14 lingkungan  karena  hilangnya  pengalaman  visual  pada  siswa  tunanetra,
cenderung  memiliki  rasa  curiga  terhadap  orang  lain,  mempunyai  perasaan mudah  tersinggung,  mengembangkan  verbalisme,  mengembangkan  rasa
rendah  diri,  suka  melakukan  adatan  blindsmmannerism,  suka  berfantasi, sering  mengalami  ketakutan,  kecemasan,  pemarah,  tidak  percaya  diri,  pasif,
mudah putus asa, tidak mandiri, dan sulit menyesuaikan diri
2. Masalah Belajar yang dihadapi Tunanetra
Menurut  Sutjihati  Soemantri  2012:67  indera  penglihatan  adalah salah satu indera penting dalam menerima informasi atau pengetahuan yang
berada  di  lingkungan  sekitar.  Indera  penglihat  adalah  indera  yang  bersifat abstrak  tetap  dapat  bersifat  konkrit  dalam  memperoleh  pengetahuan.
Menurut  Miller  dalam  Purwoko  Hadi,  2005:  63  bahwa  kebanyakan  awal seseorang belajar adalah melalui visual dengan cara meniru apa yang dilihat.
Berbeda dengan siswa tunanetra, karena hilangnya indera penglihatan pada  tunanetra  akan  secara  otomatis  mengaktifkan  atau  menyadarkan
indera-indera  lain  yang  masih  berfungsi  untuk  belajar.  Tunanetra  dengan kata  lain  memiliki  keterbatasan  atau  bahkan  ketidak  mampuan  menerima
rangsang  atau  informasi  dari  luar  dirinya  melalui  indera  penglihatan Sutjihati  Soemantri,  2012:68.  Kehilangan  indera  penglihatan  ini  yang
menghambat tunanetra medapatkan informasi yang bisa diproses dalam otak sebagai  konsep  atau  dengan  istilah  lain  bahwa  siswa  tunanetra  mempunyai
masalah dalam belajar dikarenakan kehilangan indera penglihat. Hilangnya  penglihatan  pada  tunanetra  berakibat  pada  pengenalan
dengan dunia luar harus melalui proses pengamatan yang dilakukan dengan
15 indera lain,  yaitu indera pendengaran, perabaan, penciuman, dan pengecap.
Menurut Tin Suharsimi 2009: 34 bahwa akibat dari hilangnya penglihatan tunanetra,  mereka  sering  mempunyai  pengertian  yang  tidak  lengkap
terhadap  suatu  objek.  Variasi  pengalaman  yang  diperoleh  anak  tunanetra tidak  selengkap  anak  awas  atau  dengan  kata  lain  bahwa  siswa  tunanetra
tidak  mempunyai  pengertian  objek  yang  konkrit  ini  berakibat  siswa tunanetra  tidak  mampu  memahami  dengan  sempurna  atau  bahkan  tidak
mengerti sama sekali dengan suatu objek. Variasi dalam pembelajaran siswa tunanetra  sangat  menentukan  dalam  proses  belajar  yaitu  dalam
perkembangan  kognitif  anak  tunanetra,  sehingga  siswa  tunanetra memerlukan  bantuan  dalam  memahami  suatu  objek  melalui  bantuan
orangtua atau guru awas dengan berbagai metode yang diterapkan.
3. Pembelajaran untuk Anak Tunanetra
Pembelajaran  pada  hakekatnya  adalah  proses  interaksi  antara  peserta didik  dengan  lingkungannya,  sehingga  terjadi  perubahan  perilaku  ke  arah
yang  lebih  baik  Mulyana,  2003:  100.  Menurut  Sari  Rudiyati  2002:  35 “Pembelajaran mempunyai arti sebagai penciptaan sistem lingkungan yang
merupakan  seperangkat  peristiwa  yang  diciptakan  dan  dirancang  untuk mendorong,  menggiatkan,  mendukung,  dan  memungkinkan  terjadinya
belajar”. Menurut Dimyati dan Mudjiono dalam Syaiful Sagala, 2011: 62 pembelajaran  adalah  kegiatan  guru  secara  terprogram  dalam  desain
instruksional,  untuk  membuat  belajar  secara  aktif,  yang  menekankan  pada penyediaan sumber belajar.
16 Berdasarkan pengertian tersebut  di  atas, pembelajaran  anak tunanetra
adalah proses interaksi guru dan siswa yang menyandang tunanetra dengan lingkungannya  secara  terprogram  dalam  desain  instruksional,  dan  atau
proses penciptaan sistem lingkungan yang merupakan seperangkat peristiwa yang diciptakan dan dirancang untuk mendorong, menggiatkan, mendukung
dan  memungkinkan  terjadinya  anak  tunanetra  belajar,  sehingga  terjadi perubahan perilaku anak tunanetra kearah yang lebih baik.
Pembelajaran  untuk  siswa  tunanetra  yang  diciptakan  dan  dirancang untuk mendorong, menggiatkan, mendukung dan memungkinkan terjadinya
siswa  tunanetra  belajar  salah  satunya  menggunakan  media  audio.  Media audio  digunakan  untuk  memaksimalkan  indera  pendengaran  yang  dimiliki
oleh siswa tunanetra untuk belajar, sehingga media audio dianggap sebagai salah  satu  media  yang  tepat  untuk  membantu  siswa  yang  mengalami
tunantera dalam memperoleh pengetahuan atau proses belajar. Siswa  dengan  gangguan  penglihatan  mudah  sekali  memperoleh
pengetahuan  yang tidak  lengkap mengenai  banyak hal  melalui pengamatan yang  serba  sebagian  Yozwan  Azwadi,  2007:113.  Anak-anak  dengan
gangguan  penglihatan  harus  diberi  kesempatan  untuk  memperoleh pengetahuan  mengenai  benda,  tempat,  serta  situasi  secara  untuh  untuk
mendapatkan  pemahaman  mendasar  mengenai  realita,  dengan  kelebihan yang
dimiliki  oleh  siswa  tunanetra  yaitu  indera  pendengaran  siswa  bisa belajar.
17
B. Media Audio untuk Pembelajaran Siswa Tunanetra
1. Pengertian Media Audio untuk Tunanetra
Media  adalah  pembawa  informasi  dari  sebuah  sumber  dan  sebuah penerima  Smaldhino,  2011:7.  Menurut  Geralch  dan  Ely  dalam  Azhar
Arsyad,  2007:3  media  adalah  manusia,  materi,  atau  kejadian  yang membangun  kondisi  yang  membuat  siswa  mampu  memperoleh
pengetahuan,  keterampilan  atau  sikap.  Secara  eksplisit  Gagne  dan  Briggs Azhar  Arsyad,  2007:5  mengatakan  bahwa  media  pembelajaran  meliputi
alat  yang  secara  fisik  digunakan  untuk  menyampaikan  isi  materi pengajaran, antara lain buku, tape recorder, video camera, video recorder,
film, slide gambar bingkai, foto, gambar, grafik, bingkai, dan komputer. Menurut  AECT  media  adalah  segala  bentuk  dan  saluran  yang  digunakan
untuk menyampaikan informasi dalam Depdiknas, 2003:10 Dari  definisi  di  atas  dapat  ditegaskan  bahwa  media  pembelajaran
adalah  pembawa  informasi  berupa  buku,  tape  recorder,  video  camera, video recorder, film, slide gambar bingkai, foto, gambar, grafik, bingkai,
dan  komputer  yang  membuat  siswa  mampu  memperoleh  pengetahuan, keterampilan atau sikap.
Media  pembelajaran  mempunyai  berbagai  macam  jenis.  Menurut Bretz  dalam  Gatot  Kuswanto  2012:16  mengklasifikasikan  media  dalam
tujuh  kelompok,  yaitu:  media  audio,  media  cetak,  media  visual  diam, media  visual  gerak,  media  audio  semi  gerak,  media  semi  gerak,  media
audio visual diam, media audio visual gerak.