Pendidikan Kewarganegaraan Bahasa Indonesia

“…Jadi gurunya bilang kayak gini. E... ya sebelum kau memikirkan minta maaf kau harus berdoa dulu. Jadi dari dirimu sendiri baru kau lakukan untuk orang lain. Itulah kak mengatasinya. Aku renungi dulu lah kak maksud dari yang dibilang guru itu…” R1. WIIb. 105-1154hal.34 Secara keseluruhan, pemahaman Lia terhadap materi pelajaran agama adalah sebagai pedoman hidup untuk mengajarkan kearah yang lebih baik. Ketika manusia melakukan kesalahan atau membuat suatu kekeliruan, maka ia akan diingatkan lewat agama.

2. Pendidikan Kewarganegaraan

Pada pelajaran kewarganegaraan, hambatan yang ditemukan oleh Lia adalah ketika gurunya mendiktekan materi pelajaran untuk dicatat yang terlalu cepat. Hal ini memutuskan Lia untuk tidak melanjutkan mencatat materi pelajaran dan meminjam buku temannya yang juga sesama tunanetra untuk dicatat di rumah. Tugas-tugas yang terdapat pada mata pelajaran kewarganegaraan pun tidak dikerjakan oleh Lia, dan meminta temannya untuk mengerjakan tugas tersebut. Hal ini disebabkan karena Lia juga tidak menyukai gurunya. Menurutnya sikap guru tersebut kurang memperhatikan siswa tunanetra, hal tersebut terlihat dari guru yang tidak pernah memberikan pertanyaan mengenai materi pelajaran kepada siswa tunanetra. Selain itu, guru tersebut jarang menyapa siswa tunanetra dan hanya memanggil mereka ketika sedang mengabsensi siswa. Untuk materi pelajaran pendidikan kewarganegaraan, kesulitan yang ditemukan oleh Lia adalah banyaknya pasal-pasal yang harus dihafal dan Lia merasa isi pasal tersebut belum sesuai dengan yang dialami oleh Lia. “… Kan misalnya Undang-Undang... ini sampe sekarang aku enggak bisa pahami dan enggak mau terima ya kak. Undang- undang pasal 31: Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Tapi ketika tunanetra masuk ke sekolah orang umum... apa... kadang-kadang enggak memberikan hak itu loh kak. Apa... masih ada remeh-remehan, padahal tunanetra itu kan manusia... apa yang dilakukan manusia bisa juga dilakukan manusia lain. Kan gitu kan kak. Tapi ya... makanya saya bilang berbohongnya Undang-Undang itu...” R1. WIIb. 175-186hal.34 Untuk mengatasi kesulitan tersebut, Lia tetap mengahafal dan memahami pasal-pasal yang terdapat pada undang-undang

3. Bahasa Indonesia

Pada pelajaran bahasa Indonesia, kendala paling utama yang ditemukan Lia adalah tugas-tugas yang selalu menggunakan media internet seperti mencari artikel. Internet yang berada di sekolah belum menggunakan aplikasi Jaws yang dapat digunakan oleh siswa tunanetra, sehingga Lia tidak dapat mengerjakan tugas tersebut. Akhirnya tugas tersebut menjadi pekerjaan rumah, sehingga Lia dapat menyelesaikan tugas tersebut karena komputer yang berada di asrama sudah dilengkapi dengan aplikasi Jaws. Setelah tugas tersebut selesai, Lia meminta pengasuhnya untuk memindahkan hasil artikel yang ditemukannya kedalam tulisan awas yang sebelumnya Lia sudah mencatatnya kedalam tulisan Braille terlebih dahulu. Hambatan lain yang ditemukan Lia adalah pada materi resensi. Guru bahasa Indonesia meminta siswanya untuk meresensi novel, tetapi untuk siswa tunanetra gurunya menyuruh untuk meresensi cerita pendek cerpen. Bagi Lia ini tidak adil karena tugas mereka berbeda. Ketika Lia menanyakan alasan gurunya, gurunya berkata itu lebih mudah untuk dikerjakan karena ceritanya yang singkat dibandingkan novel yang ceritanya begitu panjang. Mendengar alasan yang disampaikan oleh guru tersebut, Lia tidak dapat melakukan apa-apa dan tetap mengerjakan tugas tersebut. Pada saat mengerjakan tugas resensi cerita pendek cerpen tersebut, Lia menemukan kendala dalam mencari cerita pendek cerpen. Untuk mengatasi kendala tersebut Lia mencari majalah bekas yang kebetulan merupakan peralatan belajar Lia. Lia meminta pengasuhnya untuk mencari cerpen di dalam majalah tersebut dan membacakannya kepada Lia, setelah itu Lia menyimpulkannya sendiri sambil mencatat kedalam buku catatanya. Setelah selesai, barulah Lia meminta bantuan pengasuhnya untuk memindahkan resensi cerpen yang telah ia kerjakan kedalam tulisan awas. Untuk materi pelajaran bahasa Indonesia, kesulitan yang ditemukan oleh Lia adalah dalam menuliskan surat lamaran kerja “… Itulah kak. karna enggak... enggak bisa di tulisanku itu menulis. Misalnya di sebelah kanan kepada yang terhormat, nama, ini, tanda tangan di bawah... enggak bisa…” R1. WIIb. 442-445hal.40 Untuk mengatasi kesulitan tersebut, maka Lia meminta bantuan temannya menuliskan kepala surat sedangakn isi surat dikerjakan oleh Lia sendiri. “… Ya intinya kita sendiri yang buat kak. kita sendiri yang buat, tapi kan kita... seperti yang kubilang tadi kak. Misalnya Yth di sebelah kanan misalnya. Di braille e... Yth, ini segala macam... di braille langsung gini aja kak: yang terhormat. Mendatar dia. Jadi dia mesti kita buat menjorok ke dalam tapi nanti dia jadi enggak sejajar, enggak seimbang. Jadi enggak cantik gitu kak. Enggak rapi…” R1. WIIb. 449-457hal.40 4. Bahasa Inggris Untuk mata pelajaran bahasa Inggris, kendala yang dialami Lia adalah ia tidak memiliki kamus. Hal ini membuat ia kesulitan apabila ia tidak mengetahui arti dari kosakata tersebut dan meminta temannya mencarikan arti kosa kata tersebut di dalam kamus yang dimiliki oleh temannya, kemudian ia mencatatnya dan menghafalkannya. Selain itu juga terkadang gurunya menyebutkan beberapa kosakata dan artinya, pada saat itu Lia menuliskannya dan langsung menghafalkannya. Untuk tugas bahasa Inggris sendiri, Lia mengaku bahwa ia selalu mengerjakanya sendiri karena ia sangat menyukai mata pelajaran tersebut, seperti membuat pidato dalam bahasa Inggris. Lia mengerjakan pidato tersebut dengan mencari pidato bahasa Inggris lewat internet kemudian menerjemahkannya dengan menggunakan alat penerjemah yang ada di salah satu website, kemudian Lia menuliskannya kedalam huruf Braille dan menghafalkannya. Setelah itu, Lia meminta pengasuhnya untuk menuliskan kedalam tulisan awas. Untuk menguasai pelajaran bahasa Inggris, Lia selalu latihan dalam kehidupannya sehari-hari. Misalnya ia sering melakukan percakapan yang sederhana dengan teman-temannya baik teman di sekolah maupun di asrama. Menurut Lia, cara seperti ini dapat membuatnya menjadi lebih mudah diingat arti dari suatu kosakata. “.. karna ya memang kayak gitu lah mungkin. Mungkin itu menurut ku kak yang bisa lebih mempermudah aku supaya bisa ngafal bahasa Inggris itu. harus dengan cara yang seperti itu. kalau cara yang lain kak misalnya ada adek kita yang nanya kak artinya ini apa. Lupa aku kak. yang aku tau give itu memberikan. Itulah kak lupa aku, ah jangan lah tanya aku yang lain lah tanya” R1. WIb. 504-512hal.10 Pada mata pelajaran bahasa Inggris bagi Lia sendiri tidak cukup hanya dijelaskan kemudian menuliskannya kembali di papan tulis, tetapi Lia juga ingin di praktekkan kepada Lia yang telah dijelaskan oleh gurunya. “… hambatan ku itu ajanya kak. ibu itu banyaan menerangkan di depan. ibu itu diterangkannya trus di ucapkannya lagi di papan tulis. Mungkin supaya di ingat. Kalau aku kan ngak cukup hanya diterangkan sama ku. Maunya di paraktekkan kayak buat percakapan gitu. Kalau misalnya dia ngucapkan kosa kata kan. misalnya on the table. Harus di pegangkan sama ku mejanya kak. ya letakkan lah tanganku kak di meja. Ibu itu hanya ngomong aja kak sama ditulisnya di papan tulis. Itukan supaya ingat juga aku kak” R1. WIb. 520-531hal.10-11 Untuk materi pelajaran bahasa Inggris, Lia mengalami kesulitan pada materi mengenai tenses. Cara Lia mengatasi kesulitan tersebut adalah dengan mendekati teman-temannya yang pintar dan juga kepada gurunya. “… Kalo Bahasa Inggris aku senang kak. Cuma mempelajari tenses-nya itu yang enggak kuat aku kak. Karena tenses-nyaada enam belas ya kak. Aku susah kali kalo kayak mana simple future, gampangnya itu. Present juga gampang. Past tense juga. Tapi kalo masuklah misalnya e... tenses past continous tense, apa segala macam, udah enggak hapal. Padahal udah 12 tahun lah bilang belajar Bahasa Inggris. Enggak tahu sampe sekarang kenapa itu…” R1. WIIb. 565-575hal.42 5. Matematika Untuk mata pelajaran matematika sendiri, Lia sendiri merasa bahwa ia tidak mengetahui apa-apa mengenai pelajaran tersebut walaupun adanya guru matematika khusus bagi siswa tunanetra yang dapat mengajarinya yang berada di Yapentra. Dalam mengerjakan tugas matematika, Lia meminta teman sebangkunya yang mengerjakannya sehingga tugas mereka menjadi sama. Untuk tugas yang dibawa pulang, Lia meminta bantuan kepada pak Soit yang merupakan guru matematika bagi siswa tunanetra untuk mengajarkan dan mengerjakan tugasnya yang kemudian disalinnya kedalam huruf Braille dan meminta bantuan anak pak Soit untuk menyalinkannya ke dalam tulisan awas. Dalam belajar matematika, Lia mengakui tidak menyukai gurunya ditambah ia juga tidak menyukai pelajaran tersebut. Hal ini mempengaruhi kegiatan akademisnya, ia menjadi malas dalam mengerjakan dalam mengerjakan tugas-tugas matematika. Pada saat gurunya mengajar, Lia hanya mencatat apa yang disampaikan oleh gurunya di kelas yaitu berupa rumus-rumusnya saja dan hanya sekedar mempelajarinya. Tidak ada rasa ingin tahunya yang lebih terhadap mata pelajaran tersebut dan tidak melakukan apa-apa agar ia dapat memahaminya, karena ia merasa bahwa ia benar-benar tidak tahu pelajaran matematika. “… berusaha pun kak kalau ngak bisa pun sama aja nya.” R1. WIb. 615-616hal. 12 Untuk pelajaran berhitung seperti matematika, Lia mengatakan bahwa gurunya terus menyuruh siswanya memperhatikan di papan tulis. Cara seperti ini memang baik jika di berikan kepada siswa awas, namun tentu tidak bagi Lia sendiri. Ia tidak dapat melihat yang tulis oleh gurunya, sehingga proses belajarnya pun menemui hambatan dan malas untuk mengikuti pelajaran tersebut. Jika sudah begitu, Lia pun hanya diam duduk dikursinya. Untuk materi pelajaran matematika, Lia mengalami kesulitan pada mata pelajaran matematika yang berhubungan dengan matriks. Cara Lia mengatasi kesulitan tersebut adalah dengan bertanya langsung kepada gurunya dengan mendeskripsikan gambar kepada Lia dan mencoba membayangkannya. “.. Ada belajar matriks. Matriks itu kan gambar. Tunanetra itu kan cenderung... apa ya dibilang kak... kalo yang untuk gambar... lemah lah gitu. Kar’na dia enggak bisa lihat gambar itu. Kecuali kayak yang kubilang tadi, ada media untuk diraba, bisalah dibayangkannya. Itulah kak, matriks. Itulah hambatan matriks itu…” R1. WIIb. 788-795hal. 46

6. Geografi