3. Objek Interpretasi Objek interpretasi adalah segala sesuatu yang ada di taman nasional
bersangkutan, digunakan sebagai objek dalam menyelenggarakan interpretasi Dirjen PHPA 1988. Objek interpretasi dapat digolongkan menjadi dua macam,
yaitu objek interpretasi berupa potensi sumberdaya alam dan potensi sejarah ataupun budaya. Objek interpretasi sumberdaya alam suatu kawasan konservasi
dapat berupa flora, fauna, tipe-tipe ekosistem yang khas, pemandangan laut termasuk biota bawah laut, goa, danau, air terjun, dan fenomena alam lainnya.
Sedangkan objek interpretasi sejarah ataupun budaya dapat berupa batu-batu megalithik, situs-situs sejarah dan benda-benda peninggalan purbakala, bekas
pemukiman yang sudah lama ditinggalkan, pemukiman dan perkehidupan penduduk asli baik yang ada di dalam kawasan konservasi maupun sekitarnya,
sejarah kawasan, legenda yang hidup di kalangan masyarakat setempat, dan sebagainya.
2.2.4 Metode Interpretasi
Metode interpretasi adalah cara-cara yang digunakan untuk melaksanakan interpretasi. Penentuan penggunaan metode interpretasi didasarkan pada faktor
penentunya yaitu pengunjung dan objek interpretasi, secara garis besar terdapat dua macam metode interpretasi Dirjen PHPA 1988 yaitu:
1. Interpretasi Langsung
Metode interpretasi langsung dilakukan dengan cara mempertemukan pengunjung taman nasional dengan objek interpretasi, sehingga pengunjung dapat
secara langsung melihat, mendengar, atau bila mungkin mencium, merasakan, dan meraba objek-objek interpretasi yang diperagakan. Interpretasi dengan metode ini
dapat berupa tamasya berkeliling atau berjalan-jalan dengan pemandu wisata alam maupun percakapan atau diskusi di lokasi dengantanpa demonstrasi.
2. Interpretasi Tidak Langsung
Metode tidak langsung dilakukan dengan cara menggunakan bahan atau peralatan bantu guna memperkenalkan objek interpretasi. Dalam metode ini dapat
dilaksanakan dengan menyajikan pemutaran film atau slide program, dalam bentuk sandiwara boneka khusus anak-anak yang bertemakan konservasi alam
taman nasional setempat, ataupun dalam bentuk percakapan di suatu ruangan antara pengunjung dengan pemandu wisata alam sambil memperagakan satwa
atau offset, juga dapat memperdengarkan suara rekaman binatang maupun sumber bunyi lainnya.
2.2.5 Jalur Interpretasi
Pembuatan jalur interpretasi merupakan bagian dari program interpretasi. Jalur ini merupakan alat kontrol bagi pengunjung yang memasuki tempat-tempat
menarik untuk tujuan menghargai dan mengetahui nilai-nilai kawasan konservasi yang didampingi oleh pemandu. Menurut Douglass 1982, jalur interpretasi
adalah suatu rute yang dibuat untuk mengarahkan pengunjung ke tempat-tempat di mana objek-objek geologis, biologis, sejarah dan budaya yang menarik akan
dijelaskan kepada pengunjung dengan bantuan pemandu, tanda-tanda, leaflet atau peralatan elektrik sehingga pengunjung mendapatkan pengetahuan tentang faktor-
faktor lingkungan secara langsung di lapangan. Menurut Soewardi 1978, bahwa pembangunan jalur interpretasi bertujuan untuk mengamati studi keadaan fisik
dan geologi, hutan, tanaman, margasatwa, dan aspek-aspek kawasan lainnya. Tujuan pengembangan jalur interpretasi menurut Douglass 1982 adalah:
1. Menjamin perlindungan dan pelestarian objek rekreasi
2. Pengawasan dan pelayanan yang lebih baik terhadap pengunjung
3. Pengembangan metode interpretasi alam, baik langsung maupun melalui papan
pengumuman dan tanda-tanda lain di lapangan. Kriteria jalur interpretasi yang baik menurut Berkmuller 1981 adalah:
1. Mengarahkan pada pemandangan yang spektakuler, seperti air terjun, goa,
aliran sungai, pohon keramat, kawah, dan sebagainya 2.
Jalur tidak licin, tidak curam, tidak tergenang dan tidak berlumpur 3.
Jalur dilengkapi dengan rambu-rambu dan penunjuk arah yang jelas 4.
Jalur tidak lurus dan jarak antara jalur satu dengan lain tidak terlalu jauh 5.
Jalur tidak melalui komunitas tumbuhan yang rapuh dan habitat satwaliar yang mudah terganggu.
Panjang jalur interpretasi yang baik menurut Berkmuller 1981 ditentukan oleh waktu berjalan kaki. Hal ini tergantung pada tanah di lapangan, jarak
sebenarnya di lapangan dan kondisi orang yang berjalan di jalur tersebut. Waktu berjalan pada jalur, umumnya tidak melebihi 45 menit berjalan kaki dan yang
terbaik adalah 15-30 menit. Menurut Douglass 1982, panjang jalur interpretasi alam yang dianjurkan tidak melebihi 0,5 mil 800 m, lebar 0,5-2 m dan lereng
maksimal 15. Jalur di rancang untuk keperluan berbagai macam sarana transportasi, tetapi umumnya di rancang untuk keperluan pejalan kaki.
2.2.6 Program Interpretasi