70 Buku Guru Kelas VII SMP
Pertemuan Kelima
Poin Pembelajaran:
Sejarah perkembangan agama Khonghucu yang mengalami pasang surut dari era Orde Baru menuju era Reformasi telah memberikan sebuah pembelajaran tentang
semangat pantang menyerah dalam membela kebenaran dan sikap tepasarira untuk senantiasa menghargai pemeluk agama lainnya.
c. Pengakuan Agama Khonghucu Secara Yuridis
Berdasarkan Penpres No. 1 1965 j.o. Undang- Undang No. 5 tahun 1969 dalam penjelasan
pasal demi pasal antara lain dinyatakan: “Agama yang dipeluk oleh penduduk Indonesia adalah:
Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha dan Khonghucu.” Hal ini dapat dibuktikan
dalam sejarah perkembangan agama-agama di Indonesia. Karena ke enam agama ini adalah
agama-agama yang dipeluk hampir seluruh penduduk Indonesia, maka selain mereka
mendapat jaminan seperti yang diberikan oleh pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945,
mereka juga mendapat bantuan-bantuan dan perlindungan seperti yang diberikan pasal ini.
Jumlah penganut agama Khonghucu di Indonesia pada tahun 1967 sekitar tiga juta orang. Kemudian berdasarkan hasil sensus penduduk yang dikeluarkan oleh Biro Pusat
Statistik BPS pada tahun 1971, penganut agama Khonghucu tercatat 0,6 persen dari keseluruhan penduduk Indonesia di Jawa, dan 1,2 persen di luar Jawa. Untuk seluruh
Indonesia para penganut agama Khonghucu sebanyak 999.200 jiwa 0,8 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Sementara jumlah penduduk etnis Zhonghua pada
tahun 1999 mencapai 4-5 persen dari seluruh jumlah penduduk Indonesia. Namun karena situasi politik di Indonesia dengan berbagai macam peraturan yang
menghambat perkembangan agama Khonghucu pada saat itu, maka jumlah penganut agama Khonghucu telah banyak berkurang.
Hal ini disebabkan karena adanya pembatasan-pembatasan, misalnya dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan keagamaan, mendirikan tempat ibadah, tidak
dicantumkannya agama Khonghucu pada kolom agama di KTP, pencatatan perkawinan di Kantor Catatan Sipil, termasuk tidak diperbolehkannya pelajaran agama
Khonghucu di sekolah-sekolah. Semua itu menjadi hambatan bagi para penganut agama Khonghucu. Hal ini sebenarnya sangat bertentangan dengan falsafah negara
kita yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 khususnya pasal 29 yang telah memberikan jaminan dan kebebasan bagi seluruh rakyat Indonesia untuk memeluk
sumber: Dokumen Kemdikbud
Gambar 2.9 Menkopolkam, Susilo Bambang Yodhoyono memberikan
sambutan pengarahan untuk sidang Munas Matakin XIV. Jakarta 2002
71
Pendidikan Agama Khonghucu dan Budi Pekerti agama dan melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-
masing. Terlebih lagi hal ini sangat bertentangan dengan Undang-Undang tentang hak asasi manusia. Kebebasan beragama sebenarnya adalah hak yang paling hakiki
bagi umat manusia di dalam menjalin hubungan mereka dengan sang Pencipta-Nya yaitu Tuhan Yang Mahaesa. Agama bukan pemberian oleh suatu negara, melainkan
suatu keyakinan dari umatnya yang mempercayainya. Oleh karena itu selayaknya negara tidak mencampuri ataupun membatasinya.
d. Agama Khonghucu Di Era Reformasi Seiring dengan bergulirnya arus reformasi pada tahun 1998, pengakuan terhadap
hak asasi manusia di Indonesia dan pandangan serta perlakuan terhadap agama Khonghucu mulai berubah.
Hal ini terbukti dengan diberikannya kesempatan kepada umat
Khonghucu di Indonesia melalui
lembaga tertingginya Matakin untuk mengadakan Musyawarah Nasional
Munas ke XIII pada tanggal 22 s.d. 23 Agustus 1998 di asrama Haji
Pondok Gede-Jakarta Timur, hal ini sesuai dengan rekomendasi dari
Menteri Agama Republik Indonesia
Bapak Malik Fajar yang menjabat Menteri Agama pada saat itu.
Munas tersebut dihadiri oleh seluruh perwakilan Majelis Agama Khonghucu
Indonesia Makin, Kebaktian Agama Khonghucu Indonesia Kakin dan
Wadah Umat Khonghucu lainnya. Pada tahun 2002, saat perayaan Yinli
Nasional yang ke tiga, Presiden Republik
Indonesia Megawati
Soekarno Putri telah menetapkan Tahun Baru Yinli sebagai hari libur
Nasional. Pada tahun 2002, saat perayaan Yinli
Nasional yang ke tiga, Presiden
sumber: Dokumen Kemdikbud
Gambar 2.11 Parayaan Imlek Nasional 2664.
sumber: Dokumen Kemdikbud
Gambar 2.10 K.H. Abdurrahman Wahid beserta Ibu, Bapak Amien Rais Ketua MPR
RI, Bapak Sutiyoso beserta isteri, kembali berkenan hadir pada perayaan Imlek Nasional
ke 2 di Istora Senayan Jakarta-2001