1
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab I ini akan dibahas latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional. Bagian-bagian
tersebut akan dijelaskan di bawah ini.
1.1 Latar Belakang Masalah
Manusia selalu ingin tahu mengenai hal-hal yang terjadi di sekitar tempat tinggalnya. Keingintahuan akan hal-hal yang belum diketahui, mendorong
manusia untuk mengenyam pendidikan yang lebih baik. Pendidikan merupakan salah satu usaha untuk mengembangkan manusia melalui proses pembelajaran
Mudyahardjo, 2006: 3. Pendidikan nasional memiliki tujuan mengembangkan domain sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan
Permendikbud Nomor 64 Tahun 2013. Manusia tentunya memiliki tujuan yang hendak dicapai selaras dengan pendidikan yang sedang ditempuh.
Berbagai permasalahan terjadi dalam sistem pendidikan di Indonesia pada saat ini. Permasalahan tersebut tidak hanya masalah mutu pendidikan akan tetapi
juga berkaitan dengan strategi pembelajaran yang dilaksanakan. Pendekatan dalam pembelajaran masih didominasi peran guru teacher centered, sehingga
keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran sangat kurang Depdiknas, 2003. Hal tersebut terbukti dengan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia
sesuai dengan data UNESCO tahun 2000 tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia Human Development Index bahwa Indonesia menempati urutan ke 102
1996, ke-99 1997, ke-105 1998, dan ke-109 1999 dari 174 negara Kadir, et al, 2012: 248.
Pemerintah berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan, salah satu cara yang dikembangkan yaitu dengan meningkatkan kualitas pendidik Indonesia dan
pemerataan guru di seluruh wilayah Indonesia. Upaya pemerintah tersebut berupa reformasi guru di Indonesia dengan dikeluarkannya UU Guru dan Dosen tahun
2005. Tujuan UU Guru dan Dosen Tahun 2005 yaitu untuk meningkatkan kompetensi guru dengan melakukan reformasi manajemen guru melalui sertifikasi
2 profesionalitas dan gaji. Pembiayaan untuk reformasi guru ini menghabiskan 20
anggaran umum pemerintah untuk pendidikan Chang, 2014: 2-5. Pada tahun 2011 dana sebesar 9 dari anggaran pendidikan secara keseluruhan atau sebesar
Rp 23 triliun dialokasikan untuk tunjangan profesional sertifkasi guru Chang, 2014: 159. Pemerintah sangat serius meningkatkan kompetensi guru untuk
mencapai pembelajaran yang dapat mengembangkan seluruh potensi siswa. Upaya yang dilakukan dengan meningkatkan kesejahteraan guru dengan
memberikan tunjangan profesional dan kenaikan gaji tidak sebanding dengan hasil belajar siswa. Sertifikasi guru memberikan dukungan finansial terhadap
kesejahteraan guru akan tetapi tidak membawa perbaikan yang signifikan dari segi produktivitas guru. Peningkatan profesional guru tidak diimbangi dengan
pemerataan guru di seluruh wilayah Indonesia sehingga masih banyak sekolah yang belum mendapatkan guru yang profesional sehingga sistem pendidikan di
Indonesia dapat dikatakan kurang berhasil Chang, 2014: 116-117. Pendidikan di Indonesia dapat dikatakan kurang berhasil karena hasil kemampuan anak
Indonesia usia 15 tahun dalam matematika, sains, dan membaca masih berada di peringkat ke-64 dari 65 negara yang berpartisipasi dalam Program for
International Student Assessment PISA. Rata-rata skor matematika, sains dan membaca anak-anak Indonesia adalah 375, 396, dan 382, jauh di bawah rata-rata
skor anak di seluruh negara, yaitu 494, 496, dan 501 OECD, 2013: 7. Hasil
PISA tahun 2012 menurun drastis dari PISA tahun 2009 yang menunjukkan Indonesia pada peringkat 57 dari 65 negara yang diteliti OECD, 2009: 1.
Peringkat anak Indonesia di PISA menunjukkan bahwa Indonesia mengalami permasalahan rendahnya kapasitas anak-anak Indonesia dalam penguasaan pada
bidang matematika, sains, dan membaca. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam IPA menjadi salah satu mata pelajaran
pokok di Sekolah Dasar. Hasil PISA menunjukkan kemampuan mengevaluasi dan mencipta di bidang sains siswa di Indonesia belum terasah dengan baik. Mutu
pendidikan haruslah dibenahi guna meningkatkan kemampuan kognitif siswa terutama di bidang sains. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut
yaitu dengan cara menata dan meningkatkan mutu pembelajaran di kelas guna
3 mempersiapkan siswa Indonesia menuju persaingan global yang menuntut
peningkatan kualitas dan produktivitas manusia terdidik Sani, 2014: 3. Pelaksanaan pembelajaran dapat memfasilitasi siswa dalam belajar
sehingga dapat mencapai Standar Kompetensi Lulusan SKL yang ada di Kurikulum 2013. SKL tersebut memuat domain sikap, pengetahuan, dan
keterampilan. Tujuan domain keterampilan yaitu menjadikan pribadi yang berkemampuan pikir dan tindak yang produktif dan kreatif dalam ranah abstrak
dan konkret Sani, 2014: 46. Siswa perlu mengembangkan ketiga domain sehingga memunculkan rasa ingin tahu dalam melakukan berbagai aktivitas
pembelajaran. Pembelajaran yang mengembangkan kemampuan berpikir siswa dapat mengoptimalkan keterampilan yang dimiliki siswa. Hal tersebut merupakan
salah satu faktor yang dapat memacu perkembangan siswa pada aspek kognitif atau yang biasa disebut kemampuan berpikir.
Kemampuan kognitif siswa dibangun dengan tahapan-tahapan mulai dari yang paling sederhana sampai pada tahapan yang paling kompleks. Kemampuan
kognitif siswa ada 6 proses yaitu, mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta Anderson Krathwohl, 2010: 6.
Siswa diharapkan mampu mencapai tahapan yang paling kompleks yaitu mengevaluasi dan mencipta. Kemampuan mengevaluasi adalah kemampuan untuk
mengambil keputusan berdasarkan kriteria atau standar yang telah ditetapkan. Siswa yang telah mampu mengevaluasi adalah siswa yang dapat mengambil
keputusan berdasarkan kualitas, efektivitas, efisiensi, dan konsistensi Anderson Krathwohl, 2010: 125. Kemampuan mengevaluasi membekali siswa untuk
dapat memeriksa dan mengkritik suatu teorimetode apakah sesuai dengan data atau tidak sesuai dengan data. Kemampuan mencipta adalah kemampuan untuk
memadukan bagian-bagian agar membentuk suatu hal atau produk yang baru dan orisinil. Kemampuan mencipta membekali siswa agar dapat merumuskan dugaan
sementara, merencanakan penelitian, dan memproduksi suatu hal untuk mencapai tujuan tertentu Anderson Krathwohl, 2010: 102.
Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan akan sulit apabila proses pembelajaran di kelas masih menerapkan model pembelajaran yang konvensional.
Guru menjadi subjek dalam proses pembelajaran dengan memberikan ceramah
4 sedangkan siswa hanya menjadi objek yang patuh mendengarkan, mencatat, dan
menghafal ceramah guru. Kondisi pembelajaran yang seperti itu akan menjadikan siswa sulit memiliki kemampuan berpikir kritis, kreatif, inovatif, dan siswa tidak
memiliki karakter yang kuat untuk menghadapi dan memecahkan permasalahan yang dihadapi di kehidupan sehari-hari. Siswa membutuhkan pembelajaran
inovatif yang dapat mengembangkan keingintahuan siswa akan suatu hal dan mengembangkan kreativitas siswa. Pembelajaran tersebut tentunya akan
bermakna dan akan dipahami dalam jangka waktu yang lama. Salah satu metode pembelajaran yang dapat mengembangkan kreativitas dan kemampuan siswa
untuk mencapai level kognitif mengevaluasi dan mencipta adalah metode inkuiri. Pembelajaran dengan menggunakan metode inkuiri dapat merangsang
keterampilan berpikir siswa, sehingga kemampuan berpikir siswa dapat dikembangkan Kitot, et al, 2010: 268. Pembelajaran inkuiri sebagai
pembelajaran yang memfasilitasi siswa dan guru mempelajari fenomena saintifik dengan pendekatan dan kekuatan seorang ahli sains. Inkuiri merupakan metode
yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menguasai dalam proses maupun produk dari sains Kuslan Stone, 1969: 138; 158. Beberapa penelitian
terdahulu juga menunjukkan bahwa metode inkuiri berpengaruh terhadap kemampuan siswa, baik secara kognitif, afektif dan psikomotorik
Maretasari, Subali, Hartono, 2012
; Sofiani, 2011
;
Abdi, 2014. Kemampuan kognitif mengevaluasi dan mencipta dapat diasah melalui
berbagai percobaan yang ada dalam mata pelajaran IPA yang merupakan salah satu mata pelajaran pokok di Sekolah Dasar. Ilmu Pengetahuan Alam IPA atau
Sains adalah peng umpulan pengetahuan di mana “produk” dari sains memiliki
h ubungan dengan “proses” sains Kuslan Stone 1969: 2. Sains adalah macam
pengetahuan yang digunakan secara bersama-sama dan jalan untuk mendapatkan hasil dengan menggunakan pengetahuan tersebut. Sains yang benar adalah produk
dan proses yang tidak dapat dipisahkan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat James B. Conant yang mengartikan sains sebagai serangkaian rencana konsep dan
konseptual yang saling berhubungan yang dikembangkan sesuai dengan hasil eksperimen dan observasi, dan hasil tersebut sangat meyakinkan untuk
eksperimen dan observasi selanjutnya Kuslan Stone, 1969: 2. Kardi dan Nur
5 dalam Trianto, 2010: 136 mendefinisikan IPA sebagai ilmu yang mempelajari
tentang berbagai zat, baik yang berhubungan dengan benda mati maupun benda hidup.
Fungsi dan tujuan IPA menurut Depdiknas adalah sebagai berikut: 1 menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; 2 mengembangkan
keterampilan, sikap, dan nilai ilmiah; 3 mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan teknologi; 4 menguasai konsep sains untuk bekal
hidup masyarakat dan melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi Trianto, 2010: 138. Pembelajaran IPA lebih menekankan proses belajar yang bermakna
sehingga menjadikan pembelajaran tersebut mendukung perkembangan kognitif sampai pada tahapan yang paling kompleks yaitu mencipta. Hal tersebut didukung
oleh perkembangan sains dan teknologi yang sangat pesat yang memungkinkan siswa untuk berkembang, kreatif, dan berpikir kritis untuk menciptakan sesuatu
yang baru dan orisinil yang dapat berguna bagi diri sendiri maupun orang lain. Salah satu materi pelajaran di IPA yaitu materi listrik. Pada Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan KTSP materi listrik diajarkan di kelas enam, sedangkan pad Kurikulum 2013 materi listrik diterapkan di kelas lima. Perbedaan
penerapan materi tersebut akan mempengaruhi kemampuan kognitif siswa. Kurikulum 2013 membiasakan siswa kelas V untuk mulai mengenal materi baru
yaitu materi listrik sehingga di kelas VI siswa sudah memiliki pengetahuan dan keterampilan mengenai listrik dan dapat memperdalam materi. Pembelajaran
Kurikulum 2013 juga menekankan pada proses pembelajaran untuk mencapai SKL yang telah ditetapkan. Metode inkuiri menjadi salah satu metode inovatif
yang dapat mengembangkan keterampilan siswa sampai tahap mengevaluasi dan mencipta.
Penelitian ini dibatasi pada tema tiga “Kerukunan dalam Bermasyarakat”,
Subtema satu “Hidup Rukun” mata pelajaran IPA materi listrik
.
Penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan metode inkuiri terhadap
kemampuan mengevaluasi dan mencipta yang lebih difokuskan pada mata pelajaran IPA, materi pokok listrik bagi kelas V SD Negeri Cebongan pada
semester gasal tahun ajaran 20152016.
6
1.2 Rumusan Masalah