77 korelasi sederhana yang mencapai atau melebihi 0,8 maka hal tersebut
menunjukkan terjadinya masalah multikolinearitas dalam regresi. 3 Heteroskedastis
Dalam regresi linear ganda, salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar taksiran parameter dalam model tersebut BLUE adalah
Var ui = σ
2
konstan, semua varian mempunyai variasi yang sama. Pada umumnya, heteroskedastisitas diperolah pada data cross section.
Jika pada model dijumpai heteroskedastisitas, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten.
Heteroskedasitas dapat dideteksi dengan metode grafik Gujarati, 2006 : 89-91 , yakni:
a. Jika terdapat pola tertentu pada penyebaran titik-titik variabel gangguan, maka telah terjadi heteroskedasitas.
b. Sebaliknya, jika tidak terdapat pola yang jelas, titik-titik variabel gangguan menyebar di atas dan di bawah 0 nol, maka tidak terjadi
heterokedasitas. Dalam pengolahan data panel dalam Eviews 6, menggunakan
metode General Least Square Cross Section Weights, untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan membandingkan
Sum Square Resid pada Weighted Statistics dengan Sum Squared Resid Unweighted Statistics. Jika Sum Square Resid pada Weighted
Statistics Sum Squared Resid Unweighted Statistics, maka terjadi
78 heteroskedastisitas. Perlakuan untuk pelanggaran tersebut adalah
dengan mengestimasi GLS dengan White Heteroscedasticity. 4 Autokorelasi
Autokorelasi dapat mempengaruhi efisiensi dari estimatornya. Untuk mendeteksi adanya korelasi serial adalah dengan melihat nilai
Durbin-Watson DW dalam Eviews. Untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi, maka dilakukan dengan membandingkan DW-
statistik dengan DW-tabel. Adapun kerangka identifikasi autokorelasi terangkum dalam Tabel 3.1 berikut :
Tabel 3.1 Nilai Durbin Watson dalam Eviews
Nilai DW Hasil
DW dl Tolak H0, Korelasi serial positif
dl DW du Hasil tidak dapat ditentukan
du DW 4-dl Terima H0, tidak ada korelasi positif atau negatif
4-du DW 4-dl Hasil tidak dapat ditentukan DW 4-dl
Tolak H0, korelasi serial negatif Sumber : Nachrowi, 2006
Korelasi serial ditemukan jika error dari periode waktu yang berbeda saling berkorelasi. Hal ini bisa dideteksi dengan melihat pola
random error dari hasil regresi. Pada analisis seperti yang dilakukan dalam model, jika ditemukan korelasi serial, maka model menjadi
tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Perlakuan untuk pelanggaran ini adalah dengan menambahkan AR 1 atau AR 2 dan
seterusnya, tergantung dari banyaknya autokorelasi pada model regresi yang kita gunakan.
79
2. Estimasi efek waktu time effect
Untuk menangkap gejala ekonomi yang ada pada masa observasi, maka dalam penelitian ini juga dilakukan time effect yang merupakan dummy
waktu terhadap gejala ekonomi yang timbul pada masa tersebut. Dalam penelitian ini time effect yang digunakan adalah periode otonomi daerah.
Periode otonomi daerah berkenaan dengan kebijakan pemerintah dalam memerikan sebagian kewenangan kepada daerah yang lebih luas, nyata dan
bertanggung jawab dalam melaksanakan pembangunan daerah guna terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang lebih berarti.
Sebagaimana yang kita ketahui, otonomi daerah mulai diterapkan sejak tahun 2000. Oleh karena itu dummy waktu yang digunakan adalah : i
sebelum otonomi daerah, yaitu 1994-1999 dan ii pada saat otonomi daerah, yaitu tahun 2000-2008.
Diharapkan bahwa dengan dummy ini diperoleh informasi perbedaan pertumbuhan ekonomi dimana pada periode sebelum otonomi daerah
terdapat suatu fase ekonomi yang terkenal, yaitu krisis ekonomi, sehingga diharapkan bahwa hasil dari penelitian ini adalah negative pada saat
sebelum otonomi daerah diberlakukan.
3. Model Umum Penelitian
Untuk tujuan penelitian, analisis regresi data panel dapat diformulasikan sebagai berikut :
Y
i,t
= α + β
1
X
1i,t
+ β
2
X
2i,t
+ β
3
X
3i,t
+ β
4
D
4i,t
+ µ
i,t
80 Untuk
mnstandarkan data,
model diatas
kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk persamaan berikut :
LogY
i,t
= α + β
1
LogX
1i,t
+ β
2
LogX
2i,t
+ β
3
X
3i,t
+ β
4
D
4i,t
+ µ
i,t
Dimana : Y
= PDRB propinsi t
= Tahun i
= Propinsi di Pulau Jawa α
= InterceptKonstanta β
1
, β
2
, β
3
, β
4
= Koefisien regresi X
1
= Kapasitas Fiskal X
2
= Investasi Swasta X
3
= Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja D
4
= Dummy Otonomi daerah µ
= Error Term
E. Definisi Operasional Variabel
1. Variabel Bebas Independent Variabels a. Kapasitas Fiskal
Merupakan tingkat kemampuan suatu daerah dalam menghimpun dana dan untuk membiayai kegiatan dan pembangunan daerahnya
sendiri. Formulasinya disesuaikan dengan Peraturan Presiden RI No.59 tahun 2009, bahwa kapasitas fiskal diperoleh dari penjumlahan antara
81 PAD dengan DBH pajak dan non-pajak. Diukur secara tahunan dalam
satuan juta rupiah. b. Investasi Swasta
Terdiri dari PMDN, yang merupakan besarnya penanaman modal oleh sektor swasta dalam negeri di propinsi di Pulau Jawa. Dan PMA,
yang merupakan besarnya penanaman modal oleh sektor swasta luar negeri di propinsi di Pulau Jawa. Diukur secara tahunan dalam satuan
juta rupiah. c. Tingkat partisipasi angkatan kerja TPAK
Adalah Persentase dari total angkatan kerja yang bekerja yang dalam kurun waktu penelitian dapat diserap atau dapat ikut serta secara aktif
dalam kegiatan perekonomian suatu wilayah atau negara. Diukur secara tahunan dalam satuan ribu jiwa.
d. Dummy Variabel Dalam penelitian ini, variabel otonomi daerah adalah variabel
dummy dengan kriteria nilai ‘0’ untuk data sebelum periode sebelum otonomi daerah dan nilai ‘1’ untuk periode setelah otonomi daerah.
2. Variabel terikattergantung Dependent Variabels
Pertumbuhan Ekonomi regional Merupakan PDRB antar propinsi di Pulau Jawa per tahun atas dasar
harga konstan 2000, Diukur secara tahunan dalam satuan juta rupiah.