikat dengan ukuran-ukuran tertentu, lalu ujungnya dipotong
sama panjang.
Foto 3.8. Banyiah Siap Tanam
3.5.3. Pananaman Padi