yang dijunjung tinggi. Harapannya ke depan SMA Trisakti ini bisa menjadi salah satu sekolah yang terbaik di Provinsi Sumatera Utara.
1. Struktur Kurikulum SMA Trisakti Lubuk Pakam
Struktur kurikulum SMA Trisaksti Lubuk Pakam meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun
mulai kelas X sampai dengan kelas XII dan terdiri atas sejumlah mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri. Struktur kurikulum disusun berdasarkan
Standar Kompetensi Lulusan SKL dan Standar Kompetensi mata Pelajaran SKMP.
Pengorganisasian kelas pada SMA Trisakti Lubuk Pakam dibagi dalam dua kelompok yaitu kelas X merupakan program umum yang diikuti oleh seluruh
peserta didik dan kelas XI dan XII merupakan program penjurusan yang terdiri atas dua program yaitu IPA dan IPS. Pendidikan kecakapan hidup yang meliputi
kecakapan pribadi, kecakapan sosial, kecakapan akademis dan atau kecakapan vokasional juga dikembangkan di SMS Lubuk Pakam secara terintegrasi dalam
setiap kegiatan pembelajaran untuk seluruh mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri.
Tabel struktur kurikulum kelas XI dan XII IPA
Komponen XI IPA
Semester 1
XI IPA Semester
2 XII IPA
Semester 1
XII IPA Semester
2
A.
Mata Pelajaran 1. Pendidikan Agama
2 2
2 2
2. Pendidikan Kewarganegaraan
2 2
2 2
Universitas Sumatera Utara
3. Bahasa indonesia 4
4 4
4 4. Bahasa inggris
4 4
4 4
5. Matematika 4
4 4
4 6. Fisika
5 5
5 5
7. Biologi 5
5 5
5 8. Kimia
4 4
4 4
9. Seni Budaya 2
2 2
2 10. Pendidikan
Jasmani, Olahraga Kesehatan
2 2
2 2
10. Pendidikan Jasmani, Olahraga
Kesehatan 2
2 2
2 11. Teknologi
Informasi Komunikasi
2 2
2 2
12. Bahasa Perancis 2
2 2
2
A.
Muatan LokalElektronika
2 2
2 2
B.
Pengembangan Diri 2
2 2
2 JUMLAH
42 42
42 42
Ekuivalensi 2 jam pembelajaran
Tabel struktur kurikulum kelas XI dan XII IPS
Komponen XI IPS
Semester 1
XI IPS Semester
2 XII IPS
Semester 1
XII IPS Semester
2
A.
Mata Pelajaran 1. Pendidikan Agama
2 2
2 2
2. Pendidikan Kewarganegaraan
2 2
2 2
3. Bahasa indonesia 4
4 4
4 4. Bahasa inggris
4 4
4 4
5. Matematika 4
4 4
4 6. Geografi
3 3
3 3
7. Sosiologi 3
3 3
3 8. Sejarah
3 3
3 3
9. Ekonomi 5
5 5
5 10. Seni Budaya
2 2
2 2
11. Pendidikan Jasmani, Olahraga
Kesehatan 2
2 2
2 12. Teknologi
Informasi Komunikasi
2 2
2 2
Universitas Sumatera Utara
13. Bahasa Perancis 2
2 2
2
B.
Muatan LokalElektronika
2 2
2 2
C.
Pengembangan Diri 2
2 2
2 JUMLAH
42 42
42 42
Ekuivalensi 2 jam pembelajaran
D. Strategi Pemecahan Masalah Akademis pada Siswa Tunanetra di Sekolah Menengah Atas SMA Trisakti Lubuk Pakam
Indera penglihatan merupakan salah satu indera penting dalam menerima informasi yang datang dari luar diri siswa tunanetra. Melalui indera penglihatan,
sebagian besar rangsangan atau informasi akan diterima untuk selanjutnya diteruskan ke otak, sehingga timbul kesan atau persepsi dan pengertian tertentu
terhadap rangsangan tersebut Matlin, 2005. Hal ini tidak dialami oleh siswa tunanetra sehingga kecenderungan siswa tunanetra menggantikan indera
penglihatan dengan pendengaran sebagai saluran utama dalam penerimaan informasi dari luar dan mengakibatkan pembentukan pengertian atau konsep
hanya berdasar pada suara atau bahasa lisan Somantri, 2007. Menurut Hallahan Kauffman 1998 tunanetra adalah seseorang yang
memiliki ketajaman visual kurang lebih 20200 dalam menggunakan fungsi penglihatan meskipun baik dengan koreksi atau jangkauan pandang dengan jarak
diameter tidak lebih dari 20 derajad. Pada saat ini walaupun pemerintah sudah mendirikan sekolah yang
bertanggung jawab untuk melaksanakan pendidikan bagi individu yang berkebutuhan khusus terutama bagi siswa tunanetra yaitu Sekolah Luar Biasa
SLB dan sekolah inklusi, namun ternyata tidak semua siswa tunanetra dapat
Universitas Sumatera Utara
bersekolah di sekolah tersebut. Hal ini dikarenakan dalam mendirikan sekolah tersebut membutuhkan biaya yang tidak murah untuk menyediakan sarana dan
prasarana yang dibutuhkan demi menunjang kelancaran akademis siswa tunanetra. Selain masalah biaya, ternyata sumber daya manusia juga terbatas sehingga
membuat terbatasnya akses pada siswa-siswa tunanetra dalam pendidikan. Dengan kondisi seperti ini mengharuskan individu tunanetra untuk menuntut ilmu di
sekolah umum sama seperti anak normal lainnya. Salah satu sekolah yang menerima siswa tunanetra adalah Sekolah Menengah Atas SMA Trisakti, Lubuk
Pakam. Sekolah ini menerima siswa yang berkebutuhan khusus yaitu siswa yang menyandang tunanetra namun masih dalam kategoritingkatan rendah mereka
masih bisa mengikuti proses belajar-mengajar. Setiap tahunnya sekolah ini menamatkan siswa yang berkebutuhan khusus tersebut. Dalam proses belajar
mengajar mereka disamakan dengan siswa normal lainnya. Berdasarkan fenomena di lapangan yaitu di SMA Trisakti sendiri ditemui
bahwa siswa tunanetra yang bersekolah disekolah umum tersebut, menemukan masalah akademis karena siswa tunanetra sendiri harus menyesuaikan diri untuk
belajar bersama dengan siswa normal dengan metode belajar yang sama. Menurut Rathvon 2004 menyatakan bahwa masalah akademis dapat dikarakteristikkan
sebagai kekurangan keterampilan, kelancaran, kinerja maupun kombinasi dari ketiganya dalam proses belajar memahami materi. Kekurangan keterampilan
mengacu pada kurangnya keahlian yang memadai yang berkaitan dengan keterampilan akademis yang telah diajarkan sebelumnya. Kurangnya kelancaran
mengacu pada kurangnya keterampilan yang dilakukan secara akurat. Siswa
Universitas Sumatera Utara
dengan kurangnya kinerja memiliki keterampilan yang memadai dan kelancaran tetapi tidak menghasilkan karya dengan kuantitas maupun kualitas yang
memuaskan. Kondisi yang demikian membuat siswa tunanetra harus tetap semangat
untuk mengikuti proses kegiatan akademis untuk dapat mengoptimalkan potensi mereka dan meningkatkan prestasi belajar melalui strategi pemecahan masalah
akademis yang dilakukan oleh siswa tunanetra. Menurut Matlin 2005 strategi pemecahan masalah adalah ketika dinyatakan adanya suatu masalah, maka harus
menyelesaikan masalah tersebut dengan menggunakan berbagai cara atau pendekatan untuk mengatasi masalah tersebut.
Berdasarkan penelitian Taplin 1994 ketika siswa tidak mencapai jawaban yang memuaskan dari solusi terhadap permasalahan mereka, maka siswa tersebut
akan memutuskan untuk mengambil beberapa tindakan lagi dan memodifikasi atau mengubah strategi dengan segera. Terlebih lagi, siswa tersebut akan
mengeksplorasi pertanyaan tentang penggunaan strategi pemecahan masalah untuk menjadi fleksibel dalam menggunakan strategi tersebut. Hal ini
menggambarkan urutan strategi yang digunakan paling konsisten oleh siswa yang sukses.
Dalam strategi pemecahan masalah terdapat tiga strategi pemecahan masalah heuristik yang paling sering digunakan yaitu heuristik hill-climbing,
heuristik means-ends, dan pendekatan analogi Matlin, 2005. Dalam strategi pemecahan masalah terdapat faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu keahlian
dan mental set.
Universitas Sumatera Utara
Paradigma Berpikir
Pendidikan
Siswa berkebutuhan
khusus
Siswa tunanetra
Sekolah umum - Sekolah Luar Biasa
SLB - Sekolah Inklusi
Faktor-faktor yang mempengaruhi Keahlian
Mental set Pendekatan
Analogi Heuristik
Means-ends Heuristik
Hill-Climbing Diatasi dengan strategi
pemecahan masalah Menemukan masalah akademis
kurangnya kemampuan siswa dalam hal keterampilan, kelancaran, kinerja
maupun kombinasi dari ketiganya untuk menguasai suatu materi pelajaran
tertentu pelajaran tersebut Rathvon, 2004
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan unsur penting di dalam penelitian ilmiah, karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat menentukan apakah
penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Mengingat tujuan dari penelitian ini adalah melihat bagaimana proses strategi pemecahan masalah yang
dilakukan oleh siswa tunanetra dalam hal akademis, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif memungkinkan
individu memfokuskan atensi dan mengungkapkan variasi pengalaman yang dijalaninya Patton dalam Poerwandari, 2009.
A. Pendekatan Kualitatif
Banyaknya perilaku manusia yang sulit dikuantifikasikan, yang penghayatannya terhadap berbagai pengalaman pribadi, menyebabkan mustahil
diukur dan dibakukan, apalagi dituangkan dalam satuan numerik. Berdasarkan pandangan yang dikemukakan sebelumnya, untuk menjawab permasalahan pada
penelitian ini peneliti mengambil pendekatan kualitatif karena strategi pemecahan masalah akademis ini bersifat respondentif dan merupakan suatu proses, sehingga
hanya dapat dilihat secara kualitatif melalui metode wawancara dan observasi sebagai alat pendukung. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif deskriptif karena mendeskripsiakan suatu populasi yang homogen, yaitu siswa tunanetra yang bersekolah di sekolah umum. Alasan lain peneliti