Faktor Penyebab Munculnya Masalah keberagaman Masyarakat

PPKn SMP K-1 274 Indonesia. Lindsay dalam Al-Hakim, 2015 mengilustrasikan, bahwa kebijakan lokal terutama dalam budaya dan seni tradisional di negara- negara Asia Tenggara, misalnya Malaysia, Philipina dan Indonesia, selalu dimasukkan dalam terminologi untuk „pembangunan identitas nasional national identity building. Oleh karena itu, lembaga-lembaga kenegaraan seyogyanya berkonsentrasi penuh dalam memahami hal ini, dan secara politik berperan sebagai pilang sosial keberagaman social anddiversity broker antara negara dengan entitas struktur sosial masyarakat yang beragam. Pentingnya posisi „penghubung‟ dalam menjembatani antara dua kubu negara dan masyarakat, elite dengan massa, logika nasional dan logika lokal daerah menjadi keharusan yang dilakukan bagi para pengambil keputusan dan penentu arah pembangunan. Sementara itu, dalam kaitannya faktor penyebab intern dalam komponen keberagaman disebebabkan oleh banyak arogansi yang berasal dari unsur keberagaman, misalnya kefanatikan agama yang berlebihan, memandang kelompok suku bangsa, rasetnis paling benar sendiri. Belum lagi dalam soal kebudayaan banyak antar pemilik dan pendukung budaya merasa budayanya sendiri yang paling baik. Kondisi demikian akan menyebabkan iklim disharmoni sosial keberagaman masyarakat Indonesia yang bercorak Bhinneka Tunggal Ika.

3. Sikap Mental yang Mengancam Persatuan dan Kesatuan dalam Keberagaman

Membangun kehidupan keberagaman masyarakat Indonesia berbasis semboyan Bhinneka Tunggal Ika, ternyata tidak semulus seperti apa yang dibayangkan. Banyak sikap mental masyarakat, yang jika dibiarkan terus-menerus akan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Beberapa contoh mentalitas itu, antara lain adalah sebagai berikut Wihardit, 2002.

a. Etnosentrisme

Perilaku kesukuan yang sempitakan menjadi kendala dalam memahami melakukan komunikasi antar budaya. Budaya etnik PPKn SMP K-1 275 sendiri akan dijadikan alat ukur untuk mengukur kebudayaan orang lain, sehin gga lahirlah fenomena bahwa “budaya etnik saya” lebih baik dan lebih tingg” sementara budaya etnik lain berada “ di bawah budaya etnik saya”.

b. Sikap Primordial kedaerahan

Rasa kedaerahan yang berlebihan juga akan menghambat praktik kehidupan keberagaman masyarakat, sekaligus menghambat komunikasi lintas keberagaman, karena orang memiliki sikap “mencintai” daerahnya secara berlebihan. Dengan demikian timbulah perasaan bahwa orang lain tidak boleh bertempat tinggal di daerahnya. Misalnya, daerah tempat tinggal saya adalah untuk saya, daerah saya lebih baik, lebih makmur dari daerah lainnya.

c. Persepsi yang keliru tentang otonomi daerah.

Dengan diberlakukannya otonomi daerah ditafsirkan berbeda-beda oleh para penguasa daerah. Timbullah persepsi yang keliru bahwa otonomi daerah adalah untuk memakmurkan daerahnya dan rakyat yang berada dan berasal dari daerah itu. Kita ikut prihatin apabila mendengar bahwa suatu daerah sampai sempat mengusir orang yang bukan berasal dari daerah tersebut, atau menjabat di daerah ter tentu „harus‟ orang yang lahir dan berasal dari daerah tersebut, atau putra daerah.

d. Fanatisme sempit berlebihan

Fanatisme sempit ini biasanya nampak pada kehidupan beragama, yang menganggap bahwa agama di luar yang „saya‟ anut tidak baik, dan lebih rendah kedudukannya. Ini yang paling sering membuat konflik antara masyarakat dan menjadi hambatan untuk menjalin komunikasi antar budaya antar umat beragama. Berdasarkan fanatisme sempit ini muncullah kelompok-kelompok militan yang menganggap bahwa di luar k elompoknya adalah „musuh‟ yang harus dimusnahkan.

4. Alternatif Penyelesaian Masalah Keberagaman Masyarakat

Adapun metode-metode pemecahan masalah akibat konflik sosial budaya yang biasa digunakan, antara lain sebagai berikut :