Tabel 2.1 Alergen yang Menimbulkan DKA
Kategori produk Jenis Produk
n
tes
n
pos
Perawatan Kulit Facial Cream
96 15,0 41 18,2
Masker 14 2,2
4 1,8 Krim Mata
3 0,5 2 0,9
Softening Lotion 20 3,1
7 3,1 Pembersih Wajah
69 10,8 17 7,6
Body Lotion 12 1,9
6 2,7 Sabun
68 10,6 27 12,0
Pewarna Dekoratif Pewarna Rambut
19 3 10 4,4
Lipstik 28 4,4
14 6,2 Eye Shadow
24 3,8 13 5,8
Bedak 55 8,6
13 5,8
Perawatan Rambut Shampo
50 7,8 26 11,6
Waving Lotion 1 0,2
Hair Fixing Lotion 2 0,3
Masker Rambut 11 1,7
2 0,9
Terapetik Krim Pencerah Kulit
70 10,9 16 7,1
Krim Anti Jerawat 28 4,4
6 2,7
Parfum dan Deodorant Tabir Surya
- 19 3,0
4 1,8 -
34 5,3 10 4,4
Oral Hygine
Pasta Gigi 17 2,7
7 3,1 Obat Kumur
Total
640 225
Ket: n
tes
: jumlah produk kosmetik yang diujikan N
pos
: jumlah produk kosmetik yang memberikan hasil PT positif Sumber: Klinik Kulit dan Kelamin RS. Dr. Sardjito Yogyakarta, 2005-2006
2.3.2.4 Patofisiologi Dermatitis Kontak Kosmetik Iritan
Dermatitis kontak iritan timbul setelah pemaparan tunggal atau pemaparan berulang pada agen yang sama. Beberapa mekanisme dapat
menjadi penyebab terjadinya dermatitis kontak iritan. Pertama, bahan
kimia mungkin merusak sel dermal secara langsung dengan absorpsi langsung melewati membrane sel kemudian merusak system sel.
Mekanisme kedua, setelah adanya sel yang mengalami kerusakan maka akan merangsang pelepasan mediator inflamasi ke daerah tersebut
oleh sel T maupun sel mast secara non-spesifik. Misalnya, setelah kulit terpapar asam sulfat maka asam sulfat akan menembus ke dalam sel kulit
kemudian mengakibatkan kerusakan sel sehingga memacu pelepasan asam arakidonat dari fosfolipid dengan bantuan fosfolipase. Asam
arakidonat kemudian dirubah oleh siklooksigenase menghasilkan prostaglandin, tromboksan dan lipoosigenase menghasilkan leukotrien.
Prostaglandin dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah ehingga terlihat kemerahan dan mempengaruhi saraf sehingga terasa sakit;
leukotrien meningkatkan permeabilitas vaskuler di daerah tersebut sehingga meningkatkan jumlah air dan terlihat bengkak serta berefek
kemotaktik kuat terhadap eosinofil, netrofil, dan makrofag. Mediator pada inflamasi akut adalah histamine, serotonin, prostaglandin, leukotrien,
sedangkan pada inflamasi kronis adalah IL1, IL2, IL3, TNFα2. Reaksi ini bukanlah akibat imun spesifik dan tidak membutuhkan pemaparan
sebelumnya agar iritan menampakan reaksi. Beberapa faktor mungkin mempengaruhi tingkatan respon kulit.
Adanya penyakit kulit sebelumnya dapat menghasilkan dermatitis yang parah akibat membiarkan iritan dengan mudah memasuki sermis. Jumlah
dan konsentrasi paparan bahan kimia juga penting. Iritan kimia kuat,
asam dan basa tampaknya menghasilkan keparahan yang reaksi inflamasi yang sedang dan parah. Iritan yang lebih ringan, seperti detergen, sabun,
pelarut mungkin membutuhkan pemaparan yang banyak untuk mengakibatkan dermatitis. Selain itu, faktor lingkungan seperti suhu dan
kelembaban atau perekaan basah dapat berpengaruh Crowe, M.A James W.D, 2001, dalam Sumantri, dkk, 2008.
2.3.2.5 Patofisiologi Dermatitis Kontak Kosmetik Alergi
Dermatitis Kontak Alergi merupakan reaksi inflamasi pada dermal akibat paparan allergen yang mampu mengaktifasi sel T, yang kemudian
migrasi menuju tempat pemaparan. Tempat pemaparan biasanya daerah tubuh yang kurang terlindungi, namun allergen uroshiol yang terbawa
dalam partikulat asap rokok mampu mempengaruhi tempat-tempat yang secara umum terlindungi. Selain itu, urosiol dapat aktif lama hingga 100
tahun, Penampakan dermatitis kontak alergik biasanya tidak langsung terlihat pada daerah tersebut sesaat setelah pemaparan karena allergen
melibatkan reaksi imunologis yang membutuhkan beberapa tahap dan waktu.
Berikut adalah mekanisme reaksi imunologis tersebut, pertama pemaparan awal alergem tersebut akan mensensitisasi system imun.
Tahap ini dikenal dengan tahap induksi. Menurut beberapa dokter, secara umum gejala belum tampak pada tahap tersebut. Walaupun demikian,
gejala dermatitis tetap dapat langsung terjadi setelah pemaparan tergantung faktor individu, allergen, dan lingkungan. Pada tahap ini,