Interpretasi Model Hasil dan Pembahasan
127 positif terhadap PDRB dengan nilai probabilitas 0.0338. Nilai koefisien
yang diperolah sebesar 0.003354, yang menyatakan bahwa apabila investasi swasta naik sebesar 1, maka akan meningkatkan nilai PDRB
sebesar 0.003354. Hal tersebut sesuai dengan hipotesis peneliti yang menyatakan bahwa investasi swasta dapat menyokong pertumbuhan
ekonomi regional PDRB. Peran investasi swasta di Indonesia cukup penting mengingat
Indonesia adalah masih negara sedang berkembang yang tidak hanya dapat mengandalkan modal pemerintah untuk melakukan pembangunan,
tetapi juga peran serta masyarakat dan pihak swasta domestik maupun asing. Dimana penanaman modal yang dilakukan oleh pihak swasta dapat
membantu meningkatkan kegiatan perekonomian suatu daerah, menyerap tenaga kerja lokal, meningkatkan pendapatan masyarakat sebagai hasil
dari penyerapan tenaga kerja lokal tersebut, dan pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.
c. Variabel Tingkat Partispasi Angkatan Kerja TPAK Tenaga kerja yang diwakili oleh tingkat partisipasi angkatan kerja
berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5 terhadap PDRB dengan nilai probabilitas 0.0019 dan memiliki korelasi yang negatif. Koefisien TPAK
yang diperoleh sebesar -0.002071, yang berarti bahwa untuk setiap kenaikan pada TPAK sebesar 1, maka akan menurunkan nilai PDRB
sebesar 0.002071.
128 Hal tersebut bertolak belakang dengan hipotesis peneliti dimana
TPAK dapat memacu pertumbuhan PDRB. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti pada tahun obeservasi, pengaruh negatif TPAK
terhadap PDRB dapat disebabkan salah satunya adalah pemerintah, dalam hal ini pemerintah daerah di lima propinsi pulau Jawa belum
mampu memenuhi kebutuhan lapangan pekerjaan yang diharapkan. Dimana pertumbuhan penduduk terus meningkat, bahkan sempat atau
masih sering terjadi peledakan penduduk khususnya di daerah terpencil yang masih jauh dari keinginan untuk menggalakan program KB, hal
tersebut menjadikan meningkatnya TPAK yang merupakan indikator dari jumlah tenaga kerja yang tersedia di wilayah peneltian tanpa diiringi
dengsn bertambahnya lapangan kerja. Meningkatkan pengangguran, yang secara langsung menurunkan pendapatan perkapita dan berdampak pada
menurunnya PDRB. Hal lainnya, di Indonesia kini sebagai dampak dari meningkatnya
tenaga kerja diikuti dengan kurangnya manajemen dan perhitungan sutu perusahaan dalam mempekerjakan buruhkaryawan, yaitu semakin
banyaknya pengangguran terselubung pada perusahaan-perusahaan. David Ricardo mengemukakan pendapat dengan Law of
Deminishing Return, dimana perusahaan akan terus meningkatkan pekerja dengan tujuan untuk meningkatkan output, hingga mencapai titik
optimal, tetapi tanpa perhitungan masih terus menambah pekerja, yang
129 berati menambah input perusahaan. Hal tersebut malah akan menurunkan
output perusahaan sehingga berdampak pada PDRB. Kemudian jika dilihat dari keadaan pada tahun penelitian sempat
terjadi inflasi yang cukup tinggi, menggeser titik aman perekonomian dan iklim usaha kearah yang kurang aman, sehingga banyak perusahaan
investor baik swasta domestik maupun asing yang mempersempit wilayah usahanya dan mengurangi pekerja bahkan sampai gulung tikar.
Hal tersebut berdampak pada meningkatnya pengangguran, maupun menurunkan output hasil dari berkurangnya kegiatan ekonomi yang
menurunkan PDRB. d. Variabel Dummy Otonomi Daerah OTDA
Diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan suatu daerah dalam membangun daerahnya
sendiri, pada penelitian kali ini dirasa belum berhasil dan tidak sesuai dengan tujuan negara dalam memberlakukan otonomi daerah, serta
bertentangan dengan hipotesis peneliti. Hal ini dapat dilihat pada hasil regresi yang didapat bahwa otonomi daerah tidak berpengaruh signifikan
terhadap PDRB, dimana nilai koefisiennya adalah 0.1632. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti pada tahun
observasi, pada awalnya, tujuan awal Indonesia menyelenggarakan sistem otonomi daerah adalah agar masing-masing propinsi dapat
mengoptimalkan usahanya untuk meningkatkan penerimaan daerah yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara
130 mandiri, yang terjadi dewasa ini justru sebaliknya yaitu daerah makin
bergantung terhadap alokasi transfer dari Pemerintah Pusat terutama DAU. Banyak penelitian terdahulu menunjukkan suatu fakta yang sangat
memprihatinkan yaitu hampir di semua daerah di Indonesia rasio DAU terhadap Total Pendapatan Daerah melebihi angka 50.
Kendala terbesar dari belum mampunya daerah untuk mandiri adalah daerah belum tahu bagaimana cara mereka untuk mengembangkan
potensi diri atau alam, sehingga tercipta suatu pola kemandirian daerah yang selain memajukan daerah itu sendiri sekaligus mensejahterakan
masyarakatnya. Terlebih, daerah belum siap untuk tidak terlepas dari kekurangan diberlakukannya otonomi daerah, yaitu kesempatan untuk
melakukan tindak korupsi, kolusi dan nepotisme yang lebih besar dan luas dibandingkan dengan sistem pemerintahan terpusat. Hal tersebutlah
yang menyebabkan otonomi daerah tidak berperan dalam rangka mendorong pertumbuhan PDRB sebagai indikator dari pertumbuhan
ekonomi daerah.