Dermatitis kontak Iritan termasuk dermatitis yang memiliki proses kejadian yang cepat dan sesaat setelah terjadi kontak dengan zat atau
benda yang merusak kulit dan cenderung tidak ada proses pencetus alergi seperti pada dermatitis kontak alergi, dan langsung terjadi sejak kontak
pertama.Makin lama zat atau benda tersebut menempel di kulit, maka akan
semakin berat
dermatitis yang
terjadi. Penyebab
munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumnas, asam, alkali dan serbuk kayu.
Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, vehikulum, serta suhu badan iritan tersebut, juga
dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu lama kontak, kekrapan terus meneru atau berselang, adanya oklusi menyebabkan kulit
lebih permeable, demikian pula gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban udara juga berpengaruh Prasari,2006.
Faktor manusia juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan misalnya perbedaan penebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan
perbedaan permeabilitas; usia anak di bawah 8 tahun lebih mudah teriritasi, ras kulit hitam lebih tahan dibandingkan kulit putih, jenis
kelamin insidens dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada wanita , penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami ambang rangsang
terhadap bahan iritan turun. Misalnya dermatitis atopik.
2.3.2.3 Etiologi Dermatitis Kontak Kosmetik Alergi
Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap bahan-bahan kimia yang
kontak dengan kulit dan dapat mengaktivasi reaksi alergi WHO,2005. Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa
bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh
potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit Djuanda, 1987.
Dermatitis kontak alergi merupakan peradangan di kulit akibat kontak dengan zat yang dianggap asing oleh tubuh di mana ada proses
hipersensitivitas alergi yang berperan di dalamnya. Seperti pelindung tabir surya, bedak, lipstick, eye shadow, dan bahan kosmetik lainnya.
Untuk menjadi alergi terhadap sesuatu zat atau benda, harus ada riwayat kontak dahulu sebelumnya yang memancing tubuh untuk membuat
respon imun yang berperan adalah sel T-lymphocyte yang dapat mengenali zat alergen walau pun dalam jumlah yang sangat kecil.
Dermatitis kontak alergi akan dirasakan sangat gatal oleh penderitanya pada bagian kulit yang terkena dermatitis kontak. Dan biasanya
membutuhkan waktu 24-48 jam sebelum reaksi alerginya muncul Kusumawati,2007.
Tabel 2.1 Alergen yang Menimbulkan DKA
Kategori produk Jenis Produk
n
tes
n
pos
Perawatan Kulit Facial Cream
96 15,0 41 18,2
Masker 14 2,2
4 1,8 Krim Mata
3 0,5 2 0,9
Softening Lotion 20 3,1
7 3,1 Pembersih Wajah
69 10,8 17 7,6
Body Lotion 12 1,9
6 2,7 Sabun
68 10,6 27 12,0
Pewarna Dekoratif Pewarna Rambut
19 3 10 4,4
Lipstik 28 4,4
14 6,2 Eye Shadow
24 3,8 13 5,8
Bedak 55 8,6
13 5,8
Perawatan Rambut Shampo
50 7,8 26 11,6
Waving Lotion 1 0,2
Hair Fixing Lotion 2 0,3
Masker Rambut 11 1,7
2 0,9
Terapetik Krim Pencerah Kulit
70 10,9 16 7,1
Krim Anti Jerawat 28 4,4
6 2,7
Parfum dan Deodorant Tabir Surya
- 19 3,0
4 1,8 -
34 5,3 10 4,4
Oral Hygine
Pasta Gigi 17 2,7
7 3,1 Obat Kumur
Total
640 225
Ket: n
tes
: jumlah produk kosmetik yang diujikan N
pos
: jumlah produk kosmetik yang memberikan hasil PT positif Sumber: Klinik Kulit dan Kelamin RS. Dr. Sardjito Yogyakarta, 2005-2006
2.3.2.4 Patofisiologi Dermatitis Kontak Kosmetik Iritan
Dermatitis kontak iritan timbul setelah pemaparan tunggal atau pemaparan berulang pada agen yang sama. Beberapa mekanisme dapat
menjadi penyebab terjadinya dermatitis kontak iritan. Pertama, bahan
kimia mungkin merusak sel dermal secara langsung dengan absorpsi langsung melewati membrane sel kemudian merusak system sel.
Mekanisme kedua, setelah adanya sel yang mengalami kerusakan maka akan merangsang pelepasan mediator inflamasi ke daerah tersebut
oleh sel T maupun sel mast secara non-spesifik. Misalnya, setelah kulit terpapar asam sulfat maka asam sulfat akan menembus ke dalam sel kulit
kemudian mengakibatkan kerusakan sel sehingga memacu pelepasan asam arakidonat dari fosfolipid dengan bantuan fosfolipase. Asam
arakidonat kemudian dirubah oleh siklooksigenase menghasilkan prostaglandin, tromboksan dan lipoosigenase menghasilkan leukotrien.
Prostaglandin dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah ehingga terlihat kemerahan dan mempengaruhi saraf sehingga terasa sakit;
leukotrien meningkatkan permeabilitas vaskuler di daerah tersebut sehingga meningkatkan jumlah air dan terlihat bengkak serta berefek
kemotaktik kuat terhadap eosinofil, netrofil, dan makrofag. Mediator pada inflamasi akut adalah histamine, serotonin, prostaglandin, leukotrien,
sedangkan pada inflamasi kronis adalah IL1, IL2, IL3, TNFα2. Reaksi ini bukanlah akibat imun spesifik dan tidak membutuhkan pemaparan
sebelumnya agar iritan menampakan reaksi. Beberapa faktor mungkin mempengaruhi tingkatan respon kulit.
Adanya penyakit kulit sebelumnya dapat menghasilkan dermatitis yang parah akibat membiarkan iritan dengan mudah memasuki sermis. Jumlah
dan konsentrasi paparan bahan kimia juga penting. Iritan kimia kuat,
asam dan basa tampaknya menghasilkan keparahan yang reaksi inflamasi yang sedang dan parah. Iritan yang lebih ringan, seperti detergen, sabun,
pelarut mungkin membutuhkan pemaparan yang banyak untuk mengakibatkan dermatitis. Selain itu, faktor lingkungan seperti suhu dan
kelembaban atau perekaan basah dapat berpengaruh Crowe, M.A James W.D, 2001, dalam Sumantri, dkk, 2008.
2.3.2.5 Patofisiologi Dermatitis Kontak Kosmetik Alergi
Dermatitis Kontak Alergi merupakan reaksi inflamasi pada dermal akibat paparan allergen yang mampu mengaktifasi sel T, yang kemudian
migrasi menuju tempat pemaparan. Tempat pemaparan biasanya daerah tubuh yang kurang terlindungi, namun allergen uroshiol yang terbawa
dalam partikulat asap rokok mampu mempengaruhi tempat-tempat yang secara umum terlindungi. Selain itu, urosiol dapat aktif lama hingga 100
tahun, Penampakan dermatitis kontak alergik biasanya tidak langsung terlihat pada daerah tersebut sesaat setelah pemaparan karena allergen
melibatkan reaksi imunologis yang membutuhkan beberapa tahap dan waktu.
Berikut adalah mekanisme reaksi imunologis tersebut, pertama pemaparan awal alergem tersebut akan mensensitisasi system imun.
Tahap ini dikenal dengan tahap induksi. Menurut beberapa dokter, secara umum gejala belum tampak pada tahap tersebut. Walaupun demikian,
gejala dermatitis tetap dapat langsung terjadi setelah pemaparan tergantung faktor individu, allergen, dan lingkungan. Pada tahap ini,
urushiol secara cepat 10 menit masuk melewati kulit dan berikatan dengan protein permukaan sel langerhans di epidermis dan sel makrofag
di dermis. Sell langerhans kemudian member sinyal kepada sel limfosit mengenai informasi antigen kemudian sel limfosit berproloferasi
menghasilkan sel T limfosit tersensitisasi. Setelah sistem imun tersensitisasi, maka dengan pemaparan
selanjutnya akan menginduksi hipersensitifitas tertunda tipe IV, yang merupakan reaksi yang dimediasi oleh sel dan membutuhkan waktu 24-48
jam atau lebih. Dermatitis yang tertangani dan tidak tertangani, secara alami akan sembuh dalam 10-21 hari, karena adanya sistem imun.
Crowe, M.A James W.D, 2001, dalam Sumantri, dkk, 2008
2.3.2.6 Tanda dan Gejala Dermatitis Kontak Kosmetik Iritan
Dermatitis kontak iritan biasanya lesi kemerahan yang muncul pada bagian kulit yang terjadi kontak bahan kimia. Gejala terbagi dua
yaitu menjadi akut dan kronis. Saat akut dapat terjadi perubahan warna kulit menjadi kemerahan sampai terasa perih bahkan lecet, luas kelainan
umumnya sebatas daerah yang terkena, berbatas tegas. Saat kronis gejala dimulai dengan kulit yang mengering dan sedikit meradang yang
akhirnya menjadi menebal, Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal hiperkeratosis dan likenifikasi, batas
kelainan tidak tegas. Bila kontak terus berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris fisur, misalnya pada kulit tumit. Dan pada
Dermatitis kontak iritan ini gatal dan rasa terbakarnya lebih terasa dibandingkan dengan tipe dermatitis kontak alergi Partogi,2008
2.3.2.7 Tanda dan Gejala Dermatitis Kontak Kosmetik Alergi
Penderita dermatitis kontak alergi pada umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis. Pada yang akut
dimulai dengan bercak eritema berbatas jelas, kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah
menimbulkan erosi dan eksudasi basah. Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya
tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis; mungkin penyebabnya juga campuran.Untuk dermatitis kontak
alergi, gejala tidak muncul sebelum 24-48 jam, bahkan sampai 72 jam.
2.3.2.8 Diagnosis
Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis. Dermatitis kontak iritan akut
lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya,
dermatitis kontak iritan kronis, timbulnya lambat serta mempunyai variasi gambaran klinis yang laus, sehingga ada kalanya sulit dibedakan dengan
dermatitis kontak alergi. Untuk ini diperlukan uji temple dengan bahan yang dicurigai.Pada tipe alergi, dokter dapat meminta untuk dilakukan tes
tempel patch testing menggunakan zat yang dicurigai mencetus alergi
dan biasanya dokter memeriksa IgE dan Eosinofil untuk membedakan tipe alergi dengan yang tipe iritan.
“Patch test” adalah cara uji klinis untuk menentukan , apakah suatu bahan kimia bersifat sensitizer atau tidak. Terdapat banyak cara
untuk melakukan “patch test”. Patch test dapat digunakan sebagai alat
diagnostik ataupun preventif. Sebagai alat diagnostik, bahan dalam konsentrasi sangat rendah dibiarkan kontak dengan kulit dan ditutup
dengan plester. Bila penderita peka, timbullah tanda kelainan di kulit. Sebagai alat preventif dimaksudkan untuk menguji suatu bahan
yang akan diproduksi oleh suatu industri, apakah bahan itu bersifat sensitizer atau tidak. Untuk maksud tersebut bahan dalam kadar rendah
dibiarkan kontak dengan kulit dan ditutup dengan plester untuk kira-kira 5 hari. Lalu plesternya dibuka dan bahannya dibersihkan sekali. Biarkan
dahulu untuk waktu 10 hari. Kemudian bahan yang sama dikontakkan pula di kulit. Bila reaksi timbul, berarti bahan itu sensitizer.
Demikian pula faktor psikis tidak jarang menimbulkan kesulitan dalam menegakkan diagnosis dermatitis akibat kerja ataukah suatu
kelainan yang latar belakangnya penyakit psikosomatis. Untuk mengatasi hal demikian kadang-kadang diperlukan konsultasi kepada psikiater
Suma’mur, 2009. Menurut Depkes 2008 langkah-langkah diagnosa dermatitis akibat kerja, yaitu :
1. Anamnesis Pertanyaan tersebut memuat riwayat perjalanan penyakit, antara lain :
a Waktu kejadian b Lokasi kelainan
c Adanya rasa gatal d Perbaikan selama cuti
e Pengobatan yang telah didapat f Riwayat pekerjaan terdahulu
g Hobi atau pekerjaan sambilan h Riwayat penyakit terdahulu atau riwayat penyakit keluarga
Dalam penelitian ini, dermatitis kontak yang terjadi berhubungan dengan pekerjaan seseorang, untuk itu dalam anamnesis perlu riwayat
paparan saat kerja dan bukti yang jelas adanya agen penyebab dalam bahan yang ditangani oleh karyawan. Untuk memastikan bahwa
dermatitis kontak tersebut akibat kerja, Mathias mengusulkan bahwa harus ditemukan minimal empat dari tujuh criteria di bawah ini :
1 Apakah gambaran klinis sesuai dengan dermatitis kontak? 2 Apakah ada paparan terhadap iritan atau alergen kulit yang potensial
pada tempat kerja? 3 Apakah distribusi anatomik dari dermatitisnya sesuai dengan bentuk
paparan terhadap
kulit dalam
hubungannya dengan
tugas pekerjaannya?
4 Apakah hubungan waktu antara paparan sesuai dengan dermatitis kontak?
5 Apakah paparan non-pekerjaan telah disingkirkan sebagai penyebab yang mungkin?
6 Apakah menghindari paparan memberikan perbaikan pada dermatitisnya?
7 Apakah uji tempel atau uji provokasi melibatkan suatu paparan pada tempat kerja yang bersifat spesifik? Aditama dalam Adilah, 2012
2. Pemeriksaan fisik Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan tubuh secara
menyeluruh. Tanda dan karakteristik untuk penyakit dapat terlewatkan tanpa pemeriksaan seluruh bagian tubuh secara teliti.
3. Pemeriksaan penunjang Berbagai macam pemeriksaan penunjang diagnosis diperlukan
sesuai dengan jenis penyakit kulit yang diderita. Misalnya uji tempel patch test untuk dermatitis kontak di tangan sebagai akibat reaksi tipe
cepat, pemeriksaan kerokan kulit tangan dengan KOH 20 dan kultur pada agar Sabouraud untuk jamur kulit, dan biopsi yang digunakan
terutama untuk menyingkirkan diagnosis lain, misalnya psoriasis. 4. Kunjungan tempat kerja plant visit
Diperlukan untuk menunjang diagnosis.
2.4 Kosmetika
2.4.1 Pengertian Kosmetika
Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan atau disemprotkan pada, dimasukkan
dalam, dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah
rupa, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu
penyakit.. Depkes RI, Undang-undang tentang Kosmetika dan Alat Kesehatan, 1976
Sedangkan kosemsetik Menurut Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.00.05.4.1745 tentang
Kosmetik, dinyatakan bahwa definisi kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia
epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah
penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik. Ini berarti bahwa sesuatu dimasukkan
ke dalam kosmetik jika memenuhi maksud dan fungsi sebagaimana tersebut di atas.
2.4.2 Bahan Kosmetika
Bahan kosmetik adalah bahan atau campuran bahan yang berasal dari alam dan atau sintetik yang merupakan komponen kosmetik. Maksud dan
tujuan adanya peraturan bahan kosmetik antara lain bahwa kosmetik yang beredar di wilayah Indonesia harus menggunakan bahan kosmetik yang
memenuhi persyaratan keamanan, mutu danmanfaat. Di dalam peraturan ini tercakup daftar bahan kosmetik yang dilarang digunakan sebagai bahan
kosmetik, daftar bahan yang diizinkan digunakan dalam kosmetik dengan pembatasan dan persyaratan penggunaan, daftar bahan pewarna yang
diizinkan digunakan dalam kosmetik, daftar bahan pengawet yang diizinkan digunakan dalam kosmetik, dan daftar bahan tabir surya yang diizinkan
digunakan dalam kosmetik.
2.4.2.1 Bahan Dasar Kosmetika
Dasar kosmetika biasanya terdiri dari bermacam-macam bahan dasar, bahan aktif dan bahan pelengkap. Bahan-bahan tersebut
mempunyai aneka fungsi antara lain sebagai solvent pelarut, emulsier pencampur, pengawet, adhesive pelekat, pengencang, absortent
penyerap dan desinfektan. Pada umumnya 95 dari kandungan kosmetika adalah bahan dasar dan 5 bahan aktif atau kadang-kadang
tidak mengandung bahan aktif. Hal ini mengandung arti bahwa kosmetika, sifat dan efeknya tidak ditentukan oleh bahan aktif tetapi
terutama oleh bahan dasar kosmetika. Bahan dasar kosmetika dikelompokkan sebagai berikut :
1. Solvent Pelarut Solvent atau pelarut adalah bahan yang berfungsi sebagai zat
pelarut seperti air, alkohol, eter, dan minyak. Bahan yang dilarutkan dalam zat pelarut terdiri atas 3 bentuk yaitu padat garam, cair
gliserin dan gas amoniak. 2. Emulsier Pencampur
Emulsier merupakan bahan yang memungkinkan dua zat yang berbeda jenis dapat menyatu, misalnya lemak atau minyak dengan air
menjadi satu campuran merata homogen. Emulgator, umumnya memiliki sifat menurunkan tegangan permukaan antara dua cairan
surfactant. Contoh emulgator yaitu lilin lebah, lanolin, alcohol atau ester asam-asam lemak.
3. Preservative Pengawet Bahan pengawet digunakan untuk meniadakan pengaruh
kuman-kuman terhadap kosmetika, sehingga kosmetika tetap stabil tidak cepat kadaluwarsa. Bahan pengawet yang aman digunakan
biasanya yang bersifat alami. Bahan pengawet untuk kosmetika dapat menggunakan senyawa asam benzoat, alkohol, formaldehida dan
lain-lain. Jenis pengawet kimia efeknya pada kulit seringkali tidak baik. Untuk mengetahui efek yang ditimbulkan, penggunaan
kosmetik sebaiknya dicoba dulu misalnya pada kulit di belakang telinga. Kosmetika yang sudah kadaluwarsa sebaiknya tidak
digunakan lagi. Batas kadaluwarsa beberapa jenis kosmetik, sejak kemasan dibuka dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.2 Batas Kadaluwarsa Beberapa Jenis Kosmetik
Jenis Kosmetik Masa Pakai
Jenis Kosmetik Krim dan Cairan
Pelembab, Liquid Foundation, SusuKrim Pembersih
1 Tahun Berbau,
berlendir, berunah
warna,
Menggunpal
Serbuk
Perona Mata, Perona Pipi, Bedak Tabur atau Padat
2 Tahun Dapat bertahan lama jika tidak
terkontaminasi. Apabila kuas atau spons yang
digunakan kotor, produk akan mudah
terkena jamur. Pensil
Pensil Mata, Pensil Alis, dan Pensil Bibir
1 Tahun Ujung pensil keras dan pecah
Kosmetik Bibir
Lipstick, Lipgloss, Lipbalm, Lipcare, Lip moisturizer
1 Tahun Berbau, Mengering, Membuat
bibir
kering dan gatal
4. Adhesive Pelekat Bahan yang biasanya terdapat dalam kosmetika seperti bedak,
dengan maksud agar bedak dapat dengan mudah melekat pada kulit dan tidak mudah lepas. Bahan pelekat dalam bedak antara lain
menggunakan seng stearat dan magnesium stearat.
5. Astringent Pengencang Merupakan bahan pengencang yang mempunyai daya untuk
mengerutkan dan menciutkan jaringan kulit. Bahan pengencang biasanya menggunakan zat-zat yang bersifat asam lemah dalam kadar
rendah, alkohol dan zat-zat khusus lainnya. 6. Absortent Penyerap.
Bahan penyerap mempunyai daya mengabsorbsi cairan, misalnya kalsium karbonat dalam bedak yang dapat menyerap
keringat di wajah. 7. Desinfektan
Desinfektan berguna untuk melindungi kulit dan bagian- bagian tubuh lain terhadap pengaruh-pengaruh mikro-organisme.
Desinfektan dalam kosmetika sering menggunakan ethyl alkohol, propilalkohol, asam borat fenol dan senyawa-senyawa amonium
kuaterner. Bahan dasar yang paling banyak digunakan dalam kosmetika adalah lemak, air, alkohol dan serbuk. Lemak sebagai
bahan dasar kosmetika berfungsi untuk : a. Lemak dapat membentuk lapisan tipis di permukaan kulit
sehingga berfungsi sebagai pelindung ptotective film yang berguna untuk menghalangi terjadinya penguapan air sehingga
mencegah terjadinya kekeringan pada kulit.
b. Lemak memiliki sifat pembasah wetting effect bagi keratin, sehingga dapat berguna untuk pemeliharaan elastisitas kulit dan
mempertahankan kulit agar tetap lembut dan halus. c. Lemak dapat melarutkan kotoran-kotoran seperti sisa-sisa make-
up, oleh sebab itu baik digunakan dalam preparat pembersih. d. Jenis lemak tertentu seperti lemak hewani, nabati dan malam
mudah diabsorpsi oleh kulit, sehingga merupakan bahan dasar yang baik untuk bahan-bahan aktif masuk ke dalam kulit.
e. Lemak hewani dan lemak nabati tertentu mengandung bahan aktif seperti vitamin, hormon, dan lestin yang bermanfaat bagi
kulit. Air dapat diserap oleh kulit, tetapi daya penetrasi daya serap air dan bahanbahan yang larut dalam air lebih rendah
dibandingkan dengan lemak dan bahan-bahan yang larut dalam lemak. Daya penetrasi bahan-bahan yang larut dalam air,
tergantung pada kandungan air water content stratum corneum, oleh sebab itu air bukan bahan dasar yang baik untuk mengantar
bahan aktif masuk ke dalam kulit. Air banyak digunakan dalam preparat pembersih, karena air mudah digunakan, dapat
melunakkan stratum corneum dan dapat membersihkan kotoran yang larut dalam air. Air tidak memiliki daya pembasah kulit dan
bukan merupakan bahan pembersih yang sempurna, oleh karena itu, untuk memperoleh efek pembersih yang sempurna perlu
ditambahkan bahan dasar lain seperti minyak cleansing cream,
alkohol 20-40 skin freshener, face tonic, astringent atau surfactant sabun, deterjen.
Alkohol merupakan bahan pelarut organik dalam kosmetika, seperti halnya eter, aseton, dan kloroform. Bahan-bahan tersebut
cenderung dapat menimbulkan reaksi iritasi pada kulit. Pemakaian alkohol dalam jumlah yang dibolehkan aman untuk kosmetika
adalah alkohol 20-40 dengan bahan dasar air. Tujuan pemakaian alcohol tersebut adalah untuk :
1. Meningkatkan permeabilitas kulit pada air. 2. Mengurangi tegangan permukaan kulit sehingga meningkatkan
daya pembasah air. 3. Meningkatkan daya pembersih preparat terhadap kotoran yang
berlemak. 4. Bersifat sebagai astringent dan desinfektan.
2.4.2.2 Bahan Aktif Kosmetika
Bahan aktif yang sering ditambahkan ke dalam kosmetika antara lain vitamin, hormon ekstrak tumbuh-tumbuhan dan hewan, asam alpha
hidroksil AHA, merkuri, tretinoin, hidrokinon, dan hidrogen peroksida. Manfaat preparat tropikal yang mengandung bahan-bahan aktif adalah
bahan aktif tersebut dapat diabsorpsikan oleh kulit, tidak mudah teroksidasi, berkhasiat pada kulit, dan pemberian secara oral atau dengan
cara lain tidak mungkin dilakukan. Kosmetika yang digunakan untuk perawatan kulit harus berfungsi untuk memelihara kesehatan kulit,
mempertahankan kondisi kulit agar tetap baik dan mampu mencegah timbulnya kelainan pada kulit akibat proses usia, pengaruh lingkungan
dan sinar matahari. Kosmetika menurut penggunaannya dibagi menjadi kosmetika untuk memelihara, merawat dan mempertahankan kulit, serta
kosmetika untuk mempercantik wajah yang dikenal dengan kosmetika tata rias.
1. Placenta lebih dikenal dengan ari-ari adalah suatu media yang berkembang di dalam rahim selama masa kehamilan yang berfungsi
untuk memberikan nutrisi dari induk kepada embrio. Plasenta akan keluar bersamaan dengan lahirnya sang bayi. Sumber placenta bisa
berasal dari manusia dan hewan sapi, kambing, biri-biri, domba maupun babi.Kebanyakan placenta yang digunakan dalam produk
kosmetika adalah ekstrak plasenta. Ekstrak plasenta ini didapat dengan cara mencuci bersih placenta yang masih segar. Proses
selanjutnya adalah membekukan dan memotong placenta tersebut hingga menjadi bubur placenta. Setelah itu placenta ini melalui
proses filtrasi hingga didapatkan ekstrak placenta. Selanjutnya ekstrak placenta dikentalkan dengan cara memanaskannya kemudian
dilakukan filtrasi steril. Hasil inilah yang digunakan sebagai bahan baku kosmetik sari placenta. Sari placenta merupakan kompleks
zat aktif yang sangat baik untuk perawatan kulit yang menua, karena mengandung nukleotida, hormon-hormon steroid, asam lemak, asam
amino, vitamin dan unsur-unsur mikro. Mutu sari placenta ditentukan
atas dasar kadar enzim fofatase yang dikandungnya. Untuk menjamin khasiat kosmetiksari placenta, kadarnya di dalam kosmetika
sekurang-kurangnya harus mencapai 3 - 5 persen. Sari placenta bermanfaat untuk meningkatkan peredaran darah lokal, merangsang
metabolisme kulit, memperbaiki kekenyalan serabut-serabut jaringan ikat, merangsang pernafasan kulit, mampu memperbaiki elastisitas
kulit, mengurangi tanda-tanda penuaan dan menjadikan kulit awet muda anti ageing, mengurangi pigmentasi dan flek-flek hitam pada
wajah, memutihkan dan menghaluskan kulit, menjadikannya tampak segar dan lembut.
2. Sari embrio diperoleh dari telur ayam yang sudah dibuahi, air ketuban lembu dan serum lembu yang diperoleh dari lembu hamil.
Sari embrio mengandung zat-zat yang dapat merangsang metabolisme sel sehingga sangat baik untuk mengatasi keriput atau
untuk mengencangkan kulit. 3. Sari jaringan tubuh berasal dari jaringan hewani yang sangat baik
untuk mengatasi masalah penuaan kulit. 4.
Kolagen adalah suatu protein yang terdiri atas berbagai asam amino
seperti glisin, prolin, hidroksiprolin, alanin, leusin, arginin, asam aspartat, asam glutamat, dan asam-asam amino lainnya dalam
jumlah kecil. Serabut kolagen adalah unsur penting yang memberi kekuatan kepada kulit jangat dan sangat menentukan keadaan
jaringan ikat. Dalam keadaan normal, kolagen memungkinkan
penyerapan dan pertukaran air serta gas. Dalam jaringan ikat muda, kolagen terdapat dalam bentuk yang mudah larut soluble collagen.
Bila kulit menua, kolagen berubah menjadi bentuk yang sukar larut dan menjadi kaku. Serabut-serabut kolagen demikian akan
kehilangan daya mengembung dan daya untuk menyerap air. Untuk menghambat perubahan-perubahan negatif pada permukaan kulit
sebagai akibat pengerasan serabut-serabut kolagen, karena proses penuaan, dapat diberi hasil uraian hydrolstate kolagen yang mudah
larut, semata-mata untuk menggantikan kolagen yang telah mengeras. Kolagen yang mudah larut diperoleh dengan cara ekstraksi kulit anak
lembu. Cara ekstraksi sangat menentukan mutu kolagen yang dihasilkan, karena pada proses tersebut hendaknya struktur dan
susunan kimiawi kolagen tidak mengalami perubahan. Mekanisme perubahan kolagen adalah suatu proses yang sangat kompleks, dan
berkaitan dengan pembentukan fibril serta serabut, regulasi enzim pada sintesis, modifikasi dan penguraian kolagen. Kosmetika yang
mengandung kolagen dapat memperbaiki kekenyalan kulit, melicinkan permukaan kulit, meningkatkan kelembaban kulit, serta
memperbaiki fungsi pembuluh kapiler kulit sehingga dapat digunakan untuk peremajaan kulit. Di dalam dermis, 70 jaringan
ikatnya adalah kolagen, sedangkan 5 adalah jaringan elastin. 5. Elastin sangat berpengaruh terhadap sifat elastisitas jaringan ikat
yang secara bersama-sama dengan kolagen dapat digunakan untuk
produk kosmetik perawatan kulit. Bahan dasar dermis terdiri dari garam, air, dan glikosaminoglikan yang membentuk molekul
kompleks.
6. Asam hialuronat termasuk ke dalam kelompok glikosaminoglikan
yang terdapat dalam dermis. Manfaat asam hialuronat adalah sebagai pelumas untuk jaringan kolagen, dan mencegah perubahan kolagen
yang larut menjadi kolagen yang tidak larut. 7. Asam alfa hidroksi AAH atau Alfa Hidroxil AcidAHA adalah asam
karbosilat yang memiliki gugus hidroksi pada posisi alfa. Secara alamiah zat ini terdapat dalam buah-buahan dan yoghurt, seperti
asam glikogat pada gula tebu, asam laktat pada yoghurt, asam tartat pada buah apel, dan asam sitrat pada buah jeruk. Manfaat AAH atau
AHA adalah sebagai emolien, yang dapat meningkatkan pergantian sel kulit dan pembentukan sel kulit baru, mengurangi ikatan antar
komeosit dan mensintesis kolagen sehingga dapat mengurangi keriput halus, membentuk kulit halus dan sehat serta dapat
memperbaiki tekstur kulit. Oleh karena itu emolien ini sangat baik digunakan bagi perawatan kulit kering, perawatan dan peremajaan
kulit menua dan kulit yang terdapat parut bekas jerawat acne scar. AHA hanya cocok digunakan untuk mereka yang berusia antara 30-
40 tahun, untuk usia lebih dari 40 tahun sebaiknya memilih asam retinoat. Asam retinoat retinoic acid mengandung vitamin A yang
mampu menembus ke dalam sel kulit, sedangkan AHA hanya bias
menembus sampai lapisan antar sel. Kulit yang kusam pun menjadi lebih lembab, tebal, merah, dan segar lagi.
8. Hidrokinon. hydroquinone adalah bahan aktif yang dapat mengendalikan produksi pigmen yang tidak merata, tepatnya
berfungsi untuk mengurangi atau menghambat pembentukan melanin kulit. Melanin adalah pigmen kulit yang memberikan warna gelap
kecokelatan, sehingga muncul semacam bercak atau bintik cokelat atau hitam pada kulit. Banyaknya produksi melanin menyebabkan
terjadinya hiperpigmentasi.
Hidrokinon digunakan
untuk mencerahkan kulit yang kelihatan gelap akibat bintik, melasma, titik-
titik penuaan, dan chloasma. Hidrokinon sebaiknya tidak digunakan pada kulit yang sedang terbakar sinar matahari, kulit yang iritasi,
kulit yang luka terbakar, dan kulit pecah. Hindari penggunaan hidrokinon pada mereka yang mengalami masalah hati, ginjal, alergi
atau sedang hamil dan menyusui. Sebelum mengoleskan hidrokinon, bersihkan wajah dari kotoran dan make-up, dan keringkan. Dalam
pemakaian hidrokinon harus hati-hati jangan sampai terkena mata, bibir, bagian dalam hidung, dan mulut, karena bisa menyebabkan
mati rasa. Kandungan hidrokinon dalam kosmetik yang diizinkan tidak lebih dari dua persen.
9. Tretinoin adalah bahan aktif dalam kosmetika, berupa zat kimia yang
termasuk vitamin A asam atau retinoic acid, yang berfungsi untuk membentuk struktur atau lapisan kulit baru, mengganti lapisan kulit
luar yang rusak. Krim tretinoin yang dioleskan ke kulit menyebabkan daya permeabilitas kulit meningkat. Ini ditandai oleh terbentuknya
lapisan tanduk baru. Tretinoin juga meningkatkan pembentukan pembuluh rambut kulit. Akibatnya, aliran darah ke kulit bertambah.
Lapisan luar kulit dan kegiatan pembelahan sel pun meningkat. Bertambahnya usia menyebabkan bantalan kolagen kulit menipis dan
tidak kenyal lagi. Tretinoin inilah yang mampu membantu pembentukan sel fibrobias di bawah kulit, sehingga bantalan kolagen
menebal, kencang, dan kerut memudar. Selain meremajakan, tretinoin mampu mengatasi jerawat, spoerten, bekas luka dangkal,
serta memunculkan lapisan di kulit yang sudah lapuk. Tretinoin dosis tertentu menyebabkan kulit mengelupas dan muncul kulit baru, tetapi
tidak semua kulit tahan menerimanya, sehingga malah kulit menjadi rusak, kulit jadi kemerah-merahan. Pada kulit sensitif, pemakaian
tretinoin harus dimulai dengan dosis paling rendah yakni 0,05 persen dengan pemakaian setiap dua malam sekali. Bila kulit mulai kuat dan
tidak timbul reaksi radang, rasa terbakar, secara perlahan, dosisnya dapat ditambah atau ditingkatkan dan pemakaiannya pun dapat
dipakai setiap malam. Kosmetik berbahan dasar aktif tretinoin tidak boleh dipakai pada siang hari, karena paparan sinar matahari dapat
memperkuat efek sampingnya. Pada kulit normal, efek kemerahan karena peradangan, akan mereda setelah pemakaian tretinoin
dihentikan. Pada kulit sensitif, efek ini akan menetap, bahkan hingga
berbulan-bulan setelah pemakaian dihentikan. Efek tidak baik dari pemakaian bahan aktif tretinoin dapat dihindaridengan cara :
a. Kosmetik berbahan dasar aktif tretinoin jangan digunakan pada kulit yang tidak sehat
b. Jangan memakai
alkohol atau
kosmetik yang
bersifat mengeringkan terutama pada kulit sensitif
c. Sebelum pemakaian kosmetik berbahan dasar aktif tretinoin, kulit harus benar-benar bersih dari obat kulit seperti obat luka, obat
jerawat, salep eksim atau obat bisul. d. Tretinoin tidak boleh dipakai pada kulit yang baru melakukan
pengelupasan peeling e. Pemakaian tretinoin harus segera dihentikan jika muncul lenting
lepuh pada kulit atau timbul rasa terbakar.
10. Merkuri, air raksa atau hydragyricum Hg adalah satu-satunya logam
yang pada suhu kamar berwujud cair, tidak berbau, warnanya keperakan, dan mengkilap. Merkuri akan menguap bila dipanaskan
sampai mencapai suhu 3570C. Merkuri dapat dijumpai di alam seperti di air dan tanah, terutama dari deposit alam, limbah industri,
dan aktivitas vulkanik. Dalam pertambangan emas, merkuri digunakan dalam proses ekstraksi dan pemurnian. Merkuri juga
digunakan dalam industry seperti termometer, tambal gigi, baterai dan soda kaustik. Merkuri dapat bersenyawa dengan khlor, belerang,
dan oksigen senyawa untuk membentuk garam merkurium. Ini adalah
bahan-bahan yang sering digunakan dalam industri krim pemutih kulit. Karena sifat ionnya mudah berinteraksi dengan air, merkuri
mudah masuk ke dalam tubuh melalui kulit, inhalasi pernapasan, dan makanan. Bila merkuri sudah masuk ke dalam kulit, akan muncul
reaksi alergi yang berupa iritasi. Reaksi iritasi ini berlangsung cukup cepat. Mandi beberapa kali di sungai atau di laut yang tercemar
merkuri, akan menyebabkan kulit segera mengalami iritasi. Merkuri dapat membuat kulit terbakar, menjadi hitam, bahkan dapat
berkembang menjadi kanker kulit. Merkuri inorganik dalam krim pemutih, dapat menimbulkan keracunan bila digunakan dalam jangka
waktu yang lama. Meski tidak seburuk efek merkuri gugusan yang tertelan, efek buruk tetap saja timbul pada tubuh, atau meski hanya
dioleskan ke kulit, merkuri mudah diserap ke dalam darah, kemudian memasuki sistem saraf. Manifestasi gejala keracunan merkuri berupa
gangguan sistem saraf seperti tremor, insomnia, kepikunan, gangguan penglihatan, gerakan tangan jadi abnormal ataksia,
gangguan emosi, dan depresi. Merkuri yang terakumulasi dalam organ tubuh seperti ginjal, hati, dan otak, dapat menyebabkan
kematian.
11. Hidrogen peroksida atau hidrogen dioksida H2O2, terbentuk dari
dua atom hidrogen dan dua atom oksigen. Bentuknya menyerupai air H2O, tetapi pada H2O2 ada kelebihan molekul oksigen, sehingga
sangat baik digunakan sebagai oksidiser. Bahan ini tidak berwarna,
tidak bebau, dan tidak berasa. Penelitian terbaru menyatakan, bahwa hidrogen peroksida bermanfaat dalam reaksi kimia yang berlangsung
dalam tubuh. Dalam memerangi infeksi, vitamin C membuat hidrogen peroksida untuk merangsang produksi prostaglandin. Di
kolon dan vagina, lactobacillus juga membuat hidrogen peroksida yang berguna untuk melawan bakteri, virus, dan mencegah infeksi.
Hidrogen peroksida juga digunakan untuk bahan pemutih gigi dan pembersih kotoran telinga. Satu topi hidrogen peroksida, ketika
dibiarkan dalam mulut selama 10 menit stiap hari, gigi menjadi putih dan dapat mengurangi terjadinya sariawan. Untuk keperluan luar
tubuh, hidrogen peroksida berfungsi sebagai antiseptik yang dapat membunuh bakteri, virus, serta jamur. Saat berkontak dengan kulit,
hydrogen peroksida terpecah menjadi air dan oksigen. Oksigen masuk menembus kulit dan sampai ke pembuluh darah kapiler.
Kehadiran oksigen pada pembuluh darah kapiler, menyebabkan kulit menjadi segar, sehat, dan terpenuhi kebutuhan gizinya, sebab oksigen
yang dibawa H2O2 berfungsi sebagai kendaraan betakaroten yang akan diubah menjadi vitamin A oleh tubuh.
12. Hormon dan vitamin. Pemakaian hormon dan vitamin dalam
kosmetika tidak dapat dibenarkan, kecuali apabila dilakukan di bawah pengawasan dokter. Pemakaian hormon dalam jangka waktu
lama, dapat mengacaukan keseimbangan hormonal dalam darah dan dapat menimbulkan efek samping sistematik seperti gangguan
menstruasi dan gangguan sistem reproduksi. Krim hormon yang mengandung estrogen baik untuk perawatan kulit menua. Vitamin
dalam kosmetika harus memperhatikan termobilitas dan kepekaan berbagai vitamin terhadap oksigen serta sinar ultra violet. Vitamin A
sangat baik untuk melindungi epitel, merangsang epitelisasi jaringan kulit sebagai ester asetat atau palmitat, dalam kosmetika dipakai
untuk kulit yang merah, kasar, kering, dan degeneratif. Kekurangan vitamin A menyebabkan peningkatan keratinisasi secara abnormal
hiperkeratosis, lapisan tanduk menutupi folikel rambut, sehingga sekresi sebum terhambat dan terbentuk komedo blackhead yang
mudah menjadi inti infeksi. Vitamin A dalam kosmetika, merangsang granulasi dan mencegah keratinisasi berlebihan, sehingga kulit
menjadi lebih halus dan licin, sedangkan turgor jaringan jadi meningkat. Vitamin E berhasiat sebagai antioksidan. Kekurangan
vitamin E antara lain dapat menyebabkan gangguan metabolisme, regenerasi sel yang lambat, dan gangguan fungsional sistem
reproduksi. Penggunaan kosmetika yang mengandung vitamin E dan vitamin A pada kulit wajah bertujuan untuk memperbaiki peredaran
darah di kulit dan akhirnya dapat memperbaiki kondisi kulit.
2.4.2.3 Daftar Bahan Pengawet Yang Diizinkan
Maksud ditambahkan bahan pengawet pada kosmetik adalah untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Daftar ini mencantumkan semua
nama bahan pengawet yang boleh digunakan dalam kosmetik disertai kadar
maksimum dan batasan penggunaannya serta peringatan bila ada. Contoh : chlorobutanol digunakan sebagai bahan pengawet pada kosmetik dengan kadar
maksimum 0.5 dan batasan penggunaannya dilarang digunakan dalam sediaan aerosol spray serta pada penandaannya dicantumkan “mengandung
clorobutanol ”.
2.4.2.4 Daftar Bahan Kosmetik yang Dapat Menyebabkan Dermatitis
Berdasarkan Food and Drug Administration FDA, Food and Drug Administration FDA pada tahun 2001, melaporkan sebelas pengawet terbanyak
yang dipakai dalam kosmetik, yaitu: metilparaben, propilparaben, butilparaben, imidazolidinyl urea, DMDM hydantoin dimethyloldimethyl hydantoin,
etilparaben, diazolidinylurea, 5-chloro 2methyl-4- isothiazolin-3-one methyl chloroisothiazolinone, quarternium-15, iodopropynyl butylcarbamate, methyl
dibromoglutaronitrile Putra, 2008 dalam Febria, 2011. 1. Paraben
Konsentrasi paraben yang dipakai pada kosmetik sebesar 0,1-0,8. Walaupun paraben termasuk pangawet yang cukup ideal tetapi pada tahun 1940
telah dilaporkan dermatitis kontak alergi yang disebabkan karena paraben. Penelitian sensitisasi paraben pada populasi umum yang dilakukan di Eropa dan
Amerika Utara pada periode tahun 1985-2000 dilaporkan berkisar 0,5-1. Sensitisasi dapat terjadi setelah pemakaian obat topikal, termasuk steroid topikal
yang memakai bahan pengawet paraben. Sensitisasi paraben pada sediaan kosmetik jarang terjadi walaupun jumlah pemakai kosmetik lebih luas dari
pemakai sediaan topikal. Hal ini disebabkan karena adanya fenomena paraben
paradox. Fenomena ini terjadi karena paraben mampu mensensitisasi kulit yang abnormal trauma, eksim tetapi tidak mensensitisasi kulit normal.
2. Formaldehid Formaldehid aqua formalin, formol, morbicid, veracur terdiri dari gas
formaldehid 37-40 yang berbau menyengat dan ditambahkan 10-15 metanol. Formaldehid dalam kosmetik telah dilaporkan sebagai iritan, sensitizer dan
karsinogen sehingga penggunaannya telah banyak dikurangi, bahkan di Swedia dan Jepang formaldehid telah dilarang sebagai pengawet kosmetik. Di Amerika
formaldehid 0,2 dalam kosmetik masih diperbolehkan dan di Eropa penggunaan formaldehid lebih dari 0,05 harus dicantumkan dalam label. Pada
uji tempel konsentrasi yang digunakan adalah 1 dalam aqua. Penelitian sensitisasi terhadap formaldehid yang dilakukan oleh North America Contact
Dermatitis Group NACDG tahun 1998-2000, dilaporkan sebesar 9,2. Penelitian sensitisasi terhadap formaldehid yang dilakukan pada periode
sebelumnya dijumpai peningkatan persentase sensitisasi. Pada tahun 1970-1976 sebesar 3,4, pada tahun 1985-1990 sebesar 5,3 dan pada tahun 1992-1994
sebesar 6,8 . 3. Quarternium
Konsentrasi Quarternium dalam kosmetik sebesar 0,02-0,3. Kosmetik yang banyak menggunakan quarternium adalah kosmetik yang berbasis air
waterbased seperti dalam sampo, conditioner, make-up mata, body lotion, dan sabun cair. Quarternium efektif terhadap jamur, bakteri termasuk Pseudomonas
aeruginosa. Frekuensi sensitisasi pada populasi umum didapatkan 1-9. Quarternium-15 dalam konsentrasi 0,1 dapat melepas formaldehid 100 ppm
parts per million. Konsentrasi quarternium-15 dalam uji tempel standar adalah 2 dalam petrolatum.
4. Imidazolidinyl Urea Konsentrasi imidazolidinyl urea dalam kosmetik sebesar 0,03-0,2,
sedangkan konsentrasi uji tempel standar untuk imidazol urea adalah 2 dalam aqua. Pengawet ini bisa menimbulkan sensitisasi untuk penderita yang sensitif
terhadap formaldehid. 5. Diazolidilnyl Urea
Konsentrasi diazolidilnyl urea dalam kosmetik 0,1-0,5 dan banyak digunakan pada sedíaan sabun cair, make-up wajah, make-up mata, produk
perawatan kulit, dan perawatan rambut. Konsentrasi yang dipakai pada uji tempel standar 1 dalam aqua.
6. Bronopol Konsentrasi aman dalam produk kosmetik 0,01-1. Bila konsentrasinya
melebihi 1 dapat menimbulkan iritasi. Apabila produk yang diawetkan dengan bronopol disimpan lebih lama, akan melepaskan formaldehid lebih banyak
sehingga penggunaannya dewasa ini makin dikurangi. Bronopol dapat juga berinteraksi dengan amine atau amides menghasilkan nitrosamines atau
nitrosamides yang dicurigai sebagai bahan karsinogen. Konsentrasi bronopol untuk uji tempel standar adalah 0,5 dalam petrolatum.
7. Dimethyloldimethyl Hydantoin DMDM hydantoin melepaskan formaldehid 0,5-2 dan konsentrasi aman
DMDM hydantoin dalam kosmetik 0,1-1. Konsentrasi bahan ini dalam uji tempel standar sebesar 1 dalam aqua. Dimethyloldimethyl Hydantoin
mempunyai spektrum antimikroba yang luas dan sangat larut dalam air sehingga dipakai sebagai pengawet sampo.
8. Methylisothiazolinone MCIMI Bahan pengawet ini merupakan campuran dari MCI dan MI dengan
perbandingan 3:1. MCIMI bersifat sensitizer poten, tetapi dalam konsentrasi di atas 200 ppm bersifat iritan. Penelitian prevalensi sensitisasi pada periode tahun 1985-
2000 yang dilakukan di Inggris sebesar 0,4, di Itali 11,5 dan di Amerika antara 1,8-3. Untuk kepentingan uji tempel dipakai konsentrasi 100 ppm kandungan aktif
dalam air. Reaksi silang dapat terjadi dengan golongan isothiazolinone lainnya. Konsentrasi MCIMI yang masih diperbolehkan untuk produk kosmetik di Eropa 15
ppm, sedangkan di Amerika 7,5 ppm dalam produk leave-on dan 15 ppm dalam produk rinse-off. Kosmetik dengan kandungan MCIMI yang paling banyak
menyebabkan dermatitis kontak alergi adalah yang dipakai sebagai produk leave-on misalnya krim moisturizer, lotion, dan gel rambut.
9. MethyldibromoglutaronitrilePhenoxyethanol Konsentrasi yang dibolehkan dalam kosmetik antara 0,0075 sampai
0,06. Phenoxyethanol dipakai sebagai pengganti MCIMI karena penelitian pada binatang tidak bersifat sensitizer, sehingga saat ini di Jerman bahan ini
merupakan pengawet kosmetik terlaris. Tetapi pada penelitian observasi yang dilakukan di Eropa tahun 2000 dijumpai prevalensi sensitisasi sebesar 3,5
sedangkan di Amerika pada periode tahun 1994-1996 sebesar 1,5, pada periode tahun 1996-1998 sebesar 2,7 dan pada periode tahun 1998-2000 sebesar 3,5.
Konsentrasi Phenoxyethanol untuk uji tempel sebesar 2,5 dalam petrolatum. Lesi dermatitis kontak alergi yang ditimbulkan umumnya eksematous dan
sebagian besar disebabkan oleh produk kosmetik yang leave-on seperti lotion, moist toilet paper, gel rambut, gel mata, hair mousse, conditioner rambut, krim
tabir surya dan sebagainya. 10. Iodopropylnyl Buthylcarbamate IPBC
Pada tahun 1990 bahan ini dipakai sebagai pengawet kosmetik dengan konsentrasi maksimal 0,1. Pengawet ini didapatkan pada make-up, krim, losion
pelembab, sampo, produk bayi, pembersih kontak lens dan kertas toilet. Selain pengawet kosmetik di atas, terdapat pula bahan-bahan kimia lain yang digunakan
PT.Cosmar Indonesia dan berpotensi untuk menyebabkan dermatitis kontak pada pekerja, diantaranya p-phenylenediamine PPD dan p-toluenediamine pada
pembuatan pewarna rambut, petrolatum, paraffin, cetyl alcohol, propylene glycol, isopropyl alcohol pada pembuatan krim wajah, sodium hydroxine pada
pembuatan sabun dan sodium lauryl ether sulfate pada pembuatan sampo Prasari Sotya, 2009
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak Kosmetik
2.5.1 Faktor Langsung
2.5.1.1 Lama Kontak
Dermatitis kontak akan muncul pada permukaan kulit jika zat kimia tersebut memiliki jumlah, konsentrasi dan durasi lama pajanan
yang cukup. Dengan kata lain semakin lama besar jumlah, konsentrasi dan lama pajanan, maka semakin besar kemungkinan pekerja tersebut
terkena dermatitis kontak. Pekerjaan pada proses realisasi menggunakan bahan kimia dalam jumlah yang cukup besar dalam waktu yang lama 8
jam kerja. Sehingga terlihat jelas bahwa proses realisasi memiliki potensi terkena dermatitis kontak yang lebih besar. Hal ini karena pada proses
realisasi pekerja terpajan bahan kimia dengan konsentrasi yang cukup tinggi dan dalam waktu yang lama John Wiley Sons Inc. 1999 dalam
Lestari, 2007. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pekerja yang terkena pajanan bahan kimia di perusahaan otomotif didapatkan
responden dengan bahan kimia sebanyak 8 jamhari terjadi pada 45 pekerja 83, rata-rata 6 jamhari 1 orang 2, rata-rata 3 jamhari 1
orang 2, dan ratarata 2 jamhari 7 orang 13 Wisnu dkk, 2008
2.5.1.2 Frekuensi Kontak
Frekuensi kontak yang berulang untuk bahan yang mempunyai
sifat sensitisasi akan menyebabkan terjadinya dermatitis kontak jenis alergi, yang mana bahan kimia dengan jumlah sedikit akan menyebabkan
dermatitis yang berlebih baik luasnya maupun beratnya tidak proporsional Cohen DE, 1999.
Berdasarkan penelitian Ruhdiat 2006, proporsi pekerja yang mengalami dermatitis kontak dengan frekuensi kontak ≥5 kalihari
sebesar 96.3, sedangkan proporsi pekerja yang mengalami dermatitis kontak dengan frekuensi kontak 5 kalihari adalah sebesar 79.4. Dan
hasil penelitian Nuraga, dkk 2008 menemukan bahwa Kejadian dermatitis kontak dengan frekuensi kontak 15x terjadi pada dermatitis
kontak akut sebanyak 14 responden 100, sub akut 17 responden 81 dan kronis 4 responden 80 dengan nilai p= 0.000. Hal ini
menunjukkan bahwa ada hubungan antara kejadian dermatitis kontak dengan frekuensi kontak.
2.5.1.3 Bahan kimia
Paparan bahan kimia ditentukan oleh banyak faktor termasuk lama kontak durasi, frekuensi kontak, konsentrasi bahan dan lain-lain Agus
R, 2006 dalam Nuraga,2008. Sehingga terjadinya resiko kontak bahan kimia perlu dikendalikan dan dikontrol seperti membatasi jumlah kontak
yang terjadi. Oleh karena itu bahan kimia merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis kontak Djuanda, 1987.
Bahan kimia cair asam berbeda cara kerjanya dengan basa. Asam menimbulkan luka bakar luas dengan efek panas dengan proses perusakan
jaringan lunak. Cairan korosif memerlukan pH yang rendah atau sangat tinggi untuk menyebabkan korosi, namun pada paparan awal tidak timbul
rasa sakit Haminton, 2003. Menurut Klinik Kulit dan Kelamin RS. Dr. Sardjito Yogyakarta
kontak bahan kimia yang dapat mnimbulkan Dermtitis Kontak Kosmetik antara lain adalah perawatan kulit, pewarna dekoratif, perawatan rambut,
terapeutik, parfum dan deodorant, tabir surya dan oral hygine. Untuk lengkapnya dapat dilihat dalam table 1 Alergen yang dapat menimbulkan
DKK. 2.5.2
Faktor Tidak Langsung 2.5.2.1
Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, DKI secara signifikan lebih banyak pada perempuan dibanding laki-laki. Tingginya frekuensi ekzem tangan
pada wanita dibanding pria karena faktor lingkungan, bukan genetik Hogan, 2009. Berdasarkan Penelitian kasus Dermatitis kontak kosmetik
di Klinik Kulit dan Kelamin RS. Dr. Sardjito pada tahun 2005-2006 adalah 208 kasus 43,6 dari seluruh kasus dermatitis, terdiri dari 182
38,16 perempuan dan 26 5,45 laki-laki Prasari, 2009.
2.5.2.2 Usia
Menurut Potts Ro dkk dalam bukunya Pharmacologfy menyatakan, Kerentanan kulit terhadap efek iritasi menurun seiring
dengan bertambahnya usia, hal ini disebabkan karena menurunnya fungsi sawar kulit. Penelitian menunjukan bahawa iritabilitas kulit terhadap
bahan kimia mencapai puncaknya selama masa kanak-kanak dan menurun saat dewasa, dimana lokasi reaktifitas tertinggi adalah sekitar
paha, punggung atas dan lengan bawah. Menurut Fatma Lestari dalam penelitiannya, Hasil analisis
hubungan antara usia pekerja dengan kejadian dermatitis kontak diperoleh bahwa sebanyak 26 60,5 dari 43 pekerja yang berusia ≤30 tahun
terkena dermatitis kontak, sedangkan diantara pekerja yang berusia 30 tahun hanya sekitar 13 orang 35,1 yang terkena dermatitis kontak. Hal
ini dapat diambil kesimpulan bahwa pekerja muda lebih mudah terkena dermatitis kontak. Hasil uji statistik menunjukan nilai p value sebesar
0,042 hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan proporsi penyakit dermatitis yang bermakna antara pekerja muda ≤30 tahun dengan
pekerja tua 30 tahun. Selain itu pada tingkat kepercayaan 95 nilai odds ratio yang dihasilkan sebesar 2,824, artinya pekerja muda
mempunyai peluang 2,824 2,8 kali terkena dermatitis kontak dibandingkan dengan pekerja tua.
2.5.2.3 Masa Kerja
Menurut penelitian
Hana 1996
dalam Erliana
2008 menyimpulkan bahwa semakin lama seseorang bekerja maka semakin
berani orang tersebut untuk bertindak dengan segala risiko yang akan dihadapinya.
Hasil penelitian Erliana 2008 menunjukkan bahwa proporsi pekerja dengan masa kerja 6-9 tahun 61,5 menderita dermatitis kontak
dibandingkan dengan pekerja yang masa kerjanya 1-5 tahun yaitu hanya 18,8. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara masa
kerja dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja p=0,018.
2.5.2.4 Jenis Pekerjaan
Dalam mempengaruhi kejadian dermatitis kontak, jenis pekerjaan terkait dengan bahan kimia yang digunakan pada suatu jenis pekerjaan
tersebut. Karena pada dasarnya bahan yang digunakan pada suatu jenis pekerjaan berbeda dengan jenis pekerjaan lainnya. Dermatitis kontak
akan muncul pada permukaan kulit jika zat kimia tersebut memiliki jumlah, konsentrasi dan durasi lama pajanan yang cukup. Dengan kata
lain semakin lama besar jumlah, konsentrasi dan lama pajanan, maka semakin besar kemungkinan pekerja tersebut terkena dermatitis kontak
Cohen 1999 dalam Lestari 2007. Dalam penelitian yang dilakukan Fatma Lestari dengan
menggolongkan dua jenis proses kerja yaitu proses realisasi dan proses pendukung. Pada proses realisasi terlihat bahwa pekerja yang terkena
dermatitis kontak 60,4 lebih banyak dibandingkan dengan pekerja yang tidak terkena dermatitis kontak 39,6. Hal ini berbanding terbalik
dengan proses pendukung yang pekerjanya lebih banyak tidak terkena dermatitis yaitu sebanyak 22 orang 68,8 dari total pekerja 32 orang.
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p value = 0,02 maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan proporsi penyakit dermatitis kontak yang
bermakna antara pekerja proses realisasi dengan pekerja proses pendukung. Hasil analisis menunjukkan nilai odds ratio sebesar 3,358.
Hal ini berarti pekerja pada proses realisasi memiliki peluang 3,358 3,4 kali terkena dermatitis kontak dibandingkan dengan pekerja di proses
pendukung.
2.5.2.5 Riwayat Alergi
Riwayat alergi merupakan salah satu faktor yang dapat menjadikan kulit lebih rentan terhadap penyakit dermatitis kontak.
Berdasarkan penelitian Fatma Lestari analisis hubungan antara riwayat alergi dengan dermatitis kontak menunjukkan bahwa pekerja dengan
riwayat alergi yang terkena dermatitis sebanyak 15 orang 57,7 dari 26 orang yang memiliki riwayat alergi. Sedangkan pekerja yang tidak
memiliki riwayat alergi terkena dermatitis sebanyak 24 orang dengan persentase sebesar 44,4 dari 54 orang pekerja. Hasil uji statistik
menunjukkan menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan proporsi kejadian dermatitis kontak yang bermakna antara pekerja dengan riwayat
alergi dibandingkan dengan pekerja yang tidak memiliki riwayat alergi. Hal ini terlihat dari nilai p value 0,383 0,05 pada CI 95.
Beberapa pendapat menyatakan bahwa dermatitis kontak terutama dermatitis kontak alergi akan lebih mudah timbul jika terdapat
riwayat alergi sebelumnya. Dalam melakukan diagnosis dermatitis kontak dapat dilakukan dengan berbagai cara. Diantaranya adalah dengan
melihat sejarah dermatologi termasuk riwayat penyakit pada keluarga, aspek pekerjaan atau tempat kerja, sejarah alergi misalnya alergi
terhadap obatobatan tertentu, dan riwayat lain yang berhubungan dengan dermatitis Erliana 2008.
2.5.2.6 Riwayat Atopik
Dermatitis atopic adalah dermatitis yang sering terjadi pada orang yang memiliki riwayat atopic serta merupakan jenis dermatitis yang
sering dijumpai Harahap, 2000 dalam Muslimah, 2012. Sedangkan menurut Djuanda et al, 2007 dermatitis atopik adalah kejadian
peradangan kulit kronis dan residif disertai gatal yang berhubungan dengan atopik, yaitu sekelompok penyakit pada individu yang
mempunyai riwayat kepekaan dalam keluarga, misalnya asma bronchial, rinkis alergika konjungtivitis alergika.
Penderita Atopik rentan terhadap efek iritasi, Trans-epidemal Water Loss TEWL lebih tinggi pada subjek dengan riwayat dermatitis
setelah pajanan bahan kimia. Abnormalitas sawar kulit atopi dan
menurunnya ambang iritasi merupakan faktor penyebab kerentanan terhadap iritasi Lamintauta K, Maibach, 2002.
Menurut Mathias CGT dalam bukunya Soaps and Detergent menyebutkan, Penderita atopic rentan terhadap iritasi zat kimia.
Kandungan zat iritan juga penting dalam meningkatkan iritasi. Kebayakan produk pembersih kulit dipasaran dapat menyebabkan efek
iritasi peimer jika digunakan berulang-ulang atau berlebihan, akan tetapi jika digunakan sesuai aturan, kulit normal tidak akan teriritasi.
Dari hasil penelitian mengenai riwayat atopik pada pekerja yang bersentuhan langsung dengan bahan kimia di perusahaan otomotif
didapatkan dari 54 orang responden adalah 35 responden tidak atopik 65 dan 19 responden atopic35 Nuraga, 2008.
2.5.2.7 Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya
Riwayat dermatitis akibat pekerjaan sebelumnya dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan pekerja terkena dermatitis kontak
kembali riwayat berulang. Dalam penelitian Fatma Lestari didapat hasil analisis hubungan antara riwayat dermatitis akibat pekerjaan sebelumnya
dengan penyakit dermatitis diperoleh hasil pekerja dengan riwayat dermatitis pada pekerjaan sebelumnya sebanyak 9 orang 81,8 dari 11
orang pekerja. Sedangkan pekerja yang tidak memiliki riwayat dermatitis akibat pekerjaan sebelumnya sebanyak 30 orang 43,5 terkena
dermatitis dari 69 orang pekerja. Uji statistic yang dilakukan untuk meilhat perbedaan proporsi kejadian dermatitis kontak antara pekerja
yang memiliki riwayat dermatitis kontak akibat pekerjaan sebelumnya dengan yang tidak, menunjukan perbedaan proporsi yang bermakna
dengan p value 0,042. Nilai odds ratio yang didapat adalah sebesar 5,850 yang berarti pekerja dengan riwayat dermatitis akibat pekerjaan
sebelumnya memiliki peluang 5,850 5,9 kali terkena dermatitis dibandingkan yang tidak memiliki riwayat dermatitis akibat pekerjaan
sebelumnya.
2.5.2.8 Tekstur Kulit
Perbedaan ketebalan kulit menyebabkan perbedaan permeabilitas Djuanda Sularsito, 2002, sehingga kulit dengan lapisan yang lebih
tebal lebih sulit dimasuki oleh bahan kimia hal tersebut dipengaruhi oleh ukuran dan jumlah pori. Lapisan kulit yang tebal lebih memproteksi
dibandingkan dengan lapisan kulit yang tipis.
2.5.2.9 Suhu dan Kelembaban
Wigger – Albert W menyebutkan mengenai Contact Dermatitis
Due To Irritation dalam buku Adams RM yang berjudul Occupational Skin Disease menyatakan, pengaruh lingkunga seperti kelembaban yang
rendah dan suhu yang dingin, merupakan faktor penting dalam menurunkan kadar air stratum komeum. Suhu yang dingin saja dapat
menurunkan kelenturan lapisan tanduk, sehingga menurunkan fungsi sawar kulit. Hal ini mengakibatkan peningkatan absorpsi perkutan zat-zat
yang larut dalam air.
2.5.2.10 Keringat
Keringat melindungi kulit dengan cara mengencerkan dan menghanyutkan bahan-bahan iritan. Hyperhidrosis menyebabkan miliaria
dan macerasi kulit di lipatan ketiak, pangkal paha dan mudah terjadi infeksi sekunder. Keringat dapat juga merubah bahan-bahan yang larut
dalam air menjadi bentuk lain dan mempermudah absorbsi melalui pori- pori kulit Ganong 2006 dalam Ernasari 2012.
2.5.2.11 Ras
Menurut Taylor SC dalam bukunya Skin Of Color: Biology, Stucture, Funcition and Implication For Dermatologic Disease
menyatakan, Individu berkulit gelap seperti orang Afrika dan Hispanik, memperlihatkan respon iritasi yang lebih besar terhadap surfaktan,
sodium laurel sulfat, begitu juga terhadap zat kimia dan sinar ultra violet karena kecenderungan memiliki fungsi sawar yang lebih rentan
dibandingkan dengan kulit putih.
2.5.2.12 Personal Hygiene
Personal Hygiene merupakan salah satu faktor yang dapat
mencegah terjadinya dermatitis kontak. Dalam penelitian Fatma Lestari menunjukan analisis hubungan antara personal hygiene dengan dermatitis
kontak memperlihatkan hasil bahwa pekerja dengan personal hygiene yang baik sebanyak 10 orang 41,7 dari 24 orang pekerja terkena
dermatitis kontak. Sedangkan dengan personal hygiene yang kurang baik,
pekerja yang terkena dermatitis sebanyak 29 orang 51,8 dari 56 orang pekerja. Hasil uji statistik yang dilakukan menunjukan bahwa tidak
terdapat perbedaan proporsi kejadian dermatitis kontak yang bermakna antara personal hygiene yang baik dengan personal hygiene yang kurang
baik. Hal ini terlihat dari hasil p value sebesar 0,588. Personal hygiene yang diterapkan oleh pekerja masih kurang
baik. Pekerja seharusnya memiliki kesadaran untuk menjaga dan merawat kebersihan dirinya masingmasing. Pada kategori pekerja dengan personal
hygiene yang baik, pekerja diharuskan memenuhi kriteria untuk dapat menjaga kebersihan dirinya. Jika dalam permasalahan personal hygiene
ini tidak terdapat perbedaan proporsi yang bermakna mungkin terdapat beberapa kekurangan dalam menjaga kebersihan diri.Fatma Lestari dkk,
2007.
2.5.2.13 Penggunaan Alat Pelindung Diri
Penggunaan APD adalah salah satu cara yang efektif untuk menghindarkan pekerja dari kontak langsung dengan bahan kimia.
Penelitian Fatma Lestari menunjukan analisis hubungan antara penggunaan APD dengan dermatitis kontak memperlihatkan hasil bahwa
pekerja dengan penggunaan APD yang baik sebanyak 10 orang 41,7 dari 24 orang pekerja terkena dermatitis kontak. Sedangkan dengan
penggunan APD yang kurang baik, pekerja yang terkena dermatitis sebanyak 29 orang 51,8 dari 56 orang pekerja. Hasil uji statistik yang
dilakukan menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan proporsi kejadian
dermatitis kontak yang bermakna antara penggunaan APD yang baik dengan penggunaan APD yang kurang baik. Hal ini terlihat dari hasil p
value sebesar 0,588.
2.6 Kerangka Teori
Berdasarkan teori-teori dan para ahli, yaitu : Harjanti dkk 2009,Sumantri 2008, Kusumawati 2007, Sotya Prasari 2009, Fatma Lestari 2007, Djuanda
2007, Nuraga dkk 2006, Trenggono 2004, Yusfinah 2008. Berdasarkan teori dari para ahli tersebut faktor-faktor yang berhubungan dengan dermatitis kontak
adalah faktor langsung frekuensi kontak dan lama kontak dan bahan kimia dan faktor tidak langsung Usia, jenis kelamin, masa kerja jenis kerja, suhu dan
kelembaban, pengeluaran keringat, ras, riwayat alergi, riwayat atopik, riwayat penyakit kulit sebelumnya,tekstur kulit, Personal hygiene, penggunaan APD. Maka
diperoleh kerangka teori sebagai berikut
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Dermatitis Kontak
Kosmetik
Faktor Tidak Langsung 1. Usia
2. Jenis kelamin 3. Masa kerja
4. Jenis pekerjaan 5. Tekstur kulit
6. Suhu dan kelembaban 7. Riwayat alergi
8. Riwayat atopik 9. Riwayat alergi
sebelumnya 10. Pengeluaran keringat
11. Ras 12.
Personal hygine 13.
Penggunaan APD Faktor Langsung
1. Lama kontak 2. Frekuensi kontak
3. Bahan kimia
64
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadia dermatitis kontak kosmetik pada Penari Studio Fantasi di Dunia
Fantasi Ancol, Jakarta-Utara tahun 2013. Kerangka konsep pada penelitian ini mengacu pada teori-teori dan para ahli, yaitu : Harjanti dkk 2009,Sumantri 2008,
Kusumawati 2007, Sotya Prasari 2009, Fatma Lestari 2007, Djuanda 2007, Nuraga dkk 2006, Trenggono 2004, dan Yusfinah 2008. Berdasarkan teori dari
para ahli tersebut faktor-faktor yang bergubungan dengan dermatitis kontak adalah faktor langsung frekuensi kontak dan lama kontak dan bahan kimia dan faktor
tidak langsung Usia, jenis kelamin, masa kerja jenis kerja, suhu dan kelembaban, pengeluaran keringat, ras, riwayat alergi, riwayat atopik, riwayat penyakit kulit
sebelumnya,tekstur kulit, Personal hygiene, penggunaan APD. Adapun variabel yang tidak di teliti oleh peneliti adalah:
1. Bahan Kimia Kosmetika yang digunakan pekerja berjenis sama yaitu kategori produk pewarna
dekoratif dengan jenis produk pewarna rambut, lipstick, eye shadow, dan bedak dengan merk yang sama sehingga bahan kimia yang dapat menjadikan dermatitis
kosmetik pun akan sama yang berdasarkan penelitian sebelumnya disebutkan terdapat dalam pengharum, pelembab dan pemutih maka akan bersifat homogen.
Dan peneliti tidak meneliti konsentrasi bahan kimia yang digunakan dalam kosmetik hal ini dikarenakan keterbatasan peneliti untuk mengetahui bahan
kimia apa saja yang dapat menimbulkan dermatitis kontak kosmetik, karena peneliti hanya dapat melihat dari komposisi yang ada pada tiap produk yang
digunakan. 2. Suhu dan Kelembaban
Peneliti tidak meneliti variable suhu dan kelembaban ini, karena peneliti melakukan penelitian di satu wilayah yaitu kawasan Dunia Fantasi Ancol,
Jakarta-Utara, sehingga suhu dan kelembaban yang ada akan homogen. 3. Keringat
Keringat memang tidak dapat dipisahkan dengan kulit dan terjadinya dermatitis kontak dimana pekerja yang memiliki intensitas pengeluaran keringat berlebih
akan lebih cepat absorpsi bahan kimia kedalam kulit dan menjadikan dermatitis kontak lebih cepat.
Namun hal ini tidak cukup hanya dilakukan dengan pemeriksaan fisik saja melainkan membutuhkan pemeriksaan dengan cara
mikroskopik uutuk mengetahui besar kecilnya pori-pori kulit yang mengakibatkan perbedaan dalam mengeluarkan keringat, maka peneliti tidak
memasukkan variable keringat. 4. Pemkaian APD
Pemakaian APD untuk menurunkan risiko dermatitis kontak memang diperlukan namun dalam hal ini peneliti tidak meneliti pemakaian APD hal ini dikarenakan
pemakaian APD tidak dapat digunakan karena wajah yang harus bersentuhan langsung dengan kosmetik.
5. Jenis Pekerjaan Dalam hal jenis pekerjaan peneliti tidak meneliti variable ini, dikarenakan
pekerjaan yang dilakukan sama dan bersifat homogen, yaitu seluruh Penari studio fantasi yang menggunakan makeup saat melalukan proses pekerjaannya.
6. Tekstur kulit Untuk variable tekstur kulit ini tidak cukup hanya dilakukan pemeriksaan fisik
saja melainkan membutuhkan pemeriksaan dengan cara mikroskopik untuk mengetahui ketebalan dan ketipisan kulit, maka peneliti tidak memasukan
variable tekstur kulit. Variable penelitian yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada
bagan 3.1
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Faktor Langsung 1. Lama kontak
2. Frekuensi kontak
Faktor Tidak Langsung
1. Usia 2. Jenis kelamin
3. Masa kerja 4. Riwayat
alergi 5. Riwayat
atopik 6. Riwayat
alergi sebelumnya
7. Personal
hygine
Dermatitis Kontak
Kosmetik