Potensi Flora HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Potensi Objek dan Daya Tarik Wisata di Pulau Kapota Objek wisata atau dengan istilah tourist attraction yaitu segala sesuatu yang menjadi daya tarik bagi orang untuk mengunjungi suatu daerah tertentu Sufika 2004. Pulau Kapota merupakan salah satu pulau di Wakatobi yang memiliki sumberdaya kawasan dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek dan daya tarik wisata. Potensi tersebut berupa keanekaragaman hayati, keunikan dan keaslian budaya, keindahan bentang alam, gejala alam dan peninggalan sejarahbudaya. Hasil penelitian, di Pulau Kapota terdapat beberapa potensi objek dan daya tarik wisata. Objek-objek tersebut kemudian diidentifikasi dan dikelompokkan berdasarkan potensi biologis, potensi fisik, potensi sejarah dan situs-situs keramat, serta potensi seni dan budaya. Keseluruhan potensi objek dan daya tarik wisata ini merupakan sumberdaya ekonomi sekaligus dapat menjadi suatu media pendidikan dalam pelestarian lingkungan.

5.1.1 Potensi Biologis

Potensi biologis yang dapat dijadikan sebagai objek dan daya tarik wisata bagi pengunjung adalah potensi flora, fauna dan beberapa ekosistem laut yang khas seperti ekosistem mangrove, lamun, dan terumbu karang. Potensi-potensi ini memiliki daya tarik tersendiri bagi pengunjung yang ingin mengetahui lebih jauh mengenai sumberdaya alam yang terdapat di kawasan konservasi. Data-data yang akurat mengenai jenis-jenis flora dan fauna yang ada di Pulau Kapota belum ada, sehingga data yang disajikan merupakan hasil temuan selama pengamatan di lapangan.

a. Potensi Flora

Flora merupakan salah satu potensi objek yang dapat ditawarkan kepada pengunjung di Pulau Kapota. Di setiap rute jalur yang dilalui oleh pengunjung terdapat jenis-jenis flora yang menarik. Pemilihan jenis ini berdasarkan hasil pengamatan peneliti yang dilihat dari keunikan, keindahan, keistimewaan, kelangkaan, dan manfaatkegunaan yang dimiliki oleh tumbuhan tersebut dan hanya tumbuhan yang berada pada jalur pengamatan. Selain itu pemilihan jenis juga didasarkan pada hasil wawancara dengan pengelola mengenai jenis flora yang biasanya disukai atau ditanyakan oleh pengunjung. Menurut pengelola, umumnya pengunjung lebih menyukaitertarik dengan jenis-jenis tumbuhan yang tidak dijumpai di tempat asalnya, diantaranya jenis flora endemik dan jenis flora yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan. Jenis-jenis flora yang dijumpai selama observasi lapang pada jalur pengamatan yaitu sebanyak 16 jenis Lampiran 1. Jenis ini merupakan tumbuhan di daratan yang dapat dilihat dan dijangkau oleh pengunjung. Dari keseluruhan flora yang teridentifikasi, belum dijumpai flora yang endemik. Jenis yang dijumpai merupakan jenis-jenis flora yang umum terdapat di Indonesia dan jenis flora yang dapat dijadikan sebagai objek interpretasi yaitu sebanyak 10 jenis. Jenis-jenis tersebut adalah: 1 Bambu Bamboo sp. Bambu Bamboo sp. merupakan tumbuhan yang hidup secara liar maupun di tanam, dengan ciri morfologi berbentuk bulat memanjang, terdapat ruas-ruas panjang tiap ruas sekitar 40-50 cm, memiliki ranting-ranting kecil di tiap ruas dan memiliki daun yang memanjang, serta memiliki rongga. Tumbuhan ini juga merupakan tumbuhan yang hidup secara berumpun, yang satu rumpunnya dapat mencapai 40-100 batang. Bambu atau biasa di kenal dengan nama vemba dalam bahasa Kapota, memiliki nilai tersendiri bagi masyarakat Kapota. Berdasarkan hasil wawancara dengan tokoh adat, bambu merupakan tanaman yang hidup secara liar di alam terutama banyak tumbuh di hutan adat Sara. Bambu yang sebagian besar hidup pada hutan adat yang dikelola oleh Sara sehingga pemanfaatannya diatur oleh aturan adat yang menyebabkan kelestarian tumbuhan ini sangat terjaga. Pemanfaatan dengan bebas hanya dilakukan oleh masyarakat pada bambu yang hidup di luar hutan adat. Untuk memanfaatkan bambu yang ada di hutan adat terlebih dahulu harus meminta izin kepada Sara. Dalam hal ini ternyata Sara menetapkan aturan tersebut dengan alasan agar kelestarian bambu dapat terjaga dan dapat dimanfaatkan oleh generasi yang akan datang, baik untuk membuat rumah maupun sumber bahan makanan. Berdasarkan hasil pengamatan terdapat tiga hutan bambu di tiga jalur yang berbeda jalur akan dibahas pada bab berikutnya, namun yang terbanyak terdapat di hutan adat. Berdasarkan wawancara dengan tokoh adat setempat, luas hutan bambu di hutan adat diperkirakan mencapai 2-3 ha. Masyarakat Kapota memanfaatkan tanaman ini untuk membuat anyaman atau biasa dikenal dalam bahasa kapota jalaja, yang nantinya dapat digunakan untuk dinding rumah . Bambu juga merupakan sumber makanan bagi masyarakat Kapota, yaitu bagian mudanya tunas bambu yang jika diolah dapat dijadikan sayur atau biasa dikenal dengan sayur rebung. Selain itu juga digunakan sebagai wadah untuk membuat luluta nasi bambu. Potensi lain yang tidak kalah pentingnya adalah bambu merupakan bahan baku untuk membuat alat tangkap ikan tradisional yang lebih dikenal dengan nama bubu. Bubu merupakan alat tangkap yang di buat dari anyaman bambu untuk menangkap ikan-ikan di dasar laut . Menurut masyarakat bubu yang terbuat dari bambu dapat bertahan hingga 2 tahun. 2 Beringin Ficus benyamina Beringin atau dikenal dengan gendi dalam bahasa Kapota merupakan tumbuhan yang memiliki ukuran pohon yang besar dengan diameter batang bisa mencapai lebih dari 2 m dan tingginya bisa mencapai 25 m. Nilai yang terkandung dalam tumbuhan ini adalah masyarakat selalu beranggapan bahwa pohon beringin mengandung hal-hal yang mistik. Bentuk pohonnya besar, batang tegak berwarna coklat kehitaman dan memiliki akar menggantung dari batang yang dianggap sebagai tempat tinggal makhluk gaib. Bentuk pemahaman seperti ini menyebabkan jenis tumbuhan ini sangat ditakuti oleh masyarakat, sehingga kelestariannya di Pulau Kapota sangat terjaga. Bentuknya yang besar dan sangat rimbun serta buahnya yang lebat merupakan potensi lain yang dimiliki pohon beringin karena dimanfaatkan sebagai habitat dan sumber pakan berbagai jenis burung. Berdasarkan hasil pengamatan ditemukan beberapa jenis burung di pohon beringin, baik sore maupun pagi hari. Pandangan masyarakat yang menganggap pohon beringin sebagai sesuatu yang sakral, menjadikan pohon ini tetap lestari. Dilihat dari aspek konservasi, anggapan masyarakat ini selain dapat menjaga kelestarian pohon tersebut juga dapat mendukung kelestarian habitat dan sumber pakan berbagai jenis burung di Pulau Kapota. 3 Anggrek Famili Orchidaceae Anggrek merupakan tumbuhan hidup epifit pada pohon dan ranting- ranting tanaman lain. Habitat tanaman anggrek dibedakan menjadi 4 kelompok, yang pertama adalah anggrek epifit, yaitu anggrek yang tumbuh menumpang pada pohon lain tanpa merugikan tanaman inangnya dan membutuhkan naungan dari cahaya matahari. Kedua adalah anggrek terestrial, yaitu anggrek yang tumbuh di tanah dan membutuhkan cahaya matahari langsung. Ketiga adalah anggrek litofit, yaitu anggrek yang tumbuh pada batu-batuan dan tahan terhadap cahaya matahari penuh. Keempat adalah anggrek saprofit, yaitu anggrek yang tumbuh pada media yang mengandung humus atau daun-daun kering, serta membutuhkan sedikit cahaya matahari. Hasil wawancara dengan masyarakat, diketahui bahwa terdapat beberapa tumbuhan anggrek di Pulau Kapota, namun sampai saat ini belum ada data yang pasti mengenai jenis-jenis anggrek tersebut. Hal ini dibuktikan dengan hasil observasi lapang yang menemukan dua jenis anggrek berbeda berdasarkan media tumbuhnya. Ditemukan anggrek yang hidup menumpang pada pohon lain dan anggrek yang hidup pada subtrat batuan. Namun keterbatasan peneliti jenis-jenis tersebut belum bisa diidentifikasi lebih lanjut. 4 Jambu Mete Anacardium ocidentale Jambu Mete Anacardium ocidentale merupakan salah satu tanaman industri yang potensial dengan produk utama berupa biji kacang mete. Tanaman ini memiliki buah yang keras, melengkung dan panjangnya ± 3 cm, berwarna hijau kecoklatan, bijinya bulat panjang, melengkung, pipih dan berwarna putih. Jambu mete merupakan tanaman jangka panjang yang sangat berlimpah di Pulau Kapota. Sebagian besar perkebunan masyarakat di dominasi dengan tanaman ini. Berdasarkan wawancara dengan masyarakat, Pulau Kapota dapat menghasilkan jambu mete hingga 10 ton. Jambu mete juga merupakan oleh-oleh khas dari Sulawesi Tenggara. Jambu mete memiliki khasiat untuk obat, masyarakat Kapota biasanya menggunakan daun tanaman ini sebagai obat anti radang. Untuk mengobati anti radang, biasanya masyarakat merebus segenggam daun muda jambu mete dalam 1 liter air selama 15 menit sampai mendidih, setelah dingin di saring dan siap untuk diminum. Selain itu kulit batangnya dipercaya juga dapat menyembuhkan sariawan. 5 Mengkudu Morinda citrifolia Mengkudu termasuk kategori tumbuhan pantai, merupakan pohon kecil yang tingginya mencapai 10 m, batang berkayu, berwarna keabu-abuan atau coklat kekuningan. Mengkudu umum dijumpai di ketinggian sampai 1500 mdpl di daerah beriklim musim dan lembab, dengan curah hujan tahunan berkisar antara 1500-3000 mm atau lebih. Di Pulau Kapota tanaman ini banyak dijumpai di perkebunan-perkebunan masyarakat. Tanaman ini digunakan sebagai obat sejak jaman kuno. Hal yang sama pada masyarakat Kapota yang telah menggunakan tumbuhan ini sebagai obat. Masyarakat biasa menggunakan daunnya untuk mengobati diare dan mual-mual. 6 Kelor Moringa oleifera Kelor biasa dikenal dengan nama kaud’afa dalam bahasa Kapota merupakan tanaman sayuran yaitu tumbuh dalam bentuk pohon, berumur panjang dengan tinggi 7-12 m. Bagian yang digunakan sebagai sayur adalah daun, dan sangat disukai oleh masyarakat di Wakatobi. Tumbuhan ini menjadi menarik untuk dipromosikan kepada pengunjung karena berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan oleh perguruan tinggi mengenai kandungan nutrisinya, diketahui bahwa daun kelor memiliki potensi yang sangat baik untuk melengkapi kebutuhan nutrisi dalam tubuh. Hasil analisa tersebut, terbukti bahwa dengan mengonsumsi daun kelor maka keseimbangan nutrisi dalam tubuh akan terpenuhi sehingga orang yang mengonsumsi daun kelor akan terbantu dalam meningkatkan energi dan ketahanan tubuhnya. 7 Singkong Manihot utilisima Singkong atau dalam bahasa Kapota sering disebut kaujava merupakan jenis tumbuhan tahunan tropika dan subtropika dari famili Euphorbiaceae. Umbinya di kenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Merupakan umbi atau akar pohon yang panjang dengan fisik rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm, tergantung dari jenis singkong yang ditanam. Daging umbinya berwarna putih atau kekuning-kuningan. Umbi singkong tidak tahan jika disimpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Gejala kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya asam sianida yang bersifat racun bagi manusia. Keunikankekhasan tanaman singkong di Pulau Kapota adalah kegunaannya sebagai bahan makanan pokok yang diolah dengan menghaluskan singkong dan dimasak dalam bentuk kerucut makanan kasuami. Kegunaan umbi singkong adalah sebagai sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun singkong karena mengandung asam amino metionin. Tersebar dibanyak tempat di Pulau Kapota karena tanaman pertanian masyarakat sebagian besar adalah singkong. 8 Akar Tuba Derris elliptica Akar tuba merupakan tumbuhan dari jenis Fabaceae, tumbuhan berkayu memanjat liana 7-15 pasang daun pada tiap rantingnya. Daun muda berambut kaku pada kedua permukaannya. Di bagian bawah daun diliputi oleh bulu lembut berwarna perang. Batangnya merambat dengan ketinggian hingga 10 meter. Ranting-ranting Tuba tua berwarna kecoklatan. Mahkota bunga tumbuhan Tuba berwarna merah muda serta sedikit berbulu. Tumbuhan beracun ini juga mempunyai buah berbentuk lonjong oval, dengan sayap yang tipis di sepanjang kedua sisi. Kekacangnya tipis dan rata berukuran 9 cm, lebar 0,6-2,5 cm. dan terdapat 1-4 biji dalam satu kekacang. Keunikankekhasannya adalah dari kegunaan tanaman ini, dimana dahulu sebelum adanya taman nasional masyarakat sering menggunakan akar tuba sebagai racun ikan. Posisi pada tapak dapat ditemukan di jalur menuju Goa Kelelawar. 9 Cocor Bebek Kalanchoe waldheimii Tumbuhan cocor bebek merupakan jenis dari famili Crassulaceae. Ciri morfologi memiliki daun berwarna hijau yang tebal dan padat terisi cairan. Bagian atas permukaan daun licin. Biasanya untuk perbanyakan dengan tunas-tunas kecil yang terdapat di bagian tepi daun sehingga perkembangbiakannya cepat. Batangnya lunak dan warna bunganya merah dengan ukuran kecil serta pada tangkai bunga memiliki cabang-cabang halus. Keunikankekhasannya adalah bentuk bunga dan daun yang bergerigi yang nantinya berguna sebagai perkembangbiakannya. Selain itu kekhasannya juga dapat dilihat dari kegunaannya sebagai tanaman obat. Tidak hanya di Pulau Kapota, di daerah lain di Indonesia masyarakat juga menggunakan tanaman ini sebagai tanaman obat demam. Penyebarannya pada tapak yaitu jalur menuju Goa Kelelawar dengan jumlah yang melimpah. 10 Kelapa cabang empat Kaluku Panga Kelapa bercabang empat merupakan fenomena unik yang jarang sekali terjadi karena secara morfologi sebuah batang kelapa tidak memiliki cabang sama sekali tetapi di Pulau Kapota fenomena ini terjadi pada sebuah kelapa milik seorang petani kelapa yang bernama Laranggo. Pada awalnya kelapa yang ditanamnya ini pernah layu dan hampir mati begitu juga dengan tanaman petani lainnya karena pada waktu itu sedang terjadi musim kemarau yang panjang. Kemudian di saat turun hujan lama kelamaan kelapa ini mulai memiliki cabang, menurut cerita kelapa ini dahulunya memiliki 7 cabang sesuai dengan jumlah anak Laranggo pada waktu itu. Kejadian aneh yang masih dipercayai masyarakat hingga kini adalah jika salah satu anak Laranggo meninggal maka cabang di pohon kelapa tersebut juga akan patah, terbukti dengan tidak ada lagi 3 cabang lainnya karena 3 orang anak Laranggo sudah meninggal. a. b. Gambar 5 Kelapa Cabang Empat: a. tampak samping, b. tampak bawah

b. Potensi Fauna