d. Penderita tunanetra yang kekurangan daya penglihatan defective vision,
dimana mereka dengan pertolongan alat atau kacamata masih mampu memperoleh pengalaman visual yang cukup.
e. Buta warna, yakni mereka yang mengalami gangguan penglihatan
sehingga tidak dapat membedakan warna-warna tertentu
3. Faktor-Faktor Penyebab Ketunanetraan
Menurut Pradopo, dkk 1977, ada dua faktor pokok yang menyebabkan seorang anak menderita tunanetra, yaitu:
1. Faktor endogen, adalah faktor yang sangat erat hubungannya dengan
masalah keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan. Ketunanetraan yang disebabkan faktor keturunan ini, dapat dilihat pada
sifat-sifat keturunan yang mempunyai hubungan pada garis lurus, silsilah dan hubungan sedarah.
Anak tunanetra yang lahir sebagai akibat faktor endogen faktor keturunan memperlihatkan cirri-ciri: bola mata yang normal, tetapi tidak
dapat menerima persepsi sinar. Kadang-kadang seluruh bola matanya seperti tertutup oleh selaput putih dan keruh. Kelainan lain pada indera
penglihatan yang bersifat faktor pembawaan ialah juling, teleng, dan myopia.
2. Faktor exogeen adalah faktor luar, misalnya yang disebabkan oleh
penyakit seperti:
Universitas Sumatera Utara
a. Xerophthalmia, yakni suatu penyakit karena kekurangan vitamin
A. Penyakit ini terdiri atas stadium buta senja, stadium xerosis selaput putih kiri-kanan dan selaput bening kelihatan kering dan
stadium keratomalacia selaput bening menjadi lunak, keruh dan hancur.
b. Trachoma, dengan gejala bintil-bintil pada selaput putih, kemudian
perubahan pada selaput bening dan pada stadium terakhir selaput putih menjadi keras, sakit dan luka.
c. Cataract, Glaucoma, dan penyakit lain-lain yang dapat
menimbulkan ketunanetraan Faktor exogeen lain ialah kecelakaan yang langsung dan tidak
langsung mengenai bola mata. Misalnya kecelakaan karena kemasukan kotoran karena barang keras, benda tajam atau kena barang cairan yang
berbahaya.
4. Karakteristik Ketunanetraan 1. Karakteristik Psikologi Tunanetra
Akibat kekurangan penglihatan atau bahkan kehilangan sama sekali indera penglihatan sebagai yang diderita oleh anak-anak tunanetra, menimbulkan
berbagai masalah yang menyebabkan terbatasnya kemampuan berkembang anak tunanetra dibanding dengan kemungkinan-kemungkinan berkembang yang
dialami oleh anak normal. Keterbatasan berkembang tersebut antara lain karena anak tunanetra menderita kemiskinan tanggapan yang sangat parah, yang bagi
Universitas Sumatera Utara
anak normal tanggapan tersebut sebagian besar diperoleh melalui rangsangan visual. Sehubungan dengan hal tersebut, maka timbul berbagai masalah antara lain
ialah tumbuhnya rasa curiga terhadap orang lain, sangat mudah tersinggung perasaannya dan tumbuhnya rasa ketergantungan yang berlebihan Pradopo dkk,
1977 a.
Curiga terhadap orang lain Rasa curiga mula-mula timbul oleh karena terbatas kemampuan anak
tunanetra berorientasi terhadap lingkungannya. Keterbatasan ini menimbulkan pengalaman yang kurang enak bagi dirinya yang menumbuhkan rasa kecewa.
Apabila tumbuh secara berlebihan menjadikan anak tunanetra mudah curiga terhadap orang lain.
b. Perasaan mudah tersinggung
Perasaan mudah tersinggung pada anak tunanetra dapat pula disebabkan oleh terbatasnya rangsangan visual yang diterimanya, tetapi tidak diimbangi
dengan memberikan peranan lebih oleh indera yang lainnya, sehingga karena pengalaman sehari-hari menumbuhkan perasaan kecewa membuat anak-anak
tunanetra menjadi lebih emosionil sekalipun terhadap hal-hal kecil dan tidak perlu.
c. Ketergantungan yang berlebihan
Yang dimaksud dengan ketergantungan adalah suatu sikap yang tidak mau untuk mengatasi kesulitan diri sendiri, cenderung untuk mengharapkan
pertolongan orang lain. Pada anak tunanetra rasa ketergantungan yang berlebihan tumbuh karena disebabkan oleh beberapa hal, antara lain karena ia belum
Universitas Sumatera Utara
berusaha sepenuhnya dalam mengatasi persoalan-persoalan dirinya dan mengharapkan pertolongan atau disebabkan oleh rasa kasih sayang yang
berlebihan dari pihak lain dengan cara selalu memberkan pertolongan-pertolongan kepada anak tunanetra sehingga karenanya ia tidak pernah berbuat sesuatu
apapun. Oleh karena itu, untuk mengatasinya anak tunanetra perlu diberi kesempatan untuk menolong dirinya sendiri.
2. Perkembangan Bahasa